Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam  menjalankan tugas-tugas  negara, tentunya pemerintah akan memerlukan
sumber-sumber penerimaan. Dalam pencarian sumber penerimaan tersebut, terdapat beberapa
cara. Secara garis besar, sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi dua
sumber, yakni dari dalam negeri dan luar negeri. Kedua  sumber tersebut digambarkan oleh
Jhon F Due yaitu penjualan barang dan jasa milik Negara, pinjaman, pencetakan uang, batuan
dari negara lain, dan perpajakan.
Dari berbagai sumber penerimaaan negara tersebut, perpajakan sedang diupayakan
sebagai pemasukan pokok anggaran negara. Seperti diketahui bahwa pajak  juga digunakan
sebagai indikator pengukur keadaan ekonomi suatu negara sehingga pengoptimalan  perolehan
pajak sangat berkaitan sekali dengan memaksimalkan upaya pemerintah dalam menyediakan
pelayanan publik,dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sesuai  dengan ketentuan umum
perpajakan UU Nomor 20 Tahun 2007, pasal 1 ayat 1, “pajak  adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat”.
Untuk menjalankan perpajakan tersebut, tentunya diperlukan dasar hukum yang pasti.
Banyak undang-undang yang mengatur tentang tata cara perpajakan. Hukum pajak adalah
sekumpulan peraturan yang mengatur hak dan kewajiban, serta hubungan antara
wajib pajak dan pemerintah selaku pemungut pajak. Pemerintah dalam hal ini diwakilkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, yang berwenang mengambil kekayaan seseorang dalam bentuk
pembayaran pajak. Hukum pajak juga merupakan bagian dari hukum publik, karena hukum
pajak mengatur hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak. Sebagaimana kutipan
Rachmat Soemitro “Hukum pajak adalah kumpulan aturan yang mengatur hubungan rakyat
sebagai pembayar pajak dan pemerintah sebagai pemungut pajak”. Hukum pajak adalah
hukum yang bersifat public dalam mengatur hubungan negara dan orang/badan hukum yang

1
wajib untuk membayar pajak. Selain itu, hukum pajak diartikan sebagai keseluruhan dari
peraturan-peraturan yang mencakup tentang kewenangan pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang/kas negara.
Oleh karena itu, makalah ini membahas sedikit mengenai fungsi dan tujuan hukum
pajak itu sendiri sehingga para pembaca dapat memahami tujuan dan fungsi hukum pajak,
serta menjalankan kewajiban perpajakan yang telah diamanahkan dalam undang-undang.

1.2 Pokok  Permasalahan


Dalam makalah ini akan membahas mengenai:
1. Pengertian hukum
2. Pengertian pajak
3. Pengertian hukum pajak
4. Tujuan hukum pajak; dan
5. Fungsi hukum pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hukum


Berikut merupakan definisi hukum menurut para ahli. J.C.T. Simorangkir, SH dan
Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa hukum adalah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum,
Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional” (1976:15).
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai
suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,
tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan
hukum itu dalam kenyataan.
Rudolf von Jhering dalam Der Zweck Im Recht 1877-1882 Hukum adalah keseluruhan
peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara. Thomas Hobbes dalam Leviathan,
1651 mendeskripsikan bahwa Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki
kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain. Jadi hukum
secara umum dapat diartikan sebagai suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau
institusi hukum untuk  mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.

2.2 Definisi Pajak


Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.”

3
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R,
pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih
dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

2.3 Hukum Pajak


Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat melalui kas negara sehingga hukum pajak tersebut merupakan hukum publik yang
mengatur hubungan negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban
membayar pajak.
Menurut Santoso Brotodihardjo, hukum pajak atau yang juga dikenal sebagai hukum
fiskal merupakan aturan-aturan yang meliputi wewenang atau hak pemerintah dalam
mengambil kekayaan seseorang dan memberikannya kembali ke masyarakat melalui kas
negara. Dalam hal ini, hukum pajak merupakan hukum publik yang mengatur hubungan orang
pribadi atau badan hukum yang memiliki kewajiban untuk menunaikan pajak (wajib pajak)
dengan negara.

2.4 Tujuan Hukum Pajak


Di dalam mengetahui tujuan hukum pajak, maka sebelumnya perlu diketahui tujuan
hukum secara umum sebagai landasan bagi hukum pajak. Secara umum, tujuan hukum telah
banyak dikemukakan oleh para ahli, seperti Aristoteles dalam bukunya “Rhetorica”, yang
menganggap bahwa hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan. Selain untuk mencapai
keadilan, menurut para ahli lainnya, hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban, kepastian

4
hingga untuk mencapai kebahagian. Sedangkan tujuan hukum pajak secara umum, adalah
menciptakan keadilan di dalam pemungutan pajak yang dilakukan oleh penguasa (Negara)
kepada masyarakatnya. Perlu diketahui bahwa nilai adil di setiap negara dalam pemungutan
pajak sangat berbeda, seperti di Jepang, pegawai negeri dibebaskan dari pajak pendapatan
karena dipandang adil karena pegawai negeri telah langsung menyumbangkan tenaga dan
pikirannya kepada pemerintah.
Di dalam melakukan pemungutan pajak, keadilan memang sangat sulit di dalam praktik
pelaksanaannya, tetapi dengan adanya asas-asas yang menjiwai setiap hukum pajak,
diharapkan pemungutan pajak dapat dilakukan secara baik (proposional). Dalam abad ke-18,
Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya “An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations” melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang dinamainya
“The Four Maximx” dengan uraiannya sebagai berikut:
1. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan
seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang
dinikmatinya masing-masing, di bawah perlindungan pemerintah
(asas-pembagian/asas kepentingan). Dalam asas “equality” ini tidak diperbolehkan
suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan
yang sama, para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.
2. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak mengenal
kompromi (not arbitary). Dalam asas “certainty” ini, kepastian hukum yang
dipentingkan adalah yang mengenai subjek, objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan
mengenai waktu pembayarannya.
3. Teknik pemungutan pajak yang dianjurkan disebut “convenience of payment”,
menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para
wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan detik diterimanya penghasilan yang
bersangkutan.
4. “Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the pockets
of the people as little as possible over and above what it brings into the public treasury
of the State”. Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya

5
dilakukan sehemat-hematnya, sehingga dapat dihindari terjadinya biaya pemungutan
melebihi pemasukan pajaknya.
Perlu diketahui bahwa asas yuridis , asas ekonomis, dan asas finansial telah dimiliki
oleh “The Four Maxims” diatas, seperti asas keadilan dalam maxim pertama, asas yuridis
dalam maxim kedua, asas ekonomis dianut di dalam maxim ketiga, dan finansial dianut
keempat. Menurut Prof. Hofstra dalam mengemukakan pendapatnya mengenai “The Four
Maxims” dari Adam Smith ini mengatakan bahwa dalam "formulasi klasik dari teori tentang
pajak" itu terlihat adanya kepincangan dalam tubuh asas-asas tersebut, disamping kenyataan,
bahwa cara perumusan Maxim pertama dirasakannya kurang tandas dan tuntas (exact).
Misalnya, oleh Adam Smith diwariskan kepada generasi penerusnya suatu persoalan penting,
yaitu apa saja yang dapat dipakai sebagai ukuran untuk mengukur “equality” tersebut.
Namun demikian, ungkapan (Adam Smith) itu merupakan sesuatu yang merumuskan
suatu asas pemungutan pajak yang dalam prinsip diikuti oleh para sarjana pengikutnya.
Menurut John Stuart Mill, sekitar tahun 1830 ditemukan formulasi yang lebih konkret, yaitu
bahwa dalam pajak atas pendapatan bukanlah pendapatan itu sendiri yang dipakai sebagai
ukuran pengenaan pajak pendapatan, yang dikenal dengan sebutan “gaya pikul” atau ability to
pay taxes.

2.5 Fungsi Hukum Pajak


Hukum pajak juga memiliki berbagai fungsi yang berdasar pada azas-azas yang
bertujuan utama menyejahterakan penduduknya. Adapun fungsi hukum pajak yang
diantaranya yaitu:
1. Sebagai Dasar Pelaksanaan Perpajakan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berlandaskan hukum. Berdasarkan pancasila dan
undang-undang dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara karena
pelaksanaan perpajakan merupakan kewajiban rakyat kepada negaranya yang merupakan
sarana peran serta dalam  pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam setiap
pelaksanaan kebijakan pemerintah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Begitu
juga dalam perpajakan, agar pelaksanaannya teratur maka diperlukan peraturan hukum yang
tegas dan mengikat.

6
Pajak yang sedang diupayakan untuk menjadi salah satu  sumber penghasilan
pemerintah dari dalam negeri, akan dapat di wujudkan apabila proses pelaksanaannya sendiri
dilakukan dengan terarah. Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah kekuasaan yang
luas. Untuk menyeragamkan proses perpajakan demi terwujudnya keadilan, hukum pajak
dijadikan dasar perpajakan di setiap wilayah NKRI. Dengan adanya aturan yang sama maka
setiap pemerintah daerah memiliki pedoman. Pemerintah daerah tidak akan bertindak sendiri-
sendiri tanpa aturan. Oleh karena itu, peranan hukum pajak juga sangat jelas. Hukum pajak
digunakan sebagai dasar pelaksanaan perpajakan di Indonesia.

2. Mengatur Tata Cara Pelunasan Pajak


Agar  pemungutan pajak bisa mencapai potensi pajak, maka hukum pajak sangat
memiliki peran yang sangat mendasar. Tata cara pemungutan pajak itu sendiri telah dijelaskan
secara jelas dalam undang-undang. Dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Undang-
undang no 6 tahun 1983 yang telah tiga kali diperbaharui, yaitu : Undang-undang no 9 tahun
1994, Undang-undang no 16 tahun 2000, Undang-undang no 28 tahun 2007, mengenai tata
cara pelaksanaan pajak, baik pendaftaran, pembayaran sampai pemberian sanksi kepada setiap
tindak pelanggaran perpajakan. Bila proses pelunasan pajak bila tidak didasari hukum pajak
maka hasil yang didapat tidak maksimal karena banyaknya pelanggaran yang akan terjadi.
Oleh karena itu,peranan hukum pajak dalam mengatur tata cara pelunasan pajak sangat
penting.

3. Memberikan Kepastian Hukum Kepada Wajib Pajak Dan Fiskus


Dalam proses pemungutan atau pelunasan pajak, wajib pajak dan fiskus melaksanakan
tugasnya masing-masing sesuai dengan aturan yang sudah tertuliskan dalam hukum pajak,
dalam artian untuk memberikan keadilan kepada semua pihak dengan adanya pemberian
sanksi bagi yang melanggar.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa ditarik dari pembahasan adalah:
1. Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui
lembaga atau institusi hukum untuk  mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.
2. Menurut KUHP undang-undang no 28 tahun 2007, pajak  adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kenakmuran rakyat.
3. Hukum pajak  adalah  keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada masyarakat melalui kas negara sehingga hukum pajak tersebut merupakan
hukum publik yang mengatur hubungan negara dan orang-orang atau badan-badan
hukum yang berkewajiban membayar pajak.
4. Tujuan hukum pajak adalah menciptakan keadilan di dalam pemungutan pajak yang
dilakukan oleh penguasa (Negara) kepada masyarakatnya.
5. Fungsi hukum pajak adalah sebagai dasar pelakasanaan perpajakan, mengatur tata cara
pelunasan pajak dan memberi kepastian hukum kepada wajib pajak dan fiskus.

8
Daftar Pustaka

Saranta, Djaka.2003.Dasar-dasar Perpajakan di Indonesia.Jakarta: Nasmedia


Tim Penyusun Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.2005.Pengantar Keuangan
http://kedanta.tripod.com/karya.html
http://hukumpositif.com/node/26
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=193

Anda mungkin juga menyukai