Anda di halaman 1dari 33

Dasar-Dasar Perpajakan

A. Pendahuluan
Secara mikro, istilah perpajakan sebenarnya telah menjadi
bagian dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya hampir setiap
barang yang dikonsumsi terdapat unsur pajak yang telah dibayar
oleh setiap orang. Dari sabun dan kebutuhan dapur sampai
dengan perkakas di rumah/kantor, sampai dengan kendaraan,
dan bahkan jasa yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan kita,
terdapat unsur pajak di dalamnya baik secara langsung maupun
tidak.
Secara makro, pajak merupakan sumber dana bagi jalannya
pemerintahan dan pembangunan. Hal ini disebabkan bahwa pajak
saat ini menjadi sumber utama penerimaan APBN hampir di
semua negara di dunia sehingga pajak disebut dengan istilah the
lifeblood of a government. Dengan pajak pemerintah dapat
memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat.
Dengan pajak pemerintah dapat membangun sarana dan
prasarana seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, rumah
sakit, panti sosial, dan lain sebagainya.
Pajak yang dibayarkan oleh rakyat Indonesia,
sesungguhnya digunakan pemerintah dalam rangka mewujudkan
tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.

1
B. Sejarah Pajak
Pajak tidak hanya dikenal di dalam dunia modern saat ini
tetapi pajak telah dikenal sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Pada
prinsipnya di mana ditemukan suatu kelompok masyarakat yang
teroganisir, maka disitulah sebenarnya pajak (pungutan/iuran)
telah ada, yang tujuannya digunakan untuk kepentingan bersama
dalam masyarakat. Berikut ini disajikan perkembangan sejarah
perpajakan dari era sebelum masehi sampai dengan abad
modern dan juga perkembangannya pemungutan pajak di tanah
nusantara.
Catatan pertama tentang perpajakan secara terorganisir
berasal dari Mesir sekitar 3000 SM. Catatan sejarah pengumpulan
pajak di kerajaan Mesir menjelaskan bahwa Firaun
memerintahkan bawahannya untuk mengambil seperlima dari
semua panen biji-bijian sebagai pajak. Di samping itu, Firaun juga
mengenakan pajak atas minyak goreng, yang mekanismenya
dihitung selama satu periode, kemudian oleh para juru tulis
dihitung besarnya pajak atas minyak goreng. Untuk memastikan
bahwa warga tidak menghindari pajak tersebut, juru tulis pajak
akan mengaudit rumah tangga dengan menghitung jumlah
minyak goreng yang dikonsumsi apakah sesuai atau tidak. Lebih
dari itu, warga tidak tidak boleh menggunakan sisa yang
dihasilkan dari proses memasak lain sebagai pengganti minyak
yang kena pajak.
Praktik pajak terus berkembang seiring peradaban Yunani
menguasai sebagian besar Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah
selama berabad-abad menjelang masehi. Batu Rosetta,
lempengan tanah liat yang ditemukan pada tahun 1799, adalah
dokumen undang-undang perpajakan baru yang ditetapkan oleh
Dinasti Ptolemeus pada tahun 196 SM. Dinamai setelah

2
pemimpinnya Ptolemeus V, kerajaan ini adalah produk
penaklukan legendaris Alexander Agung atas petak besar
wilayah, yang menghasilkan perpaduan bahasa Yunani Kuno dan
bahasa lainnya. Oleh karena itu, teks Batu Rosetta ditulis dalam
skrip hieroglif Yunani dan Mesir, dan penemuannya berfungsi
sebagai terobosan dalam memecahkan kode salah satu bentuk
bahasa tertulis tertua, sehingga dikehatuilah salah informasi
terkait dengan pajak.
Dari zaman Romawi dan melalui sejarah Eropa abad
pertengahan, pajak baru atas warisan, properti, dan barang-
barang konsumsi dipungut, dan sering kali berperan dalam
perang, baik dengan mendanai atau memprovokasi mereka.
Tempat lahir peradaban lainnya, seperti Tiongkok kuno, juga
memungut pajak di bawah otoritas pemerintah terpusat yang
kuat. Dinasti T'ang dan Song Tiongkok menggunakan catatan
sensus metodis untuk melacak populasi mereka dan mengenakan
pajak yang sesuai pada mereka. Dana dan material ini kemudian
digunakan untuk mendukung tentara dan membangun kanal
untuk transportasi dan irigasi, di antara proyek-proyek lainnya.
Kekaisaran Mongol yang menguasai sebagian besar Asia sekitar
1200 menerapkan kebijakan pajak yang dirancang untuk
mempengaruhi produksi barang-barang tertentu dalam skala
besar seperti kapas.
Di tanah Nusantara pajak juga telah dikenakan oleh kerajaan
kepada rakyatnya dalam bentuk upeti. Pungutan pajak di
Indonesia memiliki sejarah panjang. Sejak dahulu kala, rakyat
nusantara diminta memberikan upeti kepada kerajaan seperti
yang diterapkan kerajaan Sriwijaya, Singosari, Majapahit,
Pajajaran, Mataram Kuno, Kuta, dll. Ketika itu, raja memegang
kendali penuh terhadap daerah kekuasaannya. Pihak kerajaan
melakukan pungutan kepada rakyat. “Sebagai rasa hormat
3
terhadap kerajaan, rakyat memberikan upeti,” Kemudian pada
masa penjajahan VOC (1602-1800) di Indonesia, pajak diterapkan
bagi daerah yang dikuasai secara langsung seperti Batavia dan
Maluku. Bentuk pajak kala itu diantaranya pajak pintu (rumah) dan
pajak perseorangan. Pada masa kolonial Belanda, sistem
perpajakan yang diterapkan adalah sistem pajak Inggris yang
diusulkan Sir Thomas Stamford Raffles, yang disebut dengan
pajak tanah (landrent) yang artinya mereka yang memiliki tanah
atau menggarap tanah wajib membayar pajak. Mekanisme
pembayarannya pajak dibebankan kepada kepala desa melalui
barang-barang yang sudah ditentukan berkaitan dengan hasil
panen rakyat dan Bupati menjadi penanggung jawab pungutan
pajak dari masyarakat.
Sedangkan istilah pajak dalam peraturan perundang-
undangan di Indonesia muncul saat disebut dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI
(29 Mei 1945 - 1 Juni 1945). Hal itu sampaikan oleh Ketua BPUPKI
‘Radjiman Wedyodiningrat’ bahwa harus ada aturan hukum soal
pungutan pajak. Selanjutnya kata “pajak” dimasukkan dalam
Rancangan Kedua UUD 1945 pada Pasal 23 butir kedua di Bab
VI, yang berbunyi, “Segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang”. “Sejak itu, pembahasan pajak
terus bergulir hingga akhirnya dimasukkan sebagai sumber
penerimaan utama negara pada tangggal 16 Juli 1945.

C. Pengertian Pajak
Pengertian pajak telah banyak diuraikan oleh para ahli
dalam bidang keuangan negara, ekonomi dan hukum, serta
perpajakan, misalnya:
1. Prof. P.J.A. Andriani

4
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung yang dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang
berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggrakan
pemerintahan.
2. Prof. Rochmat Soemitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan
kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal balik atau tegen prestasi yang
langsung dapat ditunjukkan dan untuk membiayai
pengeluaran umum
3. Rifhi Siddiq
Pajak adalah iuran yang dipaksakan pemerintahan suatu
negara dalam periode tertentu kepada wajib pajak yang
bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada
negara dan bentuk balas jasanya tidak langsung.
4. Ray M Sommerfeld
Any non-penal yet compulsory transfer of resources from the
private to the public sector, levied on the basis of
predetermined criteria and without receipt of a specific benefit
of equal value, in order to accomplish some of a nations'
economic and social objective.
5. Edwin RA Seligman
Tax is a compulsory contribution from the person to the
government to defray the expenses incurred in the common
interest of all without reference to special benefits conferred.
6. Plehn
5
Taxes are in general, compulsory of wealth levied upon
persons, nature or corporate, to defray the expenses incurred
in conferring common benefit upon the resident of the State.
7. Dalton
A tax is a compulsory contribution imposed by a public
authority irrespective of the exact amount of service rendered
to the taxpayer in return.
8. C.F.Bastable
Tax is a compulsory contribution of the wealth of a person or
body of aperson for the service of the public powers.
9. H.C. Adams
He defines tax as a contribution from citizen to the support ot
the state.
10. Philip E. Taylor
Tax is compulsory contribution from a firm/person to the
government to defray the expenses incurred in the common
interest of all, with little reference to special benefit conferred.
Kemudian perlu dilihat bagaimana pengertian pajak secara
hukum? Definisi pengertian pajak berdasarkan Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam pengertian pajak tersebut ada beberapa unsur penting
yaitu:
▪ pajak adalah kontribusi wajib warga negara;
▪ pajak bersifat memaksa;
▪ tidak akan mendapat imbalan langsung;
▪ pajak berdasarkan undang-undang;
6
▪ digunakan untuk keperluan negara.

1. Pengertian Pajak Sebagai Kontribusi Wajib Warga Negara


Pengertian pajak sebagai kontribusi wajib warga negara
adalah setiap orang memiliki kewajiban untuk membayar
pajak. Namun dalam UU KUP juga sudah dijelaskan, walaupun
pajak merupakan kontribusi wajib seluruh warga negara,
namun hal itu hanya berlaku untuk yang memenuhi syarat
subjektif dan objektif.
2. Pengertian Pajak yang Bersifat Memaksa
Pengertian Pajak yang Bersifat Memaksa di sini berarti bahwa
jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif maupun
syarat objektif, secara proaktif yaitu kamu wajib untuk
membayar pajaknya. Dalam undang-undang pajak juga sudah
dijelakan bahwa jika ada informasi dengan sengaja tidak
membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka Wajib
Pajak dapat mengenakan sanksi administratif maupun
hukuman secara pidana.
3. Pengertian Pajak Tidak mendapat Imbalan secara Langsung
Pajak berbeda dengan retribusi. Jika kita pernah membayar
uang parkir, itu adalah salah satu bentuk dari retribusi
mendapat manfaat parkir, maka kita harus membayar
sejumlah uang, dan itulah yang disebut dengan retribusi.
Namun pajak tidak seperti itu, sebab pajak adalah salah satu
sarana pemerataan pendapatan bagi warga negara.
4. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang
Dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakakan serta
pengaturan jenis pajak dan tarif pajak ditentukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
5. Digunakan Untuk Keperluan Negara.
7
Pajak digunakan dalam rangka membiayai pengeluaran
negara berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan.

D. Fungsi Pajak
Membahas fungsi pajak, maka tidak akan terlepas dari
fungsi negara dan tujuan negara. Fungsi negara menurut Julius
Stahl dalam konsepnya negara hukum yang disebutnya dengan
istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu: (i)
perlindungan hak asasi manusia, (ii) pembagian kekuasaan, (iii)
pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan (iv) peradilan
tata usaha negara. Sementara itu, tujuan negara menurut Nicolio
Machiavelli adalah untuk mendapatkan kekuasaan dan menjalan-
kan kekuasan, untuk kepentingan kehormatan, dan kebahagian
suatu bangsa. Sedangkan, tujuan dibentuknya negara Indonesia
sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu:
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia;
2. memajukan kesejahteraan umum;
3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Namun demikian dalam bahasa Inggris, tujuan pajak ditinjau
dari fungsi pajak dapat dideskripsikan sebagai berikut:
During the 19th century the prevalent idea was that taxes
should serve mainly to finance the government. In earlier
times, and again today, governments have utilized taxation
for other than merely fiscal purposes. One useful way to
view the purpose of taxation, attributable to American
economist Richard A. Musgrave, is to distinguish between

8
objectives of resource allocation, income redistribution, and
economic stability.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, maka
fungsi pajak dapat uraikan sebagai berikut:

Fungsi Fungsi
Fungsi Alokasi
Anggaran Mengatur

Fungsi
Fungsi
Redistribusi
Stabilitas
Pendapatan

1. Fungsi Anggaran (budgetteren)


Sumber penerimaan negara secara umum dapat di bagi
menjadi dua yaitu penerimaan pajak dan penerimaan non-
pajak. Sementara itu, untuk APBN Indonesia sumber
penerimaannya berasal dari tiga hal, yaitu: penerimaan
perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan
hibah. Pendapatan perpajakan terdiri dari:
a. pendapatan pajak penghasilan;
b. pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan
c. jasa dan pajak penjualan atas barang mewah;
d. pendapatan pajak bumi dan bangunan;
e. pendapatan cukai; dan
f. pendapatan pajak lainnya.
Selanjutnya, sejak pertengahan abad ke-20 pajak telah
menjadi sumber utama penerimaan negara. Di Indonesia
kontribusi penerimaan pajak terhadap APBN terus meningkat
dari yang sebelumnya 74,0% di tahun 2014 menjadi 82,5%
pada tahun 2019. Kemudian, pendapatan negara termasuk

9
pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan
melaksanakan pembangunan.
2. Fungsi Alokasi (toekennen)
Pajak yang masuk ke dalam kas negara kemudian
dilokasikasikan kepada pada jenis-jenis pengeluaran negara,
dengan kata lain fungsi ini menggambarkan bagaimana
negara menggunakan uang pajak untuk dialokasikan kepada
pos-pos anggaran yang telah ditentukan. Di dalam APBN
alokasi pajak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Belanja Pemerintah Pusat
▪ Pelayanan Umum
▪ Pertahanan
▪ Ketertiban dan Keamanan
▪ Ekonomi
▪ Perlindungan Lingkungan Hidup
▪ Perumahan dan Fasilitas Umum
▪ Kesehatan
▪ Pariwisata
▪ Agama
▪ Pendidikan
▪ Perlindungan Sosial
b. Belanja Pemerintah Daerah
▪ Dana Alokasi Umum
▪ Dana Bagi Hasil
▪ Dana Alokasi Khusus Fisik
▪ Dana Alokasi Khusus Nonfisik
▪ Dana Keistimewaan DIY
▪ Dana Otonomi Khusus
▪ Dana Insentif ke Daerah
▪ Dana Desa
3. Fungsi Mengatur (regulerend)
10
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa
digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan
ekonomi, sosial, dan keamanan.
a. Instrumen untuk tujuan ekonomi/investasi
▪ pengurangan tarif PPh atau tax holiday;
▪ penyusutan/amortisasi yang dipercepat;
▪ kompensasi kerugian yang lebih lama;
▪ super deduction tax;
▪ pembebasan bea masuk, pembebasan PPN dan PPh
import;
▪ penerapan program amnesti pajak.
b. Instrumen untuk tujuan sosial
▪ pajak ditanggung pemerintah
▪ pembebasan pajak akibat terjadi bencana nasional
▪ pemberian PTKP
▪ pengenaan PPh final 0,5% untuk UMKM
c. Instrumen untuk tujuan keamanan
▪ penerapan kebijakan pelarangan dan pembatasan
dalam rangka ekspor/impor
▪ pengenaan cukai yang tinggi untuk produk alkohol
4. Fungsi Stabilisasi (stabiliseren)
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.
5. Fungsi Redistribusi Pendapatan (inkomensverdeling)
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai kepentingan umum, termasuk juga membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja,

11
yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.

Dalam Bab “Theoretical Framework of Taxation” tujuan


pengenaan pajak di India dapat dibagi menjadi sembilan hal yaitu:
▪ the equity objective;
▪ revenue mobilization obiective;
▪ the growth obiectives;
▪ economic stabilization objectives;
▪ to attain fairness between people;
▪ redistribution of income and wealth;
▪ promoting certain types of business activities;
▪ allocation of resources;
▪ distribution of resources.

E. Syarat Pemungutan Pajak


Menurut Prof. Mardiasmo, agar pemungutan pajak tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
undang-undang, dan pelaksanaan pemungutan harus adil.
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan
pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib
Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan permohonan banding kepada
Pengadilan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis)

12
Di Indonesia, pajak diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945.
Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan
kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana (syarat
simplisitas)
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Sedangkan menurut Adam Smith dalam bukunya “An
Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations,”
prinsip pemungutan pajak disebut sebagai “Adam Smith Canon’s
of Taxation” atau “Four Maxims of Adam Smith” yaitu:
1. The Canon of Equity
All citizens of the nation should contribute towards expenses
of the Government as nearly as possible in proportion to their
respective abilities. This principle is based on the simple
theory that the ability to pay taxes increases more than
proportionately to the increase in the income because the
utility of money gradually diminishes with every increase in the
income.
2. The Canon of Certainty
This canon is meant to protect the taxpayers from
unnecessary harassment by the 'tax officials' the tax which
each individual is bound to by pay, ought to be certain and not
13
arbitrary. Thus, the amount of tax, the time of payment, the
method of payment, the place of payment, and the authority
to whom the tax is to be paid.
3. The Canon Convenience
Every tax ought to be levied at the time, in the manner, it is
most likely to be convenient for the contributor to pay it. The
tax should be levied at such a manner that its payment should
cause least hardship or in-convenience to the taxpayer.
4. The Canon of Economy
Every tax to be so contrived as both to take out and to keep
out of the pockets of the people as little as possible over and
above what it brings into the public treasury of the
government. The tax system should be economical to operate
and the tax should be such that the cost of its collection.

F. Teori Pemungutan Pajak


1. Teori Asuransi
Asuransi sebagai salah satu teori pemungutan pajak, suatu
negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula
tugasnya untuk melindungi jiwa raga dan harta benda
perindividu. Oleh karena itu, negara diibaratkan dengan
perusahaan asuransi, maka keselamatan dan keamanan
jiwanya dilindungi oleh negara. Dalam asuransi yang wajib
dibayarkan adalah premi, sedangkan dalam suatu negara
yang wajib dibayarkan oleh masing-masing individu adalah
pajak. Teori asuransi ini sebagai teori pemungutan pajak
sudah tidak lagi digunakan, apabila premi diartikan sama
dengan pajak, maka kurang tepat karena premi dalam teori ini
seharusnya sama dengan retribusi yang kontra-prestasinya
dapat dirasakan secara langsung oleh pemberi premi.

14
Sedangkan pajak, kontra-prestasinya tidak dapat dirasakan
secara langsung, sebagaimana pengertian dari pajak sendiri.
2. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, pajak mempunyai hubungan dengan
kepentingan individu, yang diperoleh dari pekerjaan negara.
Semakin banyak individu mengeyam atau menikmati jasa dari
pekerjaan pemerintah, makin besar pula pajaknya. Walaupun
teori ini masih berlaku pada retribusi, akan tetapi sulit untuk
dipertahankan, karena seseorang yang miskin dan
pengangguran yang banyak memperoleh bantuan dari
pemerintah dan menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan
negara, justru mereka malah enggan membayar pajak.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa semua orang dalam
pembebanan pajak harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayarkan sesuai dengan daya pikul masing-masing individu.
Definisi dari daya pikul berbeda-beda, akan tetapi
substansinya sama, menurut Prof. W.J De Langen yaitu
besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai
pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi
dengan kebutuhan primer (biaya hidup yang sangat
mendasar). Menurut Mr. A.J. Cohan Stuat adalah daya pikul
itu diumpakan sebuah jembatan, yang pertama–tama harus
dapat memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk
dibebani dengan beban yang lain. Dalam hal ini, untuk
mengukur daya pikul digunakan dua pendekatan yaitu:
▪ Unsur obyektif, yaitu dengan melihat besarnya
penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
▪ Unsur subyektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

15
4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi negara (organische
staatsleer) yang mengajarkan bahwa negara sebagai
organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan
kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan atau
keputusan yang diperlukan termasuk keputusan dibidang
pajak. Menurut sifat ini maka negara mempunyai hak mutlak
untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak
sebagai tanda baktinya.
5. Teori Daya Beli
Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang
dilakukan kepada negara yang dimaksudkan untuk
memelihara masyarakat pada negara yang bersangkutan.
Menurut Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, teori ini memiliki
sifat yang universal dan berlaku di seluruh dunia karena
memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga
masyarakat untuk negara. Dengan kata lain, kemaslahatan
suatu masyarakat akan tetap terjamin dengan adanya
pembayaran pajak berdasarkan teori gaya beli ini.
6. Teori Kedaulatan Negara
Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat, tetapi
melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana
kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, negaralah sumber
dalam negara. Oleh karena itu negara (dalam arti government
= pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas
terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga
negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat
dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat
kepada hukum, tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu
adalah kehendak negara. Hal ini terutama diajarkan oleh
madzhab Deutsche Publizisten Schule yang memberikan
16
konstruksi pada kekuasaan raja Jerman yang mutlak. Kuatnya
kedudukan raja karena mendapat dukungan yang besar dari
3 golongan yaitu:
a. angkatan perang (die armee);
b. golongan idustrialis (industrielle gruppe);
c. golongan birokrasi (bürokratische gruppe).
Sebagai akibatnya, maka secara praktis rakyat tidak
mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki
kedaulatan. Oleh karena itu menurut sarjana-sarjana hukum,
kedaulatan bulat pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi
tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah
alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan
negara ini adalah penjelmaan baru dari kedaulatan raja karena
pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah
abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
7. Teori Perjanjian
Perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada
orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Melalui perjanjian terciptalah
perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan
kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat
perjanjian. Dengan kata lain, para pihak terkait untuk
mematuhi perjanjian yang telah mereka buat tersebut. Dalam
hal ini fungsi perjanjian sama dengan perundang-undangan,
tetapi hanya berlaku khusus untuk para pembuatnya saja.
Secara hukum, perjanjian dapat dipaksakan berlaku melalui
pengadilan. Hukum memberikan sanksi pelaku pelanggaran
perjanjian atau ingkar janji (wanprestasi).

G. Hukum Pajak

17
Menurut Rochmat Sumitro pengertian hukum pajak adalah
suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak. Sedangkan, Santoso Brotodihardjo
mendefinisikan hukum pajak sebagai keseluruhan dari peraturan-
peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan
bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan
hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan yang
berkewajiban membayar pajak.
Dalam sistem hubungan hukum antara negara dan
masyarakat, maka klasifikasi hukum dibagi menjadi dua, yaitu
hukum privat dan hukum publik. Pada umumnya, hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik, dan ini merupakan bagian
tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan
warganya. Dalam hubungannya dengan konfigurasi hukum diatas,
hukum pajak telah mendapat tempat sebagai bagian dari hukum
publik, yaitu Hukum Tata Negara. Selain konstitusi, yang termasuk
dalam Hukum Publik antara lain Hukum Pidana dan Hukum
Administratif Negara.
Namun demikian dari kacamata ruang lingkup
pengaturannya, maka hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu
hukum formil dan hukum matriil. Hukum formil adalah
seperangkat ketentuan yang menunjukkan cara mempertahankan
atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan
maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka
hakim. Sedangkan hukum materil adalah menerangkan
perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-
hukuman apa yang dapat dijatuhkan.

18
Kemudian berdasarkan uraian di atas, hukum pajak dibagi
menjadi dua yaitu hukum pajak formil dan hukum pajak materiil.
Hukum pajak formil merupakan hukum yang memuat prosedur
untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi suatu kenyataan
atau realisasi. Hukum pajak formil mengatur mengenai hak dan
kewajiban perpajakan, prosedur penetapan, prosedur
pengawasan pajak dan penegakan hukumnya, sanksi-sanksi
perpajakan, penagihan pajak, serta upaya hukum bagi wajib
pajak. Contohnya undang-undang perpajakan dan peraturan di
bawahnya yang mengatur mengenai:
▪ Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan;
▪ Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
▪ Pengadilan Pajak.
Sementara itu, yang dimaksud dengan hukum pajak materiil
adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang
menjelaskan tentang keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang
dikenai pajak (obyek pajak), pihak yang dikenai pajak (subyek
pajak), dan besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak). Misalnya
undang-undang dan peraturan di bawahnya yang mengatur
tentang:
▪ Pajak Penghasilan (PPh);
▪ Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
▪ Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
▪ Bea Meterai;
▪ Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD);
▪ Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
▪ Pajak atas Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan (PPhTB)
▪ Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHRB)

H. Sistem Perpajakan

19
Sistem perpajakan dapat didefiniskan sebagai mekanisme
penentuan besarnya jumlah pajak yang terutang dan bagaimana
pajak tersebut dipungut kemudian disetokan ke kas negara.
Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia terdiri dari tiga yaitu:

Official Self-
Assessment Assessment
System System
1 2

Withholding
Tax System

1. Official Assessmet System


adalah sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak, sistem ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif dan utang
pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus. Misalnya: PBB, BBN, Retribusi Daerah
2. Self Assessment System
adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri besarnya pajak
terutang. Sistem ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
wewenang untuk menentukan jumlah pajak terutang ada pada
wajib pajak sendiri, wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,
menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan
fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Sistem ini
20
biasa digunakan untuk jenis Pajak Penghasilan Badan / Orang
Pribadi dalam satu tahun pajak, PPh Final PP 23/2018, Bea
Meterai, dan Pajak Daerah.
3. With Holding system
adalah sistem pemungutan pajak yang memberi mandat
kepada pihak ketiga (bukan fiskus atau bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan memungut, membayar, dan
melaporkan pajak dari wajib pajak yang melakukan transaksi
dengannya. Ciri-ciri sistem ini adalah pihak yang
memungut/memotong pajak mengirim mengirim bukti
pungut/potong pajaknya.

I. Tata Cara Pemungutan


Tata cara pemungutan pajak atau stelsel pajak adalah suatu
sistem yang digunakan dalam rangka menentukan besarnya
jumlah pajak yang terutang dalam satu periode fiskal. Stelsel
pajak dibagi menjadi tiga yaitu: stelsel riil, stelsel estimasi, dan
stelsel campuran.
1. Stelsel Riil
Stelsel nyata atau stelsel riil adalah penentuan besarnya pajak
terutang yang didasarkan pada objek/transaksi yang terjadi
atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya diterima/
diperoleh. Misalnya PPh Tahunan WP Badan / Orang Pribadi,
PPN, PBB, Bea Meterai, dll. Kelebihannya adalah
perhitungannya yang didasarkan pada penghasilan
sesungguhnya dan hasilnya akan lebih akurat dan real.
Sedangkan kekurangannya adalah agak sulit dilaksanakan
karena harus menunggu laporan laba-rugi dalam satu tahun
pajak.
2. Stelsel Estimasi
21
Stelsel estimasi atau beberapa pihak menyebutnya sebagai
stelsel fiktif yaitu penentuan besarnya pajak terutang yang
didasarkan pada estimasi dari penghasilan tahun sebelumnya.
Sebagai contoh PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan
penghasilan tahun pajak yang lalu. Kelebihannya adalah pajak
yang dibayarkan berjalan selama setahun tanpa harus
menunggu hingga akhir tahun. Kekurangannya adalah pajak
yang dibayarkan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya
karena laba yang diperoleh pada tahun berjalan belum tentu
sama dengan tahun sebelumnya.
3. Stelsel Campuran
Pada dasarnya merupakan kombinasi dari dua stelsel yang
ada yaitu stelsel rill dan stelsel estimasi. Cara kerjanya adalah
pada awal tahun bersarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel
fiktif, lalu pada akhir tahun besarnya pajak dihitung
berdasarkan stelsel rill. Contohnya PPh Pasal 29 (Pajak Akhir
Tahun) bagi WP Badan atau WP Orang Pribadi.

J. Tarif Pajak
1. Tarif Pajak Proporsional/Sebanding
Adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan
persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin
besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contohnya: tarif PPN (10%), tarif PPh Final PP 23/2018 (0,5%),
PPh Final Pasal 4 ayat (2) (5% atau 10%, dan PBB (0,5%).
2. Tarif Pajak Progresif
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin
besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga
semakin besar. Contohnya tarif PPh Orang Pribadi
22
Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. tarif progresif-proporsional
Persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajak
meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya sama
besar.
b. tarif progresif-progresif
Persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajak
meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya
semakin besar.
c. tarif progresif-degresif
Persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajak
meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya
semakin kecil.
3. Tarif Pajak Tetap
Tarif tetap adalah Tarif pajak yang besarnya jumlah pajak
terutang selalu tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak. Contohnya: besarnya tarif Bea Materai untuk
Cek dan Bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp
3.000,00.
4. Tarif Pajak Degresif
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin
kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak
semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak
berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa
menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan
perpajakan. Tarif degresif dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. tarif degresif-proporsional

23
adalah tarif yang prosentasenya semakin menurun (kecil)
jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, dan besarnya
penurunan dari tarifnya adalah sama besar.
b. tarif degresif-degresif
adalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika
dasar pengenaan pajaknya meningkat, dan besarnya
penurunan tarifnya semakin kecil.
c. tarif degresif-progresif
adalah tarif pajak yang prosentasenya semakin kecil, jika
dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya
penurunan tarifnya semakin besar.
5. Tarif Pajak Marginal
Adalah tarif yang segera akan berlaku apabila penghasilan
kena pajak Wajib Pajak akan melewati bracket tertentu.
Contohnya: Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai PKP
sebesar Rp 26.000.000,00. Maka untuk jumlah
Rp25.000.000,00 dikenakan tarif 5% sedangkan untuk jumlah
Rp 1.000.000,00 dikenakan tarif marginal senbesar 10%.
6. Tarif Pajak Efektif
adalah tarif yang sesungguhnya berlaku atas penghasilan
Wajib Pajak. Penghasilan di sini dapat berarti penghasilan
kotor, atau penghasilan neto atau Penghasilan kena Pajak,
tergantung pada kebutuhan atau dari segi mana seseorang
ingin melihat beban tarifnya. Contohnya: Wajib Pajak yang
bernama Pak Ahmad pada tahun 2019 mempunyai PKP
sebesar Rp150.000.000,00, maka berdasarkan Tarif Pasal 17
Jika diterapkan tarif yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf
a UU PPh, maka jumlah pajak yang terutang adalah
Rp17.500.000,00. Sedangkan, tarif efektifnya adalah 11,67%
(=Rp17.500.000,00 / Rp150.000.000,00 x 100%).
24
7. Tarif Pajak Advalorem
adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang
dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Contohnya: tarif bea masuk atas impor barang dengan
besaran tarif menggunakan prosentase.
8. Tarif Pajak Spesifik
adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis
barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Contohnya: tarif bea masuk atas impor barang dengan
besaran tarif menggunakan suatu jumlah tertentu atas suatu
jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.

K. Klasifikasi Pajak
1. Berdasarkan Golongan
Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus
dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara
berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya PPh.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-
hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya
Pajak Pertambahab Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN dan PPnBM).
2. Berdasarkan Sifat
Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan
pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi WP
(subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah
diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul, apakah
dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya PPh. Gaya Pikul
adalah kemampuan Wajib pajak memikul pajak setelah

25
dikurangi biaya hidup minimum. Pajak objektif adalah jenis
pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan/melihat objeknya, baik berupa keadaan
perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya,
barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum
dengan objek yang telah diketahui, misalnya Pajak
Pertambahan Nilai.
3. Berdasarkan Lembaga Pemungutannya
Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh Departemen
Keuangan cq. Direktorat Jendral Pajak. Pajak pusat diatur
dalam Undang-Undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jenis pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak
adalah:
a. Pajak Penghasilan
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
c. Pajak Bumi dan Bangunan
d. Pajak/Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
e. Bea Meterai
Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Sesuai
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, jenis pajak yang dikelola oleh Dinas
Pendapatan Daerah adalah:
1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

26
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

L. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak


1. Timbulnya hutang pajak
Timbulnya hutang pajak mengandung pengertian bahwa
kapan wajib pajak tersebut mempunyai kewajiban untuk
membayar sejumlah pajak kepada kas negara. Ada dua
pendapat berkaitan dengan timbuknya hutang pajak, yaitu:
a. Ajaran Formil
Menurut ajaran ini suatu hutang pajak timbul karena
dikeluarkannya surat tagihan/ketetapan pajak oleh fiskus
atau pada official assessment system. Ajaran ini biasa
dilakukan ketika wajib pajak diterbitkan Surat Tagihan
Pajak (STP) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), dan SPPT PBB.
b. Ajaran Materil

27
Menurut pendapat ini, suatu hutang pajak timbulnya bukan
karena ketetapan oleh fiskus, melainkan karena Undang-
Undang. Suatu hutang pajak timbul karena berlakunya
undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu
keadaan dan perbuatan. Ajaran ini biasanya diterapkan
pada Self Assessment System. Misalnya PPh Pasal 25/29,
PPN, PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh
Final.

2. Berakhirnya Hutang Pajak


Berakhirnya hutang pajak dapat definisikan sebagai suatu
kondisi pada saat wajib pajak sudah tidak mempunyai hutang
pajak kepada negara. Dengan kata lain semua kewajiban
pembayaran pajaknya telah dilunasi seratur persen sehingga
hutang pajak adalah nihil.
a. Pembayaran
Setiap perikatan termasuk pula hutang pajak, pada
waktunya akan berakhir, dan berakhirnya ini pertama-tama
disebabkan oleh pembayaran. Dalam hubungan Hukum
Pajak yang dimaksudkan ialah pembayaran dengan uang,
bahkan lebih tegas lagi: dengan mata uang dari negara
yang memungut pajak ini.
b. Kompensasi/Pemindahbukuan
Pengakhiran hutang pajak melalui kompensasi tidak
dibenarkan terhadap di luar pajak alasannya karena
hutang pajak ditentukan menurut peraturan maka
pembayarannyapun demikian juga. Kompensasi dapat
berupa kompensasi kerugian yang mendatar (horizontal
compensation) dan kompensasi yang tegak (verticale
compensation). Kompensasi pembayaran dapat dilakukan
jika salah satu pihak mempunyai hutang dan mempunyai

28
tagihan terhadap pihak lain. Dalam Hukum Pajak
Kompensasi pembayaran dapat dilakukan jika wajib pajak
untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan pembayaran
pajak sedangkan untuk lain jenis terdapat kekurangan
pembayaran pajak.
c. Daluarsa
Pengakhiran hutang pajak dengan daluarsa sebenarnya
jarang terjadi karena jangka waktu daluarsa cukup lama
yaitu lima tahun terhitung dari awal tahun dari mana pajak
ditetapkan adanya kemungkinan mencegah daluarsa
dengan jalan penagihan pasif dan penagihan aktif.
d. Pembebasan
Pengakhiran ini berkat aktivitas fiskus, utang pajaknya
ditiadakan fiskus. Tindakan ini dilakukan tanpa persetujuan
yang bersangkutan, sekalipun merupakan akibat dari wajib
pajak. Pengakhiran ini pun terutama atas denda,
tambahan. Pembebasan ini harus dimuat dengan jelas
dalam undang-undang.
e. Penghapusan
Ditekankan pada keadaan khusus (force majeur) yang
menimpa diri wajib pajak, seperti kemunduran yang
menyolok mata dalam keadaan finansial wajib pajak,
sehingga akan berarti bencana besar jika pajaknya tidak
dihapuskan.
f. Pajak Ditanggung Pemerintah
Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) adalah sejumlah
pajak yang terutang olah wajib pajak tetapi pemerintah
dengan mekanisme tertentu menganggap bahwa pajaknya
dilunasi oleh pemerintah.

29
M. Hambatan Pemungutan Pajak
Dalam praktiknya banyak sekali kendala kendala yang
dialami oleh pemerintah dalam memungut pajak dari wajib pajak.
Selain karena semakin menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap institusi pajak, rendahnya kesadaran wajib pajak,
maupun karena besarnya underground economy. Pada dasarnya
hambatan pemungutan pajak dapat di bagi menjadi dua yaitu
perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri
tetapi terjadi karena keadaan yangada di sekitar wajib pajak
itu. Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang
mempersulitpemungutan pajak dan yang erat hubungannya
dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan
intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal
dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus
dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi
kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.. Namun demikian,
pada prinsipnya perlawanan aktif ini diklasifikasikan menjadi
dua yaitu penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan
pajak (tax evasion).
a. Tax Avoidance
Penghindaran pajak merupakan tindakan legal, dapat
dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang,
dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran
hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah

30
menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus
dibayar. Pengertian tax avoidance menurut Lyons Susan
M dalam Erly Suandy, yaitu:
“Tax Avoidance is a term used to describe the legal
arrangements of tax fair’s affairs so as to reduce his
tax liability. It’s often to pejorative overtones, for
example it is use to describe avoidance achieved
by artificial arrengements of personal or bussiness
affair to take advantage of loopholes, ambiguities,
anomalies or other deficiencies of tax law.
Legislation designed to counter avoidance has
become more commonplace and often involves
highly complex provision”.
Menurut Arnold dan McIntyre (1995) dilakukan dengan 3
cara, yaitu:
i. Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak
tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak
ii. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi
yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya
rendah.
iii. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga
perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena
pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang.
Contoh-contoh penghindaran pajak yaitu: transfer
pricing, pemanfaatan tax haven country, thin

31
capitalization, treaty shopping, atau controlled foreign
corporation.
b. Tax Evasion
Pengelakan pajak adalah upaya penurunan jumlah pajak
yang terutang atau tindakan yang menyebabkan hilangnya
kewajiban pembayaran sejumlah pajak yang terutang.
Pengelakan pajak ini biasanya disebut dengan
penggelapan pajak atau tindak pidana di bidang
perpajakan. Pengertian Tax Evasion menurut Defiandry
Taslim (2007), yaitu usaha-usaha untuk memperkecil
jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak
yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan
pajak yang berlaku. Tax evasion merupakan pelanggaran
dalam bidang perpajakan sehingga tidak boleh di lakukan,
karena pelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi
administratif maupun sanksi pidana. Sementara itu, tax
evasion menurut Siti Kurnia Rahayu, yaitu: pengelakan
Pajak merupakan usaha aktif Wajib Pajak dalam hal
mengurangi, menghapuskan, manipulasi ilegal terhadap
utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar
pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan
perundang-undangan. Adapun yang menjadi indikator dari
Penggelapan Pajak menurut M Zain, yaitu :
▪ tidak mengisi SPT dengan, benar, lengkap, dan jelas;
▪ tidak menyampaikan SPT Masa/Tahunan ke kantor
pajak;
▪ tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP
atau pengukuhan PKP;
▪ tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau
dipotong;

32
▪ melakukan menyuapan atau pemberian kickback
kepada fiskus.

Penulis:
Suharno, Director of Taxprime Academy

33

Anda mungkin juga menyukai