Anda di halaman 1dari 5

2.

Pertemuan ke 3

4. PENGGOLONGAN PAJAK
Dalam hukum pajak terdapat pembedaan jenis-jenis pajak, yang dibagi
dalam golongan, wewenang pemungutan, maupun sifatnya, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada skema berikut:
Skema 1

Pajak langsung
Berdasarkan Golongan
Pajak tidak langsung

Pajak Pusat/Negara
Pajak Berdasarkan Wewenang Pemungutan
Pajak Daerah

Pajak Sabjektif
Berdasarkan sifat
Pajak Objektif

A. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.


Pajak Langsung 12) adalah pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh
wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Dalam arti kata administratip pajak-pajak langsung ini dikenakan secara
berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
atau Kohir (yaitu Surat Ketetapan Pajak yang memuat nama dan alamat wajib
pajak, hari-hari pembayaran, besarnya pajak, tahun pajak, nomor ketetapan dan
sebagainya). Pengenaan pajak langsung ini dihubungkan dengan suatu
pembentukan statbestand oleh suatu subjek pajak dalam suatu jangka waktu
yang disebutkan tahun pajak atau masa pajak. (misalnya Pajak Penghasilan ,
Pajak Bumi dan Bagunan)
Pajak Tidak Langsung,13) yaitu pajak-pajak yang pada akhirnya dapat
dilimpahkan (digeserkan) kepada orang lain (pihak ke 3); Mekanisme
pelimpahan kewajiban ini adalah sebagai berikut:
Produser dalam memproduksi barang dan jasa mempunyai kewajiban
untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Mekanisme yang dijalankan
oleh produsen dalam melakukan kewajiban ini ada dua cara yaitu: Forward
Sbifting dan Backward Sbifting.
1. Yang dimaksud dengan metode Forward sbifting adalah suatu cara
melimpahkan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai kepada konsumen
(pihak ke 3) dengan menekan biaya produksi sehingga nilainya sama
dengan jumlah pajak yang harus dibayarkan. Metode ini disatu sisi sangat
merugikan konsumen, karena dalam menekan biaya produksi seringkali

1
12) Ibid, hlm 16-17.
13
Rimsky K. Judisseno, 1999, Perpajakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 16-17.

13
produsen menurunkan mutu produksinya. Sedangkan di sisilain,
penekanan biaya produksi membantu produsen untuk menekan harga
pokok penjualan.
2. Yang dimaksud dengan metode backward sbifting adalah suatu cara
melimpahkan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan
melakukan “pergeseran ke belakang”, yaitu dengan menekan biaya
produksi dari harga beli bahan mentahnya. Selanjutnya pembebasannya
dilekatkan pada harga jual suatu produksi sejumlah nilai pajak yang akan
dibayarkan.
Tabel 2
Perbedaan Pajak langsung dengan Pajak tidak langsung

No Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung


1. Dipungut secara langsung Dipungut melalui perantara atau pihak 3
2. Memakai kohir Tidak memakai kohir
3. Dipungut Secara berkala Dipungut secara tidak berkala tetapi setiap saat
pada waktu ada kejadian/peristiwa.

B. Pajak Pusat / Negara dan Pajak Daerah


Pajak pusat adalah: pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat atau
lebih dikenal dengan pajak langsung yang hasilnya masuk dalam Kas Negara
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, baik
pengeluaran rutin maupn pengeluaran pembangunan.
Contoh: 1. Pajak Penghasilan
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
3. Pajak Pernjualan Atas Barang Mewah
4. Bea Masuk dan Cukai
Ciri-ciri pajak pusat adalah daerah tidak boleh memungut pajak pusat tersebut
Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang di pungut oleh Propinsi,
Kabupaten/Kota harus didasarkan pada Peraturan Deerah. Pajak Daerah tidak
boleh bertentangan dengan pajak Pemerintah Pusat dan tidak boleh
bertentangan dengan kebijaksanaan Daerah yang lebih atas . Maka oleh sebab
itu sebelum pajak daerah diumumkan harus mendapat persetujuan lebih dahulu
dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih atas. Pajak Daerah
tidak boleh memasuki lapangan yang sudah atau akan dikenakan pajak oleh
Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang lebih atas kecuali dengan
memungut opcente.
Pungutan opcente 14) adalah suatu pungutan tambahan atas suatu jumlah
pokok dari suatu pajak negara atau pajak daerah tingkat atasnya yang
tergantung pada siapa yang memungutnya, apakah daerah provinsi atau daerah
kabupaten/kota. Daerah kabupaten/kota dapat memungut opcente atas pajak
daerah provinsi dan atas pajak negara, sedangkan daerah provinsi hanya dapat
memungut opcente (opsen) atas pajak negara saja.

11
4. R. Santoso Brotodihardjo, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, hlm 106-
107.

14
C. Pajak Subjektif dan Pajak Objektif 15)
Pajak Subjektif, yaitu pajak-pajak yang pemungutannya berpangkal pada
diri orangnya (subjeknya), keadaan diri wajib pajak dapat mempengaruhi besar
kecilnya jumlah pajak yang harus dibayar. Daya pikul dari Wajib Pajak diukur
dengan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak misalnya apakah ia sudah
menikah atau tidak, jumlah anak atau keluarga yang menjadi tanggungan penuh
dan sebagainya.
Pajak Objektif, adalah pajak-pajak yang pemungutannya berpangkal pada
obyeknya, dan pajak ini dipungut karena keadaan, perbuatan dan kejadian yang
dilakukan atau terjadi dalam wilayah negara dengan tidak mengindahkan
keadaan atau sifat subyeknya, misalnya cukai rokok, tidak pandang subyeknya
apakah orang kaya, orang miskin, bujangan atau sudah berkeluarga, siapapun
yang merokok terkena bea cukai rokok.

5. PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH, DASAR HUKUM DAN JENIS


- JENIS PAJAK DAERAH.
Negara RI adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam
perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam
kehidupan nasional, yang perlu dilanjutkan dengan dukungan pemerintah dan
seluruh potensi masyarakat, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah
satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta
dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan
daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah.
Undang-undang No. 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak
Daerah dan Undang-undang No. 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
Retribusi Daerah Peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah
dan retribusi daerah yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan, oleh karena itu perlu diadakan pembaruan sistem perpajakan daerah
dan retribusi daerah yang mengarah pada sistem yang sederhana , adil, efektif
dan efisien, yang dapat mengarahkan peran serta masyarakat dalam
pembiayaan pembangunan daerah;
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dibentuk UU No. 18 Tahun
1997 tentang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah.
Yang dimaksud dengan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
15
) S Munawir Akuntan, op cot, hlm 25.

15
Adapun jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997
adalah:
I. Pajak Daerah Tingkat I terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
2. Jenis Pajak Daerah Tingkat II terdiri dari:
a. Pajak Hotel dan Restoran;
b. Pajak Hiburan;
c. Pajak Reklame;
d. Pajak Penerangan Jalan;
e. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Calian Golongan C;
f. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Pada tahun 2009 keluar Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurut Undang-Undang ini,
!. Jenis-jenis pajak provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kenderaan Bermotor.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor.
d Pajak air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis – jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Pajak hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir.
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pajak Daerah dan Retribusi daerah merupakan salah satu sumber


pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan
pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah , maka UU No. 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini dirobah dengan UU No. 34
Tahun 2000 tangal 20 Desember 2000. Berdasarkan UU ini jenis pajak daerah
adalah sebagai berikut:
I. Pajak Propinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan

16
2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.

Soal:
1. Jelaskan perbedaan antara pajak langsung dengan pajak tidak langsung.
2. Jelaskan pengertian Opcente
3. Apa yang dimaksud dengan pajak sabjektif dan pajak objektif.

17

Anda mungkin juga menyukai