Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH PERJALANAN REFORMASI PAJAK DI INDONESIA

Nama : Muhammad Raisul Amin


NIM : 11170490000089

A. Pendahuluan

Pajak merupakan suatu komponen penting dalam perjalanan bangsa Indonesia.


Indonesia mempunyai suatu aturan atau skema tentang pengenaan (pungutan) pajak
. Sejarah panjang mengenai pengenaan (pungutan) pajak di Indonesia telah berlaku
sejak zaman kerajaan, kolonial, sampai dengan sekarang. Sehingga masyarakat
Indonesia sendiri sudah tidak asing lagi dengan istilah “pajak” ini.
Aturan pengenaan (pungutan) pajak di Indonesia, pastinya berbeda-beda dari
waktu ke waktu. Baik itu dari zaman kerajaan, kolonial, kemerdekaan, pasca
kemerdekaan dan setelahnya. Zaman setelah pasca kemerdekaan (1983-sekarang),
dalam dunia perpajakan di Indonesia disebut dengan istilah “zaman reformasi
pajak”.
Hal yang mendasari terjadinya reformasi pajak adalah karena peraturan
perundang-undangan tentang pajak yang berlaku saat itu (1983 dan sebelumnya)
merupakan warisan dari zaman kolonial yang mana memiliki landasan, pemikiran,
jiwa, sasaran dan tujuan yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan harkat, hakikat,
dan jiwa kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat.
Pada essay kali ini, penulis akan membahas mengenai sejarah perjalanan
reformasi hukum pajak yang terjadi di Indonesia. Semoga essay ini, dapat
memberikan sedikit pencerahan mengenai reformasi hukum pajak di Indonesia.

B. Pembahasan

Pajak telah dikenal di Indonesia sejak zaman kerajaan. Raja-raja yang


berkuasa saat itu memungut pajak atau upeti dari masyarakat untuk menghidupi
kerajaannya baik untuk kegiatan operasional kerajaan, membangun dan merawat
infrastruktur, serta menyelenggarakan acara-acara kerajaan. Pajak yang dipungut
saat itu dapat berupa pajak tanah, hasil hutan sampai pelacuran, pertunjukan seni,
dan sebagainya. Pada saat itu, upeti diberikan kepada raja sebagai persembahan
karena raja dianggap sebagai wakil tuhan dan apa yang terjadi di masyarakat
dianggap dipengaruhi oleh raja.
Pada masa kolonialisasi Belanda, VOC memungut pajak yang berupa pajak
rumah, pajak usaha dan pajak kepala kepada pedagang Tionghoa dan pedagang
asing lainnya. Namun, VOC tidak memungut pajak di wilayah kekuasaannya seperti
Batavia, Maluku, dan lainnya. Hingga pada masa Gubernur Jenderal Daendels ada
tambahan pemungutan pajak, yaitu memungut pajak dari pintu gerbang (baik orang
dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten).
Pada masa kependudukan Inggris di Indonesia, Gubernur Jenderal Raffles
juga dikenal sistem pemungutan pajak yang dikenal dengan landrent stelsel yang
mana meniru sistem pengenaan pajak di Bengali, India yaitu pengenaan pajak atas
sewa tanah masyarakat kepada pemerintah kolonial. Inilah yang menjadi cikal bakal
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kemudian terdapat juga aturan mengenai pajak penghasilan pada zaman
kolonial. Aturan pajak atas penghasilan dikenakan kepada pribumi maupun non-
pribumi yang mendapat penghasilan di Hindia Belanda. Aturan ini diterapkan oleh
pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Pajak penghasilan untuk
pribumi dikenakan atas kegiatan usahanya seperti perdagangan sehingga dikenal
dengan business tax. Sedangkan untuk non-pribumi dikenakan atas paten usaha di
bidang industri, kerajinan tangan, pertanian, manufaktur dan sejenisnya sehingga
dikenal dengan tax patent duty. Contoh aturan pengenaannya adalah Ordonantie op
de Inkomstenbelasting 1908 dengan tarif pengenaan pajak penghasilan sebesar 2%
dari pendapatan.1
Pada zaman penjajahan Jepang tidak banyak yang diketahui mengenai
pungutan pajak terhadap rakyat Indonesia. Mengingat pada masa itu pemerintah
Jepang lebih memfokuskan semua sumber daya untuk biaya perang. Maka, sulit
1
Muhammad Wisnu Nagoro, “Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia: Bagian Pertama”,
diakses dari https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-sejarah-perpajakan-di-indonesia-bagian-pertama/,
tahun 2019.
memisahkan mana yang merupakan pajak dengan rampasan pemerintah itu sendiri
kepada rakyat. Namun, pada masa itu rakyat selain dibebani dengan kewajiban
Romusha juga dibebani untuk membayar pungutan yang dianggap sebagai pajak.
Hal ini sangat memberatkan rakyat Indonesia pada waktu itu meskipun hanya
berlangsung selama kurang lebih 3,5 tahun.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 pajak menjadi
salah satu bahasan penting oleh pemerintah Republik Indonesia.Pemerintah pada
saat itu memahami bahwa tanpa adanya sumber pembiayaan, suatu bangsa tidak
akan mandiri dan tidak bisa berdiri setara dengan bangsa lainnya. Maka dari itu para
pendiri bangsa ini menuangkannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal
14 juli 1945 dalam sidang BPUPKI. Alhasil masuklah pajak dalam pasal 23 UUD
1945. Ini menjadi cikal bakal diperingatinya tanggal 14 juli sebagai hari pajak.
Pada masa itu pemerintah menerapkan sistem official assessment yaitu sistem
pemungutan pajak dengan cara penetapan oleh fiskus. Meskipun pada masa itu
pajak menjadi sumber utama penerimaan negara dan menggunakan sistem official
assessment tetap saja negara masih dalam kondisi miskin.2 Sampai pada akhirnya,
pemerintah menyadari bahwa masyarakat harus diajak berpartisipasi aktif dalam
pembangunan melalui cara aktif membayar pajak. Untuk mendukung hal ini,
pemerintah berusaha mengganti sistem perpajakan kolonial yang tidak sesuai bagi
bangsa Indonesia setelah merdeka.
Baru pada tahun 1983, pemerintah berhasil melakukan pembaharuan
perpajakan yang dikenal dengan Reformasi Pajak. Reformasi pajak adalah
perubahan sistem perpajakan secara signifikan dan komprehensif yang mencakup
pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan dan
peningkatan basis pajak.
Latar belakang yang mendasari terjadinya reformasi pajak di Indonesia, dapat
ditinjau dari 3 landasan yaitu landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Landasan
filosofisnya adalah peraturan yang berlaku sebelumnya dianggap tidak sesuai
2
Muhammad Wisnu Nagoro, “Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia: Bagian kedua”,
diakses dari https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-sejarah-perpajakan-di-indonesia-bagian-kedua/,
tahun 2019.
dengan struktur dan organisasi yang berdasarkan Pancasila. Sedangkan Landasan
Sosiologisnya adalah peraturan yang berlaku sebelumnya tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang mana pungutan pajak semata-mata dimaksudkan untuk
memenuhi kepentingan pemerintahan penjajahan. Landasan Yuridisnya adalah
peraturan yang berlaku saat itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, perlu adanya suatu tatanan hukum yang baru untuk menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan di masyarakat.
Tujuan utama dari reformasi pajak ini secara umum ada dua :
1) untuk lebih menegakkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai
pembangunan nasional dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui
perpajakan dari sumber-sumber di luar minyak bumi dan gas alam.3
2) Untuk menjamin kepastian hukum perpajakan dan menyelaraskan regulasi
perpajakan dengan perkembangan zaman.
3) Untuk menertibkan sekaligus memperbaiki administrasi perpajakan.
Reformasi Pajak yang terjadi pada tahun 1983 disebut dengan Reformasi
pajak 1. Pada saat itu, karena semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak serta
semangat yang menggelora dari masyarakat, maka sistem perpajakan pada saat itu
berubah dari sistem official assessment menjadi sistem Self Assesment yaitu sebuah
sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak wajib menghitung,
memperhitungkan, dan melaporkan sendiri besar pajak yang terutang.
Reformasi pajak pada tahun 1983 ini, ditandai dengan terbitnya 5 undang-
undang perpajakan yang menggantikan undang-undang sebelumnya yaitu :
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM
4. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
Reformasi Perpajakan tidak berhenti begitu saja, tetapi terus dilakukan
perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan perubahan sistem

3
Erly Suandy, Hukum pajak, Edisi ke-7, (Jakarta:Salemba empat, 2017), hlm. 99.
perekonomian. Pada tahun 1994, setelah satu dasawarsa peraturan pajak
dilaksanakan, diadakan lagi serangkaian perubahan terhadap peraturan perpajakan.
Undang-undang yang dikeluarkan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan.
3. UU No. 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang
PPN dan PPnBM
4. UU No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan
Selanjutnya, pada tahun 1997 dikeluarkan lagi serangkaian undang-undang
baru untuk melengkapi undang-undang yang telah ada, yaitu:
1. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
2. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
4. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
5. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan
Setelah reformasi pajak tahun 1997, perubahan-perubahan masih terus
berlangsung baik dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
Reorganisasi Dirjen Pajak, maupun modernisasi informasi teknologi.4 Beberapa kali
reformasi pajak yang bersifat penyempurnaan dilakukan pasca 1997 seperti pada
tahun 2000, 2002, 2007, 2009, hingga tahun 2016.
Berbagai terobosan baru dalam upaya perubahan, peningkatan, dan perbaikan
terus dilakukan pemerintah untuk memaksimalkan kualitas sistem perpajakan baik
di bidang administrasi perpajakan maupun dalam regulasi perpajakan demi
tercapainya tujuan yang sesuai dengan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
perpajakan serta mendorong pembiayaan pembangunan perekonomian nasional

Fuad Bawazier, “Reformasi Pajak di Indonesia Tax Reform In Indonesia”, Jurnal Legislasi
4

Indonesia Vol. 8 No. 1, 2011, hlm. 9.


sehingga dapat memajukan bangsa Indonesia dan membuat bangsa Indonesia dapat
berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Secara normatif sesuai dengan prinsip kebijakan pajak yang baik, maka
kegiatan ekonomi sistem perpajakan harus netral dan tidak ada distorsi agar sumber
daya optimal dan sesuai dengan dinamika pasar. Pajak diharapkan dapat mendorong
dan mengendalikan. Untuk itu sesuai dengan fungsi regulerend (mengatur) secara
umum dapat dinyatakan bahwa sistem pajak harus dapat mendorong kegiatan dan
pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong investasi dari luar serta
mengamankan penerimaan negara.
Sedangkan untuk menjalankan fungsi budgeter (Finansial) sebagai pilar utama
penerimaan negara dilakukan dengan memperluas cakupan subjek dan objek pajak,
dan meminimalkan kemungkinan transfer pricing (biaya transfer) dan pembatasan
pengenaan Pajak Penghasilan Final.5 Semua kebijakan ini dalam jangka panjang
diharapkan dapat meningkatkan tax compliance, meningkatkan investasi dan
penerimaan negara untuk menuju kemandirian pembiayaan pembangunan.
C. Simpulan
Pengenaan pajak di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kerajaan,
kolonialisasi Belanda, masa kependudukan Inggris, penjajahan Jepang, Pasca
kemerdekaan, hingga masa reformasi pajak (1983 sampai sekarang). Jadi dapat
penulis katakan bahwa pajak sudah melekat dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Sistem perpajakan di Indonesia dimulai pada tahun 1945 dengan menerapkan
sistem official assessment. Hingga pada tahun 1983 tepat pada masa reformasi pajak
1, sistem perpajakan di Indonesia berubah menjadi sistem Self Assesment.
Latar belakang reformasi pajak yang dapat penulis simpulkan adalah karena
ketidakpuasan pemerintah terhadap kebijakan pajak warisan belanda yang terus
dipakai bangsa Indonesia.
Reformasi pajak dimulai dari tahun 1983, 1994, 1997, 2000, dan seterusnya
yang pastinya mengikuti perkembangan zaman dan bertujuan untuk pembiayaan
pembangunan nasional dari sumber pendapatan negara dari dalam negeri.

5
Erly Suandy, Hukum pajak, Edisi ke-7, (Jakarta:Salemba empat, 2017), hlm. 102.
DAFTAR PUSTAKA

Wisnu Nagoro, Muhammad. 2019. “Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia: Bagian


Pertama”. diakses dari https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-sejarah-perpajakan-di-
indonesia-bagian-pertama/.
Wisnu Nagoro, Muhammad. 2019. “Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia: Bagian
kedua”. diakses dari https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-sejarah-perpajakan-di-
indonesia-bagian-kedua/.
Suandy, Erly. 2017. Hukum pajak. Edisi ke-7. Jakarta:Salemba empat.
Bawazier, Fuad. 2011. “Reformasi Pajak di Indonesia Tax Reform In Indonesia”. Jurnal
Legislasi Indonesia Vol. 8 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai