NIM : 6311201017
Pada masa pendudukan Belanda dan Jepang, mereka memungut pajak atas banyak hasil
pertanian di Indonesia. Jauh sebelum itu, kerajaan-kerajaan di pulau-pulau ini juga memungut
pajak kepada rakyatnya untuk mempertahankan kerajaan. Sejauh ini, pajak telah berkembang
terlalu cepat. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya pajak yang ada.
Sejarah pajak di Indonesia dalam cerita lain menjelaskan bahwa pajak di Indonesia
pertama kali dimulai dari pajak bumi dan pajak bangunan atau yang kita sebut PBB. Pada
saat itu, lebih dikenal sebagai pajak properti. Pajak ini dipungut atas tanah atau tanah milik
orang. Pajak atas tanah-tanah ini dimulai ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC)
masuk dan menduduki Hindia Belanda.
Masyarakat membayar 80 (delapan puluh) persen harga tanah atau hasil tanah yang
dimilikinya. Daendels, seorang jenderal yang terkenal kejam, mengklaim bahwa Hindia
Belanda adalah milik Belanda. Penduduk Inggris yang dipimpin oleh Raffles landrente politik
telah berubah.
Raffles mengenakan pajak sebesar 2,5 (dua koma lima) persen terhadap kelompok
masyarakat adat dan pajak sebesar 5 (lima) persen terhadap tanah milik negara lain. Selain
itu, Raffles juga telah mengeluarkan sertifikat tanah yang merupakan Sertifikat Tanah
Internasional bagi warga yang disebut girik dalam bahasa Jawa.
Pada masa penjajahan Jepang, namanya diubah menjadi pajak tanah, dan setelah
Indonesia merdeka, namanya diubah menjadi pajak tanah. Istilah pajak tanah inipun telah
diubah menjadi “pajak atas hasil bumi”. Subyek pajaknya bukan lagi nilai tanahnya,
melainkan hasil yang diperoleh darinya, sehingga timbul kekesalan karena hasil yang
diperoleh dari tanah itu dikenakan pajak sebagai penghasilan, yang kemudian dikenal dengan
pajak peralihan.
Pada awal kemerdekaan dikeluarkan peraturan di bidang perpajakan. Pada tahun 1950
diundangkan Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar Pajak
Peredaran (Barang), yang pada tahun 1951 diganti dengan Pajak Penjualan (PPN).
Pajak ini untuk penggunaan umum dan dapat menjadi pajak penjualan dalam negeri dan
pajak penjualan impor. Badan Kena Pajak adalah produsen dan kontraktor jasa. Mengenai
pemungutan pajak, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat 2: “Semua pajak dibayar oleh Negara atas dasar undang-
undang”.
Selanjutnya Pasal 23 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diubah
dengan Pasal 23A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
“Pajak dan pungutan paksa lainnya melayani kebutuhan Negara sebagaimana ditentukan
oleh undang-undang”. Adapun ketentuan undang-undang di bidang perpajakan yang “lahir”
sesuai dengan keinginan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
terdapat beberapa undang-undang: