Anda di halaman 1dari 6

1.

1 Sejarah Perpajakan

Pajak pada mulanya merupakan suatu utpeti (pemberian secara Cuma-Cuma), tetapi
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh
rakyat. Namun dalam perkembangannya, pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja atau
penguasa tidak hanya digunakan untuk kepentinganraja semata melainkan untuk kepentingan
umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air
untuk pengairan sawah dan membangun sarana sosial lainnya seperti taman. Seiring dengan
perkembangan masyarakat maka dibuatlah suatu aturan yang lebih baik dan bersifat memaksa
berkaitan dengan sifat utpeti tersebut dengan memperhatikan unsur keadilan. Berkembangnya
msyarakat hingga membentuk suatu negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam
pemungutan pajak melatarbelakangi dibuatnya suatu ketentuan berupa undang-undang yang
mengatur tentang tata cara pemungutan pajak, jenis-jenis pajak yang dapat dipungut, pihak
yang harus membayar pajak, serta besarnya pajak yang harus dibayar.

Sejak zaman penjajahan Belanda ternyata sudah diberlakukan cukup banyak undng-
undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak diantaranya Ordonasi Rumah Tangga
(Stbl.1908 No.13), Aturan Bea Materai (Stbl. 1921 No. 498), UU Pajak Pembangunan I (UU
No.14 Tahun 1947). Kemudian dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat maka
diundangkan lagi beberapa undang-undang, diantaranya adalah UU Pajak Penjualan Tahun
1951 yang diubah dengan UU No.2 Tahun 1968; UU No.74 Tahun 1958 tentang Pajak
Bangsa Asing dan UU No.19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat
Paksa.

Pada tahun 1983 pemerintah bersamasama dengan DPR sepakat melakukan reformasi
undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan
mengundangkan lima paket undang-undang perpajakan bahkan sistem perpajakan yang
semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima paket undang-undang
tersebut yaitu UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP); UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh); UU No. 8 Tahun 1983
tentang PPN dan PPnBM; UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official
assessment); UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).

Kemudian pada Tahun 1994 empat dari kelima undang-undang tersebut mengalami
perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dianggap perlu. Selanjutnya pada Tahun
1997, pemerintah kembali mengadakan perubahan atas undang-undang perpajakan yang ada
dan membuat beberapa undang-undang baru demi mendukung undang-undang yang sudaha
ada.

Selanjutnya pada tahun 2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap


undang-undang yang dibuat pada tahun 1983. Pada tahun 2007 sampai dengan 2009,
pemerintah bersama DPR sepakat melakukan perubahan kembali dengan tujuan agar lebih
memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak (WP) dan untuk
lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan teknologi informasi.

Dengan dilakukannya perubahan atas berbagai perangkat perundang-undangan di


bidang perpajakan menunjukkan bahwa pemerintah selalu mementingkan pemangku
kepentingan dalam melanjutkan pembangunan yang sumber utamanya dari pajak.

1.2 Penegrtian Pajak, Retribusi dan Sumbangan

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH merumuskan pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja pajak adalah iuran wajib berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak yaitu pembayaran pajak harus
berdasarkan undang-undang, sifatnya dapat dipaksakan, tidak ada kontra prestasi (imbalan)
yang langsung dapat dirasakan pleh pembayar pajak, pemungutan pajak dilakukan oleh
negara, pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah bagi
kepentingan masyarakat umum.

Retribusi merupakan pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa atau
pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang
atau badan, misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat penyucian
mobil, pembayaran abonemen air minum , retribusi Izin Mendirikan Bangunan , dan
Retribusi Izin Gangguan.
Ada lima unsur yang melekat pada pengertian retribusi dimana empat diantaranya sama
dengan unsur dalam pengertian pajak namun bedanya adalah dakam retribusi terdapat kontra-
prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Sumbangan merupakan pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk
kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar hukum menurut
undang-undang serta tidak mempunyai unsur paksaan. Sumbanga lebih bersifat pada gotong
royong masyarakat setempat. Misalnya sumbangan pembangunn tempat-tempat ibadah dan
sumbangan perbaikan jalan.

1.3 Peran dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan Nasional

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,


khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak merupakan sumber pendapatan
negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Fungsi budgeter (anggaran), adalah suatu fungsi ysng terletak di sektor publik yaitu
fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-
undang yang berlaku. Dan nantinya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara,
baik pengeluaran yang bersifat rutin maupun pembangunan, seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan dan lain- lain.
2. Fungsi regulered (mengatur), adalah suatu fungsi dimana melalui kebijaksanan pajak,
pemerintah memiliki peluang yang lebih baik untuk mengatur pertumbuhan ekonomi.
Disini fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Umumnya
dapat dilihat pada sektor swasta.
3. Fungsi demokrasi, adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau
wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan
demi kemaslahatan manusia. Pada masa sekarang fungsi ini dikaitkan dengan hak
seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah.
4. Fungsi redistribusi, yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat. Misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan
pajak yang lebih besar kepada masyarakat yang berpenghasilan besar.

1.4 Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional

Melihat sistematika dasar tata hukum nasional, maka letak hukum pajak merupakan
bagian dari hukum administrasi negara, yang merupakan segenap peraturan hukum yang
mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara
serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi negara. Sekalipun kedudukan
hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, tetapi hukum pajak sudah
berdiri sendiri di samping hukum administrasi negara, karena hukum pajak juga mempunyai
tugas yang bersifat lain dari pada hukum administtasi negara pada umumnya, yaitu hukum
pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian Negara. Selain
itu, umumnya hukum pajak juga mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersenditi untuk
lapangan pekerjaannya. Walaupun hukum pajak merupakan hukum publik tetapi hukum
pajak mempunyai hubungan yang erat dengan hukum perdata (privat) dan saling
bersangkutan. Hal ini karena kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan
pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum
yang bergerak dalam lingkungan perdata seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian,
penyerahan, pemindahan hak karena warisan, kompensasi pembebasan utang, dan
sebagainya. Hubungan antara hukum pajak dengan hukum perdata ini mungkin sekali timbul
karena banyak d pergunaknya istilah-itilah hukum perdata dalam pajak. Walaupun harus
dipegang teguh prinsip bahwa pengertian yang dianut oleh hukum perdata tidak selalu dianut
oleh hukum pajak.

1.5 Syarat-Syarat Undang-Undang Pajak Bagi Suatu Negara


1. Syarat Keadilan
Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu dikenakan
kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar
(ability to pay) pajak tersebut, sesuai dengan manfaat yang diterimanya.
Syarat keadilan dapat dibagi menjadi: Keadilan Horizontal, Wajib Pajak yang
mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang
sama, Keadilan Vertikal, Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya
pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
2. Syarat Yuridis
Syarat pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang, oleh karenanya di
Indonesia dimuar dalam UUD 1945. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan, baik itu bagi negara maupun warga negara.
3. Syarat Ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan tidak boleh
mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak.
4. Syarat Finansial
Di mana pajak yang dipungut cukup untuk pengeluaran Negara dan hendaknya
pemungutan pajak tidak memakan biaya yang terlalu besar.
5. Syarat Pemungutan Pajak sistemnya harus sederhana
Salah satu dari Syarat pemungutan pajak yaitu sistem pemungutannya harus
sederhana, sehingga memudahkan dan mendorong masyarakan dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Syarat pemungutan pajak ini dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.

1.6 The Four Maxims Adam Smith


Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal The Four Maxims, asas pemungutan pajak adalag sebagai berikut :
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara harus sesuai dengan kemampuan dan
penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib
pajak.
2. Asas Certainly (asas kepastian hukum)
Semua pungutan pajak harus berdasarkan UU sehingga bagi yang melanggara akan
dapat dikenai sanksi hukum
3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan)
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik
bagi wajib pajak). Contohnya yaitu Wajib pajak baru saja mendapatkan penghasilan ,
Wajib pajak baru saja mendapatkan laba dan keuntungan
4. Asas Eficiency (asas efisiensi atau asas ekonomis)
Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dar hasil pemungutan pajak
DAFTAR PUSTAKA
Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, Yogyakarta: Andi Offset,
2005,
Drs. Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan Edisi 2, Jakarta : Granit, 2003
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta : Andi Offset, 2003

Anda mungkin juga menyukai