Anda di halaman 1dari 8

BAB 9

PENGELOMPOKAN DAN JENIS PAJAK


Pajak dapat dikelompokan kedalam beberapa kelompok, sebagai berikut:
1. Menurut Lembaga Pemungutannya
Terbagi atas pajak pusat dan pajak daerah
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga Negara. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, Bea Materai.
Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah diatur dalam undang-undang pajak daerah dan pajak retribusi daerah No. 28 Tahun
2009. Berdasarkan undang-undang ini, pajak daerah didefinisikan sebgai berikut: “ Kontribusi
wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesarnya-besarnya kemakmuran rakyat’’.
Pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota antara
lain meliputi:
1. Jenis pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak kendaraan bermotor
b. Bea balik nama kendaraan bermotor
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
d. Pajak air permukaan
e. Pajak rokok
2. Jenis pajak kabupaten/kota:
a. Pajak hotel
b. Pajak restaurant
c. Pajak hiburan
d. Pajak reklame
e. Pajak penerangan jalan
f. Pajak mineral bukan logam dan bantuan
g. Pajak parkir
h. Pajak air tanah
i. Pajak sarang burung wallet
j. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan
k. Bea perhotelan ha katas tanah dan bangunan
Dengan berlakunya undang–undang No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah,
maka pajak bumi dan bangunan (PBB) dan biaya perolehan ha katas tanah dan bangunan telah
menjadi bagian dari pajak daerah. Tahapan persiapan pengalihan pajak bumi dan bangunan
perdesaan dan perkotaan sebagai pajak daerah dalam waktu paling lambat 31 desember 2013.
Retribusi Daerah (UU PDRD No. 28/2009)
1. Jenis retribusi jasa umum adalah:
a. Retribusi pelayanan kesehatan
b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
c. Retribusi pergantiaan biaya cetak KTP dan akta catatan sipil
d. Retribusi pelayanan pemakamam dan pengabuaan mayat
e. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum
f. Retribusi pelayanan pasar
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
h. Retribusi pemeriksaan alat pemdadam kebakaran
i. Retribusi pergantiaan biaya cetak peta
2. Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
b. Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan
c. Retribusi tempat pelelangan
d. Retribusi terminal
e. Retribusi tempat kursus parkir
f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa
g. Retribusi rumah potong hewan
h. Retribusi pelayanan kepelabuhanan
i. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga
j. Retribusi penyebrangan di air
k. Retribusi penjualan produksi usaha daerah
3. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a. Retribusi usaha mendirikan bangunan
b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
c. Retribusi izin gangguan
d. Retribusi izin trayek
e. Retribusi izin usaha perikanan
Pajak daerah ada 16 macam pungutan pajak ditambah 25 macam pungutan retribusi
2. Menurut Golongannya
Terbagi atas pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Pajak langsung adalah pajak yang tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan ke pihak lain, tetapi
harus dipikul sendiri oleh wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan ke pihak lain. Contoh:
PPN, PPnBM, Bea Materai, Bea Balik Nama.
3. Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yakni:
1. Pajak subjectif adalah pajak yang pengenaanya pertama-pertama memperhatikan pribadi
wajib pajak (subjek), dan setelah itu baru kemudian dicari objek pajaknya keadaan pribadi
wajib pajak (gaya pikulnya) sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang terutang.
Contoh: Pajak Pengasilan.
2. Pajak objektif adalah pajak yang pada waktu pengenaanya yang pertama-pertama
diperhatikan adalah objeknya, dan setelah itu baru kemudian dicari subjeknya. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai, PPnBM
Setiap pemungutan pajak harus memenuhi syarat subjektif dan objekit
- Syarat subjectif memenuhi ketentuan di pasal 2 ayat (1) UU PPh yang menjadi subjek pajak
adalah:
a. 1. Orang Pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b. Badan
c. Bentuk usaha tetap
- Syarat objectif: Memiliki penghasilan (Pasal 4 UU PPh) diatas PTKP

PERBEDAAN PAJAK PUSAT DAN PAJAK DAERAH


No Uraian Pajak Pusat Pajak Daerah
1 Pemungut Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
2 Jenis Pajak PPh, PPN, Bea Materai, PBB
Pajak Provinsi, Pajak
Pertambangan, Perkebunan,
Kabupaten/Kotamadya,
Kehutanan, Perairan, Panas
Retribusi (termasuk
Bumi PBB perkotaan &
perdesaan)
3 Lembaga Pemungut KPP Dispenda/Badan
Keuangan Daerah
4 Pendapatan Pemerintah Pusat Pendapatan asli daerah
(PAD)
5 Penerimaan Kas Negara Kas Daerah
6 Penggunaan dana Pajak Untuk membiayai rumah Untuk Membiayai
tangga Negara rumah tangga daerah
7 Dasar Hukum UU PPh, UU PPN, UU Bea UU PDRD No. 28/2009
Materai, UU PBB
BAB 10
Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Terdapat dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak, yakni:
1. Ajaran Formil
Menurut ajaran formil, timbulnya hutang pajak Negara karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran formil ini diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Maerial
Menurut ajaran material, timbulnya utang pajak karena terpenuhinya ketentuan yang
disyaratkan dalam undang-undang atau karena tatbestand, yakni rangkaian dari keadaan-
keadaan, peristiwa-peristiwa, perbuatan-perbuatan itulah yang menyebabkan itulah
timbulnya utang pajak.
- Karena keadaan misalnya dikenakan pajak dikarenakan pajak berdasarkan
pemilikan kendaraan bermotor (pajak kendaraan bermotor), juga memiliki senjata
api.
- Karena perbuatan dapat menimbulkan hutang pajak seperti pembuatan minuman
keras.
- Karena peristiwa dapat kita lihat dalam semua peralihan karena warisan atau wasiat
istimewa dari harta tetap atau kapal terdaftar yang ditinggalkan oleh orang-orang
yang bertempat tinggal trakhir di Indonesia.
Ajaran material ini diterapkan pada self assessment system.
Ini berbeda dengan undang-undang pajak yang lama seperti undang-undang pajak
perseroaan tahun 1925, dimana timbulnya utang pajak adalah setelah dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus sesuai dengan office assessment system.

BERAKHIRNYA UTANG PAJAK


Berakhirnya atau hapusnya utang pajak dapat disebabkan hal-hal berikut ini:

1. Pembayaran
Berkhirnya atau hapusnya utang pajak karena pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak ke
kas Negara. Cara pembayaran dapat dilakukan dengan:
a. Secara langsung oleh wajib pajak dengan surat setoran pajak ke kas Negara via bank
persepsi atau kantor pos (missal: pelunasan PPN dan PPnBM, PBB, BPHTB, PPh final).
b. Pemotongan/pemungutan oleh pihak lain (PPh pasal 21/22/23).
c. Pengkreditan pajak luar negeri ( missal: PPh pasal 24).
d. Pembayaran sendiri oleh wajib pajak kekantor penerima pajak (PPh pasal 25).
2. Kompensasi
Kompensasi adalah cara pelunasan hutang pajak dengan memperhitungkan kelebihan
pembayaran pajak terhadap hutang pajak lainnya.
a. Kompensasi kerugian: seseuai pasal 6 ayat 2 undang-undang PPh, apabila penghasilan
bruto setelah pengurangan yang dapat diperkenakan/dibiayakan didapat kerugian, kerugian
tersebut dikopensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 (lima) tahun.
b. Kompensasi utang pajak
Peraturan menteri keuangan No. 7/PI/2011. Sebagai berikut:
1) Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak ditindaklanjuti dengan
kompensasi utang pajak.
2) Kompensasi utang pajak dilakukan melalaui potongan surat perintah membayar
kelebihan pajak (SPMKP) dan/atau transfer pembayaran, dan dianggap sah apabila:
a) Kompensasi utang pajak melalui potongan SPMKP telah mendapatkan nomor
transaksi penerimaan Negara (NTPN) dan nomor penerimaan potongan (NPP).
b) Konpensasi utang pajak melalui transfer pembayaran telah mendapatkan nomor
transaksi penerimaan Negara (NTPN) dan nomor transaksi Bank (NTB) atau nomor
transaksi pos (NTP).
3) Kompensasi utang pajak melalui potongan SPMKP dilakukan dalam hal kelebihan
pembayaran PPh PPN atau PPnBM dikompensasikan ke utang pajak PPh, PPN, atau
PPnBM.
4) Kompensasi utang pajak melalui transfer pembayaran dilakukan dalam hal:
a) Kelebihan pembayaran PPh, PPN atau PPnBM dikompensasikan ke utang utang
pajak PBB.
b) Kelebihan pembayaran PBB dikompensaskan ke utang pajak PPh, PPN, PPnBM,
atau PBB.
5) Dalam hal setelah dilakukan kompensasi utang pajak masih terdapat sisa kelebihan
pembayaran pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada wajib pajak.
6) Dalam hal tidak ada utang pajak, seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
kepada wajib pajak bersangkutan.
Catatan:
 Kompensasi utang pajak adalah pembayaran utang pajak yang dananya berasal dari
kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor ke rekening kas Negara melalui
penerbitan SPMKP dan SP2D.
 Surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) adalah surat perintah dari
kepala KPP dan KPPN untuk menerbitkan surat perintah pencairan dana yang
ditunjukan kepada Bank operasional mitra kerja KPPN, sebgai dasar kompenssi
utang pajak dan/atau pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada
wajib pajak.
 Surat perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat yang diterbitkan oleh kepala
KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara didaerah untuk melaksanakan
pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bedasarkan
SPMKP.
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa ini hanya ditunjukan kepada penagihan pajak saja. Apabila tunggakan dalam 5
(lima) tahun tidak dilakukan tindakan penagihan pajak, maka setelah dilakukan penelitian
administrasi dapat diusulkan untuk dihapuskan.
Apabila wajib pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan dan atau ahli waris, atau
wajib pajak mengalami pailit atau alamat wajib pajak tidak ditemukan, maka setelah dilakukan
pemeriksaan lapangan oleh petugas pajak, tunggakan pajak yang masih ada dapat diusulkan
untuk dihapuskan.
Pasal 22 undang-undang No. 28 Tahun 2007 yang telah diubah terakhir kali dengan undang-
undang No. 16 Tahun 2009 tentang KUP menetapkan hal-hal berikut ini:
1. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) Tahun terhitung sejak
penertiban Surat Tagihan Pajak, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan,
putus banding, serta putusan peninjauan kembali.
2. Kedaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
a. Diterbitkan surat paksa
b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
c. Diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar, atau surat ketetapan pajak kurang bayar
tambahan
d. Dilakukan penyelidikan tindak pindana di bidang perpajakan.
4. Penghapusan
Penghapusan sifatnya sama dengan pembebasan, yaitu penghapusan utang pajak yang
diberikan, berhubungan dengan keadaan wajib pajak (minsal keadaan finansial wajib pajak
dalm kondisi pailit), dan bukan berhubungan dengan sifat khusus dari keadaan yang
menimbulkan utang pajak.
Peraturan menteri keuangan No. 68/PMK.011/2012 tentang Tata Cara Penghausan Piutang
Pajak dan Penetapannya besarnya Penghapuan, adalah sebagai berikut:
a. Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:
1) Surat Tagihan Pajak (STP)
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
4) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
5) Surat Ketetapan Pajak (SKP)
6) Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT)
7) Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding, Serta
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah.
b. Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk wajib pajak orang pribadi adalah piutang
pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
1) Piutang pajak dan/atau penanggung pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai
harta warisan atau kekayaan.
2) Wajib pajak dan/atau penanggung pajak yang tidak dapat ditemukan.
3) Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kedaluawarsa.
4) Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak dapat ditemukan dan telah dilakukan
penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dibidang
perpajakan; atau
5) Hak Negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan
dikarenakan kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan
dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
c. Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk wajib pajak badan adalah piutang pajak
yang tidak dapat ditagih lagi karena:
1) Wajib pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan penaggung pajak tidak dapat
ditemukan.
2) Hak untuk melakiukan penagihan pajak sudah kedaluwarsa.
3) Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan
penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di
bidang perpajakan; atau
4) Hak Negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena
kondisi terrtentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau
berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
5. Pembebasan
Hutang pajak tidak berakhir dalam arti semestinya, melainkan hanya karena ditiadakan,
meniadakan utang pajak wajib pajak tertentu dengan jalan pembebasan karena setelah dilakukan
penyelidikan ternyata wajib pajak tersebut sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya (misalnya
karena pailit). Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajak tetapi terhadap sangsi
administrasi (denda/bunga). Pembebasan pajak dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak
penghasilan oleh pihak lain dapat diperoleh melalui Surat Keterangan Bebas Pajak (SKB) dank
arena adanya fasilitas perpajakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
Dalam Peraturan Dirjen Pajak No. 1/PJ/2011 tentang tata cara pengajuan Permohonan
Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain, ditetapkan:
1. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang pajak
penghasilan karena:
a. Mengalami kerugian fiskal
b. Berhak melakukan kompensasi kerugian fiscal
c. Pajak penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari pajak penghasilan yang
akan terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
2. Wajib pajak yang atas penghasilannya hanya dikarenakan pajak bersifat final, dapat
mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak
penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
3. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan tidak
berlaku terhadap pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan yang bersifat final.
Pembebasan pajak juga dapat diperoleh melalui pemberian fasilitas PPN dibebaskan, yang
ditetapkan dalam:
a. PP 146/2000 jo PP 38 /2003 tentang Impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang
dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
b. PP 12/2001 jo. PP 43/2002 jo PP 46/2003 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu
yang bersifat strategis.

Anda mungkin juga menyukai