Anda di halaman 1dari 11

BAB I

1. LATAR BELAKANG MASALAH


Sebelum masuk pada pembahasan tentang Pendekatan pajak secara historis ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu apa itu definisi pajak dan pendekatan pajak secara historis.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani
pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negaraberdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Pendekatan pajak secara historis adalah pendekatan pajak ini dilihat dari segi sejarah
perubahan perundang undangan, perubahan hukum pajak, dan tata cara pemungutan pajak.
Dilihat dari sejarahnya pajak di Indonesia ada dua periode yaitu pajak sebelum reformasi dan
pajak sesudah reformasi.
Tujuan utama pembaruan perpajakan nasional ini adalah untuk lebih menegakkan
kemandirian kita dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan
lagi segenap kemampuan kita sendiri.
2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sejarah perpajakan di Indonesia ?
Bagaimana reformasi perpajakan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana sejarah perpajakan di Indonesia?


Dalam membahas tentang perpajakan Indonesia, hal terpenting yang tidak boleh
dilupakan adalah telah munculnya sistem perpajakan walaupun pada tingkat yang sederhana
sejak masa kerajaan tertua di Indonesia. Dalam perkembangannya, sejarah perubahan sistem
perpajakan selalu berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang menyertainya.
Berikut akan dipaparkan perkembangan reformasi sistem perpajakan yang berlaku di
Indonesia.
Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh
rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya
kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya
seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan
untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau
prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan
sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih
tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya
untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri.
Artinya pemberian kepada rakyat atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti
untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, pembangun saluran air, membangun
sarana sosial lainnya, serta kepentingan umum lainnya.
Perkembangan dalam masyarakat mengubah sifat upeti (pemberian) yang semula
dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, yang kemudian dibuat suatu aturanaturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih
diperhatikan. Untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam
membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga
hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.
Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak
undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
1.

Ordonansi Pajak Rumah Tangga;

1.

Aturan Bea Meterai;

2.

Ordonansi Bea Balik Nama;

3.

Ordonansi Pajak Kekayaan;

4.

Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;

5.

Ordonansi Pajak Upah;

6.

Ordonansi Pajak Potong;

7.

Ordonansi Pajak Pendapatan;

8.

Undang-undang Pajak Radio;

9.

Undang-undang Pajak Pembangunan I;

10.

Undang-undang Pajak Peredaran.

Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang, antara lain:


1.

UU Pajak Penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968;
1.

UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan Undangundang No. 10 Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;

2.

UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;

3.

UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;

4.

UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs
atau Tata Cara MPS-MPO.

Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyrakat mengalami


kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang di atas ternyata dalam
perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, dan masih memuat unsur-unsur kolonial.
Maka pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat
melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang3

undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang
sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam
hal pemungutan pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem
perpajakan yang semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima undangundang tersebut adalah:
1.

UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);

2.

UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);

3.

UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;

4.

UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);

5.

UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).

Pada tahun 1994, empat dari kelima undang-undang di atas kemudian mengalami perubahan
dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan undang-undang, yaitu:
1.

UU No.6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;

2.

UU No. 7 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994;

3.

UU No. 8 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;

4.

UU No. 12 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;

Kemudian pada tahun 1997 pemerintah membuat beberapa undang-undang yang berkaitan
dengan masalah perpajakan untuk mendukung undang-undang yang sudah ada, yaitu:
1.

UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian dan Sengketa Pajak;


1.

UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

2.

UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;

3.

UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

4.

UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
4

Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan untuk memberikan
rasa keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pada tahun 2000 pemerintah kembali
mengubah undang-undang perpajakan, yaitu:
1.

UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP;

2.

UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh;

3.

UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM;

4.

UU No. 19 Tahun 2000 tentang PPSP;

5.

UU No. 21 Tahun 2000 tentang BPHTB;

6.

UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD; serta

7.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.

Kemudian pada tahun 2002, dengan menimbang bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung maka dibentuklah
suatu Pengadilan Pajak dengan UU No. 14 Tahun 2002 sebagai pengganti UU No. 17 Tahun
1997.
Perubahan terakhir undang-undang perpajakan baru-baru ini dilakukan pada tahun 2007 dan
2008 yang menghasilkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun 2008 dan
UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun 2009. Namun, dilatarbelakangi
adanya sunset policybeberapa waktu lalu, maka UU KUP diperbaharui lagi dengan adanya
UU No. 16 Tahun 2009 sebagai penetapan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang hanya mengubah
satu bunyi ketentuan Pasal 37A ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007.UU PPN/PPNBM No.
42 tahun 2009 yg berlaku I April 2010.

2. Bagaimana Reformasi perpajakan di Indonesia?


Sistem perpajakan di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan atau yang kerap
disebut Tax Reform. reformasi pajak (Tax Reform) adalah perubahan yang mendasar di segala
aspek perpajakan. Setidaknya terdapat lima tahap reformasi perpajakan di Indonesia, yaitu:
1.

Tax Reform yang Pertama pada tahun 19831985;

2.

Tax Reform yang Kedua pada tahun 1997;

3.

Tax Reform yang Ketiga pada tahun 1997;

4.

Tax Reform yang Keempat pada tahun 2000;

5.

Tax Reform yang Kelima pada tahun 2002-2009.

Sejalan dengan tuntutan perubahan zaman dan kebutuhan yang melatarbelakangi, pemerintah
Indonesia telah melakukan berbagai langkah guna mereformasi sistem perpajakan di
Indonesia.

Reformasi

sistem

perpajakan

meliputi

dua

aspek

yaitu

1. Reformasi di bidang kebijakan perpajakan (Tax Policy Reform); melalui Perubahan UU


PPh, Perubahan UU PPN dan PPn Bm, Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai,
serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang
Perpajakan ini lebih dititik-beratkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di
bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan

Penerimaan perpajakan.
2. Reformasi sistem administrasi perpajakan (Tax Administrative Reform), meliputi :

Penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;

Pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP)
Besar (Large Tax Payer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi
berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi
dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate
Governance;

Pembangunan KPP khusus Wajib Pajak menengah, dan KPP khusus WP kecil di
Kanwil VI Direktorat Jenderal Pajak;

Pengembangan basis data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online;

Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta

Peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan
Komisi Ombudsman Nasional.

PAJAK-PAJAK YANG BERLAKU SEBELUM REFORMASI


Beberapa jenis pajak di Indinesia sebelum reformasi perpajakan dibedakan menjadi pajak
negara dan pajak daerah. Sejak zaman penjajahan Belanda diberlakukan UU yang mengatur
pembayaran pajak, yaitu sbb :

1.

Staatsblad No 13 Th 1908 tentang Ordonansi Rumah Tangga

2.

Staatsblad No 498 Th 1921 tentang Aturan Bea Meterai

3.

Staatsblad No 291 Th 291 tentang Ordonansi Bea Balik Nama

4.

Staatsblad No 405 Th 1932 tentang Ordonansi Pajak Kekayaan

5.

Staatsblad No 718 Th 1934 tentang Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor

6.

Dan masih banyak UU lain..

REFORMASI PAJAK 1983


Reformasi pajak (tax reform) atau pembaruan perpajakan, telah dilakukan sejak tanggal
1 Januari 1984. Bersamaan dengan dikeluarkannya serangkaian undang-undang adalah sbb :

1.

UU No 6 Th 1983 tentang Ketetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


7

2.

UU No 7 Th 1983 tentang PPh, dan diubah menjadi UU No 7 Th 1991

3.

UU No 8 Th tentang PPN dan PPnBM, direncanakan diberlakukan th 1984 juga tetapi

karena masih ada sesuatu yang harus dipersiapkan lebih matang maka UU tersebut
diperlakukan mulai 1 April 1985

4.

UU No 12 tentang PBB mulai diberlakukan tahun 1995

5.

UU No 13 tentang Bea Meterai mulai diberlakukan tahun 1995

REFORMASI PAJAK 1994


Reformasi perpajakan terus dilakukan perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan
perubahan sistem perekonomian. Setelah satu dasawarsa peraturan pajak dilaksanakan
diadakan lagi perubahan terhadap peraturan perpajakan. UU pajak yang dikeluarkan adalah
sbb :

1.

UU No 9 Th 1994 tentang UU No 6 Th 1983 tentang Ketentuan Umum dan


Tata Cara Perpajakan

2.

UU No 10 Th 1994 tentang Perubahan atas UU No 7 Th 1983 tentang PPh

3.

UU No 11 Th 1994 tentang UU No 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM

4.

UU No 12 Th 1994 tentang Perubahan atas UU No 12 tentang PBB

REFORMASI PAJAK 1997


Pada tahun 1997 dikeluarkan lagi serangkaian UU baru, untuk melengkapi UU yang telah
ada, adalah sbb :

1.

UU No 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

2.

UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3.

UU No 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

4.

UU No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

5.

UU No 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan

REFORMASI PAJAK 2000


Pada tahun 2000 seiring dengan perkembangan sosial dan ekonomi, pemerintah kembali
mengeluarkan serangkaian UU untuk mengubah UU yang telah ada, adalah sbb :
8

1.

UU No 16 Th 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No 6 Th 1983 tentang


Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan

2.

UU No 17 Thn 2000 ttg Perubahan Ketiga atas UU No atas UU No 7 tahun


1983 tentang PPh

3.

UU No 18 Thn 2000 ttg Perubahan Kedua atas UU No 8 Tahun 1984 tentang


PPN dan PPnBM

4.

UU No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

5.

UU No 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

6.

UU No 34 Thn 2000 ttg Perubahan atas UU No 18 Thn 1997 tentang Pajak


Daerah &Retribusi Daerah

REFORMASI PAJAK 2000 (lanjutan)


Pada tahun 2000 untuk lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum, pemerintah
akhirnya mengeluarkan UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak pengganti UU No
17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang kurang berpihak pada WP.
Pada tanggal 27 Juli 2007 pemerintah mengesahkan UU No 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan agar lebih memberikan kepastian.
Kemudian pada tahun 2008 PPh diubah dengan UU No 36 Tahun 2008 dan PPn dan PPnBM
diubah dengan UU No 42 Tahun 2009.
Tujuan dari penyempurnaan undang-undang pajak adalah dalam rangka ekstensifikasi dan
intesifikasi pengenaan dan pemungutan pajak yang sekaligus merupakan upaya peningkatan
keadilan beban pajak, penghapusan fasilitas pajak yang tidak memiliki landasan hukum yang
akan merugikan perekonomian nasional dan menutup peluang-peluang penghindaran
pajak(loopholes).
Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam jangka pnjang diharapkan dapat meningkatkan
investasi dan penerimaan negara untuk menuju kemandirian pembiayaan pembangunan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pajak secara historis
berkenaan dengan perubahan perundang-undangan, hukum pajak, dan tata cara
pemungutan pajak. Di Indonesia pajak telah dikenal sejak zaman kolonial belanda, ada
dua masa perpajakan di Indonesia yaitu perpajakan sebelum reformasi dan perpajakan
reformasi. Perpajakan sebelum reformasi masih kental dengan tata cara pada masa
kolonial, hal itulah yang menyebabkan pemerintah melakukan reformasi pajak agar
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Akademia. Reformasi Perpajakan di Indonesia. 29 Mei 2015.
http://www.academia.edu/6765364/REFORMASI_PERPAJAKAN_INDONESIA
2. Lazuardi, Ahmadi H. Mengenal Undang Undang Perpajakan di Indonesia dan
perubahannya. 29 Mei 2015. http://pajakita.blogspot.com/2009/04/mengenal-undangundang-perpajakan.html
3. Sania. Sejarah Perpajakan di Indonesia . 29 Mei 2015.
https://tsaniataxindonesia.wordpress.com/sejarah-pajak-di-indonesia/
4. Tama. Sejarah Perpajakan di Indonesia. 29 Mei 2015.
http://ekonomikieta.blogspot.com/2009/05/sejarah-perpajakan-di-indonesia-secara.html

11

Anda mungkin juga menyukai