Anda di halaman 1dari 32

WITHOLDING TAX

PENDAHULUAN Pengertian Pajak Apa yang disebut dengan pajak itu? Menurut bahasa pajak adalah iuran yang wajib dibayar oleh rakyat sebagai sumbangan kepada negara (Suharto, Drs dan Tata Iryanto, Drs, 1989 p. 183). Menurut istilah, Profesor DR. Rochmat Sumitro, S.H. (1990, p. 5) berpendapat bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dalam Undang-undang Nomor : 6 Tahun 1983 yang sudah diperbaiki terakhir dengan (sdtd) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-undang KUP) dalam pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam pengertian pajak tersebut terkandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara. Dari unsur ini jelas, yang berhak memungut pajak kepada rakyat hanyalah negara. Pajak diartikan sebagai peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undangundang. Peralihan kekayaan tersebut dalam bentuk uang bukan dalam bentuk barang. b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan-aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya azas timbal balik (kontraprestasi) individual oleh pemerintah. d. Hasil pemungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (Pusat/Daerah). Bila pajak-pajak dipungut oleh negara, maka pajak tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengaluaran pemerintah pusat, sedang bila pajak-pajak dipungut oleh pemerintah daerah, maka pajak tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengaluaran pemerintah daerah. Fungsi Pajak Fungsi pajak ada dua yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Dari fungsi pajak ini kita dapat memahami mengapa pemerintah memungut pajak-pajak tersebut. Fungsi budgetair dimaksudkan pajak dijadikan sebagai penerimaan negara/pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran/belanja pemerintah. Kita dapat mengetahui hal ini dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak dimasukan sebagai penerimaan dalam negeri. Sedangkan fungsi regulerend yaitu pajak berfungsi untuk mengatur atau melaksanakan kebjakan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi. Untuk ini dapat diberikan beberapa contoh sebagai berikut : a. Tarif pajak ekspor ditetapkan nol persen (0%), dimaksudkan agar ekspor produk Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.

b. Pajak yang dikenakan terhadap minuman keras yang tinggi dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi minuman keras. c. Pajak dikenakan terhadap barang mewah, karena pemerintah menghendaki adanya pembatasan terhadap konsumsi barang-barang mewah. Sistem pemungutan pajak Sistem pemungutan pajak dikenal ada tiga macam yaitu : official assessment system, self assessment system dan witholding system. Official assessment system, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak. Ciri-ciri yang terdapat dalam system pemungutan pajak ini adalah : wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul setelah adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan fiskus. Contoh dari penerapan official assessment system ini adalah pemungutan Pajak Bumu dan Bangunan (PBB). Self assessment system, adalah system pemungutan pajak yang member wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung/ memperhitungkan, membayar/menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar/pajak terutang. Adapun ciri-ciri dari sistem ini adalah : wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, wajib pajak berperan aktif dalam menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan fiskus hanya mengecek kebenaran perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan yang dibuat wajib pajak. Contoh penerapan dalam sistem ini adalah Pajak Penghasilan (PPh). Witholding system, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk menentukan, memotong/memungut dan menyetorkan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri sistem ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, bukan pemerintah atau wajib pajak itu sendiri. Contohnya adalah pemungutan dan pemotongan pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat Komitmen. Contoh : Pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia, pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kepada bendahara/instansi pemerintah/daerah, pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak serta pengenaan pajak penjualan atas barang mewah. Non-contoh : Restribusi parkir yang dikenakan Pemerintah Daerah (Pemda) kepada pemilik kendaraan yang memarkir kendaraannya di jalan umum. Dasar Hukum Pemungutan Pajak-pajak Negara Yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak negara adalah undang-undang dibidang perpajakan serta aturan-aturan pelaksanaannya, yaitu : a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 (sdtd) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang : Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Yang lebih dikenal dengan sebutan Undangundang KUP. b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sdtd Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang : Pajak Penghasilan (PPh).

c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sdtd Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang : Pajak Pertambahan Nilan dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN/PPn BM). d. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang : Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. e. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang : Pengadilan Pajak. f. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sdtd Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang : Pajak Bumi Dan Bangunan g. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sdtd Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang : Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan. h. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang ; Bea Meterai. i. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sdtd Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang : Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Setiap undang-undang kemudian dibuat aturan pelaksanaannya yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dan petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) Lingkup Perpajakan Belanja Negara Apakah perpajakan belanja negara mencakup semua perpajakan yang diatur dalam undangundang tersebut? Tentu saja tidak. Lingkup perpajakan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran umumnya berkaitan dengan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN/PPn BM), perpajakan yang berkaitan dengan proyek/kegiatan dengan dana pinjaman/hibah luar negeri (PHLN), bea meterai dan PPh yang bersifat khusus serta PPh final saja. PPh dalam belanja negara yang dilakukan Satuan Kerja baik yang dipungut oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran adalah : a. PPh pasal 21, yaitu : 1. PPh yang berkaitan dengan penghasilan pegawai di lingkungan/instansi Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan seperti :pembayaran gaji, honorarium dan lembur, uang sidang, uang makan dan sebagainya. 2. PPh pasal 21 yang berkaitan dengan pembayaran yang dilakukan dengan orang pribadi dari fihak luar instansi Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan, misalnya pembayaran honor, pembayaran upah harian/mingguan/satuan/borongan, bea siswa, hadiah dan sebagainya b. PPh pasal 26 yang berkaitan dengan pembayaran dengan wajib pajak orang pribadi luar negeri atas suatu pekerjaan, kegiatan atau jasa. c. PPh pasal 22 yang berkaitan dengan penyerahan barang kepada instansi pemerintah (pusat/daerah) baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. d. PPh pasal 23 atas pembayaran pekerjaan, jasa atau kegiatan yang belum diatur dalam undangundang PPh pasal 21. e. PPh yang bersifat khusus dan PPh yang bersifat final. Pengertian PPh pasal 21 dan PPh Pasal 26 Menururt pendapat Waluyo, Drs., M.Sc., M.M., Akt dan Wirawan B Ilyas, Drs., M.Si., dalam bukunya Perpajakan Indonesia edisi tahun 2000, pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah sebagai berikut. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak

Penghasilan yang mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa yang menjadi subyek PPh pasal 21 adalah penghasilan dari wajib pajak dalam negeri. Sedang Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah pajak penghasilan yang 23 dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Dari pengertian tersebut yang menjadi subyek PPh pasal 26 adalah penghasilan dari wajib pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Wajib Pajak PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 Sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 545/PJ/2000 yang telah diperbaikai terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2006 adalah penerima penghasilan, yang terdiri dari : 1. Pejabat Negara, yaitu : a. Presiden dan wakil presiden b. Ketua, wakil ketua dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi/Kabupaten/ Kota c. Ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan d. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim Mahkamah Agung e. Ketua dan wakil ketua Dewan Pertimbangan Agung f. Menteri dan Menteri Negara g. Jaksa Agung h. Gubernur dan wakil gubernur i. Bupati dan wakil bupati j. Walikota dan wakil walikota 2. Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu PNS Pusat, PNS Daerah dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 sdtd Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. 3. Pegawai, yaitu setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN/BUMD. 4. Pegawai Tetap, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus menerus ikut meengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 5. Tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 6. Penerima honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya. 7. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan. yang kesemuanya itu menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak (bendahara, pembayar gaji, upah, honorarium).

Yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21 adalah : 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orangorang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat : a. Bukan warga negara Indonesia, b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghaasilan lain diluar jabatannya di Indonesia, c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 574/KMK.04/2000 sdtd Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 601/KMK.03/2005, sepanjang : a. Bukan WNI b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Wajib pajak PPh pasal 26 orang pribadi warga negara asing maupun badan selain bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. Obyek pemungutan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 Obyek pajak PPh pasal 21 adalah penghasilan. Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi dan harus dipotong oleh Bendahara Pengeluaran adalah : 1. Penghasilan yang diterima oleh PNS secara teratur berupa gaji bulanan dan tunjangantunjangan yang terikat dengan gaji (tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan/tunjangan umum, tunjangan beras dan pembulatan) yang dibayar oleh bendahara dan pembayaran teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima PNS yang sifatnya tidak tetap seperti uang lembur, honorarium, uang makan, uang sidang, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama dan bentuk apapun yang dibebankan kepada APBN/APBD. Pengecualian : Apabila penghasilan-penhasilan tersebut di atas dibayarkan kepada PNS Golongan II/d kebawah, atau Anggota TNI dengan pangkat Pembantu Letnan satu kebawah, atau Anggota Polri dengan pangkat Ajun Inspektur satu kebawah, dibebaskan dari pemungutan PPh pasal 21. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau pegawai harian lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai. 4. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri terdiri dari : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya. c. Olahragawan/atlit d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator e. Pengarang, peneliti dan penerjemah

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial. g. Agen iklan h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan j. Peserta perlombaan k. Petugas penjaja barang dagangan l. Petugas dinas luar asuransi m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai n. Distributor multilevel marketing, atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya 5. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan bukan oleh wajib pajak selain pemerintah, atau wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit). Disamping itu ada penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21, dalam arti tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang harus dipotong PPh pasal 21. Penghasilanpenghasilan dimaksud adalah : 1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa. 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit). 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendidriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. 4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak, dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah. Adapun penghasilan yang menjadi obyek pengenaan PPh Pasal 26 adalah : a. Deviden b. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. c. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan. e. Hadiah dan penghargaan. f. Pensiun dan penghasilan berkala lainnya. g. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia. h. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi. i. Penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh suatu BUT (Branch Profit Tax), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 4.1.4 Perhitungan PPh pasal 21/26 Untuk menghitung besarnya PPh pasal 21 terutang untuk pegawai tetap berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 sdtd Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2006, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Hitung penghasilan bruto yang diterima selama sebulan. 2. Hitung jumlah penghasilan netto sebulan, yaitu penghasilan bruto sebulan dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun dan iuran tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun atau kepada Badan Penyelenggara Jamsostek yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. 3. Hitung penghasilan netto dalam setahun, yaitu penghasilan netto sebulan dikalikan 12 (dua belas). 4. Hitung penghasilan kena pajak, yaitu dengan cara mengurangkan penghasilan netto dalam setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Bulatkan penghasilan kena pajak ini dalam ribuan kebawah, apabila hasilnya tidak genap dalam ribuan. 5. Kalikan penghasilan kena pajak dengan tarif berdasarkan ketentuan pasal 17 Undang-undang PPh yang sesuai. 6. Untuk mendapatkan PPh pasal 21 terutang dalam sebulan, hasil dari perhitungan di atas (langkah ke 5) dibagi dengan 12. Penjelasan : 1. Penghasilan/gaji bruto PNS adalah jumlah dari : Gaji Pokok + Tunjangan Istri + Tunjangan Anak + Tunjangan Jabatan Struktural/Fungsional/Umum + Tunjangan Beras + Pembulatan. 2. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, yang besarnya lima persen (5%) dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimal Rp.1.296.000,- (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setahun atau Rp.108.000,- (seratus delapan ribu rupiah) sebulan. 3. Iuran pensiun adalah 4,75% dikalikan jumlah dari Gaji pokok + Tunjangan Istri + Tunjangan anak. 4. Iuran Tabungan Hari Tua (THT) adalah 3,25% dikalikan jumlah dari Gaji pokok + Tunjangan Istri + Tunjangan anak (untuk PNS). 5. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 137/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 yang berlaku mulai 1 Januari 2006 adalah sebagai berikut PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK/PTKP Untuk diri pegawai Tambahan untuk pegawai yang kawin Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dengan garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan pegawai sepenuhnya (maksimal 3 anak) SETAHUN SEBULAN 13.200.000,- 1.100.000,1.200.000,- 100.000,-

1.200.000,-

100.000,-

PTKP untuk karyawati. PTKP untuk karyawati diatur sebagai berikut : a. Untuk karyawati dengan status kawin, pengurangan PTKP hanya untuk dirinya sendiri yaitu sebesar Rp. 13.200.000,- setahun atau Rp.1.100.000,- sebulan. b. Untuk karyawati dengan status tidak kawin, pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya dengan jumlah paling banyak tiga orang.

c. Untuk karyawati dengan status kawin namun suaminya tidak menerima atau memperioleh penghasilan, pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya maksimal tiga orang. Catatan : Karyawati tersebut harus dapat menunjukan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat minimal Camat, yang menerangkan bahwa suami karyawati tersebut tidak menerima/memperoleh penghasilan. 6. Tarif PPh pasal 21 ada yang disebut dengan tarif umum dan tarif khusus. Tarif umum adalah tarif PPh sebagaimana diatur dalam pasal 17 undang-undang PPh, yaitu sebagai berikut : LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PPh 1. Sampai dengan Rp.25.000.000,2. Diatas Rp.25.000.000,- sampai dengan Rp.50.000.000,3. Diatas Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp.100.000.000,4. Diatas Rp.100.000.000,- sampai dengan Rp.200.000.000,5. Diatas Rp.200.000.000,-

5% 10% 15 % 25 % 35 %

Tarif PPh pasal 21 yang bersifat khusus adalah besarnya tarif PPh pasal 21 yang tidak diatur dalam pasal 17 undang-undang PPh. Perhatikan besarnya pengenaan tarif PPh pasal 21 terhadap obyek pengenaan, dasar perhitungan dan sifatnya. No Dasar Pengenaan (Obyek) Tarif PPh psl 21 Dasar perhitungan Sifat 1 Penghasilan teratur Pasal 17 UU 2 yang PPh 3 diterima pegawai Pasal 17 UU 4 tetap PPh 5 Rabat/komisi Pasal 17 UU 6 penjualan yang PPh 7 diterima oleh Pasal 17 UU 8 distributor PPh 9 MLM/Direct selling Pasal 17 UU dan PPh kegiatan sejenis Pasal 17 UU Jasa produksi, PPh tantiem, grati PKP = PB fikasi, bonus yang (BJ+IP+ diterima ITHT) PTKP mantan pegawai PKP = (PB Honorarium yang PTKP) diterima per bulan Dewan PB Komisaris/Pengawas PB yang bukan pegawai PKP = (PB tetap PTKP) pada perusahaan PB

yang sama Honorarium yang diterima oleh pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh

tenaga lepas (seniman, atlit, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dll) Honorarium yang dananya dari keuangan Negara/daerah yang diterima oleh pejabat Negara, PNS, anggota TNI/ Polri kecuali PNS gol. II/d ke bawah atau anggota TNI dengan pangkat Peltu ke bawah dan anggota Polri dengan pangkat Aiptu kebawah. Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh tenaga ahli (pengacara, dokter akuntan, arsitek, konsultan, notaries, penilai dan aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan. Upah yang diterima tenaga harian lepas : a.Di atas Rp.110.000,- per hari, tetapi tidak lebih dari Rp.1.100.000,- perbulan. b.Tidak lebih dari RP.110.000,- per hari namun lebih dari Rp.1.100.000,- per bulan 15 % 7,5 % 5%

5% PB PB PB per hari Rp.110.000,PB PTKP sebenarnya Final 31 [Type text] Catatan ; PKP = Penghasilan Kena pajak PB = Penghasilan Bruto BJ = Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto) IP = Iuran pensiun {4,75 % x (GP +TI + TA)} ITHT = Iuran Tunjangan Hari Tua {3,25% x (GP +TI + TA)} Penentuan upah harian (penghasilan bruto per hari) apabila yang berangkutan dibayar mingguan, satuan atau borongan adalah sebagai berikut : a. Apabila dibayar mingguan, upah harian = upah mingguan dibagi 6 (enam); b. Apabila dibayar satuan, upah harian = upah atas banyaknya satuan yang dihasilkan dalam satu hari. c. Apabila dibayar secara borongan, upah harian = jumlah upah borongan dibagi banyaknya hari yang dipakai/diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Contoh : Pemungutan PPh Pasal 21 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran gaji kepada PNS, pembayaran uang lembur, honorarium, uang makan dan lain-lain. Non-contoh : Pemotongan PPh Pasal 21 kepada badan/perusahaan oleh bendahara pengeluaran. Tarif PPh pasal 26 selengkapnya dapat dilihat pada halaman 32. Yang perlu diketahui adalah pengenaan PPh pasal 26 ini semua bersifat final. 32 [Type text] TARIF PPh PASAL 26 No Uraian obyek Tarif Dasar perhitungan 1 Deviden 20% atau tarif P3B Jumlah bruto 2 Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambalian utang 20% atau tarif P3B Jumlah bruto 3 Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 20% atau tarif

P3B Jumlah bruto 4 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan 20% atau tarif P3B Jumlah bruto 5 Hadiah dan penghargaan 20% atau tarif P3B Jumlah bruto 6 Pensiunan dan penghasilan berkala lainnya 20% atau tarif P3B Jumlah bruto 7 Penjualan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU PPh yang diterima WP LN selain BUT di Indonesia 20% atau perkiraan penghasilan netto atau tarif P3B Harga jual 8 Premi asuransi termasuk premi reasuransi a. Dibayarkan tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang b. Dibayarkan Perusahaan Asuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN c. Dibayarkan Perusahaan Reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN 20%x50% atau 10% atau tarif P3B 20%x10% atau 2% atau tarif P3B 20%x5% atau 1% atau tarif P3B

Premi yang dibayar Premi yang dibayar Premi yang dibayar 9 Penghasilan BUT, kecuali yang ditanamkan kembali di Indonesia 20% atau tarif P3B Pengh Kena Pajak (Laba BUT setelah dikurangi PPh BUT di Indonesia) 10 Deviden Perusahaan dalam kawasan pengembangan daerah terpadu 10% Bruto 33 [Type text] Contoh : pengenaan PPh yang dilakukan bendahara pengeluaran terhadap pembayaran honorarium atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan terhadap wajib pajak luar negeri. Non-contoh : pengenaan PPh yang dilakukan bendahara pengeluaran terhadap pembayaran honorarium atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri 4.1.4.1 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 21 1. Zulkifli adalah staf pada Departemen Pertanian dengan pangkat Penata Muda (Golongan III/a) mempunyai gaji pokok sebesar Rp.1.200.000,- per bulan. Ia kawin dan mempunyai dua orang anak. Tunjangan-tunjangan yang diterima Zulkifli selain tunjangan istri dan tunjangan anak adalah : tunjangan umum sebesar Rp.185.000,-; tunjangan beras sebesar Rp.153.920,- per bulan. Berapakah PPh pasal 21 terutang bagi Zulkifli setiap bulannya? Penyelesaian : 1.Gaji pokok 2.Tunjangan Istri = 10% x Rp.1.200.000,3.Tunjangan Anak = 2 x 2% x Rp.1.200.000,Sub jumlah ( 1+2+3 ) 4.Tunjangan UMUM 5.Tunjangan Beras 6.Pembulatan 7.Penghasilan bruto ( 1+2+3+4+5+6 ) 8.Potongan : a.Biaya jabatan : 5% x Rp.1.707.000 = Rp.85.350,b.Iuran pensiun : 4,75% x Rp.1.368.000 =Rp. 64.980,c.Iuran THT : 3,25% x Rp.1.368.000 =Rp 44.460,9.Gaji Netto ( 1.707.000 194.790 ) : : :

: : : : : : : Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp Rp. 1.200.000,120.000,48.000,1.368.000,185.000,153.920,80,1.707.000,194.790,1.512.210,34 [Type text] 10.Gaji netto disetahunkan ( 1.512.210 x 12 ) 11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 12.Penghasilan kena pajak ( 18.146.210 16.800.000 ) 13.Penghasilan kena pajak dibulatkan dalam ribuan kebawah 14.PPh Pasal 21 terutang dalam setahun = 5% x 1.346.000,15.PPh Pasal 21 terutang dalam sebulan = 67.300,- : 12 : : : : : : Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.

Rp. 18.146.520,16.800.000,1.346.520,1.346.000,67.300,5.608,Jadi PPh Pasal 21 terutang bagi Zulkifli sebesar Rp. 5.608,- per bulan. Catatan : Karena Zulkifli adalah Pegawai Negeri Sipil dimana PPh Pasal 21 terutangnya ditanggung pemerintah, maka jumlah PPh Pasal 21 terutang bagi Zulkifli sebesar Rp.5.608,- tersebut ditambahkan sebagai penghasilan bruto (pada kolom 8 daftar gaji) kemudian pada kolom potongan (kolom 12 daftar gaji) dipotong dengan jumlah yang sama. Untuk didiskusikan. Bagaimana kalau Zulkifli mendapatkan kenaikan pangkat atau kenaikan gaji berkala, sementara jumlah anggota serta tunjangan-tunjangan lainnya tetap? 2. Syahrizal (PNS golongan III/c) pada bulan Agustus 2008 menerima uang lembur dan uang makan dari kantornya sebesar Rp.200.000,- Berapakah PPh Pasal 21 yang dipotong dari penerimaan Ayahrizal tersebut? Penyelesaian : PPh Pasal 21 terutang bagi Syahrizal adalah 15% x Rp.200.000,- = Rp.30.000,- Jadi yang diterimakan kepada Syahrizal hanya sebesar Rp.170.000,Catatan : Perhitungan PPh Pasal 21 tersebut di atas berlaku juga untuk pembayaran honor dan uang makan bagi PNS golongan III/a ke atas. Untuk didiskusikan Bagaimana apabila pembayaran uang lembur tersebut dibayarkan kepada Syahroni (PNS golongan II/c) dan Syahminan (PNS golongan II/b)? 35 [Type text] 3. Badan Pusat Statistik (BPS) mengadakan pelatihan bendahara pengeluaran dan bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran. Salah seorang pengajarnya adalah Drs. I Gde Anune (PNS gol IV/a) yang diberi honor sebesar Rp.1.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut oleh Bendahara Pengeluaran BPS atas pembayaran yang dilakukan kepada Drs. I Gde Anune? Penyelesaian : Besarnya PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran BPS atas pembayaran yang dilakukan kepada Drs. I Gde Anune adalah : 15% x Rp.1.000.000,= Rp.150.000,-. Dengan demikian yang diterimakan kepada Drs. I Gde Anune adalah sebesar Rp.1.000.000,- - Rp.150.000,- = Rp.850.000,Untuk didiskusikan Bagaimana perlakukuan pemotongan PPh Pasal 21 apabila pengajar tesebut ternyata bukan PNS? Bagimana pulan seandainya Drs. I Gede Anune masih golongan II/d? 4. Dalam acara sosialisasi pengentasan kemiskikan di pedesaan, Departemen Sosial mengadakan acara panggung hiburan untuk menghibur masyarakat setempat dengan

mengundang seorang artis ibu kota dengan pembayaran honornya sebesar Rp, 300.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran Departemen Sosial kepada artis tersebut? Penyelesaian : Karena artis bukan PNS, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutangnya menggunakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh. Pembayaran honor kepada artis tersebut sebesar Rp.300.000.000,- yang merupakan jumah yang lebih besar dari Rp.200.000.000,- perhitungannya PPh pasal 21 tidak didasarkan atas tarif untuk lapisan penghasilan kena pajak yang lebih besar dari Rp.200.000.000,- yaitu 35% dari Rp.300.000.000,-, akan tetapi dilakukan secara bertahap dengan tarif progresif sebagai berikut : a. 5% x Rp.25.000.000,- = Rp. 1.250.000,b. 10% x Rp.25.000.000,[ = Rp 2.500.000,c. 15% x Rp,50.000.000,- = Rp. 7.500.000,d. 25% x Rp.100.000.000,- = Rp.25.000.000,e. 35% x Rp.100.000.000,0 = Rp.35.000.000,- (+) Jumlah =Rp.71.250.000,36 [Type text] Jadi Bendahara Pengeluaran Departemen Sosial harus memotong PPh pasal 21 kepada artis tersebut sebesar Rp.71.250.000,- Jumlah yang dibayarkan kepada artis tersebut adalah sebesar Rp.300.000.000,- - Rp.71.250.000,- = Rp.228.750.000,Untuk didskusikan Berapa PPh Pasal 21 terutang bagi seorang atlet yang memperoleh medli emas dan mendapatkan bonus dari Menteri Pemuda dan Olah raga sebesar Rp.500.000.000,yang dibayar dari APBN. 5. Pemerintah Daerah X digugat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) karena dianggap tidak tanggap terhadap pencemaran lingkungan. Untuk itu Pemda X mengangkat seorang pengacara untuk menghadapi tuntutan LSM tersebut di pengadilan dengan imbalan sebesar Rp.100.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Pemda X? Penyelesaian : PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Pemda X atas pembayaran yang dilakukan kepada pengacara tersebut adalah sebesar : 7,5% x Rp.100.000.000,- = Rp.7.500.000,Jadi jumlah yang dibayarkan kepada pengacara tersebut sebesar Rp.100.000.000,- Rp.7.500.000,- = Rp.92.500.000,6. Jumali bekerja pada Satker PQR pada bulan Juni 2007 selama lima hari, menerima upah sebesar Rp.120.000.000,- per hari. Berapa PPh pasal 21 yang dipungut bendahara pengeluaran Satker PQR ? Penyelesaian : Karena upah Jumali sehari sebesar Rp. 120.000,- merupakan jumlah yang melebihi Rp.110.000,- dan dalam bulan itu penghasilannya sebesar Rp.600.000,- yang merupakan jumlah yang lebih kecil dari Rp.1.100.000,- maka perhitungan PPh pasal 21 sehari adalah 5% x (Rp.120.000,- - Rp.110.000,-) = Rp.500,Bendahara pengeluaran Satker PQR harus memotong Rp.500,- setiap hari apabila

melakukan pembayaran kepada Jumali tersebut. 7. Damari (belum menikah) pada bulan Maret 2007 bekerja sebagai buruh harian dan bekerja pada Satker ABC selama dua belas hari dengan upah Rp.110.000,- per hari. Berapa besarnya PPh pasal 21 yang dipungut bendahara pengeluaran Satker ABC ? Berapa jumlah yang dibayarkan kepada Damari ? Penyelesaian : 37 [Type text] Contoh ini berbeda dengan contoh 5 di atas. Disini upah per hari sebesar Rp.110.000,merupakan jumlah penghasilan yang belum dikenakan PPh pasal 21. Namun karena dalam bulan itu penghasilan Damari ternyata lebih besar dari Rp.1.100.000,- maka kepadanya dikenakan PPh pasal 21. Perhitungan pengenaan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut : Sampai dengan hari kesepuluh, belum dilakukan pemotongan PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada Damari, karena jumlah kumulatif upah yang diterima Damari belum melebihi Rp.1.100.000,Perhitungan PPh pasal 21 pada hari kesebelas Upah yang diterima Damari : 11 x Rp.110.000,- = Rp.1.210.000,PTKP sebenarnya : Rp.13.200.000,-/ 360 x 11 = Rp. 403.333,- (-) Penghasilan kena pajak s.d. hari ke-11 = Rp. 806.667,Dibulatkan dalam ribuan kebawah menjadi = Rp. 806.000,PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 = 5% x Rp.806.000,- = Rp. 40.300,PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-10 = Rp. 0,- (-) PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 = Rp. 40.300,Jadi pada hari ke-11 upah yang diterima Damari sebesar Rp.110.000,- - Rp.40.300,- = Rp.69.700,Perhitungan PPh pasal 21 pada hari ke-12 Upah yang diterima Damari : 12 x Rp.110.000,- = Rp.1.320.000,PTKP sebenarnya : Rp.13.200.000,- / 360 x 12 = Rp. 440.000,- (-) Penghasilan kena pajak s.d. hari ke-12 = Rp. 880.000,PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke-12 = 5% x Rp.880.000,- = Rp. 44.000,PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-11 = Rp. 40.300,- (-) PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 = Rp. 3.700,Jadi pada hari ke-11 upah yang diterima Damari sebesar Rp.110.000,- - Rp.3.700,- = Rp.106.300,Untuk didiskusikan : a. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 yang harus dilakukan bendahara pengeluaran kalau Damari tersebut ternyata mempunyai istri dan atau anak ? b. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 yang harus dilakukan bendahara pengeluaran kalau Damari tersebut bekerja selama 12 hari dalam bulan yang tidak sama ?. 38 [Type text] 8. Ahmad (tidak menikah) bekerja pada Satker ABC pada bulan Maret 2007 selama delapan hari, menerima upah sebesar Rp.150.000.000,- per hari. Berapa PPh pasal 21 yang dipungut bendahara pengeluaran Satker ABC ?

Penyelesaian Upah sehari Rp.150.000,- (lebih besar dari Rp.110.000,-) Penghasilan kena pajak per hari = Rp,150.000,- - Rp. 110.000,- = Rp.40.000,PPh pasal 21 = 5% x Rp.40.000,- = Rp.2.000,- dipotong harian sampai dengan hari ketujuh . Pada hari ke-8 penghasilan Ahmad telah mencapai Rp.1.200.000,- (telah melebihi Rp.1.100.000,-). Maka PPh pasal 21 atas penghasilan Ahmad pada bulan Maret 2007 dihitung sebagai berikut : Upah 8 hari kerja = 8 x Rp.150.000,- = Rp.1.200.000,PTKP = Rp.13.200.000 / 360 x 8 = Rp. 293.333,- (-) Upah harian terutang pajak = Rp. 906.667,Dibulatkan dalam ribuan = Rp. 906.000,PPh pasal 21 = 5% x Rp.906.000,- = Rp. 45.300,PPh pasal 21 yang telah dipotong : 7 x Rp.2.000,- = Rp. 14.000,- (-) PPh pasal 21 kurang dipotong = Rp. 31.300,Jumlah sebesar Rp.31.300,- ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp,150.000,sehingga upah yang diterima Ahmad pada hari kerja ke-8 sebesar Rp.150.000,- Rp.31.300,- = Rp.118.700,Pada hari ke-9 dan seterusnya dalam bulan yang bersangkutan, jumlah PPh pasal 21 per hari yang dipotong adalah : Upah sehari = Rp.150.000,PTKP harian = Rp.13.200.000,- : 360 = Rp. 36.667,- (-) Upah harian terutang pajak = Rp.113.333,Pembulatan dalam ribuan = Rp.113.000,PPh pasal 21 terutang = 5% x Rp.113.000,- = Rp. 5.650,4.1.4.2 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 26 1. Departemen Keuangan membayar tenaga ahli dari Australia sebesar US$ 1.000,00 dan nilai kurs pada saat pembayaran dilakukan adalah US$ 1 = Rp.10.000,- Berapakah PPh pasal 26 yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran Departemen Keuangan? 39 [Type text] Penyelesaian : PPh pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran tersebut adalah : 20% x US$ 1.000,- x Rp.10.000,-/US$ = Rp. 2.000.000,Untuk didiskusikan Bagaimana kalau tenaga ahli dari Australian tersebut pembayarannya dilakukan dengan menggunakan mata uang rupiah? 2. Seorang wajib pajak luar negeri memperoleh penghasilan berupa gaji di Indonesia sebesar US$ 2.000,00 dengan nilai kurs pada saat pembayaran dilaksanakan adalah US$ 1 = Rp.9.000,- Berapakah PPh pasal 26 yang dikenakan kepada wajib pajak tersebut? Penyelesaian : PPh pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran tersebut adalah : 20% x US$ 2.000,- x Rp.9.000,-/US$ = Rp. 3.600.000,4.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21/26 PPh pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah yang dipungut Bendahara

Pengeluaran pada suatu bulan tertentu harus disetorkan Bendahara Pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya pada Bank/Kantor pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika tanggal 10 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedang untuk Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia yang PPh pasal 21-nya ditanggung pemerintah, Bendahara Pengeluaran cukup melaporkan perhitungan PPh pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), namun SSP PPh pasal 21 tetap dibuat. SSP PPh pasal 21 ini nanti akan diberi tanggal dan nomor Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan akan dikirim kembali kepada Bendahara Pengeluaran. Dengan dicantumkannya tanggal dan nomor SP2D pada SSP PPh tersebut, maka PPh pasal 21 terutang atas gaji Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri untuk bulan itu telah diperhitungkan dalam Surat Perintah Membayar (SPM) gaji induk/gaji bulanan bulan yang bersangkutan dan sekaligus telah disetor ke kas negara. Bendahara Pengeluaran melaporkan PPh pasal 21 yang terutang sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh pasal 21 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dimana bendahara terdaftar paling lambat 40 [Type text] tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada pada hari kerja sebelumnya. Bendahara Pengeluaran pada akhir tahun pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 ke KPP atau Kantor Penyuluhan dan Pemantauan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dimana bendahara pengeluaran terdaftar paling lambat tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. PPh pasal 26 yang dipungut Bendahara Pengeluaran pada suatu bulan tertentu harus disetorkan bendahara pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya pada Bank/Kantor pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika tanggal 10 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya Pelaporkan PPh pasal 26 yang terutang menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh pasal 26 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dimana bendahara terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada pada hari kerja sebelumnya. 4.2 Tes Formatif 3 1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 21 dan PPh pasal 26 itu ? 2. Siapa saja wajib pajak PPh pasal 21 yang pemungutannya menjadi tugas Bendahara Pengeluaran ? 3. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh bendahara pengeluaran dalam memungut/memotong PPH pasal 21 yaitu pengurangan terhadap penghasilan yang diperkenankan, PTKP dan tarif PPh pasal 21. Jelaskan masing-masing! 4. Mengapa Bendahara Pengeluaran harus bisa menghitung PPh pasal 21 atau PPh pasal 26 terutang ? 5. Jelaskan bagaimana penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan pasal 26 itu! 4.3 Rangkuman PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak

dalam negeri. Ketentuan pemungutannya diatur dalam pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. 41 [Type text] Dasar pemungutan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap (termasuk PNS) adalah pengasilan kena pajak yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun dan iuran tunjangan hari tua/jaminan hari tua dan PTKP. Untuk pembayaran honorarium yang diterima oleh pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai, dasar pemungutannya adalah penghasilan bruto dikurangi PTKP sedangkan untuk penghasilan atas jasa produksi, tantiem, grati fikasi, bonus yang diterima mantan pegawai dan honorarium yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan yang sama serta honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh tenaga lepas (seniman, atlit, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dll) dasar pengenaan PPh Pasal 21-nya adalah penghasilan bruto itu sendiri. Tarif pemungutannya diaatur dalam pasal 17 undang-undang PPh. Tarif khusus yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak sebesar 15% dari penghasilan bruto dikenakan terhadap pembayaran honorarium yang dananya dari keuangan negara/daerah yang diterima oleh pejabat Negara, PNS, anggota TNI/ Polri kecuali PNS gol. II/d ke bawah atau anggota TNI dengan pangkat Peltu ke bawah dan anggota Polri dengan pangkat. Tarif sebesar 7,5% dikenakan terhadap pembayaran honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh tenaga ahli (pengacara, dokter akuntan, arsitek, konsultan, notaries, penilai dan aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan sedangkan tariff sebesar 5% dikenakan terhadap penerima upah harian. PPh pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah yang dipungut bendahara pada suatu bulan tertentu, harus disetorkan ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, serta harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari libur, untuk penyetoran bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya, namun pelaporannya harus dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya. Untuk PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah, pelaporannya dilakukan melalui daftar gaji kepada KPPN. PPh pasal 26 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Pemotongannya harus dilakukan bendahara pengeluaran pada saat bendahara pengeluaran melakukan pembayaran sesuai dengan tarif yang berlaku atau berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)/tax treaty. Penyetorannya harus dilakukan bendahara pengeluaran pada Bank/Kantor Pos persepsi paling lambat sepuluh hari setelah bulan kalender berakhir dengan menggunakan 42 [Type text] SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pelaporannya dilakukan paling lambat dua puluh hari setelah bulan kalender berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 21/26 dengan dilampiri lembar ketiga SSP serta daftar dan bukti pemotongan PPh pasal 26. Dan apabila pada tanggal

tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Pengertian PPh Pasal 22 Yang dimaksud dengan PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendahara (pemerintah pusat/pemerintah daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.(Waluyo, Drs, M.Sc, M.M., Ak dan Wirawan B Ilyas, Drs, M.Si, 2000). Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh : a. Bendahara Pemerintah (Pusat/Daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran yang dilakukan atas penyerahan barang. b. Badan-badan tertentu (pemerintah/swasta) berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Subyek pemungutan PPh Pasal 22 adalah penghasilan yang diperoleh wajib pajak yaitu nilai/harga barang yang diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran atau Pejabat pembuat Komitmen. 44 [Type text] 5.1.2 Obyek PPh pasal 22 Yang menjadi obyek dalam pemungutan PPh Pasal 22 adalah : a. Impor barang. b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (c.q. KPPN), bendahara (pusat/daerah). c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha milik Negara (BUMN), Badan Usaha milik Daerah (BUMD) yang dananya berasal dari APBN/APBD. d. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif. e. Penjualan hasil produksi yang dilakukan Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dibidang bahan baker minyak jenis premix dan gas. f. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul. Dari keenam obyek pemungutan PPh pasal 22 tersebut di atas, yang menjadi perhatian Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen hanyalah PPh Pasal 22 atas pembayaran barang oleh wajib pajak kepada Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja (Satker) Kementerian/Lembaga yang pembayarannya dibebankan kepada APBN/APBD. Pengecualian dalam arti terhadap transaksi berikut ini tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran adalah : a. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan pembayaran yang dipecah-pecah) dengan jumlah pembayaran maksimal Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah). b. Pembayaran untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, gas, air

minum/PDAM dan benda pos. c. Pembayaran pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh KPPN. d. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan/proyek yang dibiayai pinjaman/hibah luar negeri (PHLN). 5.1.3 Tarif PPh Pasal 22 45 [Type text] Tarif PPh Pasal 22 selengkapnya sebagai mana tertera pada halaman 45 berikut ini,: TARIF PPh PASAL 22 No Obyek Pengenaan Tarif Dasar perhitungan Sifat 1 Pembelian barang oleh bendahara pengeluaran (Pusat/ Daerah) 1,5 % Harga Pembelian diluar PPN Tidak final 2 Impor barang : a. Importir punya API b. Importir tidak punya API c. Barang tidak dikuasai 2,5% 7.5% 7,5% Nilai Impor Nilai Impor Harga lelang 3 Industri Semen 0,25% DPP PPN Final 4 Industri Rokok 0,15% Harga banderol Final 5 Industri Kertas 0,10% DPP PPN Final 6 Industri Baja 0,30% DPP PPN Final 7 Industri Otomotif 0,45% DPP PPN Final Catatan : 1. DPP PPN = Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai 2. API = Angka Pengenal Impor 3. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor ini merupakan perjumlahan dari : Cost Insurance and Freight (CIF) + bea masuk + pungutan pabean lainnya. Contoh : Pemungutan PPh pasal 22 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran pembelian mebelair, alat tulis kantor (ATK), computer suplly dan lain-lain. Non-contoh : Pemungutan PPh pasal 22 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran honorarium kepada penceramah, peserta diklat, pengajar dan lain-lain.

5.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 22 5.1.4.1 Perhitungan atas pembelian barang oleh bendahara pengeluaran 46 [Type text] Satker X membeli barang berupa lima unit meja kerja dan kursinya kepada Toko Mebel Indah dengan harga per unitnya Rp. 1.100.000,- (sudah termasuk PPN). Berapakah PPh pasal 22 yang harus dipungut? Perhitungan PPh pasal 22 atas pembayaran pembelian mebelair tersebut adalah : 1. Jumlah pembayaran : 5 x Rp.1.100.000,- = Rp.5.500.000,2. Dasar pengenaan PPh pasal 22 = 100/110 x Rp.5.500.000,- = Rp.5.000.000,3. PPh pasal 22 terutang : 1,5 % x Rp.5.000.000,- = Rp. 75.000,4. Jumlah yang dibayarkan kepada rekanan = Rp.4.250.000,5.1.4.2 Perhitungan PPh Pasal 22 impor PT. Asal Dahar melakukan impor komputer merk Toshiba dari Jepang dengan perincian sebagai berikut : a. Harga pembelian komputer (Cost) = JPY 2.000.000,b. Biaya asuransi (Insurance) = JPY 100.000,c. Biaya angkut (Freight) = JPY 400.000,- (+) d. Harga pabean (CIF) = JPY 2.500.000,e. Pungutan-pungutan : - Bea Masuk 20% = 20% x JPY.2.500,000,- = JPY 500.000,- Bea Masuk Tambahan 10%=10% x JPY.2.500.000 = JPY 250.000,- (+) f. Nilai Impor .. = JPY 3.250.000,Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor/pemberitahuan impor barang/PIB) nilai kurs JPY 1 = Rp. 1.500,- . Hitunglah berapa PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar bila : a. PT. Asal Dahar memiliki Angka Pengenal Impor (API). b. PT. Asal Dahar tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API). Penyelesaian : a. Bila PT. Asal Dahar memiliki Angka Pengenal Impor (API). Dasar pemungutan PPh pasal 22 = JPY.3.250.000,- x Rp.1.500,-/JPY = Rp.4.875.000.000,PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar= 2,5% x Rp. 4.875.000.000,- = Rp.121.875.000,b. PT. Asal Dahar tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API). 47 [Type text] Dasar pemungutan PPh pasal 22 = JPY.3.250.000,- x Rp.1.500,-/JPY = Rp.4.875.000.000,PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar= 7,5% x Rp. 4.875.000.000,- = Rp.365.625.000,Pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 ini dilakukan bersamaan dengan pemungutan PPN/PPn BM, yaitu ketika Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas tagihan rekanan. Jadi jumlah yang dibayarkan kepada rekanan adalah jumlah pembayaran (yang sudah termasuk PPN/PPn BM) dikurangi dengan PPN/PPn BM dikurangi lagi dengan PPh Pasal 22 terutang.

5.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 yang dipungut Bendahara Pengeluaran adalah pada waktu Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas penyerahan barang oleh wajib pajak (rekanan). Hasil pemungutan PPh pasal 22 dimaksud harus disetor oleh bendahara pengeluaran pada hari yang sama dengan pembayaran barang yang dibiayai APBN/APBD tersebut dilakukan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada Bank/Kantor Pos Persepsi. SSP diisi atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara pengeluaran. SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan sebagai berikut : a) Lembar kesatu untuk Wajib Pajak (rekanan) sebagai bukti pembayaran. b) Lembar kedua Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui KPPN. c) Lembar ketiga digunakan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Bendahara Pengeluaran. d) Lembar keempat sebagai arsip Bank/Kantor pos Persepsi. e) Lembar kelima untuk pertinggal pemungut PPh pasal 22 (Pejabat Pembuat Komitmrn/Bendahara Pengeluaran). PPh Pasal 22 yang dipungut bendahara pengeluaran pada suatu bulan tertentu harus dilaporkan bendahara pengeluaran dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22 paling lambat 14 (empat belas) hari setelah bulan kelender berakhir kepada KPP setempat dengan dilampiri lembar ketiga SSP beserta daftar SSP pasal 22. Apabila 14 hari setelah bulan takwim berakhir bertepatan hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. 48 [Type text] 5.2 Tes Formatif 4 1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan PPh pasal 22! 2. Apa saja yang menjadi obyek PPh pasal 22 bagi Pejabat Pembuat Komitmen/ Bendahara Pengeluaran? 3. Sebutkan tarif PPh pasal 22 yang Anda ketahui! 4. Hal-hal apa saja yang tidak dikenakan PPh pasal 22? 5. Kapan PPh pasal 22 dipungut dan disetorkan oleh bendahara serta kapan pula dilaporkan ke KPP? 5.3 Rangkuman PPh Pasal 22 yang pemungutannya menjadi tugas seorang Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran adalah yang berkenaan dengan pembayaran yang dilakukan bendahara atas penyerahan barang oleh wajib pajak (rekanan). Tarifnya sebesar 1,5% dari harga barang sebelum PPN dan harus dipungut bendahara pada saat bendahara melakukan pembayaran atas penyerahan barang tersebut. PPh Pasal 22 harus disetorkan Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran pada hari yang sama dengan hari pemungutan dengan menggunakan SSP pada Bank/Kantor Pos persepsi. Bendahara pengeluaran wajib melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 ke KPP setempat paling lambat 14 hari setelah bulan takwim berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 dengan dilampiri SSP lembar ketiga dan daftar SSP PPh Pasal 22. Apabila hari tersebut jatuh pada hati libur ,maka pelapaoran harus dilakukan bendahara

pada hari kerja sebelumnya. Pengertian PPh Pasal 23 Yang dimaksud dengan PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyerahan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subyek pajak dalam negeri, penyelenggaraan Badan Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. (Waluyo, Drs, M.Sc., M.M., Ak dan Wirawan B Ilyas, Drs, Msi, 2000). Dari definisi tersebut di atas, jelas bahwa yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa dan penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 undangundang PPh. 6.1.2 Objek PPh pasal 23 Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 yang pada umumnya berkaitan dengan pelaksanaan tugas bendahara pengeluaran/pejabat pembuat komitmen adalah : 51 [Type text] a. Penghasilan yang berasal dari hadiah dan penghargaan, pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21. Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 395/PJ/2001 pemberian hadiah ada yang merupakan obyek pajak dan bukan obyek pajak. Yang merupakan obyek pajak adalah dibedakan menjadi hadiah undian jika penerima hadiah adalah bukan pegawai tetap dan hadiah perlombaan dan atau penghargaan jika penerima hadiahnya adalah karyawan atau orang pribadi. Yang dimaksud dengan undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian. (PP 132 Tahun 2000 jo Kep DJP Nomor : 395/PJ/2001). Untuk kasus ini PPh pasal 23 yang harus dipotong adalah 25% (dua puluh lima per seratus) dari jumlah bruto hadiah (uang/barang) dan bersifat final. Sebagai contoh. Dalam rangka memeriahkan hari keuangan, Departemen Keuangan mengadakan acara jalan santai dengan hadiah sebesar Rp.1.000.000,- bagi peserta yang nomor tanda pesertanya muncul sebagai pemenang setelah dilakukan melalui suatu undian. Maka kepada pemenangnya dipungut PPh pasal 23 sebesar 25% x Rp.1.000.000,- = Rp.250.000,Jika penerima hadiah perlombaan atau penghargaan adalah karyawan atau orang pribadi, maka dikenakan PPh pasal 21 dan jika pemenangnya badan usaha dikenakan PPh pasal 23. Menurut Keputusan Dirjen Pajak nomor : 545/PJ/2000 jo Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2005, atas penghasilan yang diterima orang pribadi tersebut dikenakan PPh pasal 21 dengan tarif sesuai pasal 17 undang-undang PPh. Contoh : Darmani mendapatkan hadiah kuis dalam suatu acara yang diselengarakan TV Swasta sebesar Rp.5.000.000,-. Maka kepada Darmani dikenakan PPh pasal 21 sebesar

5% x Rp.5.000.000,- = Rp.250.000,- Contoh lain : Sawida mendapatkan hadiah acara kuis cepat tepat sebesar Rp.30.000.000,- Maka kepadanya dikenakan PPh pasal 21 sebesar Rp.1.750.000,- (yaitu 5% x Rp.25.000.000,- + 10% x Rp.5.000.000,-) Jika penerima hadiah adalah wajib pajak Badan/Bentuk Usaha Tetap, dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto. Contoh : PT. ABC memperoleh hadiah sebesar Rp.20.000.000,- Maka kepada PT. ABC dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% x Rp.20.000.000,- = Rp.3.000.000,52 [Type text] Hadiah yang bukan merupakan obyek pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 395/PJ/2001 adalah sebagai berikut : a. Hadiah yang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi. b. Hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa. 6.1.3 Tarif PPh Pasal 23 Tarif pemotongan PPh dari modal, penggunaan modal dan jasa lainnya (PPh pasal 23) adalah sebagai berikut : a. Sebesar 15% (lima belas persen) atas deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21; b. Sebesar 15% (lima belas persen) atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi; c. Sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas : 1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21. Jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c UU Nomor 7 tahun 1983 sebagimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2000 lebih lanjut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor : PER-70/PJ/2007. Pengenaan tarif selengkapnya berdasarkan Perdirjen Pajak tersebut adalah sebagai berikut : a. Pengenaan tarif atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 1. Tarif sebesar 15% x 10% atau sebesar 1,5% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dikenakan atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis. (Lampiran I Perdirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 angka 1) 2. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dikenakan atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan 53 [Type text] penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. (Lampiran I Perdirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 angka 2)

b. Pengenaan tarif atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lain. (Lampiran II Perdirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007) I. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultasi, kecuali konsultansi konstruksi. II. Tarif sebesar 15% x 26 2/3% atau sebesar 4,0% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa : 1. Jasa pengawasan konstruksi 2. Jasa perencanaan konstruksi III. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa 1. Jasa penilai 2. Jasa aktuaris 3. Jasa akuntansi 4. Jasa perancang 5. Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap. 6. Jasa penunjang dibidang penambangan gas 7. Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain migas 8. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara 9. Jasa penebangan hutan 10. Jasa pengolahan limbah 11. Jasa penyedia tenaga kerja 12. Jasa perantara 13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bura Efek, KSEI dan KPEI 14. Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI 15. Jasa pengisian suara 16. Jasa mixing film 54 [Type text] 17. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan 18. Jasa instalasi/pemasangan Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel; Jasa instalasi/pemasangan peralatan Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai penguasaha konstruksi. 19. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, listrik/telepon/air/ gas/AC/TV kabel; Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan peralatan Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan alat-alat transportasi/

kendaraan Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai penguasaha konstruksi. IV. Tarif sebesar 15% x 13 1/3% atau sebesar 2% dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa pelaksanaan konstruksi termasuk : Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan Jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin/listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel Sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh wajib pajak yang mempunyai izin/sertifikat sebagai penguasaha konstruksi. V. Tarif sebesar 15% x 20% atau sebesar 3% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa 1. Jasa maklon 2. Jasa penyelidikan dan keamanan 3. Jasa penyelenggaran kegiatan (event organizer) 4. Jasa pengepakan 55 [Type text] VI. Tarif sebesar 15% x 10% atau sebesar 1,5% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa ; 1. Jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk pencapaian informasi; 2. Jasa pembasmian hama 3. Jasa kebersihan (cleaning service) 4. Jasa catering Catatan : 1. KSEI= Kustodian Sentral Efek Indonesia 2. KPEI=Kliring Pinjaman Efek Indonesia Selanjutnya dalam lampiran III Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah : a. Sewa kendaraan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23. b. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa atau di-carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk

sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23. c. Sewa kendaraan berupa milik perusahaan yang disewa atau di-carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23. 56 [Type text] Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara tertulis maupun lisan. 2. Jasa teknik adalah pemberian jasa, dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi : a. pelaksanaan suatu proyek; b. pembuatan suatu jenis produk; c. Jasa teknik dapat pula berupa pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman-pengalaman dibidang manajemen 3. Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan manajemen (management fee). 4. Jasa penunjang dibidang penambangan migas adalah jasa penunjang dibidang penambangan migas dan panas bumi berupa : a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat diantara pipa selubung dan lubang sumur. b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud : Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong; Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air; Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal; Penutupan sumur. c. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa; d. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan; e. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil; 57 [Type text] f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen and coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan utntuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan

asli, formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan kedalam cairan buatan dalam sumur. g. Jasa uji kandung lapisan (drill stam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi; h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair). i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan. j. Jasa penggantian peralatan atau material; k. Jasa mood loging yaitu memasukan lumpur kedalam sumur l. Jasa mood engineering m. Jasa well loging dan perforating n. Jasa stimulasi dan secondary decovery; o. Jasa well testing dan wire line service p. Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling r. Jasa mobilisasi dan demobolisasi anjungan drilling s. Jasa lainnya dibidang pengeboran gas. 5. Jasa penambangan dan penunjang dibidang penambangan selain migas adalah semua jasa penambangan dan penunjang dibidang pertambangan umum berupa : a. Jasa pengeboran; b. Jasa penebasan; c. Jasa pengupasan dan pengeboran; d. Jasa penambangan; e. Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum; f. Jasa pengolahan bahan galian; g. Jasa reklamasi tambang; h. Jasa pelaksanaan mechanical, electrical, manufacture, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah; i. Jasa lainnya yang sejenis dibidang pertimbangan umum 6. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara berupa : a. Bidang aeronautica, termasuk : 58 [Type text] Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara; Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge); Jasa pelayanan penerbangan; Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara didarat; Jasa penunjang lain dibidang aero nautica b. Jasa non-aero nautical, termasuk : Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat; Jasa penunjang lain dibidang non-aero nautical; 7. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang diproses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa

(disubkontrakan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. 8. Jasa penyelenggaran kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konperensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggaran kegiatan. Contoh : PPh yang dikenakan Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang dilakukan terhadap pembayaran suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh event organizer, penyewaan kendaraan bermotor, penyewaan ruangan dan lain-lain. Non-contoh : PPh yang dikenakan Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang dilakukan terhadap pembayaran pengadaan barang. 6.1.4 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 23 6.1.4.1 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas hadiah dan penghargaan 59 [Type text] Dalam perlombaan membuat logo Departemen XXX, Mashadi memenangkan lomba tersebut dan mendapat hadiah sebesar Rp.10.000.000,Maka PPh pasal 23 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Departemen XXX adalah sebesar 15% x Rp.10.000.000,- = Rp.1.500.000,Jumlah yang dibayarkan kepada pemenang (Mashadi) sebesar Rp.8.500.000,6.1.4.2 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Satker AAA menyewa dua unit bus untuk keperluan studi banding ke kota lain kepada PT. Mobil Sejahtera dengan harga sewa sebesar Rp.10.000.000,Maka PPh pasal 23 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Satker AAA adalah sebesar 15% x 10% x Rp.10.000.000,- = Rp.150.000,Jumlah yang dibayarkan kepada PT. Mobil Sejahtera sebesar Rp.9.850.000,6.1.4.3 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, manajemen, konsultasi hukum, konsultan pajak dan jasa lain 1. Kantor Pelayanan Pajak XYZ akan membangun kantor baru. Untuk itu telah melaksanakan kontrak-kontrak sebagai berikut : a. Untuk perencanaan bangunan dengan CV. Mega Endah Konsultan Enginering dengan nilai kontrak sebesar Rp.10.000.000,b. Untuk pelaksanaan konstruksinya dengan PT. Bangun Cipta Sarana dengan nilai kontrak sebesar Rp.100.000.000,c. Untuk pengawasannya dilaksanakan oleh PT. Awas Waspada dengan nilai kontrak sebesar Rp.10.000.000,Berapakah PPh pasal 23 yang dipungut bendahara KPP XYZ tersebut? Penyelesaian : a. PPh pasal 23 yang dipungut kepada CV. Mega Endah Konsultan Enginering selaku perencana adalah sebesar 15% x 26 2/3% x Rp.10.000.000,- = Rp.400.000,Yang dibayarkan kepada CV. Mega Endah Konsultan Enginering adalah sebesar

Rp.9.600.000,b. PPh pasal 23 yang dipungut kepada PT. Bangun Cipta Sarana selaku pelaksana kontruksi adalah sebesar 15% x 13 1/3% x Rp.100.000.000,- = Rp.2.000.000,60 [Type text] Yang dibayarkan kepada PT. Bangun Cipta Sarana adalah sebesar Rp.98.000.000,c. PPh pasal 23 yang dipungut kepada PT. Awas Waspada selaku pengawas konstruksi adalah sebesar 15% x 26 2/3% x Rp.10.000.000,- = Rp.400.000,Yang dibayarkan kepada PT. Awas Waspada adalah sebesar Rp.9.600.000,2. Guna keperluan pelaksanaan rapat dinas yang berlangsung selama tiga hari, bendahara Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Antah Berantah memesan catering pada Perusahaan Katering Enak Sedap dengan nilai pembelian sebesar Rp.50.000.000,- Berapakah PPh pasal 23 yang dipungut oleh bendahara pengeluaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Antah Berantah atas pembayaran tersebut? Penyelesaian : PPh pasal 23 yang dipungut kepada Perusahaan Katering Enak Sedapadalah sebesar 15% x 10% x Rp.50.000.000,- = Rp.750.000,Yang dibayarkan kepada Perusahaan Katering Enak Sedap adalah sebesar Rp.49.250.000,6.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 PPh Pasal 23 dipungut oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran dilakukan pada saat pembayaran penghasilan oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran. Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini kepada wajib pajak. Bukti pemotongan dibuat dalam rangkap tiga dengan peruntukan sebagai berikut : a. Lembar kesatu untuk rekanan b. Lembar kedua untuk lampiran SPT Masa PPh Pasal 23. c. Lembar ketiga untuk arsip Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran. Pemungutan PPh pasal 23 pada bulan tertentu harus disetorkan bendahara pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan apabila tanggal tersebut bertepatan hari libur penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan SSP (dibuat dalam rangkap lima) pada Bank/Kantor Pos Persepsi. Bendahara akan menerima kembali lembar kesatu dan ketiga SSP. Lembar 61 [Type text] kesatu untuk arsip bendahara pengeluaran selaku pemotong PPh Pasal 23 daan lembar ketiga untuk dilaporkan ke KPP bersama SPT Masa PPh Pasal 23/26 oleh bendahara. Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dengan memperhitungkan dalam potongan pada SPM-LS yang diajukan, maka SSP PPh Pasal 23 yang telah diisi lengkap dengan jumlah sebesar PPh Pasal 23 terutang, yang telah ditandatangani oleh rekanan dan pejabat penerbit SPM dilampirkan sebagai lampiran SPM. Setelah diproses oleh KPPN dan diterbitkan SP2D, maka tanggal dan nomor SP2D tersebut dicantumkan dalam SSP PPh Pasal 23 dimaksud sebagai bukti pelunasan PPh pasal 23 melalui potongan dalam SPM yang telah diterbitkan SP2D nya.

Pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 harus dilakukan bendaharan paling lambat empat belas hari setelah bulan kalender berakhir dan jika pada hari tersebut bertepatan hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Laporan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26 yang harus diisi lengkap dan benar oleh bendahara dan dibuat dalam rangkap dua, dengan dilampiri ; b. Lembar ketiga SSP bukti setoran PPh pasal 23. c. Daftar bukti pemotongan PPh pasal 23 d. Lembar kedua bukti pemotongan.

6.2 Tes Formatif 5 1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 23 ? 2. Apa saja yang menjadi obyek PPh pasal 23? 3. Kapan PPh pasal 23 harus dipotong oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran? 4. Kapan pula PPh pasal 23 ini harus disetor dan dilaporkan bendahara pengeluaran ke KPP? 5. Apa saja kelengkapan pelaporan PPh pasal 23 itu? Uraikan jawaban Anda!

Anda mungkin juga menyukai