Anda di halaman 1dari 18

Pertemuan 1

 Pajak adalah : iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum
 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 16 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1
mendefinisikan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–
besarnya kemakmuran rakyat
 Unsur-Unsur Pajak
1. Iuran atau Pungutan
Jika arah datangnya pajak dari Wajib Pajak, maka pajak disebut iuran.
Jika arah datangnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari
pemerintah, maka pajak disebut sebagai pungutan.
2. Pajak dipungut berdasarkan undang undang
Pada hakekatnya pajak adalah beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak sehingga
harus disetujui oleh rakyat melalui DPR
Pasal 23 UUD 45 “ segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”
3. Pajak dapat dipaksakan
Fiscus mendapat wewenang dari undang undang untuk memaksa WP supaya mematuhi
dan melaksanakan kewajiban perpajakannya (UU no 28 tahun 2007 tentang KUP dan UU
no 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa)
4. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi
Ciri khas utama pajak adalah Wajib pajak (WP) yang membayar pajak tidak menerima
atau memperoleh jasa timbal atau kontraprestasi dari pemerintah
5. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
seperti : jalan, sekolah, rumah sakit dsb
 Fungsi pajak terdiri dari empat fungsi yaitu:
a. Fungsi budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiskal :
suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku
b. Fungsi Regulerend
Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu Disebut
juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama yaitu budgetair
Contoh : pemerintah ingin memberantas/ mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan
dikalangan generasi muda maka pemerintah mengenakan pajak atas minuman keras
dengan demikian harga menjadi mahal dan diharapkan konsumsi minuman keras
menjadi berkurang Bentuk dan contoh penerapan fungsi regulerend pada UU
perpajakan terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 9 thn 2016
c. Fungsi Stabilitas
Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk menjaga stabilitas.
Seperti: stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas moneter bahkan bisa juga stabilitas
keamanan. Contoh : Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga aga defisit
perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan
pengenaan PPnBM di ata
d. Fungsi redistribusi Pajak mempunyai fungsi pemerataan (Redistribusi) artinya dapat
digunakan untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan antara pembagian pendapatan
dengan kesejahteraan masyarakat.
 Pajak Menurut Cara Pembebanan
1.Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi
& Bangunan (PBB), Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor
2.Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak Penjualan, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Materai, Bea Cukai, Bea Balik
Kendaraan Bermotor
 Pajak Menurut Pemungut atau Pengelola
Pajak Pusat Yaitu Pajak yang pemungutan dan pengelolaannya dilaksanakan oleh
pemerintah pusat. Dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) – Kementrian Keuangan Contoh : PPh, PPN, PPnBM, Bea Materai, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Perkebunan, PBB Kehutanan, PBB Pertambangan
Pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat DJP
Pajak Daerah Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah (UU Pajak daerah No. 28 thn 2009)
Pemungutan dan pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah, baik di tingkat
provinsi maupun Kabupaten. Pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak daerah,
akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor
sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat
 Pajak Daerah dapat digolongkan sebagai berikut :
1.Pajak Propinsi, meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok
2.Pajak Kabupaten/Kota, meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir,
Pajak Air Tanah, Pajak sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan
perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan / atau Bangunan.
 Pajak Menurut Sifatnya
1. Pajak subjektif adalah pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama-tama kali
dilihat adalah subjeknya, setelah ditemukan subjeknya baru dicari objeknya Contoh :
Pajak Penghasilan
2. Pajak Objektif adalah pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama-tama
diperhatikan adalah objeknya, setelah objek ditemukan baru dicari subjeknya. Contoh :
PPN, PPn BM, PBB, pajak kendaraan bermotor, bea materai, bea masuk,
 Definisi Jenis-Jenis Pajak
1. Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. (Siti Resmi,2009)
2. PPh Pasal 4 Ayat 2 yaitu pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib
pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang didapat dan pemotongan pajaknya
bersifat final (UU PPh No. 36 thn 2008)
3. PPh Pasal 15 yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh Perusahaan pelayaran atau
penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran
minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing dan perusahaan yang
berinvestasi dalam bentuk bangun-gunaserah (UU PPh No. 36 thn 2008)
4. PPh Pasal 21 yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek
pajak dalam negeri. (Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER 32/PJ/2015)
5. PPh Pasal 22 yaitu pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga Negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya (Siti Resmi, 2011)
6. PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi mmaupun badan), dan bentuk usaha
tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong PPh pasal 21 (Siti Resmi, 2014)
7. PPh Pasal 24 yaitu pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan dalam negeri
berdasarkan Undang-undang dalam tahun pajak yg sama (UU PPh No. 36 thn 2008)
8. PPh Pasal 25 merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulan dalam tahun berjalan setelah dikurangi dengan kredit pajak (PPh 21, 22, 23
dan 24) (Siti Resmi,2003)
9. PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia (UU PPh No. 36 thn 2008)
10. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di
dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa
(Waluyo,2011)
11. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada
barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya (UU PPN & PPnBM No. 42 thn 2009)
12. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak
terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi / tanah / dan bangunan keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak
13. Pajak Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata
dan dokumen untuk digunakan di pengadilan (UU Bea Materai No. 13 thn 1985)
14. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan / atau penguasaan
kendaraan bermotor
15. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, watisan atau pemasukan
kedalam badan usaha
16. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar
kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar
cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor
17. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas Pengambilan dan / atau Pemanfaatan Air
Permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah,
tidak termasuk air laut baik yang berada di laut maupun di darat
18. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah
yang berwenang memungut cukai bersama dengan pemungutan cukai rokok
19. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain
20. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung wallet
21. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa
penginapan / peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran,
yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma peristirahatan,
pesanggrahan, rumah penginapan, dan sejenisya serta rumah kos dengan jumlah kamar
lebih dari 10.
22. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran
adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering
23. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.
Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, atau
keramaian dengan nama dan bentuk apa pun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap
orang dengan dipungut bayaran.
24. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat,
perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan
komersial, dan dipergunakan untuk memper- kenalkan, menganjurkan, mempromosikan
atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang
dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan dana / atau dinikmati oleh umum, kecuali yang
dilakukan pemerintah
Pertemuan 2
Prinsip Pemungutan Pajak
 Menurut Adam Smith, terdapat 4 prinsip pemungutan pajak
1.Equality : Tekanan pajak diantara subjek pajak masingmasing hendak
2.Certainty : Pajak yang harus dibayar seseorang harus terang dan pasti tidak dapat dimulur-
mulur atau ditawartawar
3.Convenience : Dalam memungut pajak hendaknya memperhatikan saat-saat yang paling
baik dan tepat
4.Efficiency : Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan dengan sehemat-hematnya,
jangan sampai biayanya lebih tinggi
 Menurut E.R. A. Seligmen, pd awalnya dasar pertimbangan pemungutan pajak adalah
besarnya kepentingan individu kepada negara, yg kemudian berganti menjadi kemampuan
untuk membayar (ability to pay) Kemampuan membayar (ability to pay ) Wajib pajak dapat
dilihat dari :
Poll : Setiap orang / kepala mempunyai kemampuan yang sama untuk membayar pajak
Expenditure : Besarnya pengeluaran yang dilakukan
Property : Harta yang dimiliki
Product : kemampuan harta yang dimiliki untuk menghasilkan penghasilan
Income : Besarnya jumlah penghasilan

 Sistem Perpajakan
1. Self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan
kepada WP untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan
hak perpajakannya yang dikenal dengan 5M
a.Mendaftarkan b. Menghitung c. Menyetor d. Melaporkan e. Menetapkan
Contoh penerapan self assessment system adalah Penetapan PPh pasal 25
2. Official Assessment system adalah suatu sistem perpajakan dimana inisiatif untuk
memenuhi kewajiban perpajakan berada di pihak fiskus Dalam sistem ini fiskus yang mencari
WP, memberikan NPWP sampai dengan penetapan jumlah pajak.
Contoh penerapan Official assessment system adalah Pengenaan PPh Pasal (4) Ayat (2)
atas pengalihan tanah dan/ atau bangunan dari WP kepada pemerintah
3. Withholding tax system adalah suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga diberi
kepercayaan (Kewajiban) atau diberdayakan oleh UU perpajakan untuk memotong pajak
penghasilan sekian persen dari penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak
 Tipe pajak yang dipotong melalui Withholding system :
Provisional (bersifat sementara): Jmlh pajak yg telah dibyr dpt menjadi kredit pajak atau
mengurangi pajak terhutang atas seluruh penghasilan sesudah akhir thn

Final : Pajak yg tlh dibyr tdk dijadikan kredit pajak / mengurangi pajak yg hrs dibyr di akhir
thn, & tentunya pengh yg dikenakan pajak final tdk dijumlah kan kpd penghasilan lain yg
dikenakan pajak tdk final
Contoh penerapan Witholding Tax system adalah Pemotongan dan pemungutan PPh 21,
22, 23, dan 26

 Stelsel Pajak
1. Stelsel Riil (Nyata)
a. Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan dari objek pajak yang sesungguhnya
b. Dengan stelsel riil tidak dimungkinkan pemungutan pajak diawal atau selama masa/
tahun pajak, Pemungutan baru bisa dilakukan setelah masa/tahun pajak berakhir
c. Kelebihan : wajib pajak maupun fiscus tidak akan dirugikan apabila teryata terjadi
perubahan keadaan objek pajak karena perubahan tersebut ikut dipertimbangkan dalam
penentuan jumlah pajak
d. Kekurangan: Terlambatnya uang pajak masuk kas negara
Contoh : PPh Pasal 25

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)


a. Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan hukum (fictie) tertentu yang
diperkirakan di awal tahun
b. Kelebihan : Uang hasil pajak dapat segera masuk ke dalam kas negara
c. Kekurangan: merugikan wajib pajak jika selama masa/tahun pajak berjalan terjadi
penurunan objek pajak dibandingkan anggapan yang ditetapkan dan merugikan negara
jika sebaliknya
Contoh : PPh 21 & PPh 23

3. Stelsel Campuran
a. Merupakan perpaduan dua stelsel yang telah diuraikan sekaligus upaya untuk
menghilangkan kekurangan kedua stelsel tersebut
b. Dalam stelsel campuran Utang pajak ditetapkan dengan stelsel anggapan diawal
masa/tahun pajak yang merupakan ketetapan sementara, kemudian diakhir masa/tahun
pajak akan dikoreksi berdasarkan objek pajak yang sesungguhnya
c. Kelebihan: Awal masa/tahun pajak uang hasil pajak sudah dapat dimasukkan ke kas
negara sehingga dapat segera digunakan & apabila terjadi perubahan dapat diperbaiki di
akhir masa/tahun pajak
Contoh : PPh Pasal 29

 Tarif Pajak
Mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)
maka terjadi perubahan level tarif pajak pada beberapa ruang lingkup perpajakan berikut :
1.Perubahan UU PPH – Efektif berlaku pada tahun pajak 2022.
2.Perubahan UU PPN – Efektif berlaku pada 01 April 2022.
3.Perubahan UU KUP – Efektif berlaku mulai tanggal diundangkan.
4.Program Pengungkapan Sukarela - Efektif berlaku pada 01 Januari – 30 Juni 2022.
5.Pajak Karbon - Efektif berlaku pada 01 April 2022.
6.Perubahan UU Cukai - Efektif berlaku mulai tanggal diundangkan.
 1. Tarif Lump Sum / Spesifik / Tetap Suatu tarif yang berupa suatu jumlah tertentu yang
sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pajak, objek pajak maupun
subjek pajak Contoh : Bea Materai (Rp. 10,000)
2. Tarif Proporsional Tarif ini merupakan sebuah “persentase tunggal” yang dikenakan
terhadap semua objek pajak berapapun nilainya Contoh: Tarif PPN 10% (Tarif Lama)
Dengan berlaku nya UU HPP di ubah menjadi 11%
3. Tarif Progresif (Persentase meningkat)
a. Tarif ini berupa persentase yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
yang dikenai pajak
b. Penerapan tarif progresif dalam PPh tidak dilakukan secara absolut (flat rate)
melainkan dilakukan secara berlapis (bricket rate)
Contoh :

4. Tarif Advalorem Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan /
ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang
Contoh : PT XZY mengimpor barang jenis A sebanyak 1500 unit dengan harga per unit
Rp. 100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut 20%, maka besarnya
Bea Masuk yang harus dibayar adalah : Nilai Barang Impor = 1500 x Rp. 100.000 = Rp.
150.000.000 Tarif Bea Masuk 20%, maka Bea Masuk yang harus dibayar : 20% x Rp.
150.000.000 = Rp. 30.000.000
5. Tarif Spesifik Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu
atau suatu satuan jenis barang tertentu
Contoh : Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis Z sebanyak 1500 unit dengan harga
per unit Rp. 100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp. 10.000 per unit, maka
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah : Jumlah Barang Impor = 1500 unit Tarif
Bea Masuk Rp. 10.000, maka Bea Masuk yang harus dibayar : Rp. 10.000 x 1500 = Rp.
15.000.000

Hambatan Pemungutan Pajak


 Hambatan / Perlawanan Pasif Perlawanan pasif, adalah perlawanan yang inisiatifnya atau
bukan kemauan dan usaha dari para wajib pajak itu sendiri.
Perlawanan pasif ini disebabkan oleh 3 faktor, yaitu :
1. Struktur Ekonomi Struktur eknonomi suatu Negara mempengaruhi pemungutan pajak di
Negara tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan sendiri pendapatan netto oleh
wajib pajak.
Contohnya pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Dalam hal ini,
wajib pajak harus menghitung sendiri. Namun, menghitung pendapatan netto akan
sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Karena itu, timbullah perlawanan pasif
terhadap pajak
2. Perkembangan Moral & Intelektual Penduduk Yaitu perlawanan pasif yang timbul dari
lemahnya system kontrol yang dilakukan oleh fiskus ataupun karena objek dari pajak itu
sendiri yang sulit untuk dikontrol.
Contohnya di Belgia terdapat pajak yang dikenakan terhadap permata. Dikarenakan
ukuran permata yang kecil dan sulit dikontrol keberadaannya maka bisa saja pemilik
permata ini menyembunyikannya agar terhindar dari pengenaan pajak
3. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri Cara perhitungan pajak yang rumit dan
memerlukan pengisian formulir yang rumit menyebabkan adanya penghindaran pajak,
prosedur yang berbelit-belit dan menyulitkan wajib pajak dan membuka celah untuk
negosiasi antara petugas dan pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya
penghindaran pajak.
 Hambatan / Perlawanan Aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak
itu sendiri. Hal ini merupakan usaha yang secara langsung dan bertujuan untuk menghindari
pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Perlawanan aktif terhadap pajak ada 2 cara, yaitu:
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih
dalam kerangka peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar.
Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang
sekalipun kadang-kadang dgn jelas menafsirkan undangundang tdk sesuai dgn maksud &
tujuan pembuat undangundang.
Penghindaran dr pajak dilakukan dgn 3 cara, yaitu:
a. Menahan diri Maksudnya adlh para wajib pajak tdk ingin terkena pajak, maka mereka
melakukan sesuatu yg nantinya bisa dikenai pajak. Contohnya jika tidak mau terkena
cukai tembakau, maka tidak merokok.
b. Pindah lokasi Maksudnya, para wajib pajak yg memiliki usaha, karena mereka ingin
mendapatkan pajak yang kecil untuk usaha mereka, maka mereka pindah lokasi ke
daerah yang tarif pajaknya rendah seperti di Indonesia Timur
c. Penghindaran pajak secara yuridis Melakukan perbuatan sedemikian rupa shg
perbuatanperbuatan yg dilakukan tidak terkena pajak. Ini disebabkan karena para wajib
pajak memanfaatkan celah dan ketidakjelasan yang terdapat dalam UU.
2. Pengelakan Pajak (Tax Evation) Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang
melanggar undang-undang. Pengelakan pajak ini terjadi sebelum Surat Ketetapan Pajak
dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud
melepaskan diri dari pajak / mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara
menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Pertemuan 3
 Tahun Pajak
Pasal 1 Angka 7 UU KUP, mendefinisikan Masa Pajak sbb : Masa Pajak adalah Jangka waktu
yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam UU KUP.
Lebih lanjut, dalam Pasal 2A UU KUP dijelaskan bahwa masa pajak adalah sama dengan 1
bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
paling lama 3 bulan kalender.
Contoh : Masa pajak Januari, Masa Februari, Masa Pajak Maret dst

Pasal 1 Angka 8 UU KUP, mendefinisikan Tahun Pajak sbb : Tahun Pajak adalah Jangka
waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender. Jangka waktu 1 Tahun Kalender adlh jangka waktu dari tgl 1
Jan s.d tgl 31 Des. Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak selain tahun kalender
dengan terlebih dahulu mengajukan izin ke Kantor Pelayanan Pajak
Contoh : Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Kalender : Pembukuan dimulai 1 Jan 2015 dan
berakhir 31 Des 2015, disebut tahun pajak 2015. Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun
Kalender : Pembukuan dimulai 1 Juli 2014 dan berakhir 30 Juni 2015

Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. Bagian dari jangka
waktu 1(satu) Tahun Pajak bisa 1 (satu) bulan Kalender atau beberapa bulan Kalender
Contoh : Pada awal Januari 2017, PT. X melakukan perubahan tahun buku dari Januari –
Desember berubah menjadi April – Maret dan disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak,
mulai tahun pajak April 2017 – Maret 2018.
Dalam hal ini ada bagian dari tahun 2017 yaitu Januari 2017 – Maret 2017 yang disebut
bagian tahun pajak 2017

 Nomor Pokok Wajib Pajak


Menurut UU KUP Pasal 1 angka 6 :
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya Kewajiban mempunyai NPWP bagi wajib
pajak dibedakan menjadi :
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas PTKP
2. Badan Usaha dalam segala bentuk termasuk BUT
3. Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah

Saat Pengajuan NPWP Pelaksanaan Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri mendapatkan
NPWP dapat dibedakan sebagai berikut :
1.WP Badan, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 bulan setelah
saat usaha mulai dijalankan, yaitu saat yang terjadi lebih dahulu antara pendirian dan usaha
nyata-nyata mulai dilakukan.
Misal : PT Abadi didirikan pada tgl 1 Jan 2008, dan baru mulai nyata-nyata terdapat kegiatan
usaha pada tgl 1 Maret 2008. Kewajiaban mempunyai NPWP paling lama harus dilaksanakan
pada tgl 1 februari 2008.
2.WP orang pribadi, harus mendaftarkan diri sebagai WP untuk diberikan NPWP dapat
dibedakan :
a. WP OP menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat akhir bulan berikutnya Pekerjaan bebas : adlh pekerjaan
yg dilakukan oleh OP yg mempunyai keahlian khusus sbg usaha utk memperoleh pengh yg
tdk terikat oleh hubungan kerja.
b. WP OP tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Apabila penghasilan sebulan
setelah disetahunkan telah melebihi PTKP setahun, wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat akhir bulan berikutnya.
c. WP OP yg memerlukan NPWP, untuk mendapatkan sesuatu seperti persyaratan pinjaman
bank dan pendirian usaha

TATA CARA MENDAPATKAN NPWP Semua WP yang telah memenuhi persyaratan subyektif
dan obyektif berdasarkan sistem self assessment wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat sebagai WP dan sekaligus mendapatkan NPWP

Persyaratan Subyektif : persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subyek pajak
dalam UU PPh
Persyaratan Obyektif : persyaratan bagi subyek pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan penotongan / pemungutan sesuai dengan
ketentuan UU PPh

1. Pendaftaran NPWP secara langsung. Dimana WP dengan secara langsung datang ke KPP (
Kantor Pelayanan Pajak), atau KP2KP ( Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Pajak )
a. Mengajukan permohonan NPWP
b. Penelitian kelengkapan dokumen
c. Pemberian NPWP
2. Pendaftaran NPWP secara elektronik atau e-Registration atau e-Reg dilakukan WP
melalui media internet

DOKUMEN PERSYARATAN PENDAFTARAN NPWP WP yang mendaftarkan diri untuk


memperoleh NPWP harus mengisi dan menandatangani formulir registrasi WP dan
melengkapi dengan persyaratan antara lain :
1. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :
a. Fotocopy KTP bagi WNI
b. Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.
2. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
a. Fotocopy KTP bagi WNI
b. Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.
c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang
berwenang sekurang-kurangnya dari Lurah atau kepala desa.
3. Joint Operation sebagai WP Pemungut / Pemotong
a. Fotocopy Perjanjian kerjasama sbg Joint Operation
b. Fotocopy Kartu NPWP masing-masing anggota Joint Operation.
c. Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau Paspor ditambah surat keterangan tempat
tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang
asing, dari salah seorang pengurus Joint Operation.
4. Pemohon status cabang,OP pengusaha ttt / wanita kawin tdk pisah harta hrs
melampirkan fotocopy SKT pd berikut : KP bagi Cabang, Domisili bagi pengusaha tertentu
dan Suami bagi wanita kawin tidak pisah harta.

PENGHAPUSAN NPWP Bagi WP perseorangan ataupun Badan dengan berbagai alasan


dapat mengajukan permohonan untuk penghapusan NPWP
1. Bagi WP Orang Pribadi
a. Meninggal dunia
b. Pindah alamat di luar wilayah KPP dimana WP terdaftar
2. Bagi WP Badan
a. WP Bubar
b. WP dilikuidasi
c. WP melakukan penggabungan
d. WP badan tunggal pindah alamat dari KPP dimana WP terdaftar
3. Bagi WP BUT WP menghentikan kegiatannya di Indonesia.
4. Bagi WP Bendaharawan
a. Proyek yang dikelola bendaharawan sudah selesai
b. Kantor yang dikelola bendaharawan sudah tutup.

BATAS WAKTU PENYELESAIAN PENGHAPUSAN NPWP


1. WP OP paling lama 6 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
2. WP Badan termasuk BUT dan bendaharawan paling lama 12 bulan sejak tGl
permohonan diterima secara lengkap.

 NPPKP
Menurut UU KUP Pasal 2 ayat 2 : Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
adalah nomor yang diberikan kepada setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan
pajak pertambahan nilai (PPN) berdasarkan undang-undang PPN, wajib melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak

Menurut UU KUP Pasal 1 angka 5 : Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yg melakukan
penyerahan barang kena pajak (BKP) & atau penyerahan jasa kena pajak yg dikenai pajak
berdasarkan UU PPN 1984 & perubahannya

Berdasarkan PMK No. 6197/PMK.03/2013 Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama
1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.
4.800.000.000,00. Pengusaha kecil tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP, namun demikian
bagi pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP untuk dapat memperoleh
hak sebagai PKP.

 Fungsi NPPKP adalah :


1. Untuk mengetahui Identitas PKP yang sebenarnya
2. Untuk melaksaakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPn BM
3. Untuk Pengawasan Administrasi Perpajakan
 Pencabutan NPPPKP adalah :
1. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain
2. PKP tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP termasuk PKP yang jumlah peredaran
dan/atau penerimaan bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran
dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha Kecil

 SURAT PEMBERITAHUAN
Pasal 1 Angka 11 UU KUP, mendefinisikan Surat Pemberitahuan (SPT) sbb : SPT adalah surat
yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak,
obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan ( Pasal 1 angka 11 UU KUP)

 Fungsi SPT
1.Fungsi Pelaporan
a.Fungsi Pelaporan SPT bagi WP, adalah berkaitan dengan kegiatan seperti berikut ini :
–Penghitungan jmlh PPh yg sebenarnya terhutang
–Pembayaran / pelunasan pajak yg tlh dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan
atau pemungutan pihak lain dalam bagian/tahun pajak.
–Penghitungan penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek pajak –
Harta dan kewajiban
b. Fungsi Pelaporan SPT bagi PKP, bagi PKP fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan kegiatan berikut :
– Penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terhutang
– Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
– Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau
melalui pihak lain dalam satu masa pajak
2. Fungsi Pertanggungjawaban
Fungsi Pertanggungjawaban pada SPT dapat dibedakan menurut yang mempertanggung
jawabkannya :
a. Fungsi Pertanggungjawaban SPT bagi WP, atas pembayaran dari kegiatan
pemotongan atau pemungutan PPh yang dilakukannya terhadap PPh OP atau badan Lain
dalam satu masa pajak.
b. Fungsi Pertanggungjawaban SPT bagi PKP, sebagai pemotong atau pemungut pajak
fungsi SPT adalah sarana untuk mempertanggungjawabkan pajak yang telah dipotong
atau dipungut dan disetorkannya

Tata Cara Pelaporan SPT


1. Pelaporan SPT Secara Manual
Pelaporan SPT secara manual dapat dilakukan WP dengan mengirimkan SPT dalam
bentuk fisik langsung ke KPP atau KP2KP atau melalui media pengiriman seperti kantor
pos. Tatacara pelaporan SPT secara manual dilakukan WP atau PKP dengan tahapan :
1. Pengambilan formulir SPT
2. Pengisian SPT (benar, jelas dan lengkap)
3. Penandatanganan SPT
4. Penyampaian SPT (langsung ke KPP / jasa pengiriman )
2. Pelaporan SPT menggunakan e-filling
E-Filling adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik
yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website Direktorat
Jenderal (http://pajak.go.id atau https://djponline.pajak.go.id/account/login) atau
penyedia layanan SPT elektronik atau Application Service Provider (ASP) yaitu :
- www.spt.co.id
- www.pajakku.com
- www.eform.bri.co.id
- www.online-pajak.com

Berdasarkan peraturan terbaru, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor


9/PMK.03/2018, terdapat jenis SPT yang diwajibkan e-filing, yaitu :
-SPT Masa PPh Pasal 21 / PPh Pasal 26
-SPT Masa PPN / PPnBM 1111
-SPT Tahunan Badan bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang menerbitkan e-Faktu

3. Pelaporan SPT menggunakan e-Form


e-Form merupakan formulir SPT elektronik file dengan ekstensi .xfdl yang pengisiannya
dapat dilakukan secara offline menggunakan Aplikasi Form Viewer yang disediakan
Ditjen Pajak Setelah SPT Tahunan dibuat secara offline, wajib pajak bisa langsung meng-
upload SPT-nya secara online via DJP online Untuk saat ini e-Form hanya dapat
digunakan oleh Wajib Pajak yang menggunakan formulir berikut : SPT Tahunan OP 1770,
SPT Tahunan OP 1770S dan SPT Tahunan Badan 1771

SURAT SETORAN PAJAK


 Pengelompokkan SPT
1. Menurut Jenis SPT : SPT masa & SPT Tahunan
2. Menurut Wajib Pajaknya (SPT PPh OP, SPT PPh Badan & BUT serta SPT WP
Bendaharawan)
3. Menurut Jenis Pajaknya : SPT PPh Tahunan OP, SPT PPh Tahunan OP Karyawan, SPT PPh
Tahunan Badan, SPT PPh 21 Tahunan, SPT PPh Masa & SPT PPN Masa

UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Angka 14 mendefinisikan Surat Setoran Pajak (SSP)
sebagai berikut : SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri keuangan

 Fungsi SSP adalah sebagai bukti pembayaran pajak bila telah disahkan oleh Pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang, atau bila telah mendapatkan validasi dari pihak lain
yang berwenang.

 Jenis-Jenis SSP

1.SSP Standar, adalah surat yang oleh WP digunakan atau berfungsi untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke kantor Penerima Pembayaran dan
digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi sesuai dengan yang
telah ditentukan.
2.SSP Khusus, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin
transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan
Direktur Jenderal Pajak, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam
administrasi perpajakan.
3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka Impor) adalah SSP yang
digunakan importir atau wajib bayar dalam rangka impor. SSPCP digunakan untuk
melakukan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor. SSPCP dibuat dalam
rangkap 8 yang peruntukannya adalah sbb :
4. SSCP ( Surat Setoran Cukai atas Barang kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan
dalam negeri) adalah SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena
cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP digunakan untuk melakukan
penyetoran penerimaan negara dari cukai atas barang kena cukai & PPN hasil tembakau
buatan dalam negeri.

 SURAT KETETAPAN PAJAK


UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Huruf 15 mendefinisikan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
sebagai berikut: SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau penelitian
atas data WP, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalam SPT tidak benar, sehingga
masih terdapat :
1.Pajak yang tidak atau kurang dibayar
2.Pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.

 Macam-Macam Surat Ketetapan Pajak (SKP)


1.Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan atau denda (Pasal 1 huruf 20 UU KUP) STP dapat diterbitkan
oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun penelitian. STP dapat diterbitkan pada jenis
pajak berikut ini yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN dan PPnBM

2.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
menetukan besarnya pajak jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi Administrasi, dan jumlah yang masih harus
dibayar (Pasal 1 huruf 16 UU KUP)

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak (Pasal 1 huruf 18 UU KUP).

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang
menetukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terhutang ( Pasal 1 huruf 19 UU KUP )

5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak
yg menentukan tambahan atas jmlh pajak yg tlh ditetapkan (Psl 1 huruf 17 UU KUP)
 SURAT TAGIHAN PAJAK
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Huruf 20 mendefinisikan Surat Tagihan Pajak (STP)
sebagai berikut: STP adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda

Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan dalam hal-hal sebagai berikut :


1.Apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2.Apabila dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung
3. Apabila Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/ atau bunga;
4. Apabila pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan perubahannya tidak
melaporkan kegiatan usahanya utk dikukuhkan sbg Pengusaha Kena Pajak
5. Apabila pengusaha yg tdk dikukuhkan sbg Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat
Faktur Pajak;
6. Pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg Pengusaha Kena Pajak tdk membuat atau membuat
Faktur Pajak, tetapi tdk tepat waktu atau tdk mengisi selengkapya Faktur Pajak.
Penerbitan Surat Tagihan Pajak akan ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% sebln utk paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian
tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SuratTagihan Pajak

 SANKSI PAJAK
SANKSI DENDA Disebabkan antara lain :
1.Terlambat lapor SPT masa maupun tahunan
a.Sebesar Rp 500.000 untuk SPT masa PPN
b.Sebesar Rp 100.000 untuk SPT masa lainnya
c.Sebesar Rp 1.000.000 untuk SPT tahunan WP Badan
d.Sebesar Rp 100.000 untuk SPT tahunan OP

2.Mengungkapkan ketidakbenaran setelah diperiksa sebelum disidik


WP dpt mengungkapkan ketidakbenaran walaupun tlh dilakukan pemeriksaan tetapi blm
dilakukan penyidikan dgn membayar kekurangan pajaknya ditambah sanksi denda 150%
dari pajak yg kurang dibayar

3. Sanksi Keberatan ditolak Permohonan keberatan


yang diajukan oleh WP apabila ditolak atau dikabulkan sebagian, maka besarnya jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan dikenai denda 50% yang ditagih dengan STP

4. Sanksi Pencabutan Penyidikan


Penghentian penyidikan hanya dilakukan setelah WP melunasi pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan ditambah denda sebesar 4 kali jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

 SANKSI BUNGA Disebabkan antara lain :


1.Pembetulan SPT Tahunan sblm pemeriksaan (Psl 8 ayat 2) Pembetulan SPT Tahunan yang
mengakibatkan hutang pajak menjadi lebih besar dikenakan sanksi bunga sebesar 2%
perbulan atas jumlah pajak yang kurang bayar dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir
s/d tgl pembayaran
2.Pembetulan SPT Masa sblm pemeriksaan (Psl 8 ayat 2a) Pembetulan SPT Masa yang
mengakibatkan hutang pajak menjadi lebih besar dikenakan sanksi bunga sebesar 2%
perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung sejak jatuh tempo s/d tgl
pembayaran

3. Keterlambatan Pembayaran Pajak pada SPT Masa. WP yang terlambat atau tidak
membayar kewajiban masa pajak akan dikenakan sanksi bunga 2% perbulan yang dihitung
dari jatuh tempo pembayaran s/d tgl pembayaran

4. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak pada SPT Tahunan Pembayaran pajak yang
kurang dibayar pada SPT tahunan harus dilunasi sebelum batas waktu pelaporan SPT
dilakukan, apabila melebihi batas tersebut akan dikenakan bunga 2% perbulan yang
dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan s/d tgl pembayaran.

5. Sanksi pada SKP Pajak Hasil Pemeriksaan. Kekurangan pajak yang terhutang dalam SKP
hasil pemeriksaan atau keterangan lain ditambah sanksi bunga 2% sebulan untuk selama-
lamanya 24 bulan, dihitung mulai saat terhutangnya atau berakhirnya masa pajak s/d
diterbitkan SKP

6. Sanksi Kurang Bayar Setelah 5 Thn WP Keluar Penjara. WP yang keluar dari penjara
akibat tindak pidana perpajakan atau pidana lainnya walaupun telah lebih 5 tahun sejak saat
pajak terhutangf atau berakhirnya masa/bagian/tahun pajak dapat diterbitkan SKPKB
dengan ditambah sanksi bunga 48%.

7. Sanksi pada STP Hasil Penelitian dan Pemeriksaan Tahun Berjalan. STP dapat diterbitkan
berdasarkan hasil penelitian diketahui PPh tahun berjalan tidak atau kurang dibayar,
kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung. Atas hasil penelitian
tersebut diterbitkan STP atas sanksi bunga 2% setiap bulannya paling banyak 24 bulan.

8. Sanksi Pajak Ditagih Kembali


PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan dikenai sanksi
bunga sebesar 2% perbulan dari pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tgl penerbitan SK
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak s/d tgl penerbitan STP.

9. Sanksi SKPKBT yg Diterbitkan Melebihi Batas Waktu


SKPKBT tetap dapat diterbitkan walaupun sudah lewat 5 tahun ditambah bunga 48% dari
pajak yang tidak/kurang dibayar, apabila dalam hal WP setelah jangka waktu 5 tahun
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana bidang perpajakan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

10.Sanksi Bunga Penagihan


Pajak yang terhutang pada SKPKB, SKPKBT dan tambahan pajak yang harus dibayar
berdasarkan SK pembetulan, SK keberatan, atau Putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar pada saat jatuh tempo dikenakan sanksi bunga 2% perbulan untuk seluruh masa
dihitung dari tgl jatuh tempo s/d tgl pembayaran.
 SANKSI KENAIKAN Disebabkan antara lain :
1.Sanksi Mengungkapkan Ketidakbenaran SPT setelah pemeriksaan sebelum ada SKP
Walaupun sedang dilakukan pemeriksaan sepanjang belum diterbitkan ketetapan pajak, WP
dapat mengungkapkan ketidak benaran SPT disertai dengan pembayaran pajak yang kurang
dibayar, beserta sanksi 50% dari pajak yang kurag dibayar.

2.Sanksi pada SKPKB Hasil Pemeriksaan SPT Tidak benar. Pengenaan sanksi kenaikan ini
dapat dibedakan :
–Sanksi SPT Tidak Dilaporkan walaupun sudah ditegur
–Sanksi Pembukuan Tidak Dilakukan dengan benar
– Sanksi PPh Kurang Dipungut atau Kurang Dipotong – PPn tidak harus dikompesasikan,
direstitusi, tarif 0%

3. SPT Tidak benar karena alpha, dibedakan menjadi 2 :


– Kealphaan dilakukan pertama kali, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
– Kealphaan dilakukan lebih sekali

4. Sanksi telah diterbitkan pembayaran pendahuluan pada WP punya peryaratan tertentu.


Hasil pemeriksaan terhadap WP yang telah diberikan SK Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak dapat berupa SKPKB. Atas SKPKB tersebut akan dikenakan kenaikan sebesar
100% dari jumlah kekurangan pajak

5. Sanksi pada SKPKBT Data baru Dalam hal masih ditemukan data baru atau data yang
semula belum terungkap atas perhitungan pajak yang terhutang dalam SKPKBT ditambah
sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kurang bayar

6. Sanksi telah diterbitkan pembayaran pendahuluan pada WP kriteria tertentu


Hasil pemeriksaan terhadap WP yang telah diberikan SK Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak dapat berupa SKPKB. Atas SKPKB tersebut akan dikenakan kenaikan sebesar
100% dari jumlah kekurangan pajak
Pertemuan 4
 Pajak Penghasilan
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 1, mendefinsikan Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak
penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak

UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 & 1a serta Pasal 2 ayat 2, 3, 4 dan 5 , menjelaskan
bahwa Subjek PPh yaitu
1. Orang Pribadi (OP), meliputi :
a.OP Dalam Negeri yaitu OP yg Bertempat tinggal / berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dlm 12 bulan; atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia
b.OP Luar Negeri yaitu OP yg tidak Bertempat tinggal / berada di Indonesia tdk lebih dari
183 hari dlm 12 bln

2. Badan, meliputi :
a. Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan pemerintah
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang :
- Menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia
- Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau kegiatan melalui BUT di Indonesia

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, bersifat menggantikan yang berhak

UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 3, menjelaskan bahwa Yang Tidak Termasuk Subjek PPh
yaitu :
1.Kantor perwakilan negara asing
2.Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang
yang diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka
3.Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu
4.Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional

UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1, menjelaskan bahwa yang termasuk Objek PPh
yaitu :
1.Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak
Penghasilan
2.Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3.Laba usaha
4.Keuntungan krn penjualan atau karena pengalihan harta
5.Penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibeban kan sbg biaya & pembayaran
tambahan pengembalian pajak 6.Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang

Anda mungkin juga menyukai