Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ERMIDA FERMIANA SONBAY

NIM : 176020300111026
KelAS : EI
TUGAS : AKUNTANSI PERPAJAKAN

PERBEDAAN HUKUM PAJAK DAN HUKUM PERPAJAKAN

A. Hukum Pajak

Pengertian Hukum Pajak.

Pengertian Hukum pajak menurut Bohari adalah suatu kumpulan peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak, dan rakyat sebagai
pembayar pajak. Dalam pengertian lain, Santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa hukum
pajak atau hukum fiscal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi
wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada masyarakat dengan melalui kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum
public yang mengatur hubungan-hubunngan hukum antara Negara dan orang-orang atau
badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut
sebagai wajib pajak). Sepanjang sejarah hukum pajak, tercatat bahwa penarikan pajak atau
apa yang diistilahkan saat itu dengan fiscal adalah penarikan yang dilakukan oleh raja atas
nama Negara kepada rakyatnya, yang mencakup keseluruhan usaha yang dilakukan guna
menambah kas Negara (kekayaan raja). Dalam pengertian awal ini tampaklah bahwa apa
yang difahami sebagai fiscal tersebut memiliki makna yang sangat luas melingkupi anggaran
pendapatan Negara secara menyeluruh, sedangkan fiscal yang kita fahami sekarang hanya
terkait dengan iuran wajib yang dilakukan Negara atas subyek dan obyek tertentu
berdasarkan penetapan undang-undang.

Berdasarkan dua uraian pengertian tersebut, dapat ditarik satu benang merah, bahwa
Hukum pajak yang kita fahami saat ini menerangkan tentang :

1. Siapa yang menjadi subjek pajak dan Wajib Pajak


2. Objek apa saja yang menjadi objek pajak
3. Kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah
4. Timbul dan hapusnya utang pajak
5. Cara penagihan pajak
6. Cara mengajukan keberatan dan banding
Kedudukan Hukum Pajak Indonesia yang menganut sistem hukum eropa continental
(civil law system) secara asali mendudukkan hukum pajak sebagai bagian dari hukum pubik,
karena pola hubungan yang terbentuk dalam skema perpajakan berkutat pada hubungan
antara Negara dengan rakyatnya, dan dalam kerangka kepentingan umum yang lebih luas,
yakni usaha Negara mendapatkan sumber dana bagi pelaksanaan fungsi kekuasaannya.
Pembicaraan tentang permasalahan hukum pajak sebagai bagian dari hukum publik kiranya
lebih kepada apakah kedudukan hukum pajak tersebut bersifat terpisah atau merupakan
bagian dari salah satu cabang hukum publik. Sebagaimana diketahui, hukum publik meliputi:
hukum pidana; hukum tata Negara; hukum administrasi; hukum internasional publik; hukum
lingkungan; dan hukum social ekonomi. Beberapa ahli memasukkan hukum pajak sebagai
bagian dari hukum administrasi, karena berkaitan dengan negara dalam keadaan bergerak
(kegiatan kepemerintahan yang dilakukan negara), serta mengacu pada pola penyelesaian
sengketa perpajakan yang menganut system tanggung gugat yang diterapkan pada system
peradilan administrasi. Pandangan tersebut dibantah oleh PJA Adriani, yang berpandangan
bahwa kedudukan hukum pajak berbeda dan tersendirikan dari hukum administrasi dalam
lapangan hukum pidana, karena menurut beliau hukum pajak mempunyai fungsi ikut
menentukan perekonomian suatu negara yang mana fungsi ini tidak dimiliki oleh hukum
administrasi. Disamping itu, hukum pajak juga mempunyai tata peristilahannya sendiri,
sehingga dapat dikatakan hukum pajak bersifat otonom.

Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata walaupun hukum pajak merupakan
genre dari hukum publik, namun dalam praktiknya hukum pajak bertalian erat dengan hukum
perdata, karena pajak berkaitan dengan hak kepribadian (private right) yang dimiliki oleh
setiap wajib pajak. Dapat dilihat bahwa kebanyakan hukum pajak mencari dasar
kemungkinan pemungutannya atas kejadian, keadaan, dan perbuatan hukum yang bergerak
dalam lingkungan perdata, seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan
hak karena warisan, dsb. Hukum pajak juga banyak menggunakan istilah-istilah yang ada di
dalam hukum perdata, entah itu dipakai dalam arti yang sama atau diberikan dengan
memberikan arti yang berbeda. Kendatipun demikian, tidak semua istilah pajak yang
berkesesuaian dengan istilah perdata dapat diberlakukan sama secara apa adanya. Bagi
sebagian ahli hokum di eropa, hukum pajak dianggap sebagai lex generalis dari hukum
perdata, karena kaidah hubungan antara pemerintah dan wajib pajak pada prinsipnya
berkesederajadan, yang dapat dilihat dari hak yang dimiliki oleh wajib pajak untuk menuntut
negara atas pelaksanaan kewajiban mereka (baik kompensasi kesejahteraan sosial maupun
jika ada kesalahan).

Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Pidana hubungan yang terjadi antara
keduanya dapat dilihat pada adanya sanksi pidana bagi mereka yang melakukan
pengingkaran atas kewajiban pajak dan/atau kejahatan lain yang mengganggu penerimaan kas
negara dari sektor pajak. Adanya sanksi pidana terhadap Wajib Pajak yang melanggar
ketentuan di bidang perpajakan selalu mengacu pada ketentuan hukum pidana yang berlaku
pada umumnya. Pangkal hubungan hukum ini ada pada ketentuan pasal 103 KUHP yang
berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlakubagi
perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan undang-undang lainnya diancam dengan pidana,
kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.

Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Administrasi Sebagaimana diulas diatas,


bahwa hamper seluruh ahli hukum bersepakat bahwa perpajakan masuk dalam lingkup
hukum administrasi, karena pada prinsipnya kebijakan perpajakan atau yang dalam
praktiknya dapat ditandai dengan aktifitas pemungutan pajak kepada wajib pajak adalah
kegiatan dalam rangka pelaksanaan fungsi kepemerintahan, yang dalam istilah hukumnya
disebut sebagai bestuuren. Sebagaimana dijelaskan dimuka, bahwa eksistensi hukum pajak
sebagai bagian dari hukum administrasi terdapat pada perikatan yang terjadi antara negara
sebagai pihak fiskus dengan rakyat sebagai pihak wajib pajak.

Pembagian Hukum Pajak Secara umum hukum pajak dibedakan kedalam hukum
pajak formal dan hokum pajak material.

1. Hukum Pajak Formal, dimaksudkan dengannya adalah serangkaian norma yang memuat
tatacara untuk melaksanakan ketentuan hukum material, atau dengan kata lain aturan yang
dibuat guna menjembatani aturan perpajakan sebagai law in the book agar berfungsi sebagai
law in action. Oleh karenanya keberadaan hukum pajak formal selalu mengikuti dan
menyesuaikan dengan kebutuhan untuk berlakunya hukum pajak material, salah satu
contohnya adalah adanya Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagai standard acuan dalam proses perpajakan, kendati secara tersebar (parsial)
setiap bentuk dan jenis pajak dalam undang-undangnya juga mencantumkan ketentuan
tentang formal pelaksanaan aturannya. Hukum pajak formal mengatur diantaranya:

a. Pentaraf subyek dan obyek pajak.


b. Pemungutan pajak.
c. Penyetoran pajak.
d. Pengajuan keberatan.
e. Pembukuan dan pemeriksaan.
f. Permohonan banding
g. Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran.
h. Hukum acara peradilan pajak. Pembuktian dll.
2. Hukum Pajak Material, dimaksud dengannya adalah norma yang berisikan perintah dan
larangan, yakni yang menerangkan tentang:

a. keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai


pajak atau disebut juga dengan tatbestand (obyek pajak);
b. siapa-siapa yang harus dikenai pajak atau ditetapkan menjadi subyek dan/atau wajib
pajak;
c. berapa besarnya pajak yang harus dikenakan;
d. peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda;
e. peraturan yang memuat tentang hukuman terhadap ketentuan perpajakan; dan
f. aturan tentang hak mendahului dari fiskus.

B. HUKUM PERPAJAKAN
Pengertian hukum perpajakan

Hukum pajak disebut juga hukum fiscal yang berarti adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Hukum
perpajakan merupakan bagaian dari hukum public yang mengatur hubungan-hubungan antara
negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak.

Tugas hukum perpajakan

Menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan


pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum itu. yang penting disini adalah tidak boleh diabaikan latar
belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat. Luasnya hukum perpajakan erat
hubungannya dengan klehidupan masyarakat terutama dibidang kehidupan ekonomi dalam
masyarakat, maka peraturan-peraturan perpajakan sering berubah-ubah atau mengharuskan
perubahan-perubahan peraturan pajaknya. Artinya cara pengatran pajak harus disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat sebagai reaksi dari perubahan dalam kehidupan ekonomi
masyarakat itu.

Devinisi hukum perpajakan

Menurut Prof . Dr. Adriani

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak
sesuai peraturan-peraturannya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk serta kegunaannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengertian diatas tersebut adalah :


 Memasukkan pajak dianggapnya suatu keharusan dalam arti yang luas, disamping itu
devinisi ini dititik beratkan pada fungsi budgetair sedangkan pajak masaih
mempunyai fungsi lain yaitu fungsi mengatur.
 Yang dimaksud dengan tidak mendapat pretasi kembali dari negara adalah prestasi
khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran itu sendiri, prestasi seperti hak
untuk mempergunakan jalan-jalan umum, perlindungan dan penjagaan dari pihak
kepolisian dan TNI.

Menurut Prof DR. Suparman Sumahamijaya

Didalam desertasinya “Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong” yang dibuat di UNPAD
pada tahun 1964 menyebutkan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menuntut biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dikesimpulkan yang dari pengertian diatas
tersebut adalah :
 Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta peraturan
pelaksanannya
 Dalam pembayaran pajak, tidak ada ketentuan untuk mendapatkan prestasi individu
atau perorangan oleh pemerintah
 Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah
daerah
 Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintahan yang bila dari
peasukannya masih terdapat surplus maka dipergunakan untuk membiayai
kepentingan umum (public interest)
 Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgetair yaitu mengatur bagaiman
pajak itu dibayar.

Prof.Dr.Rohmat Soemitro, S.H, didalam bukunya berjudul “Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan
Pajak Pendapatan” isinya sebagai berikut :

Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdsarkan undang-undang (yang dipaksakan)
dengan tidak mendapatkan kontra prestasi atau jasa timbal yang langsung,dapat digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.

Penjelasan tentang defenisi tersebut diatas adalah sbb:

 Dapat dipaksakan artinya bila hutang itu tidak dibayar maka dapat ditagih dengan
menggunakan kekerasan, melalui surat paksa dan surat sita serta dilakukan
penyanderaan. Yang dimaksud dengan kontraprestasi berarti tidak mendapatkan
prestasi dari pemerintah.
 Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya (kelebihannya) digunakan kepentingan
publik/persediaan untuk kepentingan publik

Prof. DR. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum,yang
dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi individual untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.

Dalam hal ini smets mengakui bahwa defenisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter
saja,dan kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada defenisinya.

Sistem perpajakan yang lama tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi
masyarakat di Indonesia, baik dari segi kegotongroyongan nasional maupun dari laju
pembangunan nasional, maka peran pajak sangat penting bagi subjek pajak karena
penerimaan pajak dalam negeri sangat dibutuhkan guna mewujudkan kelangsungan dan
peningkatan pembangunan nsaional. Oleh karena itu pemerintah mengundangkan Undang-
undang Nomor 28 tahun 2007 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 16 tahun 2000
tentang tata cara pemungutan pajak, dan juga Undnag-undang Nomor 17 tahun 2000 sebagai
pengganti dari Undag-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang PPh.

Karakteristik dan prinsip dari pemungutan pajak adalah sbb:


1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dan maupun peran serta warga negara
dan angoota masyarakat (wajib pajak) untuk membiayai keperluan pemerintah dan
pembangunan nasional.
2. Anggoata masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk mebayar
dan melapor sendiri pajak yang terhutang (self assesment), sehingga melalui sistem
ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakn dengan lebih
mudah,tertib dan terkendali.
3. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan berada pada anggota masyarakat
wajib pajak itu sendiri. Pemerintah dan pengawasan serta pemeriksaan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak,berdasarkan ketentuan yang telah
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan itu.

Anda mungkin juga menyukai