Anda di halaman 1dari 23

SOAL LATIHAN PERPAJAKAN

1. Jelaskan sejarah perpajakan di Indonesia?


2. Dalam mendifinisikan atau menjabarkan pengertian pajak terdapat beberapapendapat,
sebutkan salah satu difinisi pajak yang peling tepat menurut Saudarakemudian :

a. Sebutkan unsur-unsurnya difinisi pajak yang saudara maksud?

b. Sebutkan dua persyaratan pajak yang paling harus dipenuhi agar


pelaksanaanpemungutan pajak tersebut tidak timbul hambatan?

c. Apa yang dimaksud Teori Asuransi dalam perpajakan sehingga bisa dikatakan bahwa
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak?

3. Jelaskan tentang wajib pajak dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
4. Jelaskan pula yang dimaksud dengan fungsi pajak dalam masyarakat? Masing-masing
di sertai contohnya.
5. Jelaskan Sumber-sumber penerimaan negara disertai contoh-contoh.
6. Berdasarkan Ilmu Pengetahuan Pajak, bahwa pembagian pajak dibagi menurut
golongan, sifat dan pemungutannya (kewenangannya). Uraikan dan sebutkan contoh-
contohnya.
7. Jelaskan mengenai subjek dan objek pajak?
8. Jelaskan perbedaan antara pajak dan retribusi?
9. Jelaskan dasar pembenaran dan dasar keadilan pemungutan pajak menurut Teori
Masyarakat Umum dan Teori Devident ?
10. Jelaskan dasar keadilan pembagian beban pajak menurut TEORI DAYA PIKUL, dan
berikan contohnya sesuai Pasal 7 ayat [1] yuncto Pasal 17 ayat [1] UU. No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan (PPh). Ingat apa yang dimaksud dengan PTKP dan lapisan tarif
PKP
11. Jelaskan dasar keadilan pembagian beban pajak, menurut Teori Kepentingan, serta
tunjukan kelemahan dari teori kepentingan.
12. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pajak Tidak Langsung (PTL) dan Pajak Langsung
(PLS), serta berikan contoh sesuai dengan perundang-undangan pajak yang berlaku baik
Pajak Pusat maupun Pajak Daerah.
13. Sebutkan landasanhukum pajak? Dan mengapa pajak harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan? Jelaskan!
14. Jelaskan macam-macam pajak
15. Jelaskan perbedaan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak. Jelaskan perbedaan
perhitungan denda atas SKPKB PPh Badan dan STP atas keterlambatan pembayaran
angsuran pajak?
16. Jelaskan apakah manfaat PBB dan BPHTB bagi daerah PBB dan BPHTB menjadi bagian
dari pajak daerah. Mengapa masih ada PBB yang dikelola oleh Pusat berikan alasan
mengapa? Berikan contoh 3 retribusi daerah.
17. Wajib pajak berhak untuk melakukan pembetulan SPT. Jelaskan apa yang dimaksud
dengan pembetulan? Jelaskan konsekuensi bagi perusahaan jika hasil pembetulan
menyebabkan pajak yang telah dilaporkan lebih tinggi?
JAWABAN :

1. Sejarah Perpajakan di Indonesia :

Sejarah perpajakan di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa kurun waktu yaitu masa
penjajahan Belanda, setelah merdeka sampai 1979, 1979 sampai tahun 1983, dan 1983 sampai
sekarang.
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, sistem perpajakan menekankan fungsinya pada segi
pemasukan keuangan untuk keperluan penjajahan di negri Belanda. Karena pajak ditarik dari
rakyat untuk kepentingan pembangunan di Negri Belanda maka sistem pemungutan pajak yang
dianut pada masa itu adalah sistem yang meletakkan dasar kekuatan administrasi perpajakan.
Sistem ini menekankan bahwa jumlah pajak terutang, sepenuhnya ditentukan oleh aparat pajak.
Kelemahan sistem ini adalah wajib pajak tidak diberikan kepercayaan sama sekali dalam
penghitungan utang pajaknya. Aparat perpajakan memiliki wewenang yang sangat luas, sehingga
sangat merugikan wajib pajak.
Setelah merdeka sampai 1979
Di indonesia,berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (Payment in kind),kerja paksa
maupun dengan bentuk uang dan upeti telah lama dikenal . Pungutan dan beban rakyat indonesia
semakin terasa besarnya,terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602 dan dilanjutkan dengan
pemerintahan kolonial belanda
Adapun himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan para wajib
pajak serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut,inilah yang lazim disebutdengan
hukum pajak khusus di indonesia telah diatur salah satu Direct tax, yakni :undang - undang
Republik 1ndonesia nomor 12 Tahun 1985 ,tentang Pajak bumi dan bangunan,yang berlaku sejak
Tanggal 28 Desember 1985 yang di undangkan dalam lembaran negara Republik indonesia nomor
3312 :dan penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran
Negara Republik indonesia tahun 1985 nomor 60.
Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma Cuma) namun
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat) kepada seorang raja ataupun penguasa.Saat itu,rakyat meberikan upetinya kepada
raja aatu penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperi pisang,
kelapa, dan lain –lain .Pemberin yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan prestasi yang dikembalikan kepada
rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah - olah ada tekanan
secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak
undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
9. Undang-undang Pajak Radio;
10. Undang-undang Pajak Pembangunan I;
11. Undang-undang Pajak Peredaran.
Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang, antara lain:
1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968;
2. UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;
3. UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
4. UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;
5. UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, PajaK Kekayaan,
dan Pajak Perseroan atau Tata Cara Mengitung Pajak Sendiri (MPS)-Menghitung Pajak Orang
lain (MPO.)

Tahun 1979 sampai tahun 1983


Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyrakat
mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang di atas ternyata
dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, dan masih memuat unsur-unsur kolonial.
Maka pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat
melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-
undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya
lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan
pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula
official assessment diubah menjadi self assessment.
Kelima undang-undang tersebut adalah:
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;
4. UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);
5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Dengan berlakunya undang-undang No.6, 7, dan 8 Tahun 1983 maka sistem perpajakan
Indonesia secara mutlak menganut sistem self assessment dan kewenangan aparat pajak tidak lagi
seluas kewenangan yang diperolehnya dalam undang-undang perpajakan yang lama

Tahun 1983 sampai sekarang.


Pada tahun 1994, empat dari kelima undang-undang di atas kemudian mengalami
perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan undang-undang, yaitu:
1. UU No.6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;
2. UU No. 7 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994;
3. UU No. 8 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;
4. UU No. 12 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;
Kemudian pada tahun 1997 pemerintah membuat beberapa undang-undang yang berkaitan
dengan masalah perpajakan untuk mendukung undang-undang yang sudah ada, yaitu:
a. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian dan Sengketa Pajak;
b. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
c. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
d. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
e. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan untuk
memberikan rasa keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pada tahun 2000 pemerintah
kembali mengubah undang-undang perpajakan, yaitu:
1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP;
2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh;
3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM;
4. UU No. 19 Tahun 2000 tentang PPSP;
5. UU No. 21 Tahun 2000 tentang BPHTB;
6. UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD; serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2000
tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.
Kemudian pada tahun 2002, dengan menimbang bahwa Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung maka dibentuklah
suatu Pengadilan Pajak dengan UU No. 14 Tahun 2002 sebagai pengganti UU No. 17 Tahun 1997.
Selanjutnya pd thn 2007 -2009, pemerintah brsama DPR sepakat melakukan perubahan
atas UU Perpajakan,, yaitu :
1. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No 16 Tahun 2000 diubah dg UU No 28
Thn 2007, mulai berlaku 1 januari 2008--- UU No 16 tahun 2009 tentang KUP
2. UU PPh No 17 Thn 2000 diubah dg UU No 36 Thn 2008, mulai berlaku 1 januari 2009
3. UU Pajak Petambahan Nilai Barang n Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah No 18
Tahun 2000 diubah dg UU No 42 Thn 2009, mulai berlaku 1 april 2010

2. Salah satu definisi pajak yaitu menurut Prof. Dr. P.J. Adriani, pengertian pajak adalah
iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
a. Berdasarkan pengertian/definisi pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
 Iuran dari rakyat kepada negara
 Dijalankan Berdasarkan undang-undang
 Pajak dapat dipaksakan
 Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk
 Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara dalam hal ini untuk menyelenggarakan
pemerintahan
b. Adapun dua syarat yang haru dipenuhi agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan
yaitu :
 Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang – Undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil. Adil dalam perundang – undangan diantaranya mengenakan pajak
secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing – masing.
Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding
kepada pertimbangan Pajak 16
 Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – undang (syarat yuridis).
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara maupun warganya.
c. Yang dimaksud dengan teori asuransi dalam perpajakan yaitu Pembayaran pajak
disamakan dengan pembayaran premi. Masyarakat seakan mempertanggungjawabkan
keselamatan dan keamanan jiwanya kepada negara.

3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengelompokan Wajib Pajak

Kelompok Kategori Keterangan


   Orang Pribadi (Induk)  Wajib Pajak belum menikah, dan suami
sebagai kepala keluarga
 
 Hidup Berpisah (HB)  wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim
 Pisah Harta (PH)  suami-istri yang dikenai pajak secara
terpisah karena menghendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian
Wajib Pajak orang pemisahan harta dan penghasilan secara
pribadi tertulis
 Memilih Terpisah (MT)  wanita kawin, selain kategori Hidup
Berpisah dan Pisah Harta, yang dikenai
pajak secara terpisah karena memilih
melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari
suaminya
 Warisan Belum Terbagi  sebagai satu kesatuan merupakan
(WBT) subjek pajak pengganti, menggantikan
mereka yang berhak, yaitu ahli waris
   Badan  sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang
 
melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha
 Joint Operation  bentuk kerja sama operasi yang
melakukan penyerahan Barang Kena
Wajib Pajak badan
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas
nama bentuk kerja sama operasi
 Kantor Perwakilan  Wajib Pajak perwakilan dagang asing
Perusahaan Asing atau kantor perwakilan perusahaan asing
(representative office/liaison office) di
Indonesia yang bukan Bentuk Usaha
Tetap (BUT)
 Bendahara  bendahara pemerintah yang membayar
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dan diwajibkan
melakukan pemotongan atau
pemungutan pajak
 Penyelenggara Kegiatan  pihak selain empat Wajib Pajak badan
sebelumnya yang melakukan
pembayaran imbalan dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pelaksanaan kegiatan

Menurut UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
NPWP merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sebuah sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Selain sebagai identitas Wajib Pajak, NPWP
juga berfungsi untuk menjaga ketaatan dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi
perpajakan karena seseorang yang telah memiliki NPWP akan lebih mudah terakses oleh DJP.
Segala hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan seperti pelaporan SPT, baik SPT
Tahunan maupun SPT Masa wajib menyertakan NPWP.
Bagi Wajib Pajak, NPWP berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas. Hal ini
karena satu nomor NPWP hanya berlaku untuk satu Wajib Pajak. Sehingga dapat dipastikan bahwa
tidak mungkin ada NPWP yang sama untuk lebih dari satu orang di seluruh Indonesia.

4. Adapun fungsi pajak dalam masyarakat yaitu:

 Fungsi Anggaran

Salah satu tugas utama negara adalah melakukan pembangunan nasional seperti
menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pelayanan publik lainnya. Namun,
dari mana negara memperoleh pemasukan untuk membiayai sekian pengeluaran tersebut? Nah,
salah satu penyumbang terbesar pemasukan negara adalah pajak. Di Indonesia, pajak merupakan
kontributor terbesar pendapatan negara. Pada APBN tahun 2017 misalnya, kontribusi pajak
terhadap pemasukan dan belanja negara mencapai 83% atau setara Rp 1.283,6 triliun. Dan
anggaran ini tentunya di alokasikan untuk kebutuhan masyarakat misalnya untuk Pendidikan,
infrastruktur, dan fasilitas kesehatan bagi masyarakat

 Fungsi Mengatur

Fungsi pajak satu ini mencerminkan kebijakan perekonomian suatu negara. Salah satu
contohnya adalah kebijakan tarif PPh Final 0,5% yang diatur melalui PP Nomor 23 Tahun 2018.
Melalui kebijakan ini pemerintah berkeinginan mengurangi beban pajak pelaku UMKM sekaligus
menarik minat pelaku UMKM untuk masuk dalam sistem perpajakan.

 Fungsi Stabilitas

Pajak juga memiliki fungsi stabilitas yang memainkan peranan penting dalam
keseimbangan perekonomian suatu negara seperti mengatasi inflasi maupun deflasi. Salah satu
contoh fungsi stabilitas terlihat ketika ketika nilai tukar rupiah mengalami penurunan terhadap
dollar Amerika Serikat. Jika pemerintah ingin memanfaatkan pajak sebagai instrumen stabilitas
perekonomian, maka pemerintah dapat saja mengeluarkan kebijakan perpajakan yang mendukung
penguatan rupiah seperti meningkatkan bea masuk maupun PPN impor.

 Fungsi Retribusi Pendapatan

Salah satu penjelasan yang sering dikaitkan dengan fungsi redistribusi adalah pemanfaatan
pajak untuk membuka lapangan pekerjaan. Dengan bertambahnya lapangan pekerjaan, maka
semakin banyak pula penyerapan tenaga kerja sehingga pendapatan masyarakat pun dapat
diperoleh secara merata. Contohnya Pemberian subsidi kepada golongan yang dianggap tidak
mampu. Seperti subsidi BBM, Ketahanan Pangan, Listrik, subsidi pupuk dan benih untuk para
petani, subsidi raskin untuk para rakyat kurang mampu, dan bantuan kepada pengusaha mikro dan
kecil.
5. Sumber sumber penerimaan negara yaitu :
Menurut UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, pendapatan negara dan
hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan,penerimaan
negara bukan pajak,serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
• Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal
dari pajak penghasilan,pajak pertambahan nilai barang dan jasa,pajak penjualan atas barang
mewah,pajak bumi dan bangunan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan,cukai,dan pajak
lainnya. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yyang berasal dari
bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
• Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan yang diterima oleh negara
dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam,bagian pemerintah atas laba badan usaha milik
negara,serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
• Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam
negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri. Penerimaan hibah yang
dicatat didalam APBN merupakan suumbangan atau donasi (grant) dari negara-negara
asing,lemaga/badan nasional,serta perorangan yang tidak ada kewajiban untuk membayar
kembali.
Secara lebih singkatnya sumber penerimaan negara adalah sbb :
Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
i. Pajak Penghasilan
1. Migas
2. NonMigas
ii. Pajak Pertambahan Nilai
iii. Pajak Bumi dan Bangunan
iv. BPHTB
v. Cukai
vi. Pajak Lainnya
b. Pajak Perdagangan Internasional
i. Bea Masuk
ii. Pajak/Pungutan Ekspor
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
a. Penerimaan SDA
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP lainnya
Sumber-sumber Penerimaan/Penghasilan Negara
Sumber-sumber penghasilan ini umumnya terdiri dari:
1. Perusahaan-perusahaan Negara
Perusahaan yang bersifat monopoli, umumnya perusahaan-perusahaan Postel, perusahaan
garam dan soda, pabrik-pabrik gas dan listrik, yang tarifnya sangat disesuaikan dengan kebutuhan
umum, sehingga tidak semata-mata mengejar keuntungan saja, maupun yang tidak bersifat
monopoli seperti pabrik-pabrik; tambang-tambang, onderneming-onderneming, dan sebagainya.
2. Barang-barang milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah
Dalam hubungan ini disebutkan tanah-tanah yang dikuasai pemerintah yang diusahakan
untuk mendapatkan penghasilan; saham-saham yang dipegang negara, dan sebagainya.
3. Denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan umum
4. Hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar
Jika terhadap suatu warisan atau harta peninggalan lain, tidak ada orang datang yang
menyatakan dirinya berhak atas harta tersebut, atau jika semua ahli waris menolak warisan yang
bersangkutan, maka di Indonesia (menurut pasal 1126 Kitab Undang-undang Hukum Sipil) harta
peninggalan ini dianggap terlantar, dan Balai Harta Peninggalan wajib mengurus dan
mengumumkannya. Dan jika setelah lewat waktu tiga tahun masih juga belum ada ahli waris yang
muncul, maka BHP tadi wajib menyelesaikan urusannya; dalam hal masih ada kelebihan, harta
benda dan kekayaan ini menjadi milik negara (KUHS pasal 1129)
5. Hibah-hibah wasiat dan hibahan lainnya
Yang dimaksud dengan hibahan-hibahan adalah antara lain sumbangan-sumbangan dari PBB.
6. Pajak, retribusi, dan sumbangan
Last but not least, terakhir tapi bukan yang terkecil, yaitu sebagaimana telah diuraikan di
atas. Dalam hubungan ini, pengenaan pajak, retribusi, dan sumbungan termasuk pula sebagai suatu
bagian ajaran tentang public finance, yaitu pengetahuan yang mempelajari cara-cara bagaimana
suatu pemerintah dapat memperoleh, mengurus, dan membelanjakan uangnya yang diperlukan
untuk menunaikan rugasnya.
Pembiayaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit sebagai syarat mutlak agar
pembangunan dapat berhasil. Uang yang digunakan untuk itu didapat dari berbagai sumber
penerimaan negara. Pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri
dari:
A. Bumi, Air, dan Kekayaan Alam
Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Selanjutnya Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria menegaskan bahwa bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bumi, air, dan ruang angkasa milik Bangsa Indonesia
merupakan kekayaan nasional.
Negara hanya menguasai bumi, air dan ruang angkasa. Dengan demikian dapat dipahani
bahwa negara tidak dapat menjual tanah kepada pihak swasta, sebagaimana yang terjadi pada
zaman pemerintahan Hindia Belanda di mana tanah dijual oleh Pemerintah kepada pihak partikelir
(swasta), sehingga banyak diketemukan tanah partikelir. Baru sesudah berlakunya UU Pokok
Agraria 1960 tanah-tanah partikelir ini dihapuskan.
B. Pajak-Pajak, Bea dan Cukai
Pajak-pajak, bea dan cukai merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke
pemerintah, yang diharuskan oleh UU dan dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat jasa timbal
(tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjuk, untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Pajak adalah sumber terpenting dari segi penerimaan negara. Hal ini dapat kita lihat di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Struktur APBN memperlihatkan bahwa sumber
penerimaan terdiri dari berbagai jenis pajak, bea masuk, bea keluar dan cukai. Penerimaan pajak
dari tahun ke tahun makin meningkat.
C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (Non-Tax)
Dalam pasal 2 UU No.20 tahun 1997 terdapat 7 jenis penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) yaitu:
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah yang terdiri:
– Penerimaan jasa giro,
– Penerimaan sisa anggaran pembangunan (SIAP) dan sisa anggaran rutin (SIAR).
b. Penerimaan dari pemanfaatan SDA terdiri:
– Royalti bidang perikanan,
– Royalti bidang kehutanan,
– Royalti bidang pertambangan, kecuali Migas.
Royalti adalah pembayaran yang diterima oleh negara sehubungan dengan pemberian izin
atau fasilitas tertentu dari negara kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau mengolah kekayaan
negara.
c. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan terdiri:
– Bagian laba pemerintah,
– Hasil penjualan saham pemerintah,
– Deviden: pembayaran berupa keuntungan yang diterima oleh negara sehubungan dengan
keikutsertaan mereka selaku pemegang saham dalam suatu perusahaan.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan pemerintah terdiri:
– Pelayanan pendidikan,
– Pelayanan kesehatan,
– Pemberian hak paten, hak cipta, dan merk.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan yang terdiri:
– Lelang barang,
– Denda,
– Hasil rampasan yang diperoleh dari kejahatan.
f. Penerimaan berupa hibah.
g. Penerimaan lain yang diatur dengan UU.
D. Hasil Perusahaan Negara
Yang tergolong dalam perusahaan negara adalah semua perusahaan yang modalnya
merupakan kekayaan negara dengan tidak melihat bentuknya. Selain itu ada perusahaan negara
yang berada dalam lapangan hukum perdata yang berbentuk PT yang sahamnya seluruhnya berada
ditangan pemerintah atau kementerian yang bersangkutan.
E. Sumber-Sumber Lain
Yang termasuk dalam sumber-sumber lain ialah pencetakan uang (deficit spending).
Sumber terakhir ini oleh beberapa negara sering dilakukan. Pemerintah Indonesia pernah
melaksanakannya dalam rangka memenuhi kebutuhan akan investasi negara untuk membiayai
pembangunan yang tercermin dalam Anggaran Belanja dan Pembangunan.
Sumber-sumber lainnya dari penerimaan negara adalah Pinjaman Negara, baik yang berasal
dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Pinjaman dari dalam negeri dapat
dibedakan dalam dua bagian, yakni jangka pendek dan jangka panjang. Pinjaman jangka pendek
dengan cara pemberian pembukaan uang muka oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah sebelum
penerimaan negara masuk ke kas negara. Pemberian uang muka ini untuk mencegah kevakuman
dalam rangka Pemerintah melakukan pengeluaran-pengeluaran.

6. Pembagian atau klasifikasi pajak menurut ilmu pengetahuan pajak

 Jenis pajak menurut lembaga pemungutan

Pajak menurut lembaga pemungutan terbagi menjadi 2 jenis pajak yaitu adalah Pajak pusat
yang biasanya dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Direktorat jendral pajak yang
dibawah naungan Kementrian keuangan. Yang kedua adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah
jenis pajak yang dipungut dan dikelola oleh dinas pendapatan daerah.
Contoh dari Pajak pusat adalah sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
6. Bea Materai.
Sedangkan unttuk Pajak daerah adalah sebagai berikut:
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
2. Pajak Hotel dan Restoran
3. Pajak Hiburan dan tontonan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
 

 Jenis pajak menurut sifatnya


Untuk pajak menurut siftanya juga menjadi terbagi 2 jenis pajak, yaitu pajak subyektif dan
pajak objektif, untuk perbedaannya adalah:
Pajak Subyektif
Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau tidak
kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Sementara bagi warga negara asing yang
tinggal di Indonesia dikenakan wajib pajak jika memiliki keterikatan ekonomis dengan Indonesia,
Contohnya jika WNA tersebut memiliki usaha di Indonesia maka akan dikenakan wajib pajak.
Contoh pajak subyektif adalah Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak objektif
pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan atau
kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif dikenakan pada seorang warga negara
Indonesia jika penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.
Untuk contoh pajak objektif sendiri adalah : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

 Jenis pajak menurut golongannya

Pengelompokan jenis pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak
tidak langsung, berikut penjelasannya :
Pajak Langsung
Jenis pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak
yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak
langsung di antaranya adalah pajak:

 Pajak penghasilan (PPh).

 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

 Pajak Kendaraan Bermotor.

 Pajak tidak langsung


Jenis pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser kepada
pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada pihak lain. Pajak tidak
langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga pengenaannya tidak dilakukan secara
berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atas kejadian.
Pajak yang termasuk pajak tidak langsung di antaranya:
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

 Pajak bea masuk.

 Pajak ekspor.

7. Subjek dan Objek Pajak


Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu, misalnya pegawai, pengusaha, dan perusahaan.
Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, kemudian wajib
pajak akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai tanda pengenal. Wajib pajak
harus melaporkan kekayaan dan jumlah pajak yang menjadi tanggungannya kepada kantor
pelayanan pajak setempat setiap tahun.
Objek Pajak
Objek pajak adalah sesuatu yang dikenakan pajak, misalnya penghasilan seseorang yang
melebihi jumlah tertentu, tanah, bangunan, laba perusahaan, kekayaan, mobil.
Apabila setiap tahun ayah kalian membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), tanah dan
bangunan yang dimiliki ayah kalian dikatakan sebagai objek pajak.

8. Perbedaan pajak dengan retribusi :

1. Dasar hukum adanya pajak dan retribusi,


Pajak memiliki dasar hukum berupa UU yang dibuat oleh pemerintah dan berlaku untuk
seluruh wilayah daerah di Indonesia. Sementara untuk retribusi pemungutannya berdasarkan
peraturan pemerintah daerah yang tentunya hanya berlaku di satu daerah saja. Inilah alasan
mengapa biaya parkir untuk pasar di setiap daerah berbeda karena perhitungan pemerintah
daerahnya jelas ikut berbeda.
2. Balas jasa ketika biaya sudah dibayarkan,
Khusus untuk pajak nantinya usai dibayar oleh pemerintah akan dikumpulkan dahulu setelah
dana pajak terkumpul dan dianggap cukup. Baru kemudian akan dibuat bangunan fasilitas publik
baru sehingga meningkatkan kenyamanan masyarakat dalam beraktivitas. Sementara untuk
retribusi pungutan akan sekaligus menyediakan balas jasa, misalnya membayar jasa parkir maka
Anda bisa meninggalkan kendaraan dengan pembayaran tersebut. Sehingga jeda waktu antara
pembayaran dan balas jasa tidak lama.
3. Obyek yang mendapatkan kewajiban membayar,
Obyek yang dikenai wajib pajak adalah penghasilan, keuntungan usaha, dan juga kendaraan
yang dimiliki seseorang. Selama orang tersebut tidak memiliki kendaraan maka kewajiban
membayar pajak kendaraan tidak dimiliki. Sementara untuk retribusi diberlakukan untuk siapa saja
yang menggunakan fasilitas publik. Siapapun yang datang ke pasar entah berbelanja atau sekedar
jalan-jalan dan naik kendaraan pribadi akan dikenai biaya ini. Apabila tidak datang ke fasilitas
publik maka tidak ada retribusi yang perlu dibayar.
4. Dipungut oleh lembaga yang berbeda,
Tentu perbedaan satu ini sudah diketahui secara umum bahwa pihak yang melakukan pungutan
keduanya adalah berbeda. Pajak akan ditarik oleh pemerintah pusat dan dana yang terkumpul akan
dimanfaatkan untuk semua daerah. Sementara untuk retribusi akan dipungut oleh pemerintah
daerah yang tentu saja hanya dipakai untuk fasilitas publik di daerah yang bersangkutan.

9. Dasar pembenaran dan dasar keadilan pemungutan pajak :


Teori Masyarakat Umum
Pajak diambil dari sebagian anggota masyarakat yang memenuhi syarat-syarat untuk membayar
pajak, yang kemudian hasil dari pemungutan pajak itu digunakan untuk kepentingan seluruh
masyarakat (umum)
Teori Devident
-    Kepentingan negara dan kepentingan masyarakat dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan
-    Pajak itu pada hakekatnya adalah harta negara yang sedang berada di tangan penduduk,
sehingga pajak merupakan deviden milik negara
Pembayaran pajak pada hakekatnya adalah pembayaran deviden milik negara. Ini berarti negara
memiliki saham atas kegiatan, pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat
(wajib Pajak)

  10.   Dasar Keadilan Teori Daya Pikul bahwa setiap orang yang dikenakan pajak harus sama
beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut daya pikul seseorang yang ukuranya adalah
besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran yang dilakukan. Kekuatan untuk membayar pajak
baru dilakukan setelah kebutuhan primer seseorang telah terpenuhi. Kebutuhan primer ini
merupakan asas minimun bagi kehidupan seseorang. Jika telah terpenuhi barulah pembayaran
pajak dilakukan.
-          Dalam konteks Undang-undang PPh asas minimum kehidupan sebagaimana dimaksud
diatas bisa disebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Apabila seseorang
punya penghasilan di bawah batas PTKP berarti orang tersebut tidak perlu membayar pajak.
Pasal 7 ayat [1] UU No. 36 /2008 mengatur bahwa :
1.      Rp15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2.      Rp1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
3.      Rp15.840.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
4.      Rp1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap, keluarga.
- Sebaliknya jika penghasilannya di atas PTKP barulah terkena daya pikul untuk membayar
pajak sesuai dengan ketentuan berdasarkan asas keadilan yang ditentukan dalam undang-
undang PPh. Pasal 17 ayat [1] UU. No.36/2008 mengatur  bahwa :
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
a.       Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp.50.000.000,0- 5%
Di atas Rp50.000.000,- s/d Rp250.000.000,- 15%
Di atas Rp250.000.000,-  s/d Rp.500.000.000,- 25%
Di atas Rp500.000.000,- 30%

b.   Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh
delapan persen).

11. Dasar keadilan pembagian pajak menurut teori kepentingan serta kelemahan teori kepentingan

Teori Kepentingan, yaitu teori yang pada awalnya hanya memperhatikan pembagian beban
pajak yang harus dipungut dari penduduk seluruhnya. Pembagian beban ini harus didasarkan atas
kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah yang bermanfaat baginya,
termasuk juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu
menurut teori ini, sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk
menunaikan kewajibannya dibebankan kepada mereka.
Kelemahan dari Teori Kepentingan ini, karena dalam ajarannya bahwa pajak dikacaukan
dengan retribusi untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu perlindungan terhadap harta benda yang
lebih banyak harganya daripada harta si miskin, diharuskan membayar pajak yang lebih besar pula,
padahal dalam hal tertentu penduduk miskin mempunyai kepentingan tertentu yang lebih besar.
Selain itu, belum ada alat ukur untuk mengambil kepentingan seseorang, sehingga sukar sekali
ditentukan dengan tegas.

12. Pajak langsung

Adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak setelah muncul atau terbit Surat
Pemberitahuan / SPT Pajak atau Kohir yang dikenakan berulang-ulang kali dalam jangka waktu
tertentu. Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh) UU. No.36 tahun 2008, pajak
bumi dan bangunan (PBB) , pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain
sebagainya.
Pajak tidak langsung
Adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak pada saat tertentu / terjadi suatu peristiwa
kena pajak seperti misalnya pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bea balik nama kendaraan
bermotor (BBNKB), dan lain sebagainya

13. Landasan Hukum Pajak


1.  Undang – Undang dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23 A
2.  Undang – Undang nomor 16 tahun 2000 Tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
3.  Undang – Undang nomor 17 tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan (PPh)
4.  Undang - Undang nomor 18 tahun 2000 Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPn dan PPN BM)
5.  Undang – Undang no 20 tahun 2000 tentang bea perolehan hak atas tanah bangunan
6.  Undang – Undang 12 tahun 1994 tentang pajak bumi dan bangunan dan keputusan menteri
keuangan nomor 201/KMK.04/2000 tentang besarnya penyesuian NJOPTKP sebagai dasar
perhitungan pajak bumi dan bangunan.
7.  Undang – Undang nomor 13 tahun 1985 dan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2000
tentang Bea materai.
Pajak harus berdasarkan peraturan perundang undangan sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945
yang berbunyi:  “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-
Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Undang-Undang tentang
pajak, yaitu:
1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan Undang-undang tersebut
harus dijamin kelancarannya;
2. Jaminan hukum bagi para Wajib Pajak untuk tidak diperlakukan secara umum;
3. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para Wajib Pajak.

agar setiap pemungutan pajak didasarkan pada kepastian hukum. Titik tolak tujuan hukum
disini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimal bagi setiap orang berkenaan
dengan pembebanan pajak oleh negara. Pajak yang dikenakan kepada masyarakat harus diadaptasi
dari kondisi perkonomian suatu masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pembebanan
pajak harus menurut kemampuan masyarakat. Oleh karena itu, maka perlu ditetapkan syarat-syarat
pemungutan pajak.

14. Macam macam Pajak


Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal
ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak
Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji,
honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa
adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang
PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang
dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga
dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta
notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau
nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi
penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota
antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.

15. Perbedaan SKP dan STP adalah SKP (Surat Ketetapan Pajak) adalah surat yang diterbitkan
atas hasil pemeriksaan untuk menetapkan bahwa wajib pajak memiliki kurang bayar, lebih bayar
atau nihil yang diakibatkan ketidakbenaran dalam mengisi SPT sedangkan STP (Surat Tagihan
Pajak) adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan atas tagihan pajak atau sanksi
administrasi.
Perhituan denda SKPKB dan STP atas keterlambatan angsuran pajak
a. Pasal 19 Ayat (1)
“Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan
tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau
tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan”
b. Pasal 19 Ayat (2)
“Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak
juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan”
c. Pasal 25 ayat (9)
“Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan”
Pasal 27 Ayat (5d)
“Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan”

16. Bagi daerah, PBB dan BPHTB sangat bermanfaat bagi kemajuan aset perpajakan daerah.
Yang mana pajak daerah merupakan penunjang pembangunan yang efektif dan efisien bagi daerah
itu sendiri. Masih ada PBB yang dikelola Pusat karena Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan
Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih
tetap merupakan Pajak Pusat.
3 contoh retribusi daerah yaitu :
 Retribusi Terminal untuk pungutan atas pemakaian tempat pelayanan
penyediaan parkir untuk kendaraan penumpang dan bus umum, tempat kegiatan
usaha, dan fasilitas lain di lingkungan terminal yang dimiliki/dikelola oleh daerah,
terkecuali yang dimiliki/dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD, dan swasta.
 Retribusi Tempat Khusus Parkir untuk pungutan atas pemakaian tempat
parkir yang khusus disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh daerah, terkecuali
yang disediakan/dikelola oleh BUMN, BUMD, dan swasta.
 Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Vila untuk pungutan atas
pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/vila yang dimiliki dan/atau dikelola
oleh daerah, terkecuali yang dimiliki/dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD,
dan swasta.

17. Pembetulan SPT adalah cara melaporkan SPT Tahunan yang sudah Anda revisi atau
perbaiki untuk tahun pajak yang sama. Pembetulan SPT baik Tahunan maupun Masa dapat
dilakukan beberapa kali dan atas kemauan sendiri dengan syarat Ditjen Pajak belum melakukan
tindakan pemeriksaan pajak. Atas pembetulan SPT Masa yang menyebabkan pajak terutang
bertambah, Wajib Pajak juga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan
jumlah pajak yang kurang bayar.

Anda mungkin juga menyukai