Anda di halaman 1dari 13

Rabu, 12 Februari 2020

RINGKASAN MATERI PERKULIAHAN


PERPAJAKAN 1
SAP 1

Kelompok 3
I Kadek Adi Arta (02/ 1907531002)
Kadek Ririn Sinthya Dewi (13/ 1907531018)
Putu Isma Suyanti Wirantini (14/ 1907531019)
Ni Made Dwi Okayanti (15/ 1907531024)

REGULER BUKIT
FEB UDAYANA
2020
PEMBAHASAN

1.1 Sejarah Perpajakan


Pajak pada mulanya adalah sebuah utpeti (pemberian secara cuma-cuma) dan sifatnya
memaksa. Pada saat itu, rakyat memberikan utpeti kepada raja berupa padi, ternak, atau
hasil tanam lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian rakyat pada saat itu
digunakan untuk keperluan raja atau penguasa setempat. Sementara imbalan atau prestasi
yang diberikan kepada rakyat tidak ada karena sifatnya memang hanya untuk kepentingan
sepihak. Hal itu disebabkan karena status social rakyat lebih rendah dari raja.
Namun, dalam perkembangannya, sifat utpeti yang mulanya untuk kepentingan raja,
sudah mengarah pada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya, pemberian yang dilakukan
rakyat kepada penguasa digunakan untuk keperluan umum. Seperti menjaga keamanan
rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah, dan
membangun sarana social lainnya seperti taman. Seiring dengan perkembangan zaman,
maka dibuatlah suatu aturan yang lebih baik dan sifatnya memaksa berkaitan dengan sifat
utpeti tersebut dan memperhatikan unsur keadilan.
Berkembangnya masyarakat hingga akhirnya membentuk suatu negara dan dengan
dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak melatarbelakangi dibuatnya suatu
ketentuan. Yaitu undang-undang (UU) yang mengatur tentang tata cara pemungutan
pajak, jenis-jenis pajak yang dapat dipungut pihak yang harus membayar pajak, serta
besarnya pajak yang harus dibayar.
Sejak zaman penjajahan Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-
undang mengenai pajak. Namun, karena terlalu banyaknya undang-undang yang
dikeluarkan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaan dan
ternyata tidak memenuhi rasa keadilan karena dibuat untuk kepentingan penjajahan
Belanda. Menyadari kondisi tersebut, maka pada tahun 1983 pemerintah bersama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat melakukan reformasi undang-undang
perpajakan yang ada dan mencabut semua undang-undang yang ada dan mengundangkan
5 paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah untuk dipelajari dan
mengutamakan unsur keadilan. Bahkan system perpajakan yang semula official
assessment menjadi self assessment
Selanjutnya pada tahun 2007 sampai dengan 2009, pemerintah Bersama DPR sepakat
melakukan perubahan atas undang undang perpajakan lagi. Perubahan UU KUP ditujukan

1
dalam rangka lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib
pajak (WP) dan untuk lebih memberikan kepastian hokum serta mengantisipasi
perkembangan di bidang teknologi informasi. Sementara itu, perubahan UU PPh dan UU
PPN dan PPnBM dilatarbelakangi dalam rangka mengamankan penerimaan negara yang
makin meningkat, mewujudkan system perpajakan yang netral, sederhana, stabil, dan
lebih memberikan keadilan, serta menciptakan kepastian hokum dan transparansi.
Perubahan Undang Undang tersebut adalah:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 16 Tahun 2000
diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007, mulai berlaku Januari 2008
2. UU PPh No. 17 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008, mulai
berlaku 1 Januari 2009
3. UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah No. 18 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009, mulai berlaku
1 April 2010.
Dengan dilakukannya perubahan atas berbagai perangkat perundang-undangan di bidang
perpajakan menunjukkan bahwa pemerintah selalu memperhatikan pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam melanjutkan pembangunan yang sumber utamanya
berasal dari pajak.

1.2 Pengertian Pajak, Retribusi, dan Sumbangan


1. Pajak
Dalam menjalankan pemerintahannya, negara mempunyai kewajiban untuk
menjaga kepentingan rakyatnya baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan,
pertahanan maupun kecerdasan kehidupannya. Selaras dengan itu, untuk dapat
melakukannya dengan baik, negara tentunya memerlukan dana. Dana yang
didapatkan ini berasal dari rakyat melalui pemungutan yang telah disetujui
bersama dan disebut pajak. Terdapat banyak pengertian dari para ahli tentang
pajak yaitu
a. Mr. Dr. N. J. Feldmann
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada
penguasa (menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum) tanpa
adanya kontra prestasi dan semata – mata digunakan untuk menutupi
pengeluaran – pengeluaran umum.”
b. Prof. Dr. M. J. H. Smeets

2
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma –
norma umum dan yang dapat dipaksakannnya, tanpa adanya kontra prestasi
yang dapat ditunjukkan secara individual, maksudnya adalah untuk
membiayai kepentingan umum.”
c. Dr. Soeparman Soemahamidjaja
“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau baramg yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang – barang dan jasa – jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.”
d. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang –
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”

Berdasarkan 4 pengertian diatas, maka dapat kita ketahui unsur – unsur pajak :

a) Pembayaran pajak harus berdasarkan undang – undang


Pajak memiliki landasan yuridis (hukum) yang mengacu pada Pasal 23 (2)
UUD 1945,”Segala pungutan pajak harus berdasarkan undang –
undang.” Keberadaan undang – undang ini juga menandakan persetujuan
rakyat untuk bersedia dipunguti pajak oleh pemerintah melalui
perwakilannya di DPR.
b) Sifatnya dapat dipaksakan
Dana yang berasal dari pajak berasal dari rakyat dan dipergunakan untuk
kepentingan rakyat juga. Agar ada kepastian bahwa dana yang
dikumpulkan berkesinambungan, maka dibuatlah aturan pemaksaan
pembayaran pajak. Artinya, bila wajib pajak tidak membayar pajak,
pemerintah dapat melakukan upaya paksa (berupa pengeluaran surat
paksa) supaya wajib pajak mau melunasi utang pajaknya.
c) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak
d) Pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah)
Hal ini karena roda pembangunan berada di tangan pemerintah. Jadi pajak
yang diterimanya digunakan sebaik – baiknya untuk pembangunan

3
negara. Pemakaian dana pajak inipun dapat dilihat pada mekanisme
kontrol tiap tahun dalam wujud APBN/APBD (transparansi). Selain itu
pemerintah tidak seperti swasta yang berorientasi pada keuntungan
semata.
e) Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2. Retribusi
Retribusi berasal dari kata retributio (latin) yang berarti pungutan. Restribusi ini
hampir mirip dengan pajak, perbedaannya terdapat pada kontra-prestasi yang bisa
didapatkan secara langsung atas pembayarannya. Umumnya restribusi diberikan
atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan
pemerintah, seperti: pembayaran aliran listrik, pembayaran air, parkir, penyediaan
penginapan, retribusi pelayanan pemakaman dan lain sebagainya.
Mengenai masalah imbalan yang didapat secara langsung oleh si pembayar
mengacu pada sifatnya yang ekonomis. Artinya, jika mau membayar retribusi,
maka manfaat ekonominya langsung dapat dirasakan. Namun apabila manfaat
ekonominya sudat dirasakan tapi retribusi belum dibayar, maka secara yuridis
pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.
3. Sumbangan
Sumbangan dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan untuk kepentingan
kelompok tertentu, yang tidak memerlukan dasar hukum dan tidak dapat
dipaksakan (sukarela). Asas pengadaan sumbangan inipun bersifat gotong
royong. Misalnya: sumbangan korban bencana alam, sumbangan untuk membuat
ogoh – ogoh, sumbangan perbaikan jalan dsb.

1.3 Peranan dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan


1. Peran Pajak dalam Pembangunan
Sebenarnya manfaat pajak sudah kita rasakan terlebih dahulu bahkan saat kita
masih berada didalam kandungan. Saat lahir, kita dirawat oleh dokter, bidan atau
perawat di rumah sakit. Ketika kita menuju ke rumah sakit, secara tidak langsung
kita sebenarnya telah mendapatkan keamanaan dijalan raya yang diberikan oleh
pihak kepolisian/tantara hingga hingga kita bias sampai ditujuan dengan selamat.
Kelahiran kitapun telah dicatat dan di administrasikan di Kantor Catatan Sipil.

4
Lalu berlanjut saat kita mulai menjalani pendidikan baik dari tingkat dasar
hingga perguruan tinggi, kita sudah menikmati fasilitas sistem pendidikan
nasional yang telah disediakan oleh pemerintah. Bahkan nanti ketika kita sudah
berkerja dan berpenghasilan, itu semuanya sebenarnya dimungkinkan karena
adanya fasilitas umum yang sudah kita nikmati sbeelumnya.
Jadi jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul terkait dengan alasan
mengapa seseorang diwajibkan untuk membayar pajak, adalah tidak lain karena
agar tersediannya sarana dan fasilitas umum yang dapat digunakan bersama dan
jangan lupakan fasilitas-fasilitas yang telah kita gunakan jauh sebelum kita
mampu untuk mebayar kewajiban kita kepada negara.
Berbagai fasilitas publik yang dibuat oleh pemerintah adalah atas pajak-pajak
yang terbayarkan kepada negara. Pembayaran pajak yang kita lakukan juga
digunakaan untuk meningkatkan tingkat kehidupan generasi mendatang dan juga
keberlangsungan pembangunan dari suatu negara. Dengan kata lain, bahwa
kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakatnya dalam
membayar pajak.
Apabila kita amati dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), diketahui bahwa sumber penerimaan APBN diperoleh dari tiga sumber,
yaitu:
a) Penerimaan perpajakan, terdiri atas:
Pajak dalam negeri; dan
Pajak perdagangan Internasional;
b) Penerimaan negara bukan pajak;
c) Penerimaan Hibah dari dalam negeri maupun luar negeri

Dari ketiga sumber penerimaan tersebut diatas, penerimaan dari sektor pajak
ternyata merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara. Penerimaan
perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri
dan pajak perdagangan internasional. pajak dalam negeri terdiri atas: Pajak
Penghasilan; Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah: Pajak Bumi dan Bangunan; Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/
Bangunan; Cukai; dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan internasional
berasal dari Bea Masuk dan Bea Keluar.

2. Fungsi Pajak

5
Dalam beberapa lietratur, sering disebutkan fungsi pajak ada dua fungsi, yaitu
fungsi bugedter dan fungsi regulerend. Dalam perkembangannya sekarang fungsi
pajak tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi
demokrasi dan fungsi redistribusi.
a) Fungsi budgeter
Fungsi budgeter merupakan fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu
fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai
dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada surplus akan digunakan
sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
b) Fungsi regulerend
Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan
digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
letaknya diluar bidang keuangan. Fungsi ini umumnya dapat dilihat pada
sector swasta.
c) Fungsi demokrasi
Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah
satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong. Fungsi ini sering
dikaitkan dengan hak seseorang apabila ia telah melakukan kewajibannya
membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia
mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik
termasuk pelayanan atas hak demokrasi ini.
d) Fungsi redistribusi
Fungsi redistribusi adalah fungsi yang lebih menekankan kepada unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Misalnya pajak lebih besar
dibebankan kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih besar
dan pajak yang lebih kecil di bebankan kepada masyarakat yang
berpengasilan rendah.

1.4 Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional


Letak hukum pajak berada dalam tata hokum nasional. Hukum pajak merupakan
bagian dari hukum administrasi negara yang merupakan segenap peraturan hukum yang
mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga

6
negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas asministrasi negara. Sekalipun
kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, dalam
pengaturan materinya banyak memiliki kesamaan dengan hukum perdata dan pidana.
Baik dari istilah-istilah yang digunakan, penafsiran yang digunakan, dan sanksi-sanksi
yang digunakan banyak mengambil dari hukum perdata dan hukum pidana.
a) Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
Hukum pajak dengan hukum perdata merupakan dua cabang ilmu hukum yang
hubungannya sangat erat. Hukum perdata sendiri merupakan hubungan hukum
yang terjadi antar sesama anggota masyarakat. Sedangkan hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik atau hukum administrasi negara yang
mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan masyarakat (wajib pajak).
Ketika misalnya terjadi hubungan hukum perdata antara sesama anggota
masyarakat misalnya dalam hal jual beli barang berupa sepeda motor, atas
perjanjian jual beli tersebut menjadi dasar berlakunya hukum pajak. Saat penjual
dan pembeli melakukan transaksi jual beli, saat itu pula penjual dan pembeli
mempunyai konsekuensi hukum dibidang perpajakan yakni harus mentaati
ketentuan undang-undang perpajakan. Dimana penjual wajib memungut pajak
atas barang yang dijual, menyetorkan pajak yang telah dipungut serta
melaporkannya ke kantor pajak. Sedangkan bagi pembeli diwajibkan membayar
sejumlah uang pajak kepada penjual.
Sesorang yang mendapatkan warisan pun mempunyai konsekuensi hukum secara
perdata. Pasal 833 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) menyatakan
“sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum perolehan hak milik atas
segala barang segala hak dan segala piutang si yang meninggal”. Konsekuensi
hukum secara perdata tersebut diberlakukan dalam hukum pajak pada pasal 2
ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 (UU PPh).
Subjek hukum dalam hukum perdata yang terdiri atas orang pribadi dan badan,
juga dipergunakan dalam hukum pajak seperti yang diatur dalam Pasal 2 UU PPh,
pasal tersebut menegaskan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi, warisan, badan dan bentuk usaha tetap. Dengan kata lain pengertian
subjek hukum maupun subjek pajak tidak berbeda. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hukum perdata merupakan rujukan dan dasar bagi hukum
pajak dalam mencari cara pengenaan pajak sebagai sasaran atau objek yang akan

7
dikenakan pajak. Hukum perdata merupakan induk berlakunya penerapan hukum
pajak.
b) Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Berbagai macam ketentuan yang diatur dalam kitab KUHPidana menjadi acuan
penerapan pidana ketika Wajib Pajak melanggar ketentuan tindak pidana yang
diatur dalam undang-undang pajak.
Ketentuan mengenai tindak pidana perpajakan diatur dalam pasal 38 sampai
dengan pasal 44B UU KUP. Khusus mengenai ketentuan pasal 38, 39, dan 39A
mengatur mengenai tindak pidana pajak yang dilakukan karena bersifat
kesengajaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum pajak dengan
hukum pidana merupakan hubungan hukum yang tidak dapat dipisahkan karena
hukum pajak yang berkaitan dengan masalah tindak pidana pajak tidak akan bisa
berjalan tanpa hukum pidana.

1.5 Syarat-syarat Undang-Undang Pajak Bagi Suatu Negara


Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi,
masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan
berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a) Syarat Keadilan
Sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai keadilan, maka dalam undang-
undang dan pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-
undangan yaitu mengenakan pajak secara umum dan merata, hal ini disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaan yaitu
dengan memberikan hak bagi si wajibpajak untuk mengajukan keberatan
pembayaran, penundaan pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
Syarat keadilan dapat dibagi menjadi:
 Keadilan Horizontal, Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan
membayar sama harus dikenakan pajak yang sama. Sehingga masyarakat
tidak terlalu dibebani dalam pembayaran pajak.

8
 Keadilan Vertikal, Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar
(gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
b) Syarat Yuridis
Pembayaran pajak harus seimbang dengan kekuatan membayar wajib pajak
berdasarkan peraturan Undang – Undang yang berlaku di suatu negara . Hal ini
akan memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik itu bagi
negara maupun warga negara.
c) Syarat Ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan tidak boleh
mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak. Sehingga dalam
pemungutan pajak perekonomian suatu negara tidak mengalami kelesuan.
Pemungutan pajak juga tidak boleh mengganggu atau menghalangi kelancaran
produksi maupun perdagangan/perindustrian.
d) Syarat Finansial
Di mana pajak yang dipungut cukup untuk pengeluaran Negara dan hendaknya
pemungutan pajak tidak memakan biaya yang terlalu besar. Sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutannya.

1.6 The Four Maxims Adam Smith


Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into The Nature and Causes of the Wealth of
Nations (Terkenal dengan nama Wealth of Nations) mengemukakan empat asas
pemungutan pajak yang lazim disebut “the Four Cannons Maxims Taxation”. Yaitu
empat hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan system perpajakan dalam
suatu negara.
1. Asas Kesamaan (Equality) dan Asas Keadilan (Equity)
Yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan
dan penghasilan wajib pajak dan tidak adanya diskriminasi antar wajib pajak, wajib
pajak dengan keadaan yang sama harus membayar pajak yang sama.
2. Asas Certainty (Asas Kepastian Hukum)
Kosa kata tersebut dalam bahasa inggris berarti kepastian. Smith mengemukakan
bahwa pajak tidak ditentukan secara sewenang – wenang. Hal ini berarti harus ada
ketentuan yang pasti (dasar hukum yang jelas). Apabila pemungutan pajak tidak
memiliki kepastian maka pelaksanaannya bisa saja ditentukan oleh petugas pemungut
pajak secara sewenang – wenang. Yang artinya kekuasaan tersebut dapat
9
disalahgunakan untuk keuntungan dirinya semata Keberadaan asas inipun sekaligus
memperkuat asas yang pertama yakni equality (keadilan), karena menurut Smith,
kepastian menjamin terciptanya keadilan.
Di Indonesia pajak diatur dengan menggunakan dasar hukum utama yakni UUD 1945
pasal 23A, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segala
pungutan pajak harus berdasarkan undang – undang dan apabila melanggar dapat
dikenakan sanksi.
3. Asas Convinience of Payment (Asas Pemungutan Pajak yang Tepat Waktu)
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak ( saat yang paling baik ),
misalnya saat wajib pajak baru menerima penghasilan atau saat wajib pajak menerima
hadiah.
4. Asas Efficiency (Asas Efisiensi atau Asas Ekonomis)
Efficiency yang berarti biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan
sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Wirawan B.; Burton, Richard. 2014. Hukum Pajak: Teori, Analisis dan
Perkembangannya. Jakarta: Salemba Empat

Agtian, Ferlin. 2018. Pengertian Pajak, Retribusi dan Sumbangan. Tersedia pada:

http://ferlinagtian.blogspot.com/2018/11/pengertian-pajak-retribusi-dan-sumbangan.html
(Diakses pada 8 Februari 2020)

Safitri, Wanda. 2019. The Four Maxims Adam Smith. Tersedia pada:

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-asas-equality-menurut-adam-
smith/102245/4 (Diakses tanggal 8 Februari 2020)

Ditjen Pajak. Asas Pemungutan Pajak. Tersedia pada:

https://pajak.go.id/id/asas-pemungutan-pajak (Diakses tanggal 8 Februari 2020)

Hadi, Wiyoso. 2012. Membangun Patriotisme Pajak. Tersedia pada:

https://www.pajak.go.id/id/artikel/membangun-patriotisme-pajak (Diakses pada 9 Februari


2020)

Juniantaradewa 2017. 5 Syarat syarat undang undang pajak bagi suatu negara. Tersedia
pada:

https://www.coursehero.com/file/p3s9bod/5-Syarat-Syarat-Undang-Undang-Pajak-bagi-
Suatu-Negara-Tidaklah-mudah-untuk/ (Diakses pada 11 Februari 2020)

Wikepedia. Pajak https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pajak/ (Diakses pada 11 Februari 2020)

11

Anda mungkin juga menyukai