Anda di halaman 1dari 3

TUGAS HUKUM PAJAK

Nama : Sadrakh Brandon Elvan Maruanaya

NIM : 6311201017

Dosen : Zulfika Ikrardini, S.H., M.Kn.

Sejarah Pemungutan Pajak di Indonesia

Sejarah perpajakan di Indonesia diawali dengan diberlakukannya “huistaks” yaitu


pada tahun 1816. Huistaks adalah pajak yang dikenakan kepada penduduk yang tinggal di
suatu daerah atau tempat tertentu di muka bumi. Seperti sewa tanah, bangunan atau yang
sekarang dikenal dengan pajak properti dan konstruksi. Namun saat itu, rakyat Indonesia
harus menyerahkannya kepada pemerintah Belanda. Ini menunjukkan bahwa pajak telah
meningkat lagi, khususnya:

1. Tahun 1920 ada Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting alias Pajak.


2. Penghasilan. Pada tahun 1925, ada Ordonantie op de Vennootschapbelasting alias
Pajak Badan atau sekarang dikenal dengan Pajak Penghasilan Badan.

Pada masa pendudukan Belanda dan Jepang, mereka memungut pajak atas banyak hasil
pertanian di Indonesia. Jauh sebelum itu, kerajaan-kerajaan di pulau-pulau ini juga memungut
pajak kepada rakyatnya untuk mempertahankan kerajaan. Sejauh ini, pajak telah berkembang
terlalu cepat. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya pajak yang ada. 

Sejarah pajak di Indonesia dalam cerita lain menjelaskan bahwa pajak di Indonesia
pertama kali dimulai dari pajak bumi dan pajak bangunan atau yang kita sebut PBB. Pada
saat itu, lebih dikenal sebagai pajak properti. Pajak ini dipungut atas tanah atau tanah milik
orang. Pajak atas tanah-tanah ini dimulai ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC)
masuk dan menduduki Hindia Belanda. 

Masyarakat membayar 80 (delapan puluh) persen harga tanah atau hasil tanah yang
dimilikinya. Daendels, seorang jenderal yang terkenal kejam, mengklaim bahwa Hindia
Belanda adalah milik Belanda. Penduduk Inggris yang dipimpin oleh Raffles landrente politik
telah berubah.
Raffles mengenakan pajak sebesar 2,5 (dua koma lima) persen terhadap kelompok
masyarakat adat dan pajak sebesar 5 (lima) persen terhadap tanah milik negara lain. Selain
itu, Raffles juga telah mengeluarkan sertifikat tanah yang merupakan Sertifikat Tanah
Internasional bagi warga yang disebut girik dalam bahasa Jawa.

Pada masa penjajahan Jepang, namanya diubah menjadi pajak tanah, dan setelah
Indonesia merdeka, namanya diubah menjadi pajak tanah. Istilah pajak tanah inipun telah
diubah menjadi “pajak atas hasil bumi”. Subyek pajaknya bukan lagi nilai tanahnya,
melainkan hasil yang diperoleh darinya, sehingga timbul kekesalan karena hasil yang
diperoleh dari tanah itu dikenakan pajak sebagai penghasilan, yang kemudian dikenal dengan
pajak peralihan. 

Pada awal kemerdekaan dikeluarkan peraturan di bidang perpajakan. Pada tahun 1950
diundangkan Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar Pajak
Peredaran (Barang), yang pada tahun 1951 diganti dengan Pajak Penjualan (PPN). 

Pajak ini untuk penggunaan umum dan dapat menjadi pajak penjualan dalam negeri dan
pajak penjualan impor. Badan Kena Pajak adalah produsen dan kontraktor jasa. Mengenai
pemungutan pajak, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat 2: “Semua pajak dibayar oleh Negara atas dasar undang-
undang”.

Selanjutnya Pasal 23 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diubah
dengan Pasal 23A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

“Pajak dan pungutan paksa lainnya melayani kebutuhan Negara sebagaimana ditentukan
oleh undang-undang”. Adapun ketentuan undang-undang di bidang perpajakan yang “lahir”
sesuai dengan keinginan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
terdapat beberapa undang-undang:  

1. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-


Undang RI Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Peubahan Ketiga Atas Undang
Undang RI No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan jasa
serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2000 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang
Undang RI No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
6. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(sudah tidak belaku lagi karena sudah dicabut berlakunya)
7. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang
RI Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
8. Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2000 Tentang PenagihanPajak Dengan Surat Paksa.
9. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.

Anda mungkin juga menyukai