Anda di halaman 1dari 27

ILMU PERPAJAKAN 22

oleh:

EDI HASKAR, SH.MH

SEJARAH PAJAK:

Sejarah pemungutan pajak mengalamai perubahan dari masa kemasa


sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik dibidang
kenagaraan maupun dibidang social dan ekonomi. Pajak pada mulanya
merupaan suatu upeti namun sikapnya merupakan suatu kewajiban yang
dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat kedapa seorang raja au
penguasa. Rakyat memberi upeti kepada raja berbentuk nautra berupa padi,
ternak dan hasil tanaman yang lainnya seperti pisang, kelapa, jagung dll.
Pembelian oleh rakyat itu digunakan untuk keperluan raja atau penguasa
setempat, sedangkan imbalan atau prestasi kepada rakyat tidak ada, oleh
karena sifatnya untuk kepentingan sepihak yakni raja.

Dalam perkembangannya sifat upeti yang diberikan itu tidak lagi hanya
untuk kepentingan raja saja. Tetapi sudah mengarah kepada kepentingan
rakyat, artinya pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja digunakan untuk
kepentingan umum seperti, menjaga kepentingan umum, pembangunan
saluran air, menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun sarana
sosial, membiayai pegawai kerajaan dan sebagainya dengan berkembangan
masyarakat, maka sifat upeti yang semula memaksa, kemudian dibuat aturan-
aturan agar sifat memaksa tetap ada dengan memperhatikan unsur keadilan.
Oleh kareba itu rakyat diikutsetakan dalam membuat aturan-aturan
pemungutan pajak tersebut, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya
untuk kepentingan masyarakat. Adanya perkembangan masyarakat akhirnya
membentuk suatu Negara dan dilandasi unsure keadilan dalam pemungutan
pajak, maka dibuat undang-undang yang mengatur bagaimana tata cara
pemungutan pajak, jenis pajak yang dapat dipungut, siapa yang harus
membayar pajak dll.

Sejak zaman penjajahan belanda ternyata telah diberlakukan cukup


banyak undang-undang yang mengatur mengenal pembayaan pajak, dengan
banyak undang-undang yang keluar mengakibatkan rakyat menemui kesulitan
dalam pelaksaannya. Undang-undang ini banyak tidak memenuhi rasa
keadilan, falsafah undang-undang masih dibuat untuk kepentingan penjelajah
belanda. Menyadari kondisi ini, maka tahu n 1983 pemerintah bersama dengan
DPR melakukan reformasi perpajakan dengan mencabut semua undang-
undang yang ada sebelumnya. Dan mengundangkan undang-undang yang ada
sebelumnya. Dan mengundangkan undang-undang pajak baru yang sesuai
dengan galsafah bangsa dan memenuhi unsure keadilan. Undang-undang
dimaksud adalah :

1. Undang-undang no. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan


tatacara perpajakan.
2. Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
3. Undang-undang no. 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai
atas barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
4. Undang-undang no. 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan
bangunan.
5. Undang-undang no. 13 tahun 1985 tentang bea materi.
Kemudian tahun 1994 kembali dilakukan perombakan perpajakan ( tax
reform ) kedua sebagai berikut :

1. Undang-undang no. 6 diubah dengan undang-undang no. 9 tahun


1994 .
2. Undang-undang no. 7 diubah dengan undang-undang no. 10 tahun
1994.
3. Undang-undang no. 8 diubah dengan undang-undang no. 11 tahun
1994.
4. Undang undang no. 12 tahun 1985 diubah dengan undang-undang
no.12 tahun 1994.

Kemudian dengan adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat terus


menerus dan untuk memberikan rasa keadilan dan meningkatklan pelayanan
pada masyarakat wajib pajak. Maka tahun 2000 kembali pemerintah
mengadakan tax reform terhadap undang-undang perpajakkan sebagai berikut
:

1. Undang-undang no. 16 tahun 2000 perubahan atas undang-undang


no. 6 tahun 1983 sebabgaimana telah diubah dengan undang-undang
no. 9 tahun 1994. ( UU No. 28 tahun 2007 )
2. Undang-undang no. 17 tahun 2000 perubahan atas undang-undang
no. 7 tahun 1983 sebagaiman telah diubah dengan undang-undang
no. 10 tahun 1994. ( UU No. 36 tahun 2008 )
3. Undang-undang no. 18 tahun 2000 perubahan atas undang-undanng
no. 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang
no. 11 tahun 1994. ( UU No. 42 tahun 2009 ).
SEBAB-SEBAB DILAKUKAN TAX REFORMS

Indonesia sebagai Negara merdeka dan berdaulat mempunyai konsepsi


yang lain dengan Negara hindia belanda yang merupakan jajahan negara
belanda. Pancasila sebagai falsafah negara adalah lain dari ideologi zaman
kolonial yakni : individualisme, kapitalisme, dan liberalisme.

Dengan perkembangan perekonomian maka makin dirasakan


ketidaksesuaian sistim perpajakan zaman penjajahan dengan kebutuhan
Negara untuk menghimpun dana pembangunan. Undang-undang pajak dibuat
zaman kolonial mempunyai landasan pemikiran, jiwa dan tujuan yang tidak
sesuai dengan harkat dan jiwa kehidupan bangsa yang telah merdeka.
Disamping tidak sesuai dengan perkonomian Indonesia, juga sangat rumit dan
suka dipahami baik oleh fiskus maupun oleh wajib pajak.

Pada zaman colonial pemungutan pajak semata-mata untuk memenuhi


kepentingan penjajah, sedangkan dalam alam kemerdekaan merupakan
perwujudan kewajiban kenegaraan dan partisipasi masyarakat dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional, keadilan sosial serta
kemakmuran rakyat.

Sebab lain dilihat dari penerimaan Negara sebelumnya lebih


mengandalkan penerimaan pada sector migas, sekarang sudah tidak bisa
diharapkan sebagai sumber penerimaan keuangan negara yang terus menerus
karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui ( non renewable resources ).
Penerimaan dari migas sewaktu waktu akan habis sedangkan dari pajak selalu
dapat di perbaharui sesuai dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat.

Tujuan tax reform adalah untuk lebih menegakkan kemandirian negara


dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan
segenap potensi dan kemampuan dalam negeri, khususnya dengan cara
meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dan sumber diluar
minyak dan gas alam. Disamping itu untuk penyederhanaan jumlah dan jenis
pajak, tarif pajak, tata cara perpajakkan, pembenahan aparatur perpajakkan
mengenai prosedur, disiplin serta mental pegawai.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi akan diikuti pula dengan


kebijakkan-kebijakkan dibidang pajak, oleh karena itu pajak merupakan
fenomena yang selalu berkembang di masyarakat, perancangan perdagangan
bebas membawa konsekuensi pula dalam kebijakkan perpajakkan. Dalam era
globalisasi atau era persaingan bebas tidak dapat ditolak dan harus menerima
keberadaan globalisasi ekonomi serta yang paling penting yaitu mengambil
kesempatan yang dapat timbul akibatnya adanya perubahan ekonomi
internasional sebagai salah satu perangkat pendukung menunjang tercapai
keberhasilan ekonomi dalam meraih peluang adalah hukum.

PENGERTIAN PAJAK

1. Prof. DR. PJA. Adriani


Pajak adalah iuran kepada negara dapat dipaksakan yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas pemerintah.
2. Mr. DR, MJ. Feldman
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada pengusaha ( menurut norma-norma yang ditetapkan secara
umum ) tanpa adanya kontra prestasi, dan semata mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
3. Prof. DR. MJH. Smith
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum, dan dapat ditunjuk dalam hal individual,
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
4. Dr. Soeparman Soemahamidjaya
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum. Guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
5. Prof. Dr, Roochmat Soemitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-
undang ( dapat dipaksakan ) yang langsung dapat ditunjuk dan
digunakan membiayai pembangunan.

Dari beberapa pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak yaitu :

a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang,


b. Sifatnya dapat dipaksakan
c. Tidak ada kontra-prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayaran pajak
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah.
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (rutin dan pembangunan ) bagi kepentingan masyarakat
umum.

Pengertian pajak menurut versi undang-undang pasal 1 angka 1 undang-


undang nomor 28 tahun 2007: pajak adalah “kontribusi wajib pajak kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan berdasarkan undang
undang yang bersifat memaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya
kemakmuran rakyat”

Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan diri rakyat kepada


negara yang hasilnya juga akan dikembalikan kepada masyarakat. Oleh sebab
itu, jenis pajak, apa saja yang akan dipungut serta berapa besarnya
pemungutan pajak, proses persetujuan rakyat dimaksud tentunya hanya dapat
dilakukan dengan suatu undang-undang. Pertanyaannya mengapa harus
dengan undang-undang? Landasan yuridis untuk menjawab pertanyaan itu
adalah mengacu pada pasal 23 A yang mengatakan ; pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Sebaliknya bila ada pungutan yang namanya pajak namun tidak berdasarkan
undang-undang, maka pungutan tersebut bukanlah pajak tetapi perampokan
( taxation without represention is robbery )

RETRIBUSI

Retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dipaksakan dan dapat


jasa balik secara langsung dapat ditunjuk, paksaannya bersifat ekonomis,
karena siapa saja yang tidak mendapatkan jasa balik dari pemerintah dan
dikenakan iuran itu, misalnya retribusi pasar, parkir karcis masuk terminal,
uang kuliah, dan sampah.

Ditemui juga pengertian lain dari restribusi yaitu pungutan daerah


sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintahan daerah untuk kepentingan
orang pribadi/badan. Retribusi jenis pungutan ini mempunyai pengertian
berbeda dengan pajak, retribusi umumnya mempunyai hubungan langsung
dengan kembalinya prestasi karena pembayaran tersebut ditunjukkan semata-
mata untuk mendapatkan suatu prestasi dari pemerintah.

Mempertahankan unsur-unsur yang melekat pada pajak maka dapat


dibedakan antara pajak dengan distribusi yaitu :

1. Pajak sifatnya berlaku umum,artinya berlaku bagi setiap orang yang


memenuhi syarat untuk dapat dikenakan pajak sedangkan pada
distribusi hanya berlaku bagi orang-orang tertentu yang langsung dapat
ditunjuk.
2. Pada pajak unsur paksaaanya bersifat pidana, denda dan administrative,
sedangkan pada restribusi bersifat ekonomis,artinya kalau tidak
membayar iuran maka orang yang bersangkutan tidak tidak
diperkenankan menikmati jasa dari Negara
3. Pajak teqen pretasinya bersifat tidak langsung ,artinya meskipun kita
bayar pajak belum tentu menikmati jasa dari Negara, sedangkan
restribusi bayar prestasinya bersifat langsung dari Negara, bagi yang
tidak membayar tidak diperkenankan menikmati jasa Negara.

Sumbangan adalah iuran kepada pemerintah dapat dipaksakan, yaitu


ditujukan pada golongan tertentu,yang dimaksudkan golongan tertentu pula,
paksaan sifatnya yuridis dan ekonomis misalnya: sumbangan SWP3D
(sumbangan wajib pembangunan pemeliharaan prasana daerah ) bagi pemilik
kendaraan bermotor.

Istilah sumbangan mengandung pikiran bahwa biaya-biaya yang


dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak dikeluarkan dari kas,
karena pretasi itu tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya,melainkan
untuk sebagian tertentu saja. Hanya golongan tertentu saja yang yang
diwajibkan membayar sumbangan ini. Misalnya pajak kendaraan bermotor,
pening sepeda.hasilnya ditujukan untuk pemeliharaan jalanan khusus
bermanfaat bagi para pemakai.

HUKUM PAJAK

Hukum pajak sering disebut dengan hukum fiscal,perkataan atau


istilah pajak sering disamakan dengan isstilah fiscal. Kata fiscal berasal dari kata
latin berarti kantong atau keranjang uang, sekarang kas Negara hanya dapat
terisi dengan uang rakyat.

Sebenarnya antar fiscal dan pajak punya pengertian agak berbeda. Kata
fiscal berarti memasukan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas Negara
termasuk denda dan sitaan, sedangkan pajak mempunyai tugas lain selain
mengisi kas Negara juga mempunyai tugas mengatur masyarakat dalam segala
bidang baik social, ekonomi, politik dan kebudayaan.

Hukum pajak adalah : suatu kumpulan peraturan-peraturan yang


mengatur hubungan antara pemerintahan sebagai pemungutan pajak dan
rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain hukum pajak menerangkan
antara lain :
1. Siapa-siapa wajib pajak
2. Objek-objek apa yang dikenakan pajak
3. Kewajib wajib pajak terhadap pemerintah
4. Timbul dan hapusnya utang pajak
5. Cara penilaian pajak dan
6. Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak.

Sememtara itu menurut R. Santoso brotodihardjo, SH : hukum pajak


adalah keseluruhan dari peraturan peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya
kembali kepada masyarakat melalui kas Negara.

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK

Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang


tegas, baik untuk Negara selaku pemungut pajak maupun kepada rakyat selaku
wajib pajak. Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 23 A mengatakan :
pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan Negara hanya boleh
terjadi berdasarkan undang-undang. Karena itu pasal ini merupakan sebagai
dasar pemungutan pajak oleh Negara.

Timbul pertanyaan apa sebabnya pajak dipungut berdasarkan undang-


undang? Sebagaimana diketahui bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari
sector swasta ke sector pemerintahan tanpa ada jasa timbal yang langsung
dapat ditunjuk. Biasanya peralihan kekayaan dari sector satu ke sector lain
tanpa ada jasa timbal hanya dapat terjadi melalui hibah, kekerasan,
perampasan atau perampokkan. Itulah sebabnya berlaku diinggris suatu dalil
yang berbunyi no taxation without representation is robbery ( pajak tanpa
undang-undang adalah perampokkan )
Betapa tidak pasal 23 A mempunyai arti yang sangat dalam yaitu :
menetapkan nasib rakyat, betapa caranya rakyat sebagai bangsa, akan hidup
dan darimana didapatnya belanja hidup harus ditetapkan oleh rakyat itu
sendiri dengan perentaraan dewan perwakilan rakyat.

Dengan ditetapkan pajak dalam bentuk undang-undang berarti pajak


bukan perampasan hak/kekayaan rakyat karena sudah disetujui oleh wakil-
wakil rakyat. Juga tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran sukarela, oleh
karena pajak mengandung kewajiban bagi rakyat untuk mematuhi dan bila
rakyat tidak mematuhi kewajibannya dapat dikenakan sangsi.

DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

Landasan filosofi tugas negara pada prinsipnya bertujuan untuk


menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Itu sebabnya Negara tampil
kedepan dengan turut campuran tangan bergerak aktif dalam masyarakat
dibenarkan? Apa dasar filsafatnya,ada beberapa teori mengapa pungutan
pajak itu dibenarkan yaitu :

1. Teori asuransi
Teori asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat
( seseorang ) yang harus dilindungi oleh Negara. Masyarakat seakan
mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada
Negara. Dengan adanya kepentingan dari masyarakat itu sendiri, maka
masyarakat harus membayarnya “ premi ” kepada Negara. Teori ini
hanya memberikan landasan saja, karena pada dasarnya teori ini tidak
dapat untuk melandasi adanya pemungutan pajak. Jika premi sama
dengan pajak kurang tepat, karena premi dalam teori ini seharusnya
sama dengan restribusi yang kontraprestasinya dapat dirasakan secara
langsung oleh pemberi premi. Sementara pajak tidak demikian. Premi
yang diberikan kepada Negara tidak sama dengan premi yang diberikan
kepada peusahaan dalam arti tidak dapat memberikan pengantian
sebagaimana layaknya perusahaan asuransi dan jumlah premi diberikan
tidak bisa dihitung dalam jumlah seimbang yang akan diberikan oleh
Negara.

2. Teori kepentingan
Menurut teori ini pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan
individu yang diperoleh dari pekerjaan Negara. Makin banyak menikmati
jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya. Teori ini
meskipun berlaku dalam restribusi, tetapi sulit diterima sebab orang
miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari pemerintah,
menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan pemerintah dan mereka
bahkan dibebaskan untuk melakukan membayar pajak.

3. Teori daya pikul


Dalam teori ini setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan daya
pikul masing-masing. Tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan
gaya pikul siwajib pajak dengan memperhatikan pada penghasilan dan
kekayaan termasuk pengeluaran wajib pajak.
Menurut Prof.w.j de Langen gaya pikul adalah kekuatan untuk
membayar uang kepada Negara , jadi untuk membayar pajak, setelah
dikurangi dengan minimum kehidupan adalah hal yang pokok dan tidak
bisa ditunda-tunda,
Sementara AJ. Cohan Stuart mengatakan daya pikul adalah: sama
dengan sebuah jembatan, yang pertama-tama harus dapat memikul
bobotnya sendiri, sebelum dicoba untuk dibebaninya. Ini berarti bahwa
daya pikul adalah sama dengan kekuatan memikul beban yang melewati
jembatan itu, tanpa jembatan itu amblas artinya bahwa kekuatan pikul
jembatan adalah sama dengan seluruh kekuatan dikurangi dengan bobot
sendiri. Jadi jkika kekuatan seluruhnya adalah 15 ton sedangkan bobot
jembatan itu sendiri 5 ton, maka daya pikul jembatan 15 ton – 5 ton = 10
ton. Karenanya kendaraan yang melewati jembatan itu lebih dari 10 ton
tidak boleh melewati jembatan

4. Teori daya beli


Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada
Negara dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam Negara yang
bersangkutan. Dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam
Negara yang bersangkutan. Gaya beli suatu rumah tangga dalam
masyarakat adalah sama dengan gaya beli suatu rumah tangga Negara.
Teori ini mengajarkan bahwa fungsi pemungutan pajak, jika dipandang
sebagai gejala dalam masyarakat disamakan dengan pompa, yaitu
mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah
tangga Negara dan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat
dengan tujuan untuk memelihara hidup masyarakat untuk kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.

5. Teori bakti
Teori ini menekankan pada paham yang mengajarkan bahwa karena sifat
Negara sebagai suatu organisasi dari induvidu-individu, maka timbul hak
mutlak dari Negara untuk memungut pajak. Dilihat dari terbentuknya
Negara, maka teori ini dapat dikatakan sebagai adanya kekuasaannya
kepada Negara untuk memimpin masyarakat, karena adanya
kepercayaan masyarakat kepada Negara, maka pembayaran pajak yang
dilakukan kepada Negara merupakan bakti dari masyarakat kepada
Negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan
masyarakat.

ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-


asas pemungutan pajak dalam memilih alternative pemungutannya. Sehingga
terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih
diperlukan lagi yaitu pemahaman atas berlakunya pajak tertentu, karena itu
pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas yang ada. Adam
Smith dalam bukunya “ Wealth of Nation “ mengemukakan 4 asas pemungutan
pajak, yang lazim dikenal dengan “ four Cannons Texation “ atau sering disebut
“The four Maxims “ yaitu:

1. Equality ( kesamaan )
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu dikenakan
kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak atau ( ability to pay ) dan sesuai dengan manfaat
diterima. Adanya kesamaan artinya bahwa keadaan yang sama atau
orang yang berbeda dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak
yang ama pula, bukan orang yang mempunyai penghasilan yang sama
dikenakan pajak yang sama, melainkan orang yang mempunyai
penghasilan kena pajak yang sama akan dikenakan pajak yang sama,
setelah penghasilan yang diterima dikurangi dengan penghasilan tidak
kena pajak yang jumlahnya bagi setiap orang tidak sama. Bergantung
pada susunan keluarga, pengeluaran mutlak untuk kebutuhan mutlak
primer wajib pajak.

2. Certainty ( kepastian )
Asas ini menekan bahwa bagi wajib pajak, harus jelas dan pasti tentang
waktu, jumlah dan cara pembayaran pajak. Disamping itu wajib pajak
tau secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar
serta batas waktu pembayaran.

3. Convinience of payment ( ketepatan waktu )


Pajak dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada sat wajib pajak
mempunyai uang, ini akan mengenakan lagi wajib pajak. Tidak semua
wajb pajak mempunyai saat yang tepat untuk membayar pajak,
karyawan, buruh, pegawai akan lebih enak membayar pada saat
menerima gaji, upah, honorarium, lain pula dengan petani akan mudah
diminta bayar pajak setelah panen dijual dari pada waktu mulai
menanam, demikian juga dengan seorang pedagang akan mudah
membayar saat menerima pembayaran dari debitur.
4. Low cost of collection ( efisiensi )
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan pajak
bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, artinya asas ini
menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil
pajak yang akan diterima.

Menurut W.J.langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.


1. Asas daya pikul : besar kecilnya pajak yang dipungut harus
bedasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi
penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
2. Asas manfaat : pajak yang dipungut oleh Negara harus digunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
3. Asas kesejahteraan : pajak yang dipungut oleh Negara digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
4. Asas kesamaan : dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang
satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang
sama.

ASAS PEMBUATAN UNDANG-UNDANG PAJAK;

a. Asas yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan
jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu,
pemungutan pajak harus didasarkan pada pasal 23 A UUD 1945.

b. Asas ekonomis
Asas ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara harus
menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat.
Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat
kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu.

c. Asas financial
Berkaitan dengan hal ini, fungsi pajak yang terpenting adalah fungsi
budgeternya, yakni untuk memasukan uang sebanyak banyaknya
kedalam kas negara, sehubungan dengan itu, agar diperoleh hasik yang
besar, maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecilnya.

ASAS YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK

Suatu Negara dalam memungut pajak dapat menganut 3 macam asas,

1. Asas domisili / tempat tinggal


Pemungutan pajak yang bergantung pada domisili wajib pajak suatu
negara, menurut asas ini Negara dimana wajib berkediaman ialah yang
berhak mengenakan pajak atas orang-orang itu dari semua pendapatan
yang diperoleh. Artinya Negara mempunyai hak untuk memungut atas
seluruh wajib pajak berdasarkan tempat tingal wajib pajak, wajib pajak
bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan diperoleh,
yang berasal dari Indonesia atau yang berasal dari luar negeri ( World
wide income concept )
2. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu Negara. Asas ini
diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia untuk membayar pajak.
3. Asas sumber
Negara berhak untuk memungut pajak atas penghasilan hasil bersumber
pada suatu Negara yang memungut pajak. Dengan demikian wajib pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenai
pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
PEMBAGIAN PAJAK DAN PEMBEDAANYA

Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut


pajak dengan wajib pajak, apabila diperhatikan materi pajak, maka hukum
pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni :

1. Hukum pajak materil

Memuat norma-norma yang menerangkan keadaan. Perbuatan,


peristiwa hukum yang dikenakan pajak ( objek-objek ) siapa yang akan
dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu
tentang timbulnya dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antar
pemerintah dan wajib pajak, misalnya undang-undang pajak penghasilan.

2. Hukum pajak formal

Memuat bentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum pajak materil
menjadi kenyataan, hukum fomal memuat:

a. Tatacara penetapan utang pajak,


b. Hak-hak fiskus untuk mengawasi wajib pajak mengenai keadaan,
perbuatan dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak
c. Kewajiban wajib pajak sebagai contoh penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan dan hak-hak wajib pajak mengajukan keberatan
dan banding.

Maksud dari hukum pajak formal ini adalah untuk melindungi baik fiskis
maupun wajib pajak, untuk memberi jaminan, bahwa hukum materil akan
dapat dilaksanakan setepat-tepatnya.

Jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan dalam 3 (tiga)


golongan yaitu menurut sifatnya, sasaran/objeknya dan lembaga pemungutan.
a. Menurut sifatnya
Jenis pajak menurut sifat ini dapat dibagi 2 (dua) yaitu : pajak langsung
dan pajak tak langsung. Pajak langsung adalah : pajak yang bebannya
harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan
kepada orang lain serta dikenakan secara langsung pada waktu-waktu
tertentu, contoh pajak penghasilan. Sedangkan pajak tidak langsung
adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan
hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu
saja. PPn, bea materi, cukai tembakau

b. Menurut objeknya
Jenis pajak menurut objek dapat dibagi dua (2) pajak subjektif dan pajak
objektif. Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan
pertama-tama memperthatikan keadaan pribadi wajb pajak (subjeknya)
setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan
objeknya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak.
Misalnya pajak penghasilan. Sedangkan pajak objektif adalah jenis pajak
yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi
wajib pajak (subjeknya) setelah diketahui keadaan subjeknya barulah
diperhatikan keadaan objektifnya sesuai daya pikul apakah dapat
dikenakan pajak atau tidak. Misalnya pajak penghasilan. Sedangkan
pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa
yang menyebabkan timbulnya kewajiban menjaga pajak. Setelah
diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan
hukum dengan objek yang telah diketahui, misalnya pajak pertambahan
nilai.

c. Menurut lembaga pemungutannya


Jenis pajak ini dapat dibagi dua (2) jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan jenis-jenis pajak dipungut oleh daerah, yang
sering disebut pajak pusat dan pajak daerah.

Pajak pusat adalah pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan


pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak atau bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan dan bea materi. Sedangkan pajak
daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang dalam
pelaksanaannya sehari hari dilakukan dinas pendapatan daerah, hasil
pemungutan pajak dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian penerimaan
anggaran pendapat dan belanja daerah, misalnya, pajak kendaraan bermotor,
bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak
reklame, pajak penerangan jalan, pajak pemanfaatan air bawah tanah, dan air
permukaan.

SISTIM PEMUNGUTAN PAJAK


Sistim pemungutan pajak dapat dibagi atas 4 ( empat ) macam :

1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang


memberi wewenang kepada pemungutan pajak untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar seseorang. Dengan sistem ini
masyarakat bersifat pasif dan menunggu keluarnya suatu ketetapan
pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak sesesorang baru diketahui
setelah adanya surat ketetapan pajak. Contoh :
PBB.

2. Semi self assessment sistem adalah suatu sistem pemungutan pajak


yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk
menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang. Dalam sistem ini
setiap tahun pajak, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang untuk tahun berjalan yang merupakan angsuran bagi wajib
pajak yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun fiskus
menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data
yang dilaporkan.

3. Self assessment sistem adalah suatu sistem pemungutan pajak yang


memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya
utang pajak. Dalam sistem ini wajib pajk yang aktif sedangkan fiskus
tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terutang
seseorang, kecuali wajib pajak melanggar ketentuan berlaku. Contoh :
PPh Orang Pribadi/ Badan.
4. Withholding sistem adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga tersebut
selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada fiskus. Pada sistem ini
fiskus dan wajib pajak tidak aktif. Fiskus hanya melaporkan bertugas
mengawasi saja pelaksanaan pemotongan atau pemungutan yang
dilakukan pihak ketiga. Contoh : PPh.

STELSEL PAJAK

Pajak merupakan sistem yang diatur dalam undang-undang , untuk itu


tata cara pemungutan juga diatur dalam undang-undang. Salah satu tata cara
pajak adalah stesel. Stesel merupakan suatu cara untuk menghitung besarnya
pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Adapun stesel itu ada tiga ( 3 ) :

1. Stesel fiktif ( fictieve stesel ) pengenaan didepan adalah merupakan


pengenaan pajak yang didasarkan atas suatu anggapan dan anggapan
tersebut tergantung pada ketentuan bunyi undang-undang. Misalnya
penghasilan wajib pajak pada tahun berjalan dianggap sama dengan
penghasilan pada tahun sebelumnya, tanpa memperhatikan kondisi
sesungguhnya atas besar penghasilan pada tahun berjalan yang
sehuarusnya menjadi dasar penetapan besarnya pajak pada tahun
berjalan. Dengan adanya anggapan maka fiskus mudah menetapkan
besarnya utang pajak untuk tahun yang akan datang.
2. Riel stelsel (stelsel nyata ) dimana pengenaan pajak didasarkan pada
obyek ( misalnya penghasilan ) yang riel atau nyata, sehingga
pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah
obyek yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan/kebaikan dari stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dipungut pada akhir periode ( setelah obyeknya
diketahui ).
3. Mix stelsel atau stelsel campuran. Stelsel campuran merupakan
kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Dalam
penerapannya, stelsel campuran mula-mula pada awal tahun ditentukan
jumlah pajak berdasarkan jumlah anggapan tertentu dan kemudian
setelah tahun pajak berakhir diadakan koreksi sesuai dengan stelsel
nyata. Kebaikan dari stelsel ini adalah bahwa pajak sudah dapat
dipungut pada awal tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah fiskus
menghitung kembali jumlah pajak setelah tahun pajak berakhir sehingga
mengakibatkan beban pekerjaan fiskus bertambah drastis dan akibatnya
seringkali tidak terselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai