Anda di halaman 1dari 23

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

UJIAN AKHIR SEMESTER-TAKE HOME EXAM


(THE)UNIVERSITAS TERBUKA

Nama Mahasiswa :

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM :

Kode/Nama Mata Kuliah : Hukum Pajak Dan Acara Perpajakan HKUM4407

Kode/Nama UPBJJ : Bengkulu

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)


Nomor 1

A.

Pajak merupakan iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terutang bagi wajib pajak
yang membayarnya sesuai dengan peraturan. Pajak tidak mendapatkan prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk serta berguna untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan
dengan tugas negara untuk penyelenggaraan pemerintahan.

Karakteristik pokok dari pajak salah satunya ialah pemungutan yang harus berdasarkan
undang-undang. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya pajak adalah beban yang akan
dipikul bersama oleh rakyat, sehingga dalam proses perumusannya memerlukan peran serta
masyarakat sebelum ditentukan oleh wakil-wakil parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.

Pajak ini digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dalam menjalankan
pemerintahan. Dana yang diterima dari pemungutan pajak pada definisi di atas mengartikan
tidak pernah ditujukan untuk suatu pengeluaran khusus. Hukum pajak memuat berbagai
hukum pidana dan hukum tata negara.

Hukum pajak atau tax law ialah suatu kumpulan peraturan-peraturan resmi dan tertulis yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar
pajak. Dalam hal ini, pemerintah diwakilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan Republik Indonesia berwenang untuk memperoleh kekayaan seseorang dalam
bentuk pembayaran pajak untuk dikelola dan diserahkan kembali kepada masyarakat.
Penyerahan ini secara tidak langsung dapat melalui pelayanan publik yang kemudian akan
diperoleh dari kas negara.

Hukum pajak adalah satu produk hukum dan menjadi bagian dari ilmu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban perpajakan dari sisi pemerintah ataupun wajib pajak yang perlu dipatuhi
dan dijalankan. Dengan demikian, hukum pajak tidak terlepas dari sanksi hukum sebagai
konsekuensi agar pemerintah (fiskus) ataupun wajib pajak menaati peraturan pajak tersebut.
Adapun, konsekuensi yang dimaksud ialah sanksi hukum berupa sanksi administrasi dan
sanksi pidana.

Hukum pajak diidefinisikan sebagai keseluruhan dari berbagai peraturan yang mencakup
mengenai kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang serta
menyerahkannya pada uang/kas negara. Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah
dengan wajib pajak, karena hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.

Dalam lapangan lainnya dari hukum administratif, unsur-unsur tersebut tidak begitu nampak
seperti dalam hukum pajak ini. Ditambah dengan luasnya ruang lingkup, karena eratnya
hubungan dengan hukum ekonomi sebagai salah satu sumber keuangan utama dari tiap negara.
Dalam beberapa negara, hukum pajak telah menjelma menjadi cabang ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri.

Pengertian hukum pajak dapat memberikan petunjuk bagi penegak hukum pajak dalam
menggunakan wewenang dan kewajibannya dalam penegakkan hukum pajak. Sebaliknya, hal
ini juga dapat menjadi pedoman bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban dan
menggunakan hak dalam rangka memperoleh perlindungan hukum sebagai konsekuensi dari
penegakan hukum pajak.

Kedudukan Hukum Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan Pasal 1 angka 1, dimana berisikan pajak ialah kontribusi wajib pajak pada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang memiliki sifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang serta tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan dan kemakmuran rakyat.

Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia ini menganut
paham imperative. Hal ini mengartikan pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda.
Saat terjadi pengajuan keberatan pada pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan
pemerintah, sebelum terdapat keputusan dari Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan
diterima, maka wajib pajak pun perlu terlebih dahulu membayar pajak sesuai dengan yang
telah ditetapkan.

Berikut ialah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:

Hukum Perdata yang mengatur terkait hubungan antara satu individu denga individu lainnya
Hukum Publik yang mengatur hubungan antara pemerintah dan rakyatnya. Hukum publik di
antaranya ialah Hukum Tata Negara, Hukum Pajak, Hukum Pidana, dan Hukum Tata Usaha
Negara (Hukum Administrasi Negara).

Berdasarkan dua poin tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak ialah bagian
dari hukum publik. Hukum pajak ini mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut
pajak dan rakyat sebagai wajib pajak.

Hukum Pajak Materil

Hukum pajak materil memuat norma-norma yang menjelaskan mengenai perbuatan, keadaan,
peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif
pajak), serta segala sesuatu yang berhubungan dengan timbul dan dihapusnya utang pajak dan
dinas sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

Hukum pajak materiil ialah kaidah-kaidah atau berbagai ketentuan dari suatu peraturan
perundang-undangan pajak yang berkaitan dengan isi dari peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan. Hukum pajak material ini menerangkan tentang Objek, Subjek, dan Tarif
Pajak. Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dari hukum
pajak materil PPN. Hukum pajak materil PPh ialah II No.7 Tahun 1983 setelah perubah
terakhir dari UU No.36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN ialah UU No.8 Tahun 1983 sesuai
dengan pengubahan terakhir yaitu UU No.42 Tahun 2009.

Contoh bentuk dari hukum pajak materiil ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penghasilan (PPh), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

Hukum Pajak Formil

Hukum pajak formil ialah hukum yang memuat terkait prosedur untuk mewujudkan hukum
pajak materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi. Hukum pajak formil ini memuat tentang
tata cara atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk pengadaan
monitoring dan evaluasi.

Selain itu, dalam menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan pembukuan,
pencatatan, dan prosedur pengajuan surat keberatan ataupun banding.
Berikut contoh bentuk dari hukum pajak formil ialah Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.
Bentuknya ialah sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 19


Tahun 1997 mengenai penagihan pajak dengan surat paksa

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 mengenai perubahan kedua atas Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Hukum pajak formil menerangkan mengenai hak dan kewajiban wajib pajak serta hak dan
kewajiban fiskus. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP yaitu mengajukan keberatan,
meminta restitusi, dan mengajukan banding.

Adapun, kewajiban pajak sesuai dengan yang diuraikan dalam UUKUP ialah mendaftarkan
diri untuk memiliki NPWP; mengisi, melaporkan, dan menandatangani Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) atau Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP); melakukan pencatatan atau
pembukuan; dan membayar pajak terutang bagi wajib pajak yang terutang.

Kemudian, hak fiskus diatur dalam UUKUP untuk melakukan pemeriksaan, mengeluarkan
Surat Tagihan Pajak, mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, dan mengeluarkan Surat Paksa.
Kewajiban fiskus yang ditetapkan dalam UUKUP ialah untuk memberikan keputusan atas
keberatan pajak dari wajib pajak; merahasiakan wajib pajak; dan mengembalikan kelebihan
pembayaran pajak pada wajib pajak.

B.

Persyaratan perpajakan tersebut merupakan prinsip dasar yang harus ada dalam setiap kegiatan
perpajakan khususnya di Indonesia. Setidaknya terdapat 5 persyaratan dalam pemberlakuan
pemungutan pajak di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Dalam hal keadilan (pajak harus adil)

Sistem pemungutan pajak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan keadilan


dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Landasan keadilan disini merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk mencapai keadilan sosial yang dimaksud, yaitu wajib Pajak mempunyai hak
dan kewajiban yang telah diatur didalam undang-undang, setiap warga negara yang menjadi
wajib pajak harus membayar pajaknya, serta adanya sanksi untuk pelaku pelanggaran pajak.

2. Dalam hal yuridis (perpajakan harus berdasarkan hukum)

Sistem perpajakan diharuskan untuk selalu berdasarkan hukum yang berlaku seperti apa yang
telah tercantum dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 yang mengatur tentang ketentuan
perpajakan umum. Kenapa tercantum dalam Undang-undang ? Karena hanya melalui
peraturan perundang-undangan berupa undang-undang sajalah pemerintah dengan mudah
dapat memberikan perlindungan hukum bagi kegiatan perpajakan.

3. Dalam hal ekonomis (pajak tidak akan mempengaruhi perekonomian nasional)

Sistem perpajakan tidak boleh mengganggu kegiatan ekonomi yang malah dapat
mengakibatkan keterpurukan ataupun penurunan ekonomi nasional, seperti misal dalam kasus
pajak tidak diperbolehkan mengganggu produksi atau kegiatan perdagangan yang sedang
berlangsung.

4. Dalam hal finansial (perpajakan harus efisien)

Sistem pemungutan pajak yang ada harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga
nantinya hasil yang diperoleh dari perpajakan pun akan maksimal. Secara efisien disini berarti
mempunyai maksud bahwa pemungutan pajak harus dilakukan dengan mudah, tepat sasaran,
tepat waktu dan biaya minimal. Sedangkan secara efektif disini berarti mempunyai maksud
bahwa pemungutan pajak harus bisa membawa hasil yang sesuai dengan perhitungan yang
telah dilakukan. Dan secara langsung dalam syarat ini juga berkaitan dengan pengelolaan
biaya pemungutan pajak harus lebih kecil daripada pemasukan pajak yang diterima kas
negara.

5. Dalam hal sederhana (sistem pajak harus sederhana)

Sistem penagihan dan pengelolaan pajak harus sederhana dan mudah dipahami oleh wajib
pajak. Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan membantu wajib pajak melaporkan
pajaknya dan mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Maka dari
itu penerimaan pajak nasional akan terus menerus meningkat.
Dengan sejumlah persyaratan yang ada, maka setiap aktivitas dalam pemungutan pajak ini
akan diwajibkan untuk menerapkan setiap persyaratan tersebut, karena jika tidak ada
ketentuan tersebut maka pemungutan pajak yang terjadi akan sangat mudah mengalami
kendala bahkan sampai melenceng dari target pajaknya.

Nomor 2

A.

Pajak merupakan kontribusi yang wajib dilakukan kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi maupun badan. Sifat pajak ini memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan akan digunakan untuk keperluan negara guna
kemakmuran rakyat.

Dalam hal perpajakan, pemerintah terutama Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana fungsinya,
yakni berkewajiban dalam melakuakn pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan.

Sesuai dengan falsafah udang-undang perpajakan, membayar pajak tidak hanya sebuah
kewajiban namun juga hak setiap warga negara untuk ikut berpartisifasi dalam bentuk peran
serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Seperti yang sudah dikatakan,
bahwa manfaat dari pajak itu sendiri adalah untuk memenuhi keperluan negara guna
kemakmuran rakyatnya dan untuk pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jenis-Jenis Pajak di Indonesia


Jenis-jenis pajak di Indonesia dikelompokkan berdasarkan cara pemungutan, sifat dan
lembaga pemungutnya. Apa saja jenis-jenis pajak yang dimaksud?

Jenis-jenis pajak berdasarkan cara pemungutannya terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak
langsung.

Jenis-jenis pajak berdasarkan sifatnya terdiri dari pajak subjektif dan pajak objektif.

Sementara jenis-jenis pajak berdasarkan lembaga pemungutannya terdiri dari pajak pusat dan
pajak daerah.

Nah, agar lebih mengetahui jenis-jenis pajak tersebut, yuk, kita ulas semuanya satu per satu:
Jenis Pajak Berdasarkan Cara Pemungutannya
Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pajak langsung dan pajak tidak langsung
merupakan kategori jenis pajak yang dikelompkkan berdasarkan cara pemungutannya.

Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dialihkan kepada orang lain.

Dengan kata lain, proses pembayaran pajak harus dilakukan sendiri oleh wajib pajak
bersangkutan.

Contoh: Seorang anak, tidak boleh mengalihkan pajak kepada orangtuanya. Begitupun seorang
suami tidak boleh mengalihkan kewajiban pajaknya pada istri.

Sedangkan Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak
lain karena jenis pajak ini tidak memiliki surat ketetapan pajak.

Artinya, pengenaan pajak tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan
perbuatan atas kejadian sehingga pembayaran pajak dapat diwakilkan kepada pihak lain.

Jenis Pajak Berdasarkan Sifatnya


Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan
pajak objektif.

Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif
berpangkal kepada objeknya.

Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang
kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang.

Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.

Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan
pajak.

Jenis Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungutannya


Pajak Pusat dan Pajak Daerah
Pajak pusat dan pajak daerah merupakan jenis pajak yang pengelompokannya berdasar pada
lembaga pemungutannya.

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini
sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja negara
seperti pembangunan jalan, pembangunan sekolah, bantuan kesehatan dan lain sebagainya.

Proses administrasi yang berkaitan dengan pajak pusat dilaksanakan di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Berbeda dengan pajak pusat/ nasional, pajak daerah merupakan pajak-pajak yang dipungut dan
dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja pemerintah
daerah.

Proses administasinya dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak
Daerah atau kantor sejenis yang dibawahi oleh pemerintah daerah setempat.

Banyak yang mengira jika pajak pusat dan pajak daerah berdiri sendiri karena hasil dari pajak
pusat dan pajak daerah digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing.

Nyatanya, pajak pusat dan pajak daerah bersinergi satu sama lain dalam membangun
Indonesia secara nasional dari Aceh hingga Papua.

Pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik jika ada kesesuaian program kegiatan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Contoh Jenis-jenis Pajak Pusat dan Pajak Daerah


Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat:

Pajak Penghasilan (PPh)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Bea Materai
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB perkebunan, Perhutanan, Pertambangan)
Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah:

1. Pajak provinsi terdiri dari:


Pajak Kendaraan Bermotor.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Pajak Air Permukaan.
Pajak Rokok.
2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari:

Pajak Hotel.
Pajak Restoran.
Pajak Hiburan.
Pajak Reklame.
Pajak Penerangan Jalan.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan.
Pajak Parkir.
Pajak Air Tanah.
Pajak Sarang Burung Walet.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
Sekadar informasi saja, mulai tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan
Perkotaan masuk dalam kategori pajak daerah. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat.
Saat ini, Anda dapat melakukan pembayaran dan pelaporan pajak pusat melalui OnlinePajak.
Tidak hanya itu, Anda pun dapat mengelola transaksi bisnis, payroll karyawan, hingga
pembayaran BPJS di dalam satu aplikasi terpadu. Daftar sekarang di sini, atau pilih paket yang
sesuai dengan kebutuhan Anda pada laman berikut ini.

B.

PPh Pasal 17 merupakan aturan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2018
tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang kini sudah diganti dengan undang-undang baru
yakni Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

PPh pasal 17 merupakan pasal yang secara terperinci mengatur tarif pajak yang dibebankan
kepada wajib pajak, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan, atas penghasilan
kena pajak.

Istilah Penghasilan Kena Pajak mengacu pada jumlah penghasilan bruto dikurangi komponen
pengurang penghasilan bruto dan PTKP (Pajak Tidak Kena Pajak).
Berapa Tarif Pasal 17 Terbaru?
Tarif pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia menerapkan skema tarif progresif. Artinya,
tarif pajak yang dikenakan semakin tinggi seiring kenaikan jumlah penghasilan yang menjadi
dasar pengenaan pajak.

Penggunaan tarif progresif ini merupakan perwujudan asas keadilan karena wajib pajak yang
memiliki penghasilan tinggi, akan membayar pajak lebih banyak dibandingkan wajib pajak
yang berpenghasilan lebih rendah.

Sebagai wajib pajak berpenghasilan, tentu kita harus tahu besaran tarif terbaru yang
dikenakan. Berdasarkan UU HPP, besaran tarif PPh untuk Penghasilan Kena Pajak adalah
sebagai berikut:

Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengenaan tarif PPh Pasal 17 kepada wajib pajak orang pribadi dibagi atas beberapa lapisan.
Jika sebelumnya tarif pajak yang dibebankan mulai dari 5%-30%, kini tarif pajak tersebut
berubah sesuai peraturan UU HPP.

Penghasilan Rp0 sampai dengan Rp60.000.000, dikenakan tarif pajak 5%


Penghasilan di atas Rp60.000.000 sampai dengan Rp250.000.000, dikenakan tarif pajak 15%
Penghasilan di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000, dikenakan tarif pajak 25%
Penghasilan di atas Rp500.000.000 sampai dengan Rp5 miliar, dikenakan tarif pajak 30%
Penghasilan di atas Rp5 miliar, dikenakan tarif pajak 35%
Pengenaan tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi ini berlaku mulai tahun pajak 2022,
khususnya bagi wajib pajak yang tahun bukunya dimulai pada Januari 2021 atau sama dengan
tahun kalender.

Wajib Pajak badan atau bentuk usaha tetap

Wajib Pajak yang merupakan badan atau bentuk usaha tetap wajib membayar PPh dengan tarif
yang berbeda. Berdasarkan ketentuan UU HPP, tarif PPh badan yang dikenakan adalah 22%
dari seluruh jumlah penghasilan. Tarif pajak penghasilan badan ini berlaku pada tahun 2022
hingga seterusnya.

Menghitung Tarif Pasal 17


Berdasarkan ketentuan dalam tarif Pasal 17 tersebut, kita sudah dapat menghitung jumlah
pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Berikut contohnya:

Apabila seorang Wajib Pajak memiliki PKP sejumlah Rp72.000.000 per tahun, untuk
menghitung PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut:
Rp60.000.000 x 5% = Rp3.000.000
(Rp72.000.000-Rp60.000.000) x 15% = Rp1.800.000

Catatan: Dikurangi dengan Rp60.000.00 karena Rp60.000.00 tersebut sudah dikalikan dengan
tarif 5%.

Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak adalah:

Rp3.000.000+ Rp1.800.000 = Rp4.800.000.

Contoh lain:

Apabila Wajib Pajak memiliki penghasilan kena pajak senilai Rp400.000.000 per tahun, maka
perhitungan PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut:

5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
15% x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
25% x Rp150.000.000 = Rp37.500.000

Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak adalah Rp69.000.000. Nilai ini
akan semakin besar apabila PKP Wajib Pajak semakin tinggi.

Ketentuan PPh Pasal 17 Terbaru


Selain ketentuan tarif Pasal 17 untuk orang pribadi dan badan atau bentuk usaha tetap, berikut
ini adalah ketentuan terbaru terkait PPh Pasal 17. Apa saja?

Masyarakat berpenghasilan sampai dnegan Rp4.5 juta per bulan tetap tidak membayar pajak
penghasilan sama sekali.
Natura dan/atau kenikmatan merupakan objek PPh (taxable) bagi penerima/karyawan, kecuali
berupa hal-hal yang disebutkan dalam UU HPP.
Bagi pelaku UMKM berbentuk badan dalam negeri, tetap menerima insentif penurunan tarif
sebesar 50%.
Bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif 0,5% (PP 23/2018) dan
memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta setahun, tidak dikenai PPh.
Selain itu, ada beberapa ketentuan lama mengenai pajak penghasilan pasal 17 yang masih
berlaku, di antaranya:

Berdasarkan PP 30 Tahun 2020, Perseroan Terbuka sebagai Wajib Pajak badan dalam negeri
dan memiliki setidaknya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia serta memenuhi persyaratan tertentu, dapat memperoleh tarif lebih
rendah 3% daripada tarif normal.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima pembagian dividen akan dikenakan
tarif Pajak Penghasilan sebesar 10%. Tarif ini bersifat final. Ketentuan selanjutnya mengenai
hal ini diatur dalam peraturan pemerintah.
Penghasilan Kena Pajak Setahun
Ketentuan lain mengenai Pajak Penghasilan yang patut diperhatikan dalam Pasal 17 adalah
pajak yang terutang dalam bagian tahun pajak. Seperti yang tertulis dalam Pasal 5. Berikut ini
kutipannya

“Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang
pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung
sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 dikalikan dengan pajak
yang terutang untuk 1 tahun pajak.”

Sebagai pelengkap, ada pula ketentuan dalam Pasal 6. Di bawah ini kutipan pasal tersebut

“Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 5, tiap bulan yang
penuh dihitung 30 hari.”

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak memiliki Penghasilan Kena Pajak setahun Rp400.000.000. Maka PPh setahun-
nya adalah:

5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
15% x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
25% x Rp150.000.000 = Rp37.500.000

Jumlah Pajak Penghasilan adalah Rp69.000.000. Apabila pajak terutang dalam Tahun Pajak
adalah 3 bulan, maka Pajak Penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan)
adalah: ((3×30):360) x Rp69.000.000 = Rp17.250.000

Pentingnya PPh Pasal 17


PPh pasal 17 merupakan jenis pajak yang dipungut langsung pemerintah dari penghasilan
masyarakat atau wajib pajak. Pajak yang dikumpulkan lewat PPh pasal 17 boleh dibilang
sebagai pajak yang memberikan kontribusi besar bagi pemerintah.

Bagi masyarakat atau wajib pajak, sangatlah penting mengetahui tarif pajak yang harus
dibayarkan. Pasalnya, pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self assessment.
Artinya beban untuk menghitung, membayar dan melapor pajak ada pada wajib pajak.

Karena itu, penting bagi wajib pajak untuk mengetahui rumus dan cara perhitungan pajak
penghasilan yang akan disetorkan ke negara. Dengan begitu, wajib pajak pun dapat jika ia
kelebihan atau kekurangan bayar saat hendak mengisi SPT Tahunan.
Untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan pajak penghasilan, wajib pajak dapat
memanfaatkan aplikasi perpajakan seperti OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak
berkomitmen untuk memberikan kemudahan dalam melaksanakan kepatuhan perpajakan.
Salah satu fitur yang tersedia adalah e-Filing untuk wajib pajak pribadi maupun badan.

Melalui e-Filing OnlinePajak, wajib pajak dapat meminimalisir kesalahan penghitungan


maupun input data keuangan. Setelah berhasil lapor, wajib pajak akan langsung menerima
BPE resmi sesuai waktu dilakukannya pelaporan tersebut.

Tidak hanya itu, e-Filing OnlinePajak juga update mengikuti regulasi perpajakan terbaru.
Dengan begitu, wajib pajak tidak perlu khawatir lapor pajak di OnlinePajak. Daftar sekarang
untuk lapor pajak lebih praktis, klik di sini.

Nomor 3

A.

Dalam diskusi ini, Siti Rahma mengatakan bahwa pajak diatur dalam Pasal 23A UUD NRI
1945. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Selain itu, dalam pemungutan pajak, ada prinsip-prinsip global yang harus
dipatuhi, salah satunya adalah no taxation without representation yang mengandung ketentuan
bahwa dalam aturan pemungutan pajak harus dapat mewakili kepentingan masyarakat.

Pertama, kepastian hukum sistem perpajakan yang menentukan objek, subjek pajak
mengidentifikasi basis perpajakan, tarif, dan administrasi perpajakan. Kedua, dasar
kewenangan pemungutan pajak oleh pemerintah yang mencakup bestuur. Dalam menjalankan
UU ada pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kemudian
regelgeving yaitu adanya ada pembagian kewenangan dalam pemungutan pajak. Serta
rechtspraak yaitu pemerintah harus melaksanakan upaya administrasi apabila ada masyarakat
yang mengajukan gugatan administratif terhadap SKP.

Ketiga, ada hubungan hukum antara wajib pajak dan pemungutnya sehingga memberi hak dan
kewajiban antara negara dan masyarakat. Keempat, penegakan hukum dengan penerapan
sanksi administrasi dan pidana. Kelima, perlindungan hukum yang diatur dalam UU KUP dan
UU No 14 Tahun 2020 tentang Pengadilan Pajak.

Sementara itu, Murti Lestari mengatakan pajak di samping memiliki fungsi budgeter dan
regulerend, ada juga fungsi pemerataan, yaitu mengurangi pendapatan dari yang kaya untuk
mensubsidi yang miskin. Contohnya bagi warga negara yang memiliki pendapatan tinggi
maka pajak dan persentasenya juga semakin tinggi. Berbeda dengan warga negara yang
pendapatannya rendah tidak dikenai pajak, inilah yang akhirnya memunculkan program
keluarga harapan (PKH), program-program untuk pengangguran, dll.

Fungsi lainnya adalah stabilisasi yaitu pajak digunakan untuk mengurangi siklus ekonomi,
menjaga stabilitas perekonomian negara. Misalnya pada masa resesi yaitu masa ketika
kegiatan ekonomi lumpuh, pemerintah mengeluarkan dana untuk mendorong kegiatan
ekonomi, dengan menyelenggarakan program padat karya, mengadakan pemberian intensif
pajak, dll. guna meningkatkan perekonomian negara,”.

“Artinya untuk mendanai kehidupan negara, dananya itu didanai oleh masyarakat itu sendiri
melalui pemungutan pajak dan pungutan lainnya, sehingga terwujud APBN yang sehat dari
kita, oleh kita, dan untuk kita,”.

B.

Pemungutan pajak di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No.10 tahun 1994 yang
membahas dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan subjek dan objek pajak.

Inti dari undang-undang ini adalah Indonesia dalam sistem pemungutan pajak, menerapkan
asas domisili dan asas sumber sekaligus atau dalam satu waktu.

Indonesia memberlakukan kedua asas ini sebagai aset penting bagi Negara yang
memungkinkan untuk penambahan devisa Negara.

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia


Sistem pemungutan perpajakan dapat dikatakan sebagai metode pengelolaan utang pajak yang
dibayarkan oleh yang bersangkutan agar dapat masuk kas negara.

Di Indonesia, terdapat 3 jenis sistem perpajakan. Sistem pemungutan perpajakan di Indonesia


sesuai dengan asas pemungutan pajak menganut self assessment system dan withholding
system.

Berikut ini adalah penjelasan lengkapnya untuk Anda

1. Self Assessment System


Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak yang berlaku di
Indonesia dimana sistem ini membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan
oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri.

Siapa itu wajib pajak?


Wajib Pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan
melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dapat melalui sistem
administrasi online yang telah dibuat oleh pemerintah.

Lalu bagaimana peran pemerintah dalam dalam self assessment system ini? Peran pemerintah
dalam sistem pemungutan pajak ini adlah sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan para
wajib pajak.

Penerapan self assessment system ini berlaku untuk jenis pajak pusat. Contoh jenis pajak pusat
di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku
setelah masa reformasi pajak pada 1983 hingga saat ini.

Di sisi self assessment system memberikan kemudahan dan keleluasaan wajib pajak, namun
dalam pelaksanaan sistem pemungutan ini juga terdapat konsekuensi.

Wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin. Karena
wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu
dibayarkan.

Ciri-Ciri Self Asssessment System


Penentuan atas besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri
Wajib pajak memiliki peran aktif dalam memenuhi dan menuntaskan kewajiban perpajakan
mulai dari menghitung, membayar hingga melapor pajak.
Pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak. Pengecualiannya yaitu
apabila wajib pajak telat lapor, telat membayar pajak terutang atau terdapat pajak yang
seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.
2. Official Assessment System
Official Assessment System merupakan sistem pemungutan perpajakan yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau
aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.

Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

Dalam sistem ini, petugas pajak sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan
memungut pajak. Penerapan official assessment system ini pun ditujukan kepada masyarakat
selaku wajib pajak, yang dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab dalam
menghitung serta menetapkan pajak.

Sistem ini akan berhasil apabila petugas pajak secara kualitas, kuantitas dan integritas telah
memenuhi kebutuhan dan standar yang ditetapkan.
Official Assessment System diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
atau jenis-jenis pajak daerah lainnya.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan pihak yang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak
berisi besaran Pajak Bumi dan Bangunan terutang setiap tahunnya.

Wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar Pajak
Bumi dan Bangunan berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan
oleh Kantor Pelayanan Pajak terdaftar.

Meskipun fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan
menetapkan hutang pajak, namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem
pemungutan perpajakan ini tidak lagi berlaku.

Ciri-Ciri Official Assessment System


Sifat wajib pajak pasif dalam perhitungan pajak karena besaran pajak terutang dihitung oleh
petugas pajak (fiskus) yang dipilih dalam pengelolaan pajak.
Pajak terutang timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.
Pemerintah mempunyai hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib dibayarkan
oleh wajib pajak.
3. Withholding System
Ciri dari sistem pajak ini adalah pihak ketiga memiliki wewenang dalam menentukan berapa
besar pajak yang harus dibayar.

Besarnya pajak pada withholding system dihitung oleh pihak ketiga bukan wajib pajak dan
bukan aparat pajak atau fiskus. Sistem ini disebut juga dengan jenis pajak potong pungut dan
dinilai adil bagi masyarakat.

Contoh penerapan sistem perpajakan ini adalah pemotongan penghasilan karyawan yang
dilakukan oleh bendahara instansi terkait.

Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi mendatangi Kantor Pelayanan Pajak untuk
membayarkan pajak terutang tersebut.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat 2 dan
Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis-jenis pengenaan pajak yang diterapkan menggunakan
withholding system. Bukti potong atau bukti pungut sebagai bukti yang diterbitkan atas
pelunasan pajak dengan menggunakan sistem pemungutan perpajakan ini.

Dalam beberapa keadaan tertentu, dapat juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti
pemotongan tersebut akan dilampirkan bersama Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh atau
SPT Masa PPN wajib pajak bersangkutan.
Sebagai warga negara Indonesia, tentunya Anda harus mengetahui dan memahami segala
ketentuan perpajakan mulai dari jenis-jenis pajak hingga sistem pemungutan pajak.

Hal ini akan semakin mempermudah Anda pada saat akan membayar pajak. Sebagai warga
negara sekaligus wajib pajak yang baik, tentu Anda harus mentaati peraturan perpajakan yang
ada termasuk dengan membayar pajak.

Nomor 4

A.

Dasar Hukum
Pemungutan pajak di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No.10 tahun 1994 yang
membahas dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan subjek dan objek pajak.

Inti dari undang-undang ini adalah Indonesia dalam sistem pemungutan pajak, menerapkan
asas domisili dan asas sumber sekaligus atau dalam satu waktu.

Indonesia memberlakukan kedua asas ini sebagai aset penting bagi Negara yang
memungkinkan untuk penambahan devisa Negara.

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia


Sistem pemungutan perpajakan dapat dikatakan sebagai metode pengelolaan utang pajak yang
dibayarkan oleh yang bersangkutan agar dapat masuk kas negara.

Di Indonesia, terdapat 3 jenis sistem perpajakan. Sistem pemungutan perpajakan di Indonesia


sesuai dengan asas pemungutan pajak menganut self assessment system dan withholding
system.

Berikut ini adalah penjelasan lengkapnya untuk Anda

1. Self Assessment System


Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak yang berlaku di
Indonesia dimana sistem ini membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan
oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri.

Siapa itu wajib pajak?


Wajib Pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan
melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dapat melalui sistem
administrasi online yang telah dibuat oleh pemerintah.

Lalu bagaimana peran pemerintah dalam dalam self assessment system ini? Peran pemerintah
dalam sistem pemungutan pajak ini adlah sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan para
wajib pajak.

Penerapan self assessment system ini berlaku untuk jenis pajak pusat. Contoh jenis pajak pusat
di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku
setelah masa reformasi pajak pada 1983 hingga saat ini.

Di sisi self assessment system memberikan kemudahan dan keleluasaan wajib pajak, namun
dalam pelaksanaan sistem pemungutan ini juga terdapat konsekuensi.

Wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin. Karena
wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu
dibayarkan.

Ciri-Ciri Self Asssessment System


Penentuan atas besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri
Wajib pajak memiliki peran aktif dalam memenuhi dan menuntaskan kewajiban perpajakan
mulai dari menghitung, membayar hingga melapor pajak.
Pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak. Pengecualiannya yaitu
apabila wajib pajak telat lapor, telat membayar pajak terutang atau terdapat pajak yang
seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.

2. Official Assessment System


Official Assessment System merupakan sistem pemungutan perpajakan yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau
aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.

Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

Dalam sistem ini, petugas pajak sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan
memungut pajak. Penerapan official assessment system ini pun ditujukan kepada masyarakat
selaku wajib pajak, yang dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab dalam
menghitung serta menetapkan pajak.

Sistem ini akan berhasil apabila petugas pajak secara kualitas, kuantitas dan integritas telah
memenuhi kebutuhan dan standar yang ditetapkan.
Official Assessment System diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
atau jenis-jenis pajak daerah lainnya.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan pihak yang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak
berisi besaran Pajak Bumi dan Bangunan terutang setiap tahunnya.

Wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar Pajak
Bumi dan Bangunan berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan
oleh Kantor Pelayanan Pajak terdaftar.

Meskipun fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan
menetapkan hutang pajak, namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem
pemungutan perpajakan ini tidak lagi berlaku.

Ciri-Ciri Official Assessment System


Sifat wajib pajak pasif dalam perhitungan pajak karena besaran pajak terutang dihitung oleh
petugas pajak (fiskus) yang dipilih dalam pengelolaan pajak.
Pajak terutang timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.
Pemerintah mempunyai hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib dibayarkan
oleh wajib pajak.

3. Withholding System
Ciri dari sistem pajak ini adalah pihak ketiga memiliki wewenang dalam menentukan berapa
besar pajak yang harus dibayar.

Besarnya pajak pada withholding system dihitung oleh pihak ketiga bukan wajib pajak dan
bukan aparat pajak atau fiskus. Sistem ini disebut juga dengan jenis pajak potong pungut dan
dinilai adil bagi masyarakat.

Contoh penerapan sistem perpajakan ini adalah pemotongan penghasilan karyawan yang
dilakukan oleh bendahara instansi terkait.

Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi mendatangi Kantor Pelayanan Pajak untuk
membayarkan pajak terutang tersebut.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat 2 dan
Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis-jenis pengenaan pajak yang diterapkan menggunakan
withholding system. Bukti potong atau bukti pungut sebagai bukti yang diterbitkan atas
pelunasan pajak dengan menggunakan sistem pemungutan perpajakan ini.
Dalam beberapa keadaan tertentu, dapat juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti
pemotongan tersebut akan dilampirkan bersama Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh atau
SPT Masa PPN wajib pajak bersangkutan.

Sebagai warga negara Indonesia, tentunya Anda harus mengetahui dan memahami segala
ketentuan perpajakan mulai dari jenis-jenis pajak hingga sistem pemungutan pajak.

Hal ini akan semakin mempermudah Anda pada saat akan membayar pajak. Sebagai warga
negara sekaligus wajib pajak yang baik, tentu Anda harus mentaati peraturan perpajakan yang
ada termasuk dengan membayar pajak.

B.

Pemeriksaan dengan acara cepat di Pengadilan Pajak merupakan proses


pemeriksaan/persidangan yang dilaksanakan oleh Majelis terhadap hal-hal
berikut.
1. Sengketa (baik Banding maupun Gugatan) yang tidak memenuhi ketentuan
formal sebagai berikut:
a. diajukan dalam Bahasa Indonesia;
b. diajukan sebelum jangka waktu/jatuh tempo berakhir;
c. satu Keputusan diajukan dengan satu surat banding; dan
d. diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya.

2. Kesalahan tulis atau kesalahan hitung pada putusan Pengadilan Pajak.

3. Sengketa yang diajukan bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.

Untuk penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada ketentuan Undang-Undang


Nomor 14 Tahun 2002.

Kemudian

Wajib Pajak bisa menolak adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP dengan
alasan telah memenuhi kewajibannya dengan benar ataupun alasan beban
administrasi karena panjangnya proses pemeriksaan yang harus dijalankan.
Berdasarkan Pasal 36 dan 37 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara pemeriksaan yang telah diubah terakhir
dengan PMK Nomor 18/PMK.03/2021, ketentuan penolakan pemeriksaan
lapangan adalah sebagai berikut:

1. Apabila wajib pajak menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan,


termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
Wajib Pajak harus menandatangani Surat pernyataan penolakan pemeriksaan.

2. Apabila wajib pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan penolakan


pemeriksaan, tim pemeriksa akan membuat Berita Acara Penolakan
Pemeriksaan.

3. Apabila wajib pajak yang menjadi tujuan pemeriksaan tidak berada di tempat,
maka ada dua konsekuensi yakni:

Pertama, Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai, atau


anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak yang dapat dan mempunyai
kewenangan untuk mewakilinya, terbatas untuk hal yang berada dalam
kewenangannya.

Kedua, Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.


Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan,
pemeriksa pajak dapat melakukan penyegelan.

4. Apabila pegawai atau anggota keluarga dari Wajib Pajak menolak membantu
kelancaran pemeriksaan, pemeriksa akan meminta pegawai atau anggota
keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, untuk menandatangani Surat
Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan. Jika mereka menolak, pemeriksa
pajak akan membuat Berita Acara Penolakan.

Sedangkan, ketentuan penolakan pemeriksaan di kantor sebagai berikut:

1. Apabila wajib pajak yang menjadi tujuan pemeriksaan menyatakan menolak


untuk dilakukan pemeriksaan kantor, maka wajib pajak yang bersangkutan harus
menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.
2. Apabila wajib pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan, tim pemeriksa juga akan membuat Berita Acara Penolakan
Pemeriksaan.

3. Apabila dalam jangka waktu paling lama satu bulan Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor tidak dikembalikan dan Wajib Pajak tidak
memenuhi panggilan pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak akan membuat Berita
Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak.

4.Pemeriksa pajak dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau


mengusulkan pemeriksaan bukti permulaan. Hal ini dilakukan berdasarkan Surat
Pernyataan Penolakan Pemeriksaan, Berita Acara Penolakan Pemeriksaan, Berita
Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan, Surat Penolakan Membantu
Kelancaran Pemeriksaan, atau Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran
Pemeriksaan.

Wajib Pajak dapat mengajukan penolakan terhadap adanya pemeriksaan pajak,


tetapi penolakan ini tidak serta-merta menghentikan proses pemeriksaan. Sebab
DJP memiliki kewenangan untuk menetapkan pajak terutang secara jabatan
ataupun mengusulkan dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan.

DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017 tentang
Kelengkapan Administrasi Banding dan Gugatan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai