Anda di halaman 1dari 11

I.

Pendahuluan
Kebijakan dividen adalah merupakan keputusan keuangan yang dilakukan oleh
perusahaan setelah perusahaan beroperasi dan memperoleh laba. Kebijakan dividen
menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham atau
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Dengan
demikian pertanyaannya seharusnya adalah kapan (artinya, dalam keadaan seperti apa) laba
akan dibagikan dan kapan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu
meningkatkan nilai perusahaan.
Kebijakan dividen berpengaruh terhadap aliran dana, struktur finansial, likuiditas
perusahaan dan prilaku investor. Dengan demikian kebijakan dividen merupakan salah satu
keputusan penting dalam kaitannya dengan usaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Sebagaimana diketahui bahwa nilai perusahaan dipengaruhi oleh keputusan investasi,
keputusan pembiayaan, dan kebijakan dividen itu sendiri. Ketiga keputusan tersebut saling
berinteraksi satu sama lain, karena keputusan investasi dipengaruhi oleh tersedianya dana dan
biaya modal. Biaya modal dan ketersediaan dana dipengaruhi oleh besar kecilnya laba yang
ditahan.
Membahas tentang prosedur pembayaran dividen, faktor-faktor yang mempengaruhi
pembayaran dividen, dana yang bisa dibagikan sebagai dividen, Information Content
Hypothesis, Clintile Effect, pembagian dividen dalam bentuk saham (stock dividend),
pemecahan saham (stock split) dan pembelian kembali saham perusahaan (repurchase of
stock), serta kebijakan dividen dalam praktek.

II. Prosedur Pembayaran Dividen


Pada umumnya pembayaran dividen dilakukan secara tunai. Keputusan pembayaran
dividen di Indonesia berbeda dengan di Negara Amerika Serikat yang menyatakan bahwa
keputusan pembagian dividen berada di tangan board of directors. Di Indonesia keputusan
pembagian dividen melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan UU No 1
tahun 1995, pasal 62 ayat 1 dan 2. Apabila RUPS telah memutuskan untuk membagikan
dividen, maka tanggal tersebut merupakan declaration date.
Para pemegang saham yang namanya tercantum dalam Daftar Pemegang Saham
(DPS) pada tanggal tertentu dinyatakan berhak menerima dividen. Tanggal tersebut
dinyatakan sebagai date of record.

1
Lima hari kerja sebelum date of record, ditentukan tanggal ex-dividend. Pada tanggal
ini dan sesudahnya pembeli saham tidak berhak untuk memperoleh dividen yang akan
dibagikan. Pada hari tersebut dan sesudahnya, dikatakan saham diperdagangkan ex-dividend
date, sedangkan sebelumnya dikatakan saham diperdagangkan cum-dividend date.
Pada RUPS juga menyebutkan kapan dividen akan dibayarkan, dan bagaimana cara
pembayarannya. Tanggal pembayaran disebut payment date.
Gambar 14.1 disajikan untuk memperjelas pemahaman prosedur pembayaran dividen. Pada
gambar itu dapat diuraikan bahwa keputusan untuk membagikan dividen dilakukan pada awal
Januari. Saham yang dibeli pada tanggal 20 atau sebelumnya masih berhak memperoleh
dividen. Tetapi apabila saham tersebut dibeli pada tanggal 24 Januari sesudahnya, pemegang
saham tersebut tidak berhak memperoleh dividen. Para pemegang saham yang namanya
tercantum dalam daftar pemegang saham pada tanggal 31 Januari berhak memperoleh
dividen yang akan dibagikan pada tanggal 15 Februari.

Awal Januari 25 Januari 31 Januari 15 Februari


Declaration date ex-dividend date recond date payment date

Gambar 14.1 (prosedur pembayaran dividen)

Pembayaran dividen dilakukan melalui pemindahan bukuan atau pengalihan hak atas
saham ditutup pada saat pembayaran dividen. Jika pemindahan hak dilakukan sebelum
pembayaran dividen, maka pemegang saham yang baru yang akan menerima pembayaran
dividen. Perusahaan mengirimkan cek kepada pemegang saham pada tanggal pembayaran.
Peraturan yang mempengaruhi kebijakan dividen meliputi dividen harus dibayarkan
dari laba ditahan saat ini atau periode yang lalu. Selain itu dividen tidak dapat dibayarkan dari
modal saham. Pembayaran dividen tidak dapat dilakukan apabila perusahaan dalam keadaan
insolvency.

III. Faktor-faktor yang Mempengarughi Kebijakan Dividen


Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada umumnya meliputi:
1. Posisi kas atau likuiditas perusahaan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
membayarkan dividen. Bagi perusahaan yang memiliki laba ditahan yang cukup,

2
tetapi manajemen memutuskan untuk menginvestasikan ke dalam aktiva riil, maka
perusahaan tidak dapat membayar dividen dalam bentuk kas.
2. Kebutuhan pembayaran kembali utang perusahaan juga berpengaruh terhadap
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Adanya batasan dalam perjanjian
pinjaman kreditur, seperti misalnya pembayaran dividen hanya dapat dilakukan
setelah laba yang tersedia bagi pemegang saham dikurangi dengan angsuran pinjaman
atau apabila modal kerja mencapai tingkat tertentu. Di samping itu persetujuan
pemegang saham preferen dimana menuntut hak pembayaran dividen sebelum
pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa.
3. Tingkat ekspansi yang tinggi memerlukan dana yang besar, sehingga laba yang
diperoleh lebih baik ditahan. Stabilitas earning memungkinkan perusahaan untuk
mempertahankan payout ratio yang tinggi.
4. Akses perusahaan dipasar modal juga berpengaruh terhadap oleh usia dan skala
perusahaan, bagi perusahaan yang sudah established lebih mudah mempertahankan
lebih mudah mempertahankan payout ratio yang tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang kecil.
5. Posisi pemegang saham dalam kelompok pajak juga berpengaruh terhadap kebijakan
dividen. Kepemilikan perusahaan oleh investor yang kecil cenderung untuk memiliki
dividen. Kepemilikan perusahaan oleh investor yang kecil cenderung untuk memiliki
payout yang tinggi. Sedangkan kepemilikan perusahaan oleh pemegang saham yang
termasuk dalam kelompok pembayar pajak besar akan lebih menyukai untuk
mempertahankan payout yang rendah. Lebih lanjut posisi pembayaran pajak
perusahaan berpengaruh pula terhadap kebijakan dividen. Kemungkinan adanya
penalty atas kelebihan akumulasi laba ditahan mungkin akan mendorong untuk
memilih payout yang lebih tinggi.

IV. Dana yang Bisa Dibagikan Sebagai Dividen


Prakteknya pembagian dividen dikaitkan dengan laba yang diperoleh perusahaan
tersedia bagi pemegang saham. Laba ini ditunjukkan dalam laporan laba rugi yang disebut
sebagai laba setelah pajak (Earnings After Taxes).
Besarnya dana yang bisa dibagikan sebagai dividen (atau diinvestasikan kembali)
sama dengan laba setelah pajak. Dana yang diperoleh dari hasil operasi selama satu periode
tersebut adalah sebesar laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Meskipun demikian,

3
bukan berarti bahwa kita bisa membagikan jumlah ini sebagai dividen, maka perusahaan
tidak akan bisa melakukan penggantian aktiva tetap dimasa yang akan datang. Jika ini terjadi
maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan berkurang.
Berdasarkan teori keuangan, jumlah dana yang bisa dibagikan sebagai dividen bisa
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
Dividen = EAT + Penyusutan – Investasi A.T. – Penambahan M.K

Dimana:
EAT : Laba setelah pajak
AT : Aktiva Tetap
MK : Modal Kerja

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dana yang bisa dibagikan sebagai dividen
merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan (yaitu EAT + Penyusutan)
di atas keperluan investasi untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (investasi pada
aktiva tetap dan modal kerja). Hanya saja untuk menyederhanakan analisis sering
diasumsikan bahwa investasi pada aktiva tetap akan diambil dari penyusutan, dan modal
kerja dianggap tidak berubah. Sehingga dengan asumsi seperti itu maka besarnya dividen
ditentukan oleh EAT.
Maksimum Dividen = EAT

Apabila dividen yang dibagikan (Dividen Payout Ratio) misalnya hanya 40% dari
EAT, maka ini berarti bahwa yang 60% dipergunakan untuk menambah dana untuk
penyusutan untuk investasi pada aktiva tetap dan penambahan modal kerja.

V. Jenis-jenis Pembayaran Dividen


Seperti telah diuraikan bahwa maksimum besarnya dividen yang dibagikan sebesar
laba setelah pajak, maka besarnya dividen akan dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan
investasi. Berikut ini jenis-jenis alternative pembagian dividen:
1. Pembayaran dividen yang stabil
Perusahaan yang menganut kebijakan untuk membayarkan dividen per lembar
saham dalam jumlah yang stabil cenderung untuk memiliki payout ratio yang
rendah pada saat profit tinggi dan memiliki payout ratio yang tinggi pada saat
profit mengalami penurunan. Alasan untuk memberikan dividen yang stabil

4
dengan cara membiarkan payout ratio berfluktuasi adalah agar harga pasar saham
lebih tinggi. Hal ini mudah dipahami karena:
1) Dividen yang berfluktuasi lebih berisiko daripada dividen yang stabil, oleh
karena itu tingkat discount rate yang lebih rendah akan diterapkan pada
dividen yang stabil sehingga nilai saham yang lebih tinggi.
2) Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan dividen
akan lebih suka untuk menerima dividen dalam jumlah yang stabil (dividen
minimum) dan mengharapkan adanya premium atas saham itu.
3) Persyaratan listing surat berharga mensyaratkan dividen yang stabil dan tidak
terputus.

2. Residual Decision of Dividend


Penentuan besarnya dividen dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi
yang menguntungkan. Sejauh terdapat investasi yang menguntungkan maka dana
yang diperoleh dari operasi perusahaan akan digunakan untuk investasi tersebut.
Jika terdapat sisa barulah sisa tersebut dibagikan sebagai dividen. Apabila
pendapat ini dianut maka kita akan mengamati pola pembayaran dividen yang
sangat erratic. Suatu perusahaan membagikan dividen sangat banyak karena tidak
ada investasi yang menguntungkan, pada saat lain tidak membagikan dividen
sama sekali karena seluruh dana digunakan untuk investasi.

1) Payout ratio yang konstan


Beberapa perusahaan memilih untuk mempertahankan persentase payout
atas laba yang konstan. Dengan demikian apabila laba yang diperoleh
berfluktuasi, maka dividen yang dibayarkan juga akan berfluktuasi. Kebijakan ini
cenderung tidak akan memaksimumkan nilai saham perusahaan.
2) Pembayaran dividen reguler yang rendah disertai pembayaran ekstra
Kebijakan yang terakhir merupakan kebijakan yang moderat yaitu
merupakan kompromi atas dua kebijakan satu dan tiga yang lebih fleksibel.

5
1. Teori Kebijakan Dividen
1.1 Dividen Tidak Relevan
Teori dividen tidak relevan dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961),
yang selanjutnya disebut MM, yang berpendapat bahwa di dalam kondisi bahwa
keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap
kemakmuran pemegang saham, lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai
perusahaan ditentukan oleh carning power dari aset perusahaan. MM membuktikan
pendapatnya dengan asumsi:
1) Pasar modal yang sempurna dimana semua investor bersikap rasional
2) Tidak terdapat pajak
3) Tidak terdapat biaya emisi saham
4) Leverage tidak berpengaruh terhadap biaya modal
5) Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama
6) Distribusi pendapatan diantara dividen dengan laba ditahan tidak berpengaruh
terhadap biaya ekuitas
7) Kebijakan capital budgeting terlepas dari kebijakan dividen

Hal penting dari pendapatnya MM bahwa pengaruh pembayaran dividen


terhadap kemakmuran pemegang saham diimbangi dengan jumlah yang sama
dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Jadi yang penting
apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan NPV positif, tidak
peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari perusahaan
(laba ditahan) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). Dampak
keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal. Atau keputusan dividen
adalah tidak relevan.

1.2 Bird-in-the Hand Theory


Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1962) dan Lintner (1956, 1963), dimana
beliau berpendapat bahwa biaya ekuitas (Ke) perusahaan akan mengalami kenaikan
disebabkan oleh penurunan pembayaran dividen, karena investor yakin terhadap
penerimaan dan pembagian dividen dibandingkan dengan kenaikan nilai modal
(capital gain) yang dihasilkan laba tersebut.
Gordon-Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung di
tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Beliau juga berpendapat

6
bahwa kemungkinan capital gain yang diharapkan adalah lebih besar risikonya
dibandingkan dengan dividend yield yang pasti. Sehingga investor akan meminta
tingkat keuntungna yang lebih tinggi dan semakin tinggi jika Ke dipergunakan untuk
mensubsidi dividen. Dengan tegas Gordon-Lintner berpendapat bahwa investor akan
meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk setiap pengurangan dividend
yield.

1.3 Tax Differential Theory


Tax Diffrential Theory dikemukakan oleh Lizenberger dan Ramaswamy
(1979) mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan pajak pendapatan
perseorangan, pendapat yang relevan bagi investor adalah pendapatan setelah pajak,
sehingga keuntungan yang disyaratkan juga setelah pajak. Jika kembali perhatikan
model penilaian saham yang mempunyai tingkat pertumbuhan konstan Ke = D1/Po +
g; dimana tingkat keuntungan yang harapkan (Ke) terdiri dari unsur dividend yield
(D1/Po) dan capital gain (g) yang diharapkan, maka kedua komponen harus
disesuaikan pajak.
Investor lebih suka untuk menerima capital gain yang tinggi dibanding dengan
dividen yang tinggi. Dengan kata lain investor menghendaki perusahaan untuk
menahan laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada
pembayaran dividen dalam bentuk kas. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa investor
akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham
yang memiliki dividend yield yang lebih tinggi daripada saham dengan dividend
yield yang lebih rendah. Oleh karenanya kelompok ini cenderung menyarankan
bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau
bahkan tidak membagikan dividen.

2. Information Content Hypothesis


Manajer kenyataannya cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang
prospek perusahaan dibandingkan dengan investor atau pemegang saham, akibatnya
investor menilai bahwa capital gain lebih berisiko dibanding dengan dividen dalam
bentuk kas. Kenyataan tersebut berakibat sering terjadi bahwa pembayaran dividen selalu
diikuti dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen akan diikuti dengan
penurunan harga saham. Hal tersebut menunjukkan investor secara keseluruhan lebih
menyukai pembayaran dividen dibandingkan capital gain.

7
MM berpendapat bahwa kenaikan dividen oleh investor dilihat sebagai tanda
bahwa prospek di masa datang lebih baik. Sebaliknya penurunan dividen akan dilihat
sebagai tanda bahwa prospek perusahaan menurun. MM berkesimpulan bahwa reaksi
investor terhadap perubahan dividen tidak berarti sebagai indikasi bahwa investor lebih
menyukai dividen dibanding dengan laba ditahan. Kenyataan bahwa harga saham
mengikuti perubahan dividen semata-mata karena adanya information content dalam
pengumuman dividen.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menguji hipotesis ini, namun demikian
hingga saat ini untuk menentukan apakah perubahan harga saham yang mengikuti
perubahan dividen disebabkan karena: (a) kebijakan dividen satu tanda bagi investor
(signaling), (b) karena memang investor lebih menyukai dividen daripada capital gain
(preference effect), (c) karena kombinasi keduanya.

3. Clintile Effect
Kita mengetahui bahwa terdapat banyak kelompok investor dengan berbagai
kepentingan. Ada investor yang lebih menyukai pendapatan saat ini dalam bentuk
dividen seperti halnya individu yang sudah pensiun sehingga investor ini menghendaki
perusahaan membayar dividen yang tinggi. Tetapi ada pula investor yang menyukai
untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena kelompok investor ini
berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi.
Jika perusahaan menahan laba setelah pajak yang diperoleh, investor yang
menyukai pembayaran dividen akan kecewa. Memang para investor tersebut akan
menerima capital gain, tetapi untuk memenuhi kebutuhannya mereka terpaksa harus
menjual sebagian sahamnya. Sementara investor yang memilih untuk menginvestasikan
kembali pendapatannya, menghendaki perusahaannya untuk membayar dividen yang
rendah, karena bagi mereka pembayaran dividen yang besar berarti pajak dibayar juga
semakin besar. Ini terjadi karena mungkin kenaikan dividen mengakibatkan kenaikan
tarif pajak pendapatan sehingga dividen tidak begitu menguntungkan dibandingkan
dengan kenaikan pajak yang harus dibayar. Dengan demikian paling tidak terdapat dua
kelompok investor dengan dua kepentingan yang bertentangan.
Dengan adanya dua kelompok investor tersebut, perusahaan dapat menentukan
kebijakan dividen yang oleh manajemen dianggap paling baik. Kemudian biarkan
investor yang tidak menyukai kebijakan dividen perusahaan menjual saham mereka.
Dengan kata lain biarlah melakukan pemindahan investasi dari satu perusahaan ke lain.

8
Tetapi perlu diingat bahwa transaksi ini berlangsung efisien karena adanya biaya
transaksi dan pembayaran sebagai akibat penjualan saham.

4. Stock Dividen dan Stock Split


Kadang-kadang perusahaan memutuskan untuk membagikan stock dividend atau
pembayaran dividen dalam bentuk saham. Kondisi ini mengakibatkan jumlah lembar
saham akan bertambah sebesar jumlah lembar saham yang dibagikan sebagai dividen.
Misalkan stock dividend 20%, ini berarti bahwa setiap pemilik sepuluh lembar saham
akan memperoleh tambahan saham sebanyak dua lembar, atau dengan kata lain jumlah
lembar saham akan meningkat sebesar 20%.
Stock dividend tidak mengakibatkan kekayaan pemegang saham meningkat,
karena meningkatnya jumlah lembar saham diimbangi dengan turunnya harga saham
dengan proporsi yang sama. Tetapi jika pemegang saham berpendapat bahwa dana yang
dibagikan dalam bentuk dividen diinvestasikan kembali dan diharapkan memberikan
hasil yang menguntungkan sehingga Price earning ratio (PER) perusahaan meningkat,
maka profitabilitas perusahaan akan meningkat.
Kadang-kadang perusahaan melakukan pemecahan saham (stock split), sehingga
mengakibatkan jumlah lembar saham menjadi bertambah/berkurang. Tujuan utama
perusahaan melakukan stock split adalah untuk meningkatkan likuiditas dalam
perdagangan perusahaan (artinya saham perusahaan lebih sering diperdagangkan). Tidak
likuidnya saham seringkali disebabkan oleh: (1) harga saham terlalu mahal dan jumlah
lembar saham terlalu sedikit; (2) harga saham terlalu murah sehingga investor
mempersepsikan perusahaan kurang memiliki prospek. Dengan memecah saham,
misalnya dari satu menjadi tiga, maka harga saham akan turun menjadi sepertiganya
(kalau prospek dan risiko tidak berubah), jumlah lembar saham akan meningkat tiga kali.
Demikian juga sebaliknya dengan menggabungkan tiga menjadi satu maka harga saham
akan naik tiga kali, sehingga jumlah lembar saham akan berkurang sepertiganya.
Berikut diuraikan persamaan, perbedaan serta identifikasi karakteristik antara
stock dividend dengan stock split.
Perbedaan antara stock dividend dan stock split:
a. Stock dividend adalah hanya merupakan pemindahan bukuan saja dari rekening laba
yang ditahan ke dalam rekening modal saham. Stock dividend merupakan
pembayaran dividen dengan saham.

9
b. Stock split merupakan pemecahan nilai saham ke dalam nilai nominal yang lebih
kecil sehingga jumlah lembar saham yang beredar meningkat.
Persamaan antara stock dividend dan stock split adalah:
a. Tidak ada pendistribusian kas dalam kedua bentuk tersebut.
b. Keduanya mengakibatkan jumlah lembar saham yang beredar meningkat.
c. Total modal sendiri (net worth) tidak mengalami perubahan, tetapi hanya
komposisinya saja.

Identifikasi karakteristik:
a. Stock split tidak mempengaruhi rekening modal tetapi stock dividend
meningkatkan rekening modal dan mengurangi laba yang ditahan.
b. Stock split mungkin akan merubah par value tetapi stock dividend tidak merubah
par value.
c. Banyak bukti yang mendukung bahwa stock split dan stock dividend
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

5. Repurchase of Stock
Perusahaan sering harus melakukan Repurchase of Stock atau pembelian kembali
sahamnya karena memilki kelebihan kas, dan tidak ada kesempatan investasi yang
menguntungkan. Alasan lain mungkin karena perusahaan akan melakukan penggabungan
usaha dengan perusahaan lain. Dalam kondisi tidak ada kesempatan investasi yang
menguntungkan, maka pemberian dividen atau pembelian saham – tidak ada pajak dan
biaya transaksi – bagi investor akan sama saja. Dengan pembelian kembali maka jumlah
lembar saham yang beredar akan berkurang dan dividen per lembar saham akan lebih
besar, akhirnya harga pasar saham akan meningkat.
Brigham dan Housten (2002) mengungkapkan keuntungan dan kerugian
Repurchase of stock adalah:
Keuntungan Repurchase of Stock
(1) Repurchase of Stock dipandang sebagai indikasi bahwa saham dinilai terlalu
rendah atau undervalued.
(2) Pemegang saham memiliki pilihan untuk menjual saham mereka atau tidak.
(3) Dari pandangan manajemen pembelian kembali saham memberikan beberapa
keuntungan bila dibandingkan dengan pembayaran dividen. Misalnya, bila terjadi
kelebihan aliran kas yang bersifat sementara, manajemen lebih baik

10
mendistribusikan aliran kas tersebut dalam bentuk repurchase of stock dari pada
pembayaran dividen, karena pilihan peningkatan pembayaran dividen memiliki
konsekuensi untuk mempertahankan kenaikan tersebut di masa datang.
(4) Merupakan satu cara praktis bagi manajemen untuk melakukan restrukturisasi
keuangan perusahaan. Misalkan perusahaan mungkin akan menjadi lebih baik
apabila menggunakan utang lebih besar dalam struktur modalnya. Salah satu cara
yang dapat ditempuh dengan mengeluarkan obligasi kemudian melakukan
repurchase of stock dengan menggunakan dana yang berasal dari penjualan
obligasi.
Kerugian Repurchase of Stock
(1) Perusahaan mungkin membayar terlalu tinggi untuk repurchase of stock
perusahaan, sehingga sangat merugikan pemegang saham yang memilih untuk
tidak menjual sahamnya.
(2) Tidak semua investor memperoleh manfaat atas repurchase of stock, karena tidak
mengetahui implikasinya saat ini dan prospeksnya di masa datang.
(3) Perusahaan bisa dikenakan penalti apabila alasan repurchase of stock ini
dilakukan untuk menghindari pajak atas dividen.
(4) Beberapan investor memandang bahwa repurchase of stock dalam jumlah
merupakan indikasi perusahaan tidak memiliki pertumbuhan yang baik.

11

Anda mungkin juga menyukai