Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Faras Ivandi

Kelas : Hukum Pajak (I)


NIM : E0021281
Resume Hukum Pajak

1. Era Kerajaan
Pajak sudah ada di Indonesia sejak zaman pemerintahan berbagai kerajaan dan kesultanan.
Para penguasa kerajaan mengenakan pajak atau upeti kepada rakyat mereka untuk
mendanai berbagai aktivitas kerajaan seperti administrasi, pembangunan dan perawatan
infrastruktur, serta penyelenggaraan acara keagamaan. Jenis-jenis pajak yang
diberlakukan termasuk pajak tanah, hasil hutan, dan pertunjukan seni. Beberapa kerajaan
menerapkan sistem pemungutan pajak yang sederhana, sementara yang lain memiliki
sistem yang lebih terstruktur. Sebagai contoh, Kerajaan Sriwijaya (abad ke-12 Masehi),
Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Majapahit (abad ke-13 Masehi), Kerajaan Aceh,
Banten, serta kerajaan-kerajaan pesisir lainnya, semuanya mengimplementasikan sistem
perpajakan.
2. Era Hindia Belanda
Ketika bangsa Belanda tiba di wilayah Nusantara, wilayah ini disebut sebagai Hindia
Belanda. Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) membangun kota
Batavia dengan menerapkan pajak, sehingga wilayah ini dikenal dengan julukan
"Koningen Het van Oosten" atau "Ratu di Timur". VOC dapat dianggap sebagai
pemerintahan yang bergantung pada pajak karena mereka mengandalkan pendapatan dari
pajak, seperti yang terlihat dari berbagai peraturan pajak yang diberlakukan. Namun, pada
tahun 1870, sistem tanam paksa dihapuskan karena dianggap merugikan penduduk
pribumi. Ini disebabkan oleh tingkat pajak yang tinggi, upah tenaga kerja yang rendah,
dan kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat. Upaya untuk mengenalkan
sistem kepemilikan tanah perorangan juga dilakukan, meskipun usaha tersebut banyak
ditolak karena tingginya pajak tanah yang tetap berlaku, karena pemerintah kolonial masih
menerapkan sistem sewa tanah antara negara dan rakyat. Selain itu, barang-barang impor
yang diperlukan oleh rakyat juga dikenai berbagai jenis pajak.
3. Era Kekaisaran Jepang
Saat Jepang menduduki Indonesia, tanah digunakan terutama untuk produksi hasil bumi
yang penting bagi Jepang. Kedatangan Jepang mengubah sistem feodal yang diterapkan
oleh pemerintah kolonial Belanda. Jepang melanjutkan sistem sewa tanah atau "land rent"
yang dikenakan pada semua jenis tanah yang produktif, dengan pajak yang diwajibkan
oleh desa-desa. Selama masa pemerintahan Jepang, istilah "land rent" atau "landrente"
diubah menjadi "land tax." Setelah proklamasi kemerdekaan, pajak tanah dikenal sebagai
Pajak Bumi. Pemerintahan Jepang juga menerapkan sistem wajib serah padi dan
menetapkan pembayaran pajak untuk penggunaan fasilitas tertentu seperti jembatan, jalan
raya, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, masyarakat juga diwajibkan membayar pajak
sepeda jika mereka memiliki sepeda.
4. Era Republik Indonesia dalam Revolusi Kemerdekaan (1945–1950)
Setelah proklamasi kemerdekaan, para pendiri Republik mengatur masalah pajak dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Bagian Keuangan. Pasal 23 dari undang-undang tersebut
memuat lima ketentuan, dan yang kedua menyatakan bahwa "Semua pajak untuk
kepentingan negara diatur oleh undang-undang." Dengan demikian, pajak diakui sebagai
elemen penting dalam kehidupan negara dan secara resmi diatur oleh Undang-Undang
1945. Hanya dua hari setelah itu, pada tanggal 19 Agustus 1945, Kementerian Keuangan
didirikan dan salah satu unitnya adalah Pejabat Pajak.
5. Era Pemerintahan Soekarno (1950–1966)
Pasal 23A dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, "Pajak dan pungutan yang
bertujuan untuk keperluan negara diatur oleh undang-undang." Meskipun undang-undang
telah ada, pemerintah menghadapi kesulitan dalam mengelola pendapatan pajak negara.
Oleh karena itu, aturan warisan kolonial masih berlaku. Kemudian, pemerintah perlahan-
lahan memperbaiki berbagai peraturan, termasuk mengganti Pajak Peralihan pada tahun
1957 dengan Pajak Pendapatan Tahun 1944 yang disingkat sebagai Ord. PPd. 1944.
Jawatan Pajak Hasil Bumi di bawah Direktorat Jenderal Moneter, yang bertanggung jawab
atas pemungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah, diubah menjadi Direktorat Pajak
Hasil Bumi pada tahun 1963. Dua tahun kemudian, namanya diubah lagi menjadi
Direktorat Iuran Pembangunan Daerah atau Ipeda. Pemerintah juga mulai mendirikan
kantor-kantor Inspeksi Keuangan di tingkat kabupaten dan kota dengan tujuan untuk
mengoptimalkan potensi pajak di masyarakat karena pertumbuhan ekonomi yang terus
berkembang.
6. Era Pemerintahan Presiden Soeharto (1967–1998)
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, terjadi sejumlah perubahan dan
penyempurnaan dalam undang-undang pajak. Awalnya, pemerintah mengeluarkan UU
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan 1925.
Undang-undang ini berlaku selama 13 tahun, sampai dengan 31 Desember 1983, ketika
dimulainya reformasi pajak atau tax reform. Selanjutnya, Keputusan Presiden RI Nomor
12 Tahun 1976 menyerahkan Direktorat Ipeda dari Direktorat Jenderal Moneter kepada
Direktorat Jenderal Pajak. Perubahan ini mengubah mekanisme birokrasi pajak dari
awalnya berfokus pada aspek moneter menjadi bagian dari bidang perpajakan. Pada tahun
1983, pemerintah mengimplementasikan reformasi pajak melalui Pembaharuan Sistem
Perpajakan Nasional (PSPN) dengan mengeluarkan lima paket undang-undang
perpajakan. Paket-paket tersebut mencakup aturan Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea
Meterai (BM). Sistem perpajakan yang sebelumnya didasarkan pada penilaian resmi
(official-assessment) diubah menjadi sistem self-assessment. Sejak tahun 1984, Indonesia
memasuki era baru dalam pemungutan pajak, yaitu sistem self-assessment yang
memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
7. Era Reformasi (1998 hingga saat ini)
Terus terjadi perubahan dalam undang-undang perpajakan, termasuk pengaturan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sistem self-assessment menjadi fokus untuk
meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah juga meningkatkan target penerimaan pajak
negara. Selain itu, pemerintah mewajibkan pelaksanaan pembukuan yang diatur dengan
ketat berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 28. Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diharuskan untuk mencatat pendapatan
mereka. Insentif-insentif pajak mencakup Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan intensifikasi perpajakan yang lebih
terstruktur serta penegakan hukum yang lebih ketat.
Kebijakan sunset policy diperkenalkan, yang dimanfaatkan oleh jutaan Wajib Pajak (WP).
WP diberikan kesempatan untuk merestrukturisasi pajak mereka dan membuka peluang
bagi masyarakat untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai WP baru.
Kebijakan sunset policy berlanjut dalam wacana pengampunan pajak atau tax amnesty.
Pada tahun 2003, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan 45 kebijakan pengurangan
pajak penghasilan dan barang mewah. Pada awal tahun 2005, Direktorat Jenderal Pajak
mempersiapkan empat fasilitas untuk memberikan insentif kepada dunia usaha.
Reformasi pajak di Indonesia mendapat dukungan dari berbagai negara di dunia. Pada
pertemuan antara Indonesia dengan negara-negara donor dan IMF pada tanggal 19 April
2006, permintaan Indonesia untuk bantuan jangka panjang dalam rangka reformasi pajak
di Indonesia dikabulkan oleh IMF dan sejumlah negara donor. Pada tahun 2013,
pemerintah merilis kebijakan tentang penyederhanaan perhitungan dan penyetoran pajak
dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46. Kebijakan ini mencakup Wajib
Pajak, baik orang pribadi maupun badan, yang memiliki omzet atau pendapatan kotor
setahun yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar. Mereka dikenakan tarif pajak penghasilan
sebesar 1% yang bersifat final. Dengan adanya tarif yang ringan dan proses penyetoran
yang lebih sederhana, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi Wajib Pajak dalam
membayar pajak. Seiring dengan peningkatan koleksi pajak, semakin banyak masyarakat
yang turut serta dalam mengawasi perkembangan pembangunan di negeri ini yang
didukung oleh sektor pajak.

Anda mungkin juga menyukai