- Nelly Safitri
- Elisabet Marito .S
1. PPh Pasal 15
PPh Pasal 15 diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No.
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. PPh Pasal 15 merupakan salah satu jenis pengenaan pajak
atau pungutan pajak pada industri di bidang penerbangan dalam negeri, pelayaran dalam negeri,
pelayaran atau penerbangan luar negeri, serta perusahaan asing. Subjek pajak dalam PPh Pasal 15 ini
biasanya perusahaan pelayaran dan penerbangan yang ada di dalam negeri serta Kantor Perwakilan
Dagang (KPD di Indonesia yang belum memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dengan Indonesia, serta Perusahaan yang melaksanakan kegiatan maklon internasional.
2. PPh Pasal 19
PPh Pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika diukur
kembali terdapat selisih keuntungan dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan
nilai pasarannya. Sama dengan yang dimaksud dengan penilaian, yang mana dapat diartikan sebagai
revaluasi. Dasar hukum pengenaan pajak ini adalah UU No. 36 Tahun 2008 dan dipertegas kembali
dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan
(UU HPP) yang mendefinisikan bahwa pajak yang dikenakan pada suatu penghasilan yang berasal dari
wajib pajak (pribadi dan/atau badan). Penghasilan ini bisa diperoleh dari dalam negeri maupun luar
negeri.
3. PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pajak yang dibebankan atas penghasilan baik yang tetap dan teratur
setiap bulan yang diterima oleh pegawai seperti gaji dan tunjangan, serta penghasilan yang tidak tetap
dan tidak teratur yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, dan peserta kegiatan seperti honor
kegiatan, honor narasumber , dan sebagainya.
4. PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa PPh Pasal 22
adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan terhadap wajib pajak dan berkaitan
dengan kegiatan perdagangan barang di pasar internasional yang memperjualbelikan barang-barang
mewah. PPh Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun
swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
5. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyertaan jasa,
hadiah, bunga, deviden, royalti, atau hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh Pasal 21.
Pemotongan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan terkait dengan pembayaran berupa
dividen, bunga , royalti, sewa, dan jasa kepada Wajib Pajak, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
6. PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan yang membayar secara angsuran
setiap bulannya dengan tujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak yang kesulitan untuk melunasi
pajak terutang dalam rentang waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa
diwakilkan.
7. PPh Pasal 26
PPh ini dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia, yang mana diterima oleh
wajib pajak luar negeri. Dengan mengirimkannya selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang ada di
Indonesia.
8. PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan kurang bayar yang terdapat dalam SPT Tahunan PPh
yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21,
22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25 dengan dasar hukum UU No. 36 Tahun 2008 Subjek PPh 29 adalah
Wajib Pajak Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Sementara itu, objek pajak PPh 29 adalah penghasilan
yang kurang bayar pajak dari SPT Tahunan WP Pribadi dan Badan yang bersangkutan.
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak luar negeri melalui Subjek pajak luar negeri melalui BUT:
BUT: Saat tidak lagi menjalankan usaha
Saat menjalankan usaha atau atau melakukan kegiatan melalui
melakukan kegiatan melalui BUT di BUT di indonesia.
indonesia
Subjek pajal luar negeri tidak melalui Subjek pajal luar negeri tidak melalui
BUT: BUT:
Saat menerima atau memperoleh Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
Saat timbulnya warisan yang belum Saat warisan telah selesai dibagikan
terbagi
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasiinternasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri keuangan no
661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana telah diubah terkhir dengan
keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam keputusan Menteri
Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah dengan
keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesai.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di
Indonesia.
OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali, yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak penambangan, tanda
turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty, keuntungan
dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari
tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi
Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zamil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbanan keagamaan yang sifatnya wajib pajak bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikian atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak
dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% Dari
jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan Saham
tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan usaha dalam sektor-
sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
12. Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib
Pajak tertentu.
DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK
Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi dasar pengenaan pajak
adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak pada badan dihitung sebesar
penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP badan ) = penghasilan netto
Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto – PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP
Untuk WP Orang Pribadi besar penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi
dengan PTKP
Penghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan dari
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan , menagih , dan memelihara penghasilan
termasuk:
1. Biaya secara langsung dan tidak langsung
2. Penyusutan atas pengeluaran
3. Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan
4. Kerugian karna penjualan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia
7. Biaya beasiswa,magang, pelatihan
8. Piutang yang nyata
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah diatur dengan peraturan
pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11. Biaya pembangunan insprastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya( min 5 th)
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan usaha tetap
tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
4. Cadangan piutang
5. Cadangan untuk usaha asuransi
6. Cadangan penjaminan
7. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
8. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
9. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
10. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
11. Penggantian atau imbalan
12. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa.
13. Harta yang dihibahkan
14. Pajak penghasilan
15. Biaya yang dibebankan
16. Gaji
17. Sanksi administrasi
18. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek PPH
19. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan Netto
Untuk menghitung penghasilan kena pajak maka wajib pajak menggunakan norma
penghitungan penghasilan netto.
Dimana penghasilan netto adalah besar penghasilan netto sama dengan besarnya (persentase)
NPPN
Untuk Menghitung menentukan penghasilan netto perlu disempurnakan secara terus menerus
dan di terbikan oleh direktur jendral pajak yang di tentukan mentri keuangan
Wajib pajak yang boleh menggunakan NPPN adalah WP orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Predaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 Per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Contoh penghitungan pajak yang terutang (NPPN)
Diket :
anto menikah ( istri tidak bekerja) dan memiliki 3 orang anak, anto seorang dokter bertempat tinggal
dijakarta ia memiliki industri rotan. Misalnya besar presentase norma untuk industri rotan dicirebon
12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun Rp.400.000.000 , penerimaan seorang dokter
dijakarta setahun Rp. 100.000.000, hitunglah penghasilan netto?
Jawaban:
Dari industri rotan: 12,5% x Rp.400.000.000 Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter: 45% x Rp. 100.000.000 RP. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto RP. 95.000.000
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Rp. 21.120.000
Penghasilan kena pajak Rp. 73.880.000
TARIF PAJAK
Wajib pajak orang pribadi dalam negri
1. Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajip pajak orang pribadi dalam negri
adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.0000.000,00 5%
Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan Rp
15%
250.0000.000,00
Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp. 500.0000.000,00 25 %
Diatas Rp. 500.0000.000,00 30%
2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap
a. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan
dalam negri dan bentuk usaha tetap Adalah sebesar 28 % .
b. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan
dalam negri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25 %
c. Wajib pajak badan dalam negri berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 % dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia dan memenuhi
persyaratan tertentu lainnya memperoleh tarif sebesar 5 %
d. Wajib pajak badan dalam negri dengan peredarfan bruto sampai dengan Rp.50.0000.000,00
mendapat fasilitas pengurangan tarif 50 % yang dikenakan atas penghasilan kenapajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00.
Cara menghitung pajak
Pajak penghasilan (Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung
dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tariff pajak sebagaimana diatur UU PPh pasal
17:
2. Peredaran Bruto PT. Makmur dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp. 4.500.0000.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp. 500.000.000. penghitungan pajak yang terhutang :
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif
sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran
bruto PT. Makmur tidak melebihi Rp 4.800.000.000
3. Peredaran bruto PT. Jaya dalam tahun 2015 sebesar Rp. 30.000.000.000 dengan penghasilan
kena pajak sebesar Rp. 3.000.000.000. penghitungan hasil pajak penghasilan yang terutang:
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
(Rp. 4.800.000.000 : Rp. 30.000.000.000) x Rp. 3.000.000.000=
Rp. 480.000.000
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas:
Rp 3.000.000.000 – Rp. 480.000.000 = Rp. 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 =Rp. 60.000.000
- 25% x Rp 2.520.000.000 =Rp. 630.000.000(+)
Jumlah pajak penghasilan yang terutang =Rp. 690.000.000
PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL
Pemotongan atau pemungutan PPh tetap dilaporkan dalam surat pemberitahuan ( SPT ), hanya
saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya.
3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan
usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
Pengertian Pajak PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
d) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai.
e) Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas
yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan
kegiatan.
f) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
g) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar
Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek
pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas
nama persekutuannya.
Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek
pajak luar negeri.
Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan
magang.
Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga
lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium,
hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang
pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain
jenis;
d) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
e) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
f) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun,dan,imbalansejenisdengannamaapapun.
Objek Pajak PPh Pasal 21 yang Dikecualikan:
1.Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi jiwa, asuransi beasiswa, asuransi kesehatan, dan asuransi
kecelakaan
2.Penerimaan dalam bentuk Natura atau kenikmatan lainnya oleh wajib pajak
3.Zakat yang diterima oleh pribadi berasal dari badan atau lembaga amil zakat yang telah disahkan oleh
pemerintah
4.Beasiswa pendidikan dalam negeri dari Pemberi Beasiswa
5.Iuran Pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang
merupakan :
a.pegawai;
b.penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua,
termasuk ahli warisnya;
c.bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan, antara lain meliputi :
1.tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2.pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
3.olahragawan;
4.penasihat,pengajar,pelatih,penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
7.agen iklan;
8.pengawas atau pengelola proyek;
9.pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
10.petugas penjaja barang dagangan;
11.petugas dinas luar asuransi;
12.distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batasan penghasilan yang akan dikenakan
PPh Pasal 21. Jadi untuk penghasilan dibawa PTKP tidak dikenakan Pajak PPh Pasal 21.
Penghasilan :
Gaji Pokok Rp. 3.112.900
Tunjangan Istri Rp. 289.055
Tunjangan Anak Rp. 115.622
Tunjangan Struktural Rp. 195.000
Tunjangan Beras Rp. 279.040
Tunjangan lain-lain Rp. 1.128
Penghasilan Bruto Rp. 3.992.745
Pengurangan:
Biaya Jabatan/Biaya Pensiun Rp. 199.585
Iuran Pensiun/Iuran THT Rp. 167.084
(Rp. 366.168)
Penghasilan Neto Sebulan Rp. 3.626.076
Penghasilan Neto Setahun Rp.43.512.912
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Wajib Pajak (WP) sendiri Rp.54.000.000
Wajib Pajak Kawin Rp. 4.500.000
Anak/Tanggungan (2) Rp. 9.000.000 : Rp.67.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 0
PPh Pasal 21 Terutang Nihil
Jadi PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh Pak Auriga adalah nihil,
karena penghasilan Pak Auriga berada dibawah jumlah PTKP.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 yang Bersifat Final
Contoh kasus:
Pada bulan Agustus Pak Auriga menerima honorarium atas kegiatan monitoring yang
dilakukan oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Minahasa Selatan. Honorarium yang diterima
adalah berupa uang pemeriksaan yang diterima sejumlah Rp.2.000.000. Pak Auriga adalah
PNS dengan golongan III D. Maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang adalah :
PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto x Tarif Final (disesuaikan dengan golongan pegawai yang
bersangkutan)
PPh Pasal 21 = Rp. 2.000.000 x 5%= Rp.100.000,-
Jadi PPh Pasal 21 yang terutang atas honorarium yang diterima oleh Pak Auriga adalah
sebesar Rp.100.000,-.
Atas pemotongan yang dilakukan, maka bendahara pengeluaran wajib
membuat bukti potong PPh Pasal 21. Bukti potong untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final
adalah berupa formulir 1721-VII, sedangkan untuk PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final
adalah berupa formulir 1721-A2.
3. Pemotongan PPh Pasal 21
Pemotongan PPh pasal 21 dilakukan saat pembayaran penghasilan kepada pegawai yang
bersangkutan. Setelah dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, bendahara pemerintah wajib
memberikan bukti potong berupa formulir 1721-VII untuk pajak yang bersifat final dan 1721
– A2 untuk pajak yang bersifat tidak final.
Cara Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21
PTKP 2016 Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung
Perhitunganya :
Perhitungan PPh 21 menggunakan PTKP yang lama (selama bulan Januari – Juni 2016):
Andi Ahmad pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Abadi Selamat dengan memperoleh
gaji sebulan Rp 5.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Andi
menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 5.000.000,00 Rp 250.000,00
2. Iuran pensiun Rp 100.000,00 (+)
Rp 350.000,00 (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 4.650.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi
perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya
secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.
Pemungutan serta tarif pajak pph didasarkan atas undang – undang yang ada. Pajak
merupakan penyumbang terbesar bagi kas negara. Ingat, bayarlah pajak sesuai dengan UU yang
berlaku. Demikianlah kesimpulan ini, Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
Contoh soal perhitungan PPh 21 Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan
Contoh Kasus 1
Tommy bekerja di Universitas Nusantara. Ia memperoleh gaji sebulan beripa gaji poko Rp.
6.000.000. Tommy juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000. Tomm sudah menikah tapi
belum mempunyai anak. Penghitungan PPh 21 adalah: jawab:
Contoh Kasus 2
Tommy bekerja di Universitas Nusantara. Ia memperoleh gaji sebulan beripa gaji poko Rp. 6.000.000.
Tommy juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000. Tomm sudah menikah tapi belum
mempunyai anak. Penghitungan PPh 21 adalah:
Pengurangan:
(Rp. 400.000)
Rp.67.200.00
Penghasilan neto setahun: 12 x 5.600.000
0
PTKP (K/0):– Untuk diri Wajib Pajak– Tambahan
Rp.54.000.000 Rp.4.500.000
WP Menikah
(Rp.58.500.00
0)
Rp. 8.
Penghasilan Kena Pajak
700.000
Rp. 36.250
PPh 21 sebulan: Rp. 435.000: 12
Contoh Kasus 3
Endang adalah karyawati dengan status menikah tanpa anak. Ia bekerja di PT. X dengan gaji Rp.
7.500.000 per bulan. Endang membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000 setiap bulan. Diketahui
bahwa suami Enda tidak mempunyai penghasilan apa pun. Pada bulan Juli, selain menerima gaji,
Endang juga menerima pembayaran atas lembur sebesar Rp. 2.500.000. Penghitungan PPh 21 pada
bulan Juli adalah:
Rp.
Penghasilan bruto sebulan
10.000.000
(Rp.600.000)
Rp.112.800.0
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp. 9.600.000
00
Rp.54.000.000
PTKP (K/0):– Untuk Diri Wajib Pajak– Tambahan WP
Rp.4.500.00
(Rp.58.500.00
0)
Rp.54.300.00
Penghasilan Kena Pajak
0
Contoh Kasus 4
Hiduplah sebuah keluarga disebuah desa. Ia adalah Bapak Deni danistrinya beserta 4 anaknya.
Untuk mencukupi kebutuhannya ia bekerjasebagi Kepala Sekolah denagn upah sebesar Rp.
9.800.000,00. Hitunglahbesar pajak penghasilannya yang harus dibayarkan perbulannya?
Jawab :
Besar penghasilan = Rp. 9.800.000,00
Dana jabatan : 5 % x Rp. 9.800.000,00 = (Rp. 300.000,00 )
HASIL =Rp. 9.500.000,00
Contoh Kasus 5
Hasan bekerja pada perusahaan PT. ABC dengan memperoleh gajih sebulanRp. 2000.000,00 dan
membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 hasanmenikah dan memiliki 1 anak.
Hitunglah perhitung PPH pasal 21.
Jawab :
Gajih sebulan = Rp. 2.000.000
Biaya jabatan = 5% X Rp. 2.000.000 = Rp. 100.000
Iuran pensiun = Rp. 50.000,00+ (=Rp. 150.000,00)
Penghasilan neto sebulan =Rp. 1.850.000,00
Penghasilan neto 1 thn = 12X Rp. 1.850.000,00 =Rp. 22.200.000,00
Ptkp:
DWP = Rp. 54.000.000
ST.Kwain = Rp. 4.500.000 Tak 1x4.500.000 =Rp. 4.500.000 + = Rp. 63.000.000
Penghasilan kena pajak 1 thn =Rp 6.600.000
Pph pasal 21 terutang = 5%X 6.600.000 = Rp 330.000
Pph pasal 21 sebulan = Rp. 330.000 : 12 bulan = Rp 27.500
Contoh Kasus 6
Pak Bambang memiliki gaji Rp 30.000.000/bulan (neto) dengan status menikah dan memiliki dua
orang anak. Maka PPh terutang pak Bambang adalah..
Jawaban:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 42.500.000 = Rp 10.625.000
PPh 21 Rp 2.500.000 + Rp 30.000.000 + Rp 10.625.000 = Rp 43.125.000
Jadi, PPh 21 yang harus dibayarkan Pak Bambang setiap tahunnya adalah Rp 43.125.000/tahun.
Contoh Kasus 7
Saeroyi memiliki gaji sebesar Rp10.000.000/bulan, maka untuk menghitung gaji neto dalam satu
tahunnya adalah..
Jawab:
Rp10.000.000 x 12 bulan = Rp120.000.000/tahun
Dari hasil di atas, maka bisa disimpulkan bahwa gaji Saeroyi yang akan digunakan untuk menghitung
PPh 21 adalah sebesar Rp120.000.000
Contoh Kasus 8
Mas Danar bekerja di PT.EDG sebagai karyawan tetap dengan gaji pokok Rp4.700.000 per bulan,
tunjangan makan dan transportasi Rp1.000.000. Ia belum berkeluarga dan tidak memiliki tanggungan.
Lantas berapa PPh 21 Mas Danar?
Contoh Kasus 9
Pegawai A menerima gaji dari kantornya sebesar Rp 6.000.000 setiap bulan. Kantornya tersebut
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan bagi para karyawannya. Perusahaan tersebut
menanggung iuran pensiun dari BPJS sebesar 1% dari jumlah gaji, yakni sekitar Rp 30.000 setiap
bulan, Kemudian untuk Jaminan Hari Tua (JHT) para pegawainya setiap bulan dikenakan iuran
sebesar 3,70% dari jumlah gaji pegawai. Pegawai tersebut membayar iuran JHT setiap bulan
sebesar 2,00% dari jumlah gajinya. Untuk Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan
Kematian (JK) sudah dibayar oleh perusahaan yang besarnya masing-masing 1,00% dan 0,30%
dari total gaji. Apabila pada bulan tersebut pegawai bersangkutan mendapatkan tambahan uang
lembur sebesar Rp 3.000.000, berapakah besaran PPh 21 nya?
Jawab:
– Total penghasilan kotor (Bruto) = Gaji pokok + Uang Lembur + JKK 0,24% + JK 0,3%
– Untuk penghasilan kotor (Bruto) = 6000.000 + 3.000.000 + 14.400+ 18.000
– Total akhir Bruto = Rp 9.032.400
– Sedangkan penghasilan bersih (Netto) = Bruto – Biaya Jabatan – Iuran JHT – Jaminan
Pensiun
– Maka penghasilan bersih (Netto) karyawan = 9.032.400 – 401.620 – 120.000 – 60.000 =
8.450.780,00
– Jika dikalikan 12 bulan dan dibulatkan persentasenya maka PPh Pasal 21 = 1.770.450,00 :
12 = 147.538,00
– Maka, besaran pajak yang harus dibayar adalah sebesar 147.538
20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
PPh pasal 26 = (PKP-PPh terutang) x 20%
Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
2.pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat,
pelukis, dan seniman lainnya;
3.olahragawan;
4.penasihat,pengajar,pelatih,penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;
7.agen iklan;
8.pengawas atau pengelola proyek;
9.pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10.petugas penjaja barang dagangan;
11.petugas dinas luar asuransi;
12.distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya;
Penghitungan PPh Pasal 26
Contoh Kasus 1
Keisuke Shimaru (mantan kapten sepakbola dari Jepang) status kawin belum punya anak, diundang ke
Indonesia untuk melatih tim PS Sriwijaya selama tiga bulan dengan honorarium US$7.000/bulan. Dengan
kurs pasar US$1=Rp10,000 dan kurs SK Menkeu US$1=9.600.
Diminta:
Hitunglah PPh 26 tiap bulan!
Berapa yang diterima Keisuke Shimaru?
Pembahasan:
PPh 26 atas hororarium:
20% x (7.000 X Rp9.600,00) = Rp13.440.000/bulan
Keisuke Shimaru menerima:
(7000 X Rp96.000) – Rp13.440.000,00 = Rp53.760.000/bulan
Contoh Kasus 2
Messi atlet dari Nigeria mengikuti perlombaan lari marathon di Indonesia pada mei 2007 dan berhasil
merebut hadiah sebesar US$30,000. Kurs untuk US$1 = Rp9.000
Jawab:
Jadi PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah :
20% x US$30,000 x Rp9.000 = Rp54.000.000
Contoh Kasus 3
Penghasilan kena pajak bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia pada tahun 2015 sebesar
Rp17.500.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan yaitu sebesar 25% x
Rp17.500.000.000 = Rp4.375.000.000. Penghasilan BUT setelah kena pajak yaitu sebesar
Rp13.125.000.000. Hitunglah PPh Pasal 26?
Jawaban:
PPh Pasal 26 yang terutang = 20% x Rp13.125.000.000 = Rp2.625.000.000.
Jawaban:
PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000
Contoh Kasus 5
Aland Addison yang adalah seorang warga negara Inggris yang memiliki 25% saham atas PT
Jayaraya Indonesia. Tahun ini Aland menjual seluruh sahamnya senilai Rp8 miliar kepada Charles
seorang warga negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina serta
Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut. Hitunglah PPh Pasal 26 dari transaksi tersebut?
Jawaban:
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp8.000.000.000 = Rp400.000.000 (bersifat final).
Contoh Kasus 6
Seorang WNA Inggris memiliki 25% saham atas sebuah perusahaan di Indonesia. Tahun ini
Aland menjual seluruh sahamnya senilai Rp. 1 miliar kepada Charles seorang WNA Argentina.
Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan
transaksi tersebut. Hitunglah PPh Pasal 26 dari transaksi tersebut?
Jawab:
PPh Pasal 2620% x 25% x Rp. 1.000.000.000 Rp 50.000.000 (bersifat final).
Contoh Kasus 7
Seorang atlet dari Thailand yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton di
Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar Rp. 50.000.000. Atas
penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26. Hitunglah PPh Pasal 26?
Jawab:
PPh Pasal 26 20% x Rp. 50.000.000 Rp 10.000.000,-
Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan dipotong PPh
Pasal 26 sebesar Rp. 10.000.000