Anda di halaman 1dari 15

3.

1 KARAKTERISTIK VALUE FOR MONEY AUDIT

Untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh lemabaga-lembaga


pemerintah maka diperlukan perluasan sistem pemeriksaan, tidak sekedar conventional audit,
namun perlu juga dilakukan value for money audit (VFM audit). Dalam pemeriksaan yang
konvensional, lingkup pemeriksaan hanya sebatas audit terhadap keuangan dan kepatuhan
(financial and complaince audit) sedangkan dalam pendekatan baru ini selain audit keuangan
dan kepatuhan juga perlu dialkukan auidt kinerja (performance audit). Performance audit
meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut
management audit atau operational audit sedangkan audit efektivitas disebut program audit.
Istilah lain untuk performance audit adalah VFM audit atau disingkat 3Es audit (economy,
efficiency, effectiveness audit)
Audit kinerja yang meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, pada dasarnya
merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Pada audit
keuangan dan audit kinerja, tidak terdapat perbedaan definisi yang tajam karena definisi audit
kinerja sebagai suatu proses dapat diturunkan dari definisi audit keuangan. Pengertian audit
dalam audit keuangan adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara obyektif mengenai asersi atau tindakan dan kejadian ekonomi, kesesuaiannya
dengan kriteria/standar yang telah ditetapkan dan kemudian mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut (Malan, 1984).
Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian
ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi audit. Definisi audit kinerja adalah
suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat
melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam
pencapaian hasil yang diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hokum yang
berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan criteria yang telah
ditetapkan sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna
laporan tersebut (Malan,1984).
Kinerja suatu organisasi diniali baik jika organisasi yang bersangkutan mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar
yang tinggi dengan biaya yang rendah.Secara teknis kinerja yang baik bagi suatu organisasi
dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan
pada tingkat yang ekonomis, efisien , dan efektif. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektiviats
saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan/dimaknai secara terpisah atau
sendiri-sendiri. Konsep ekomoni memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam
operasional dapat diminalkan, konsep efisien memastikan bahwa output yang maksimal dapat
dicapai dengan sumber daya yang tersedia, koensep efektif berarti bahwa jasa yang
disediakan/diahsilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dengan tepat.
Salah satu hal yang membedakan VFM audit dengan conventional audit adalah dalam hal
laporan audit. Audit yang konvesional , hasil auditnya adalah berupa pendapat (opini) auditor
secara independen dan obyektif tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan criteria
standar yang telah ditetapkan, tanpa pemberian rekomendasi perbaikan. Sedangkan dalam VFM
audit tidak sekedar menyampaikan kesimpulan berdasarkan tahapan audit yang telah
dilaksanakan, akan tetap juga dilengkapi dengan rekomendasi untuk perbaikan di masa depan.

3.2 AUDIT EKONOMI DAN EFISIENSI


Ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada rasio terbaik
antara output dengan biaya (input). Karena output dan biaya diukur dalam unit yang berbeda
maka efisiensi dapat terwujud ketika dengan sumberdaya yang ada dapat capai output yang
maksimal atau output tertentu dapat dicapai dengan sumberdaya yang sekecil kecilnya. Audit
ekonomi dan efesiensi bertujuan untuk menentukan: (1) apakah suatu entitas telah memperoleh,
melindungi, dan menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, ruang, dan peralatan
kantor) secara ekonomis dan efisien; (2) penyebab terjadinya praktik praktik yang tidak
ekonomis atau efisien, termasuk ketidakmampuan organisasi dalam mengelola sistem informasi,
prosedur administrasi, dan struktur organisasi.
Secara lebih spesifik, The General Accounting Office Standards (1994) menegaskan
bahwa audit ekonomi dan efisiensi dilakukan dengan mempertimbangkan apakah entitas yang
diaudit telah:
1. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat;
2. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai dengan
kebutuhan pada biaya terendah;
3. Melindungi dan memelihra semua sumber daya yang ada secara memadai;
4. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan ;
5. Menghindari adanya pengangguran sumberdaya;
6. Menggunakan prosedur kerja yang efisian;
7. Menggunakan sumber daya (staf, peralatan, dan fasilitas) yang minimumdalam
menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas yang tepat;
8. Mengetahai persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaiatn dengan
perolehan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya Negara;
9. Melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan
dan efisiensi

Pada audit ekonomi dan efisiensi, ukuran output idealnya dispesifikasikan oleh organisasi
yang bersangkutan dan ukuran tersebut digunakan untuk mengukur kinerja manajer. Akan
menyimpang bila Auditor mengukur efisiensi berdasarkan criteria yang telah digunakan oleh
manajer untuk mencapai tuhuan.bagaimanapun juga dalam praktek mungkin output organisasi
sector public tidak dapat dinyatak secara eksplisit. Dengan berdasarkan pada ukuran input dan
output yang telah ditetapkan sebelumnya, auditor harus mampu menilai apakah output telah
dihasilkan dengan biaya yang rendah atau apakah biaya yang terjadi dapat menghasilkan output
yang lebih besar.
Untuk dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output yang optimal
dengan sumber daya yang dimilikinya, auditor dapat membandingkan output yang telah dicapai
pada periode yang bersangkutan dengan: (1) Standar yang telah ditetapkan sebelumnya, (2)
Kinerja tahun-tahun sebelumnya, (3) unit lain pada organisasi yang sama atau pada organisasi
yang berbeda. Berkaitan dengan standar yang telah ditentukan, harus diakui bahwa aktivitas
sector public tidak dapat sepenuhnya dipertanggungjawabkan dengan system biaya standar. Hal
ini disebabkan karena output yang dihasilkan oleh organisasi sector public seringkali tidak dapat
dihibingkan secara langsung dengan biaya.
Prosedur untuk melakukan audit ekonomi dan efisiensi sama dengan jenis audit yang
lainnya. Secara umum, tahapan-tahapan audit yang dilakukan meliputi: (1) Perencanaan audit (2)
Me review sistem akuntansi dan pengendalian intern, (3) Menguji sistem akuntansi dan
pengendalian interen, (4) Melaksankan audit, (5) Menyampaikan laporan.
3.3 AUDIT EFEKTIVITAS

Efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan. Menurut Audit Commission (1986),


efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan pihak yang
berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya. Audit efektivitas bertujuan
untuk : (1) Menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan (2) Menentukan
kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya (3) Menentukan apakah entitas yang
diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang memberikan hasil yang sama dengan biaya
yang paling rendah.

Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah untuk:

1. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan,apakah sudah
memadai dan tepat;
2. Menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan;
3. Menilai efektivitas program dan atau unsure-unsur program secara terpisah;
4. Mengidentifikasikan faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan
memuaskan;
5. Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternative untuk;
melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang yang lebih baik
dengan biaya yang lebih rendah;
6. Menentukan apakah program tersebut saling melengkap,tumpang tindih atau
bertentangan dengan program lain yang terkait;
7. mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik;
8. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program
tersebut;
9. menilai apakah system pengendalian manajeme sudah cukup memadai untuk mengukur,
melaporkan, dan memantau tingkat efektivitas program;
10. Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program.

Efektivitas berkenaan dengan dampak suatu output bagi pengguna jasa (konsumen). untuk
mengukur efektivitas suatu kegiatan harus didasarkan pada criteria yang telah ditetapkan
(disetujui) sebelumnya. Jika hal ini belum tersedia,auditor bekerja sama dengan top manajement
dan badan pembuat keputusan untuk menghasilkan criteria tersebut dengan berpedoman pada
tujuan pelaksanaan suatu progam. Meskipun efektivitas program tidak dapat diukur secara
langsung ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu
program yaitu: (1) Proksi untuk mengukur dampak/pengaruh (2) Evaluasi oleh konsumen (3)
Evaluasi yang menitik beratkan pada proses bukan pada hasil.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tingkat complain dan tingkat permintaan dari
jasa (konsumen) dapat dijadikan proksi pengukuran standar kinerja yang sederhana untk
berbagai jasa. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada evaluasi pelaksanaan progam
adalah sebagai berikut: (1) Apakah progam tersebut relevan ayau realistic (2) Apakah ada
pengaruh progam tersebut (3) Apakah progam telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (4)
Apakah cara-cara yang lebih baik dalam mencaoai hasil.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa audit kinerja pada dasarnya merupakan
perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Pada audit kinerja, kegiatan
pemeriksaan terhadap pengelolaan organisasi sector public terutama didasarkan atas tiga elemen
utama yaitu ekeonomi, efisiensi dan efektivitas. Penekanan kegiatan audit pada ekonomi,
efsisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang membedakan audit
kinerja dengan audit jenis laninnya. Baga berikut menjelaskan karakteristik audit kinerja yang
merupakan gabungan antara audit manajemen dan audit program :

Ekonomi
Audit
Manajemen
Audit Kinerja/
3E Efisiensi
Value For
Money Audit

Efektivitas Audit Program


Value for money audit secara umum mempunyai tiga kategori kegiatan yaitu :
1. By-Product VFM work
Pekerjaan value for money audit yang merupakan tujuan sekunder disamping pekerjaan-
pekerjaan utama yang lebih penting, pekerjaan ini biasanya kurang terstuktur
dibandingkan dengan kegiatan/tugas yang lainnya. Tipe pekerjaan ini biasanya berupaya
untuk mencari penghematan-penghematan dengan jalan melalui sedikit perubahann
dalam praktik kinerja. Perubahan yang dialkukan mungkin hanya sebagian kecil tapi
seringkali membawa manfaat yang substansial.
2. AnArrangement Review
Pekerjaan value for money audit yang dilakukan unutk menjamin/memastikan bahwa
klien telah melakukan tugas administrasi yang diperlukan unutk mencapai value for
money. Dalam organisasi yang memberikan jasa yang kompleks, operasi yang ekonomis,
efisien, dan efektif hanya dapat dilakukan jika terdapat serangkaian peraturan formal
untuk mengontrol penggunaan sumber daya. Auditor dapat mengecek dan menilai
keberadaan perturan formal semacam ini. Arrangement Review akan memberikan
gambaran bagi auditor untuk me review kinerja dan me review jasa-jasa terentu/khusus.
3. Performerce Review
Pekerjaan yang dilkaukan unutk menilai secara objektif value for moneyyang telah
dicapai oleh kilen dan membandingkannya dengan criteria (pembanding) yang valid.
Penilaian terhadap kinerja klien dapat dialkukan dengan membandingkan hasil yang
telah dicapai dengan kinerja masa lalu, target yang telah ditetapkan sebelumnya atau
kinerja organisasi sejenis lainnya.
Untuk melaksanakan proses audit kinerja pada oranisasi sector public (pemerintahan)
diperlukan beberapa prasyarat. Prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi dalam audit kinerja
yaitu:
1. Auditor (orang/lembaga yang melakukan audit), auditee (pihak yang diaudit), recipient
(pihak yang menerima hasil audit)
2. Hubungan akuntabilitas antara auditee (subordinate) dan audit recipient (otoritas yang
lebih tinggi)
3. Independensi antara auditor dan auditee
4. Pengujuan dan evaluasi tertentu atas aktivitas yang menjadi tanggung jawab auditee
olehn auditor unutk audite recipient.
Auditor seringkali sebagai pihak pertama dan memegang peran utama dalam pelaksanaan
audit kinerja karena auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari
organisasi yang diaudit, memeiliki kemampuan professional dan bersifat independen. Walaupun
pada kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk benar-benaar dilaksanakan secara mutlak,
antara auditor dan auditee harus berusaha untuk menjaga independensi tersebut sehingga tujuan
audit dapat tercapai. Pihak auditee biasanya terdiri dari manajemen atau pekerja suatu organisasi
yang bertanggungjawab kepada recipient dan bisa diebut sebagai pihak kedua. Recipient
merupakan pihak-pihak yang menerima laporan dan disebut sebagai pihak ketiga yang terdiri
dari beberapa kelompok antara lain : tingkatan yang lebih tinggi dari organisasi yang sama,
dewan komisaris, stockholder, masyarakat, dan investor baik secara individual maupun
kelompok.
Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam audit kinerja dan fungsi yangterjadi
diantara pihak-pihak tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Pihakhdgdg
Pihak Pertama :Auditor
Audit Relationship
Orang yang meguji akuntabilitas
pihak kedua untuik pihak ketiga dan
melaporkan kepada pihak ketiga

Fungsi Atestasi Fungsi Audit

Pihak Ketiga : pihak Fungsi Akuntabilitas Pihak Kedua : Entitas


yang menuntut yang diaudit
adanya akuntabilitas
Entitas bertanggungjawab pada pihak
Entitas menuntut akuntabilitas
ketiga dan akuntabilitas teresbut diuji
pihak kedua dan menerima
oleh pihak pertama
laporan hasil pengujian
akuntabilitas dari pihak pertama
Sebagaimana profesi di bidang lainnya, untuk menjadi seorang auditor sector public
diperlukan beberapa syarat yaitu :
1. Seseorang auditor harus telah diakui dapat melakukan pemeriksaan (audit) :
a. Mempunyai pemahaman tentang akun-akun yang ada, sesuai dengan perturan yang
berlaku serta menaati undang-undang yang ada
b. Auditor telah kemampuannya dalam melakukan praktik audit
c. Auditor harus dapat memahami apakah klien telah memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki secara ekonomis, efisien, dan efektif.
2. Seseorang auditor harus mematuhi kode etik yang berlaku.
3. Seseorang harus dapat melakukan audit dengan bertanggung jawab, karena terdorong
oleh kesadaran bahwa audit yang akan dilaksanakannya pada organisasi sektor public
terutama untuk memnuhi kepentingan masyarakat.

Secara umum ada dua prosedur untuk melaksanakan praktik auditing terhadap kinerja
organisasi secara komprehensif. Prosedur tersebut adalah management and technical review dan
special studies.
Manajement and Technical Review
Telaah fungsi manajemen secara umum mengenai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengendalian dan metode/teknik khusus yang digunakan oleh entitas untuk menentukan apakah :
(1) Rencana yang matang telah dikembangkan untuk mencapai hasil yang diinginkan (2)
Terdapat struktur yang memadai tentang wewenang dan tanggung jawab manajemen (3)
Manajemen telah secara jelas mengkomunikasikan ekspektasinya kepada pihak-pihak yang
bertanggungjawab atas operasi (4) pelaksanaan diawai dan dievaluasi secara regular dengan
menggunakan kriteria yang memadai sehingga varian dari rencana dapat dideteksi dan dikoreksi
tepat pada waktunya.
Special Studies
Telaah yang diarahkan untuk mencapai kesesuaian terhadap spesifikasi tertentu sesuai dengan
permintaan. Sebagai contoh, special studies mungkin dilaksanakan untuk : (1) Penelitian
mengenai dugaan terjadinya kesalahan atau kecurangan (2) Menilai kecukupan pengendalian
internal dalam system informasi manajemen atau system akuntansi yang diterapkan (3)
Konsultasi dengan manajemen berkaitan dengan masalah keuangan khusus atau berkaitan
dengan masalah kinerja (4) Mengevaluasi penggunaan dana untuk kegiatan investasi yang
mungkin berpengaruh terhadap operasi organisasi di masa mendatang.

3.4 STANDAR AUDIT PEMERINTAHAN (SAP) TAHUN 1995

Sejauh ini, Audit kinerja terhadap lembaga-lembaga pemerintahan indonesia dilakukan


dengan berpedoman pada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang dikeluarkan oleh Badan
Pemerikasa Keuangan (BPK) tahun 1995. SAP tersebut merupakan buku standar untuk
melakukan audit atas semua kegiatan pemerintahan yang meliputi pelaksanaan APBN, APBD,
pelaksanaan anggaran tahunan BUMN dan BUMD, serta kegiatan yayasan yang didirikan oleh
pemerintah, BUMN dan BUMD atau badan hokum lain yang didalam nya terdapat kepentingan
keuangan negara atau yang menerima bantuan pemerintah.

Standar-standar yang menjadi pedoman dalam audit kinerja terhadap lembaga pemerintah
menurut standar audit pemerintahan adalah sebagai berikut:

1. Standar Umum
a. Staf melaksanakan audit harus secara kolektif, memiliki kecakapan profesional yang
memadai untuk tugas yang disyaratkan.
b. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit harus independen, bebas dari
gangguan indepedensi yang bersifat pribadi dan yang diluar pribadinya, yang dapat
mempengaruhi independensinya, serta harus dapat mempertahankan sikap dan
penampilan yang independen .
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan pelaporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama
d. Memiliki sistem pengendalian intern yang memadai, dan sistem pengendalian mutu
tersebut harus di review oleh pihak lain yang kompoten (pengendalian mutu
eksteren).
2. Standar Pekerjaan Lapangan Audit Kinerja
Standar pekerjaan lapangan untuk audit kinerja terdiri atas empat hal:.
a. Perencanaan
Perencanaan harus direncanakan secara memadai
b. Supervisi
Staf harus diawasi (disupervisi) dengan baik
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Apabila hokum, peraturan perundang-undangan dan persyaratan kepatuhan lainnya
merupakan hal yang signifikan bagi tujuan audit, Auditor harus merancang audit
tersebut untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai kepatuhan tersebut.
Dalam semua audit kinerja, auditor harus waspada terhadap situasi atau transaksi
yang dapat merupakan indikasi adanya unsure pembuatan melanggar hokum atau
penyalahgunaan wewenang.
d. Pengendalian manajemen
Auditor harus benr-benar memahami pengendalian manajemen yang relevan dengan
audit. Apabila pengendalian manajemen signifikan terhadap tujuan audit, maka
auditor harus memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung pertimbangannya
mengenai pengendalian tersebut.
3. Standar Pelaporan Audit Kinerja
Standar pelaporan audit kinerja terdiri dari lima hal:
a. Bentuk
Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis untuk dapat mengkomunikasikan
hasil setiap audit
b. Ketepatan waktu
Auditor harus menerbitkan laporan untuk menyediakan informasi yang dapat
digunakan secara tepat waktu oleh manajemen dan pihak lain yang berkepentigan
c. Isi laporan
Standar pelaporan ketiga bentuk audit kinerja mencakup isi laporan. Isis lapran audit
meliputi : (1)Tujuan, Lingkup, Metodologi Audit diamana Auditor harus melaporkan
tujuan, lingkup, dan metodologi audit (2) Hasil Audit. Audit harus melaporkan
temuan audit yang signifikan (3) Rekomendasi. Auditor harus menyamaikan
rekomendasi untuk melakukan tindakan perbaikan atas bidang yang bermasalh dan
untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan entitas audit (4) Pernyataan Standar Audit
. Auditor harus melaporkan bahwa audit melaksanakan berdasarkan SAP (5)
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan (6) Ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan wewenang (7) Pelaporan secara
langsung tentang unsur perbuatan melanggar (8) Pengendalian manajemen (9)
Tanggapan pejabat yang bertanggungjawab (10) hasil/prestasi kerja yang patut
dihargai (11) Hal yang memerlukan penelaahan lebih lanjut (12) Informasi istimewa
dan rahasia
d. Penyajian pelaporan
Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan ringkas
e. Distribusi pelaporan
Laporan tertulis audit diserahkan oleh organisasi/lembaga audit kepada : (1) Pejabat
yang berwenang dalam organisasi pihak yang diaudit (2) Kepada pejabat yang
berwenang dalam organisasi pihak yang meminta audit (3) Pejabat lain yang
mempunyai tanggungjawab atas pengawasan secara hokum atau pihak yang
bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan temuan dan
rekomendasi audit (4) Kepada pihak lain yang diberi wewenang oleh entitas yang
diaudit untuk menerima laporan tersebut

3.5 AUDIT KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM KONTEKS OTONOMI


DAERAH
Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (goo
governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan.Pengawasan mengacu pada
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak diluar eksekutif (yaitu masyarakatdan
DPR/DPRD) untuk turut mengawasi kinerja pemerintah.Pengendalian (control) adalah
mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif (pemerintah) untuk menjamin dilaksanakannya sistem
dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi tercapai.Pemeriksaan merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional
untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar kinerja yang
ditetapkan.
Pada tataran teknis aplikatif juga berbeda, pengawasan oleh DPR/DPRD dilakukan pada
tahap awal. Pengendalian dilakukan terutama pada tahap menengah (operasionalisasi anggaran),
yaitu level pengendalian manajemen (management control) dan pengendalian tugas (task
control), sedangkan pemeriksaan dilakukan pada tahap akhir. Objek yang diperiksa berupa
kinerja anggaran (anggaran policy) dan laporan pertanggungjawaban keuangan yang terdiri atas
laporan dan nota perhitungan APBN/APBD, neraca, dan laporan aliran kas.
Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang disebabkan oleh adanya
penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif (abuse of power) maka pemberian wewenang tersebut
harus diikuti dengan pengwasan dan pengendalian yang kuat. Penguatan fungsi pengawasan
dapat dialkukan melalui optimaslisasi peran DPR/DPRS sebagai kekuatan penyeimbang (balance
power) bagi eksekutif, dan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung
melalui LSM dan organisasi sisoal kemasyarakatan sebagai bentuk kontorl social. Penguatan
fungsi pengendalian dilakukan melalui pembuatan system pengendlaian intern yang memadai
dan pemberdayaan auditor internal pemerintah.
Pengawasan oleh DPR/DPRD dan masyarakat tersebut harus sudah dilakukan sejak tahap
perencanaan, tidak hanya pada tahap pelaksanaandan pelaporan saja. Apabila DPR/DPRD lemah
dalam tahap perencanaan maka sangat mungkin pada tahap pelaksanaan akan mengalami banyak
penyimpangan. Akan ettapi harus dipahami bahwa pengawasan DPR/DPRD terhadap eksekutif
adalah pengawasan terhadap kebijakan (policy) yang digarsikan, buka pemeriksaan. Fungsi
pemeriksaan hendaknya diserahkan kepad lembag pemeriksa yang memiliki otoritas dan
keahlian profesioanl misalnya BPK, BPKP, atau akuntan public yang independen. Jika
DPR/DPRD menghendaki, dean dapat meminta BPK atau auditor independen lainnya untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kinerja eksekutif.

3.6 PERMASALAHAN AUDIT KINERJA LEMBAGA PEMERINTAH DI INDONESIA


Pemberi otonomi dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
daerah kabupaten/kota akan membawa konsekuensi perubahan pada pola dan system
pengawasan dan pemeriksaan. Perubahan perubahan tersebut juga memberikan dampak pada
unit-unit kerja pemerintah daerah seperti tuntutan kepada pegawai atau aparatur pemerintah
daerah untuk lebih terbuka, transparan dan bertanggungjawab atas keputusan yang dibuat.
Perubahan pola pengawasan yang mendasar adalah dengan diberinya keleluasaan kepada
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri diperlukan
peningkatan peran DPRD dan masyarakat luas dalam pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan, karena nantinya kepala daerah bertanggungjawab kepada DPRD dan masyarakat.
Pemberian kepercayaan kepada auditor dengan memberi peran yang lebih besar untuk
memeriksa lembaga-lembaga pemerintah telah menjadi bagian penting dari proses terciptanya
akuntabilitas public. Bagi auditor, dengan diberinya beran yang lebih besar maka auditor dituntut
untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme, kompetensi dan independensinya. Sejalan
dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional
sebagai Haluan Negara,dan Ketetapan No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi,Kolusi,dan Nepotisme, maka peran dan fungsi pengawasan dan
pemeriksaan menjadi sangat strategis. Kedua ketetapan MPR tersebut menggariskan bahwa
dipandang perlu untuk memberdayakan pengawasan oleh lembaga Negara, lembaga politik dan
kemasyarakatan dan meningkatkan keterbukaan pemerintah dalam pengelolaan keuangan
Negara untu menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan dalam rangka
membrantas praktik KKN, pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 28 Tahun 1999
tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.UU
No. 28 Tahun 1999 tersebut kemudian menjadi landasan hokum dibentuknya Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Dengan demikian untuk mengawasi jalannya
pemerintahan saat ini terdapat lembaga-lembaga pengawas dan pemeriksa yang sifatnya
independen yang memiliki tugas yang berbeda-beda. Diantaranya terdapat badan ombudsmen,
KPKN dan BPK. Disamping itu msyarakat diharapkan juga berperan aktif dalam proses
pengawasan penyelenggaraan Negara (watchdog) dengan cara memberikan informasi dan
menyampaikan saran serta pendapatnya secara bertanggungjawab.
Reposisi Lembaga Pemeriksa
Otonomi dan desentralisasi fiscal memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan keuangan. Hal yang harus diantisipasi adalah kemungkinan terjadinya
perpindahan penyelewengan dan KKN dari pemerintah pusat ke daerah. Kasus didi beberapa
Negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang
terlalu cepat tanpa pengawasan yang cukup justru meningkatkan korupsi di daerh, salah satu cara
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dangan mengoptimalkan fungsi pengawasan oleh
DPRD.
Harus disadari bahwa saat ini masih ada kelemahan dalam melakukan audit pemerintahan
di Indonesia. Kelemahan pertama bersifat inherent, sedangkan kelemahan kedua bersifat
sruktural. Pertama adalah tidak tersedia indikator kinerja yang memadai sebagai dasar untuk
mengukur kinerja pemerintah daerah. Hal tersebut umum dialami organisasi sektor publik karena
output yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik adalah berupa pelayanan publik yang tidak
mudah di ukur. Pengauditan terhadap kinerja pemerintah daerah akan lebih mudah bila telah
ditetapkan kriteria kinerja yang harus dicapai pemerintah daerah. Selain idak adanya kriteria
kinerja yang memadai permasalahan lainnya adalah belum adanya standar Akuntansi Keuangan
Pemerintah yang baku. Pada dasarnya pengauditan terhadap pemerintah daerah adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai dengan standard an kriteria yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah akan menghadapi masalah dalam melakukan pengukuran kinerja apabila
DPRD tidak menetapkan kriteria kinerja yang memadai. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan
kesulitan bagi pemerintah daerah akan tetapi juga auditor yang ditunjuk DPRD untuk mengaudit
kinerja pemerintah daerah. Oleh karena itu sangat penting bagi DPRD untuk menetapkan
performce indicator yang akan dijadikan sebagai pedoman bagi eksekutif daerah dalam
menjalankan tugasnya.

Kedua, terkait dengan masalah struktur lembaga pemeriksa pemerintah pusat dan daerah
Indonesia. Permasalahan yang ada adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang
overlapping satu dengan lainnya yang menyebabkan pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan
tidak efektif. Lembaga audit yang efisien dan efektif dapat terwujud jika ada pemisahan tugas
dan fungsi yang jelas dari lembaga-lembaga pemeriksa pemerintah, apakah sebagai auditor
internal atau auditor eksternal. Audit internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa
yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi. Yang termasuk audit internal adalah audit
yang dilakukan oleh Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di
lingkungan lemabaga negara dan BUMNBUMD, Inspektorat Wilayah Privinsi, Inspekorat
Wilayah Kabupaten/Kota, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Sedangkan audit eksternal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada
di luar organisasi yang diperiksa. Lembaga eksternal tersebut merupakan lembaga pemeriksa
yang independen. Dalam hal ini yang bertindak sebagai auditor eksternal pemerintah adalah BPK
karena BPK merupakan lembaga yang independen dan merupakan supreme auditor.
Reposisi lembaga pemeriksa tersebut akan efektif apabila semua lembaga pemeriksa yang
ada melaksanakan fungsi dan kewenangannya dengan baik. Reposisi lembaga pemeriksa
merupakan salah satu cara untuk memberdayakan lembaga pemeriksa Negara dan diharapkan
dapat diikuti dengan dihasilkannya standar akuntansi keuangan sector public dan standar
auditing pemerintah secara lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai