Anda di halaman 1dari 25

Bab 1

Pendahuluan

Sejarah Pemungutan Pajak


Pajak mulanya adalah suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan
suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksnakan oleh rakyat kepada seorang raja
atau penguasa. Rakyat ketika itu memberikan upeti kepada raja atau penguasa berbentuk natura
berupa padi, ternak atau hasil tanaman lainya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian
yang dilakukan rakyat saat itu dipergunakan untuk keperlun atau kepentingan raja atau penguasa
setempat, sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada, oleh
karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara
psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya ketimbang rakyat. Namun
dalam perkembanganya, sift upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan
raja saja, tetapi sudah mengarah pada kepentingan rakyat itu sendiri. Kemudian dengan adanya
perkembangan suatu masyarakat yang, maka sifat upeti yang semula diberikan secara cuma-
cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selantunya dibuat aturan yang lebih baik agar sifatnya yang
memaksa tetap ada namun unsur kedilan lebih diperhatikan, dalam pembuatan aturan pajak
tersebut agar unsur keadilan ini terpenuhi maka dalam pembuatan aturanya rakyat juga diajak
dalam membuat aturan tersebut, dan nantinya hasil pajak juga akan dikembalikan kepada rakyat.

Perkembangan berikutnya setelah uang mulai digunakan sebagai alat untuk melaksanakan
kegitan sehari-hari dan kebutuhn negara (kerajaan), akan dana untuk melaksanakan
pemerintahan semakin membesar. Maka pemberian yang bersifat sukarela tersebut menjadi
pemberian yang ditetapkan secara sepihak oleh negara dan dapat dipakskan. Pajak yang semula
merupakan pemberian secara sukarela dalam bentuk barang atau tenaga kerja berubah menjadi
upeti atau pungutan yang lebih bersifat wajib dalam bentuk uang. Sejarah pemungutan pajak di
Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan diatas, pungutan yang sama dengan pajak dewasa ini
memang sudah dikenal oleh rakyat Indonesia jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda
(Melalui VOC) bercokol di Indonesia pada abad ke-17, akan tetapi penyebutan pajak pada abad-
abad sebelum VOC di berbagai daerah berbeda menurut bahasa suku-suku bangsa Indonesia
pada waktu itu. Istilah pajak baru muncul padda abad ke-19 di Jawa, yaitu pada saat pemerintah
kolonial Inggris menguasai Jawa pada tahun 1811-1814 , dimana pada waktu itu diadakan
pungutan Landrente yang diciptakan oleh Thomas Stafford Raffles, Letnan Gubernur yang
diangkat oleh Lord Minto, Gubernur Jendral Inggris di Hindia. Pada tahun 1813 keluar peraturan
Landrente-Stelsel yang menentukan sejumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tamah oleh
pemerintah Inggris, dimana jumlah uang tersebut setiap tahun hampir sama jumlahnya.
Penduduk menamakan pembayaran Landrente sebagai Pajeg atau Duwit Pajeg yang berasal dari
bahasa jawa Ajeg artinya tetap. Jadi dengan duwit pajeg atau pajeg diartikan sebagai jumlah
uang yang tetap pada tiap tahunya harus dibayar jalam jumlah yang sama. Demikian asal mula
istilah pajak dari kata Pajeg. Akan tetapi ada versi lain yang mengatakan bahwa istilah Pajeg, itu
bermula dari bahasa Belanda Pacht yang berati sewa tanah yang harus dibayar oleh penduduk,
terutama di Jawa pada Zaman Kolonial Belanda, hingga rakyat terbiasa menyebut Pacht dan
lama-lama menjadi Pajeg.
Sumber -sumber Penerimaan Negara
- Pajak
- Kekayaan alam
- Bea dan cukai
- Retribusi
- Iuran
- Sumbangan
- Laba dari BUMN
- Sumber-sumber lain

Bab 2
Pajak dan Hukum pajak
PENGERTIAN PAJAK

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco, Bandung.
1992), pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat Masyarakat
adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Masyarakat
terdiri atas individu, individu mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang dapat
dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Namun, individu tidak mungkin
hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu.
Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan
masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu
menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri.
Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan/atau dari hasil kekayaan
alam yang ada di dalam negara itu (natural resources) Dua sumber itu merupakan sumber yang
terpenting dan memberikan penghasilan kepada negara Penghasilan itu untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan
rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya.

CIRI-CIRI YANG MELEKAT PADA PENGERTIAN PAJAK

Berikut ciri-ciri pajak yang terangkum dalam berbagai definisi:

1 Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya


sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara
individual yang diberikan oleh pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya
masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

FALSAFAH PAJAK

Pemungutan parak dapat dipaksakan dan tidak memberikan imbalan yang secara langsung dapat
sehingga pemungutan pajak harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dan rakyat (melalui
DPR) Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, yaitu "Segala pajak untuk
kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang Bahkan, di negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat

FUNGSI PAJAK

1. Fungsi finansial (budgeter), yaitu memasukkan uang sebanyak mungkin ke kas negara
Penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerimaan negara.
2. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur
masyarakat, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu

KEBIJAKAN FISKAL

1 Meningkatkan laju investasi


2. Mendorong investasi yang optimal secara sosial
3. Meningkatkan kesempatan kerja.
4. Meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional
5. Sebagai upaya untuk menanggulangi inflasi
6. Meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional.

PENDEKATAN PAJAK

1. Segi ekonomi, dalam pendekatan ini, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji
dampaknya terhadap masyarakat, penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok
permintaan, dan penawaran

2. Segi pembangunan, dalam pendekatan ini, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji
dampaknya terhadap pembangunan. Pajak baru bermanfaat terhadap pembangunan jika jumlah
pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat digunakan
untuk pembangunan.
3. Segi penerapan praktis, dalam pendekatan ini yang diutamakan adalah penerapannya, siapa
yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana cara menghitungnya. tanpa
banyak menghiraukan segi hukumnya, termasuk kepastian hukumnya.

4. Segi hukum dalam pendekatan ini, menitikberatkan pada perikatan (verbintenis). hak dan
kewajiban Wajib Pajak, dan subjek pajak dalam hubungannya dengan subjek hukum Hak
penguasa untuk mengenakan pajak.

DEFINISI HUKUM PAJAK

Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar

pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.

Dalam hukam pajak ditur mengenai :

1.siapa siapa yang menjadi subjek pajak dan Wajib Pajak


2.objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak
3.kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah.
4.timbul dan hapusnya utang pajak
5.cara penagihan pajak dan
6.cara mengajukan keberatan dan banding.

HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN HUKUM PERDATA

Hukum perdata, adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang
orang pribadi dengan hukum pajak yang banyak sekali sangkut pautnya. Hal ini dapat kita
mengerti karena kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas
kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam
lingkungan perdata seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak
karena warisan, dan sebagainya. Sebagian ahli mengatakan bahwa bukan itulah yang
menyebabkan timbulnya hubungan yang erat antara hukum pajak dan hukum perdata, melainkan
karena suatu ajaran bahwa hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi
segala-galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang
darinya. Dalam bukunya Het Belastingrecht van Indonesia, Prof. Mr. W. F. Prins, Mantan Guru
Besar Ilmu Hukum Pajak Universitas Indonesia, mengatakan bahwa hubungan erat ini sangat
mungkin sekali timbul karena banyak dipergunakannya istilah-istilah hukum perdata dalam
perundang-undangan pajak, walaupun sebagai prinsip harus dipegang teguh, bahwa pengertian-
pengertian yang dianut oleh hukum perdata tidak selalu dianut oleh hukum pajak.

HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN HUKUM PIDANA


Hukum pidana di mana bagian dari hukum publik merupakan hubungan hukum yang terjadi
antara masyarakat dan pemerintah yang berkaitan dengan masalah tindak pidana Ketentuan
ketentuan pidana yang diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) banyak
dipergunakan dalam peraturan undang-undang pajak. Paling mudah bila kita lihat ketentuan yang
diatur dalam Pasal 38 dan 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 yang dengan jelas sekali menyebutkan adanya
sanksi pidana (berupa kealpaan dan kesengajaan) terhadap Wajib Pajak yang melanggar
ketentuan di bidang perpajakan Bahkan, ancaman-ancaman pidana dalam hukum pajak selalu
mengacu pada ketentuan hukum pidana.

SISTEMATIKA HUKUM PAJAK

Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material.

 Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum


material. undang undang pak yang bersangkutan.
 Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat mengenai subjek pajak,
wajib pajak, objek pajak, tarif pajak

PERLAWANAN TERHADAP PAJAK

Perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upa
pemungutan pajak. Perlawanan pajak dapat dibedakan menjadi dua bagian sebagai beriku

1. Perlawanan pasif.

2. Perlawanan aktif..

Perlawanan Pasif

Perlawanan pajak secara pasif ini berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di
negara yang bersangkutan.

Perlawanan Aktif

Perlawanan pajak secara aktif ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak
untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar

BAB 3

TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


1 Equality

Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya. yaitu
seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Jika
equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama Wajib
Pajak

2. Certainty

Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi kompromis (not
arbitrary) Dalam asas ini, kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenal subjek pajak,
objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannys

3. Convenience of payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak yaitu saat sedeka
dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Economic of collections

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan
pajak lebih besar dari peneriamaan pajak itu sendiri.

Teori-teori Pembenaran Pemungut Pajak


- Teori asuransi
- Teori kepentingan
- Teori daya pikul
- Teori kewajiban mutlak
- Teori daya beli

Syarat-syarat Pembuatan UU Pajak


- Syarat keadilan
- Syarat yuridis
- Syarat ekonomis
- Syarat financial

Stelsel Pemungutan Pajak


- Stelsel nyata
- Stelsel fiktif
- Stelsel campuran
Bab 4

Pembagian Pajak

Pajak berdasarkan golongan


Pajak Langsung

Adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan
tidak dapat dialihkan kepada pihak lain

Pajak Tidak Langsung

Adalah pajak yang bebannya harus dapat dialihkan kepada pihak lain sehingga sering disebut
pajak tidak langsung

Pajak berdasarkan wewenang pemungutnya


Pajak Pusat

Adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak

Pajak Daerah

Adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah

Pajak berdasarka sifat


Pajak Subjektif

Adalah pajak yang memerhatikan kondisi wajib pajak.

Pajak Objektif

Adalah pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar.

Cara Pemungutan Pajak


- Asas domisili
- Asas sumber
- Asas kebangsaan
Bab 5

Subjek pajak dan Objek pajak

Pajak penghasilan
Pengertian

PPh termasuk dalam kategori sebagai pajak subjekti, artinya pajak dikenakan karena ada
objeknya, yakni yang telah memenuhi kriteria yang teah ditetapkan dalam peraturan pajak.

Subjek pajak dari PPh

Subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian
subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan,
dan bentuk usaha tetap. Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :

- Orang pribadi
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
- Badan

Jenis Subjek Pajak

- Subjek pajak dalam negeri


- Subjek pajak luar negeri

Pengertian Objek Pajak dari Pajak Penghasilan


Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak, yaitu apa yang dikenakan pajak
Mengingat penting dan strategisnya objek pajak (karena menyangkut dikenakan atau tidak
dikenakan pajak atas objek dimaksud) sehingga dalam undang-undang perpajakan kita selalu
dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis pajak. Untuk itu, Pasal 4 ayat 1
dan 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan telah memberikan penegasan mengenai objek Pajak
Penghasilan, yaitu penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang PPh adalah
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakar untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun. Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis. penghasilan yang diterima
olch Wajib Pajak dapat dikategorikan atas 4 (empat) sumber, yaitu

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan kerja dan
pekerjaan bebas

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan


3 Penghasilan dari modal

4. Penghasilan lain lain seperti hadiah, pembebasan utang, dan sebagainya

Penghasilan yang Termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan


Berdasarkan keempat kategori di atas sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 Undang Undang Pajak
Penghasilan telah diberikan uraian mengenai objek PPh sebagai berikut

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta

Penghasilan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan Antara perpajakan dengan
akuntansi (bisnis) terkadang terdapat perbedaan pengakuan dari kegiatan yang dilakukan, dan
perbedaan ini tentu akan membawa dampak pada perlakuan perpajakannya. Untuk itu, dalam
peraturan PPh terdapat penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek PPh sehingga atas
penghasilan tersebut tidak dikenakan PPh. Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang PPh,
penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek PPh adalah sebagai berikut.

1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah:

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan. kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Warisan.

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal.

4 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima ata diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah kecuali yang
diberikan oleh bukan Wajib Pajak.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan anuraa beasiswa.

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah
(BUMD), dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia.

7. luran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai

8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif

10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatannya di Indonesia.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS


BARANG MEWAH

Pajak Pertambahan Nilai


Pengertian

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dan dapat
dikenakan berkali-kali setiap ada pertambahan nilai dan dapat dikreditkan

Subjek Pajak dari Pajak Pertambahan Nilai


Subiek Pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,
melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean

Objek Pajak dari Pajak Pertambahan Nilai

Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut


1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaan oleh pengusaha

2 Impor Barang Kena Pajak

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaan oleh Pengusaha

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

7. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

8 Ekspor Jasa Kena Pajak olch Pengusaha Kena Pajak

9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau
digunakan oleh pihak lain.

10. Penyerahan aset oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aset tersebut tidak
untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya
menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Barang dan Jasa yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya
2. Barang kebutuhan pokok
3. Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan, hotel, dan warung
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga

Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut

1. Jasa pelayanan kesehatan medis.

2 Jasa pelayanan sosial

3. Jasa pengiriman surat dengan perangko

4. Jasa keuangan.

5 Jasa asuransi

6. Jasa keagamaan.
7. Jasa pendidikan.

8. Jasa kesenian dan hiburan.

9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan

10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri

11. Jasa tenaga kerja.

12. Jasa perhotelan

13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.

14. Jasa penyediaan tempat parkir

15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.

16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

17. Jasa boga atau katering

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Pengertian

Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atas
impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah PPnBM hanya dikenakan satu pada
sumbernya, yaitu pabrikan atau saat impor dan tidak dapat dikreditkan PPnBM udak dapat
dikenakan tersendiri tanpa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Subjek Pajak dari Penjualan atas Barang Mewah

Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang
tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang
mengimpor barang yang tergolong mewah.

Objek Pajak dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah penyerahan barang berwujud yang tergolong
mewah dan impor barang yang tergolong mewah.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Pengertian
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan
objek, yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek (stapa yang membayar) tidak ikut
menentukan besar pajak.

Subjek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata:

1. mempunyai suatu hak atas bumi; dan/atau

2. memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau

3. memiliki, atas bangunan; dan/atau

4. memperoleh manfaat atas bangunan.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":

Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang Contoh: sawah, ladang,
kebun, tanah pekarangan, tambang, dan lain-lain.

Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha,
gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai,
dan lain-lain.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang Dikecualikan Objek yang dikecualikan adalah objek
yang

1. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,


pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan

2. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala

3. merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain,

4. dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan organis internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Pengertian

1 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak
atas tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.
2. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan orang pribadi atau badan

3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Subjek Pajak

Subjek pajak hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
hak atas tanah dan/atau bangunan.

Hak atas Tanah dan Bangunan

Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan, sebagai berikut.

1 Pemindahan hak karena:

a.jual beli.

b.tukar-menukar,

c.hibah.

d hibah wasiat

e pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,

f.pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,

g. penunjukan pembeli dalam lelang

h. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau hadiah

2 Pemberian hal baru, karena:

a.kelanjutan pelepasan hak atau

b.di luar pelepasan hak

BEA METERAI

Pengertian Umum

Pengertian bea meterai secara umum adalah sebagai berikut


1. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah
Republik Indonesia.

3. Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf,
teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf. teraan cap nama atau lainnya sebagai pengganti
tanda tangan.

4. Pemeteraian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas
permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

5. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani
permintaan pemeteraian kemudian.

Subjek Bea Meterai

Subjek pajak bea meterai adalah pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau
pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Objek Bea Meterai

Objek Pajak Bea Meterai adalah dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan
pihak-pihak yang berkepentingan.

BAB 6 TARIF PAJAK

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip maupun
keadilan dalam pelaksanaannya Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan
keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan. Tarif yang dikenal
dan diterapkan selama ini dapat dibedakan menjadi empat, yaitu

1 Tarif tetap: adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajak
nya berubah

2. Tarif proporsional atau sebanding: adalah tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap,
tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional

3. Tarif progresif: adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat

4. Tarif degresif: adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat
BAB 7

PERADILAN DALAM HUKUM PAJAK

Hukum pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Hukum administrasi

2. Hukum pidana

HUKUM ADMINISTRASI

Hukum administrasi umumnya berupa sanksi administrasi, baik berapa bunga, denda, tambahan
pokok pajak, maupun kenaikan dan dijatuhkan oleh fiskus Sanksi administrasi umumnya
berkaitan dengan masalah masalah ketidaktaatan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
seperti tak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT sapi tidak besar
dan tidak lengkap karena alpa dan lain-lain.

HUKUM PIDANA

Hukum pidana berkaitan dengan denda pidana maupun hukum penjara dan dijatuhkan oleh
hakim. Hukuman pidana umumnya berkaitan dengan perbuatan perbuatan yang dapat
dikategorikan sebagai kejahatan seperti sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palu dipalsukan
seolah-olah benar, dan lain-lain.

PERADILAN ADMINISTRASI PAJAK

Peradilan administrasi pajak umumnya melibatkan minimal dua pihak, yaitu pihak Wal Pajak
dengan aparat pajak (fiskus). Peradilan administrasi pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu

1 Peradilan administrasi tidak murni

2 Peradilan administrasi murni,

KEBERATAN DAN BANDING

Keberatan

Dasar hukum Pasal 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pengertian

Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi


bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan
kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini. Wajib Pajak
dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak di mana
Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar. Wajib Pajak dapat mengamkan keberatan atas suatu

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),

2 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

3 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

5. pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga

Pihak yang dapat mengajukan keberatan adalah

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus

2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan

3. Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga

4 Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada poin 1-3 di stas dengan surat untuk pengajuan
keberatan

Pengadilan Pajak

Pengadilan pajak yang berkedudukan di ibu kota negara. Susunan pengadilan pajak terdir atas
pimpinan, hakim anggota, sekretaris, dan panitera. Pimpinan pengadilan pajak terdiri atas
seorang ketua dan paling banyak lima orang wakil ketua Hakim tidak boleh merangkap menjadi

1 pelaksana keputusan pengadilan pajak

2. wakil, pengampun, atau pejabat yang berkaitan dengan suatu sengketa pajak yang akan atau
sedang diperiksa olehnya;

3. penasihat hukum

4.konsultan pajak

5.akuntan publik, dan

6.pengusaha.

BAB 8

REFORMASI PAJAK
Reformasi pajak (tax reform) dilakukan karena pemerintah menganggap bahwa peraturan
perpajakan yang berlaku saat itu (1983 dan sebelumnyal adalah peninggalan kolonial Belanda
yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tidak sesuai dengan struktur dan
organian pemerintahan yang berdasarkan Pancasila, dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan
ekonomi yang selama ini berlaku di Indonesia

Tujuan utama pembaruan perpajakan nasional ini adalah untuk lebih menegakkan kemandirian
kita dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan lagi segenap
kemampuan kita sendiri. Pemerintah menyadari bahwa untuk membiayai pelaksanaan
pembangunan (mulai Repelita IV) kita tidak dapat dan tidak mungkin sekadar mengandalkan
kapada peningkatan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas alam maupun otang luar
negeri.

TUJUAN REFORMASI PAJAK

Tujuan utama dari pembaruan perpajakan sebagaimana diuraikan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia, Bapak Radius Prawiro, pada Sidang Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 5
Oktober 1983 adalah untuk lebih menegakkan kemandirian kita dalam membiayai pembangunan
nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri
khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari sumber
sumber di luar minyak bumi dan gas alam Untuk membiayat dan menjamin berhasilnya Repchta
IV kita tidak akan sekadar mengandaikan pada peningkatan penerimaan negara yang berasal dari
sektor minyak dan gas alam saja, melainkan juga dan usaha peningkatan penerimaan pajak/non
minyak. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penerimaan tersebut dianggap perlu untuk
mengadakan penyempurnaan sistem perpajakan

REFORMASI PAJAK 1983

Reformasi pajak (tax reform) atau pembaruan perpajakan telah dilakukan sejak tanggi 1 Januari
1984 Bersamaan dengan dikeluarkannya serangkaian undang-undang sebaga berikut

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Ca Perpajakan

2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Kedua undang-undang di


atas berlaku sejak 1 Januari 1984

3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, direncanakan diberlakukan tahun 1984 juga, tetap karena masih ada sesuatu
yang harus dipersiapkan lebih matang, maka undang-undang tersebut diberlakukan mulai 1 April
1985
4 Undang-Undang Nomor 12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 5 Undang-Undang Nomor 13
tentang Bea Meterai.

Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1955 mulai
diberlakukan tahun 1995 Pada tahun 1991 dikeluarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghandan diubah dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1991

REFORMASI PAJAK 1994

Reformasi perpajakan ndak berhenti begitu saja, tetapi terus dilakukan perubahan dar
penyempurnaan sua dengan tuntutan perubahan satem perekonomian Pada tahot 19 perubahan
pertama diskakan terhadap Pajak Penghasilan

REFORMASI PAJAK 2000

Pada tahun 2000, seiring dengan perkembangan sosial dan ekonomi, pemerintah kembali
mengeluarkan serangkaian undang-undang untuk mengubah undang undang yang telah ada,
yaitu

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan.

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang
Nomor 8 Tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Bab 9

NPWP

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA


PAJAK (PPKP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pasal 2 ayat 1 UU KUP adalah sebagai berikut.

"Serap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak." Wajib Pajak Terdaftar adalah
Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak
Fungsi NPWP

Fungsi NPWP adalah sebagai berikut

1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak Oleh karena itu, kepada
setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak

2. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Jika berhubungan dengan dokumen
perpajakan. Wajib Pajak diharuskan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang
dimilikinya.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP

1. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/ atau ahli
warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2 Wajib Pajak badan dilikuidas karena penghentian atau penggabungan usaha,

3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia: atau

4 dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak
dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

5. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk
Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap

6. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan
pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

7. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas
permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap

HAK DAN KEWAJIBAN FISKUS

Hak Fiskus

Hak-hak fiskus yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut.
1. Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara
jabatan

2. Menerbitkan Surat Tagihan

3. Melakukan pemeriksaan dan penyegelan

4.Melakukan penyidikan

5. Menerbitkan Surat Paksa dan melaksanakan penyitaan

BAB 10 UTANG PAJAK

Menurut hukum perdata, utang adalah perikatan yang mengandung kewajiban bagi salah satu
pihak (baik perorangan maupun badan sebagai subjek hukum) untuk melakukan sesuatu
(prestasi) atau untuk tidak melakukan sesuatu. yang menjadi hak pihak lainnya. Secara yuridis
dalam hal utang harus ada dua pihak yakni pihak kreditur yang mempunyai hak dan pihak
debitur yang mempunyai kewajiban Kedudukan debitur dan kreditur dalam hukum perdata
berbeda dengan kedudukan debitur dan kreditur dalam hukum pak Perbedaan utang perdata
(utang pada umumnya) dan utang pajak dapat dilihat dari penyebab timbulnya utang dan sifat
utangnya.

UTANG PERDATA

Penyebab timbulnya utang perdata (utang biasa) umumnya karena adanya perikatur dikuasai oleh
hukum perdata Dalam perikatan, maka pihak yang satu berkewajiban men apa yang menjadi hak
pihak lain, misalnya terjadi perjanjian jual beli, maka kewajiban pe menyerahkan barang yang
dijualnya, sedangkan si pembeli berkewajiban membayar dengan harga yang telah ditetapkan.

UTANG PAJAK

Pada umumnya, utang pajak timbul karena undang undang, pemerintah dapat memaksa
pembayaran utang kepada Wajib Pajak Negara dan rakyat sama sekali tidak ada perikatan yang
melandasi utang itu. Hak kewajiban antara negara dan rakyat tidak sama.

TIMBULNYA UTANG PAJAK

Utang pajak timbulnya karena undang undang, menurut ajaran materiil utang pajak ti jika ada
sesuatu yang menyebabkan (tathestand), yaitu rangkaian dari perbuatan perbuat keadaan-
keadaan, dan peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak ada sebagai berikut

a. Perbuatan perbuatan, misainya pengusaha melakukan impor barang

b. Keadaan-keadaan, misalnya memiliki harta bergerak dan harta tak bergerak

c. Peristiwa, misalnya mendapat hadiah


PENAGIHAN PAJAK

Dalam sistem self assesment Wajib Pajak membayar urang pajak tanpa harus mening adanya
penagihan dari fiskus.

BERAKHIRNYA UTANG PAJAK

Utang pajak dapat berakhir karena hal-hal berikut

1. Pembayaran/pelunasan

2. Kompensasi

3 Penghapusan utang

4 Kedaluwarsa

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

Pada dasarnya terdapat tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu

1. Sister official assessment (official assessment system)

2. Sistem self assessment (self assessment system).

3. Sistem withholding (withholding system).

BAB 11 PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK

LATAR BELAKANG

Prinsip dalam sistem self assessment adalah bahwa Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung
memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga penentuan besarnya pajak yang teratang
dipercayakan pada Wajib Pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang
disampaikannya. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya
data fisk yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak

FUNGSI KETETAPAN PAJAK

Ketetapan pajak berfungsi sebagai

1. koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak
2. sarana untuk mengenakan sanksi
3. sarana untuk menagih pajak
4. sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak
5. sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang

JENIS KETETAPAN PAJAK

Berikut ini merupakan jenis-jenis ketetapan pajak

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

3 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

5 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang

PEMBETULAN SURAT KETETAPAN PAJAK

Pembetulan Surat Ketetapan Pajak antara lain sebagai berikut.

1. Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat
membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanku Adminitrasi. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak. Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan

2. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) balan sejak tanggal
surat permohonan pembetulan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan
pembetulan yang diajukan Wajib Pajak

3. apabila jangka waktu 6 bulan telah lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan

4. apabila diminta oleh wajib pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan
secara tertulis mengenai hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan wajib pajak

PELUNASAN PAJAK

Ketentuan ketentuan dalam pelunasan pajak adalah sebagai berikut.


1.Surat Tagihan Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Kebe Patasan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumal par yang masih harus dibayar
bertambah, merupakan dasar penagihan pajak

2. Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurung Baya
Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan. Surat Keputusan Keberatan. Putas Banding
atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar atas jumlah
parak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenal sanksi adom berupa bunga sebesar 2 (dua)
persen per bulan untuk seluruh masa, yang dihung die tanggal jatab tempo sampai dengan
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan
dihitung 1 (satu) bulan

3. Jika Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak jogs dikenal
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 persen per bulan dari jumlah pak yang masih
harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.

4.Jika Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan
ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang
sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar-2
persen per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan

5. Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak Surat
Ketetapan Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan. Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih bar dibayar bertambah,
yang tidak dibayar oleh penanggung pajak dalam jangka wak 1 (satu) bulan sejak diterbitkan
atau bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Waub Pajak daerah tertentu yang mendapat
perpanjangan paling lama menjadi 2 (dua) bulan akan dilaksanakan penagihan pajak dengan
Surat Paksa sesuai dengan ketentuan perte perundang-undangan perpajakan

6. Dikecualikan dari ketentuan di atas (nomor 5) adalah penagihan seketika dan sekaligus
yang dilakukan

KEDALUWARSA
Kedaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tertangguh apabila:

- diterbitkan surat paksa


- ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak
- diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar
- dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

GUGATAN

- pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang
- keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
- keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan pajak
- penerbitan surat ketetapan pajak

Anda mungkin juga menyukai