Anda di halaman 1dari 22

Sejarah Hukum Pajak

Di Indonesia
Sejarah Hukum Pajak Di Indonesia
• Pada awalnya Pajak bukanlah suatu pungutan, melainkan pemberian
sukarela yang berikan oleh rakyat kepada raja yang telah memelihara
kepentingan negara, menjaga negara dari serangan musuh dan lain
sebagainya.
• Pajak secara teratur dan permanen sudah dilakukan sejak zaman kolonial.
Pada era kolonial pajak dikenal dengan upeti.Upeti yang dipungut oleh
raja untuk kepentingan pribadi dan operasional kerajaannya.
• Pada masa kerajaan-kerajaan di tanah air, figure raja dalam hal tertentu
dapat dipandang sebagai manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan
(Negara). Pemberian sukarela (upeti) dari rakyat kepada raja / penguasa,
upeti berupa barang (natura): padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya
seperti pisang, kelapa, dan lain-lain.
• Pergeseran paradigma upeti dalam perkembangannya, upeti tidak hanya untuk
kepentingan raja tetapi juga untuk rakyat. Upeti mulai digunakan untuk kepentingan
umum seperti: keamanan, pembangunan jalan, saluran air, fasilitas sosial, dan lain-
lain setelah ada perubahan sifat upeti, kemudian dibuatlah peraturan agar tetap ada
sifat memaksa yang melibatkan rakyat untuk memenuhi rasa keadilan. Pembuatan
aturan – aturan ini dimulai sejak kedatangan Belanda ke Indonesia, dan sejak saat
itulah dikenal istilah pajak.
• Sejarah pajak di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya ‘huistaks’ yaitu pada tahun
1816. Huistaks adalah pajak yang dikenakan bagi suatu warga negara yang mendiami
suatu wilayah atau tempat tertentu di atas bumi. Seperti sewa tanah,bangunan atau
yang sekarang dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan. Tetapi saat itu, rakyat
Indonesia harus menyetornya ke pemerintah Belanda. Berikutnya menunjukkan
bahwa jenis – jenis pajak bertambah lagi, yaitu :
• a. Tahun 1920 ada Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting alias Pajak
Penghasilan.
• b. Tahun 1925 ada Ordonantie op de Vennootschapbelasting alias Pajak Perseroan
atau sekarang dikenal dengan nama Pajak Penghasilan Badan.
• Ordonasi tersebut mengalami perubahan beberapa kali dan terakhir diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1968. Sementara itu pada tahun
1944 keluar Ordonasi Pajak Pendapatan (PPd) yang digunakan sebagai dasar untuk
mengenakan pajak terhadap pendapatan yang diperoleh oleh orang pribadi.
• Tahun 1959, dengan Lembaran Negara 1959 No 109 disisipkan pasal baru, yaitu
Pasal 2a sehingga membuka kesempatan bagi pengenaan pajak pendapatan
terhadap wajib pajak badan. Namun, pengenaan pajak pendapatan terhadap
badan ini sejak tahun 1966 telah dihapuskan.
• Pada masa penjajahan, tepatnya pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonasi Pajak
Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 1964.Yang menjadi subyek pajak dari pajak kekayaan ini pada prinsipnya
adalah orang pribadi, bukan badan.
• Akan tetapi menurut Pasal 3 Ordonasi Pajak Kekayaan itu ada kemungkinan
perseroan, persekutuan, atau pengkongsian dikenai PKk untuk menggantikan
kedudukan perseronya yang tidak dikenal atau diragukan. Obyek pajaknya adalah
seluruh kekayaan wajib pajak dikurangi hutang-hutang dan kewajiban pada awal
tahun pajak.
Peraturan Perpajakan Awal Kemerdekaan
• Pada masa-masa awal kemerdekaan dikeluarkan peraturan dibidang
pajak. Pada tahun 1950 dikeluarkan Undang- Undang Darurat Nomor
12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi Pajak Peredaran (Barang),
yang dalam tahun 1951 diganti dengan Pajak Penjualan (PPn) 1951.
• Pajak ini dikenakan terhadap pemakaian umum yang dapat menjadi
Pajak Penjualan Dalam Negari dan Pajak Penjualan Impor. Sebagai
subyek pajaknya adalah pihak pabrikan dan pengusaha jasa. Dalam
hal pemungutan pajak, oleh UUD RI 1945 pada awalnya menetapkan
Pasal 23 ayat 2: “Segala pajak untuk Negara berdasarkan undang-
undang”.
• Selanjutnya Pasal 23 ayat (2) UUD RI 1945 diamandemen dengan
Pasal 23A Undang Undang Dasar RI 1945 yang ,menyebutkan bahwa:
”Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang”,. Adapun ketentuan –
ketentuan undang-undang dibidang perpajakan yang “dilahirkan”
sesuai apa yang dikehendaki oleh Undang Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945, diantaranya beberapa undang-undang :
• 1). Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
• 2). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan.
3). Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Peubahan Ketiga Atas
Undang Undang RI No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai
atas Barang dan jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4). Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2000 Tentang Perubahan ketiga Atas
Undang Undang RI No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5). Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
6). Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (sudah tidak belaku lagi karena sudah dicabut berlakunya)
7). Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang
Undang RI Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
8). Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2000 Tentang PenagihanPajak Dengan
Surat Paksa.
9). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan.
Kedudukan Hukum Pajak
• Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 mengenai ketentuan umum
dan tata cara perpajakan Pasal 1 angka 1, dimana berisikan pajak ialah
kontribusi wajib pajak pada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang memiliki sifat memaksa berdasarkan Undang-Undang serta tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan dan
kemakmuran rakyat.
• Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia
ini menganut paham imperative. Hal ini mengartikan pelaksanaan pemungutan
pajak tidak dapat ditunda. Saat terjadi pengajuan keberatan pada pajak oleh
wajib pajak yang telah ditetapkan pemerintah, sebelum terdapat keputusan dari
Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan diterima, maka wajib pajak pun
perlu terlebih dahulu membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan.
• Berikut ialah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:
1.Hukum Perdata yang mengatur terkait hubungan antara satu individu
denga individu lainnya
2.Hukum Publik yang mengatur hubungan antara pemerintah dan
rakyatnya. Hukum publik di antaranya ialah Hukum Tata Negara,
Hukum Pajak, Hukum Pidana, dan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum
Administrasi Negara).
• Berdasarkan dua poin tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan
hukum pajak ialah bagian dari hukum publik. Hukum pajak ini
mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dan
rakyat sebagai wajib pajak.
Sumber Hukum Pajak
• Dalam hukum pajak sebagai bagian dari ilmu hukum, hukum pajak
tidak mengenal sumber hukum yang tidak tertulis. Hal ini berdasarkan
pengertian hukum pajak, bahwa kaidah hukum pajak hanya ada
karena tertulis dan tidak boleh dilakukan secara kebiasaan.
• Dengan demikian, kebiasaan yang juga merupakan salah satu sumber
hukum tidak termasuk sebagai sumber hukum dalam hukum pajak
(Saidi, 2018, hlm. 4). Namun demikian, sebagai sumber hukum dasar
nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan sehingga memegang peranan penting dalam kemajuan
sumber hukum tertulis.
• Pancasila sebagai dasar untuk menentukan benar tidaknya substansi
hukum yang terkandung dalam setiap sumber-sumber hukum pajak
yang bersifat tertulis adalah sebagai berikut.
1.Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang – Undang Perpajakan
3.Perjanjian Internasional.
4.Yurisprudensi di bidang Pajak.
5.Doktrin di bidang perpajakan
6. Peraturan perundang – undangan perpajakan dibawah undang –
undang seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden,
peraturan Menteri keuangan dan peraturan – peraturan lainnya.
FUNGSI PAJAK
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang mempunyai dua
fungsi, yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah,
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)sebagai alat pengatur atau
melaksanakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.
Pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian, maka politik pemungutan pajak harus:
3. Diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi
perdagangan.
Diusahakan agar tidak menghalangi-halangi usaha rakyat dalam menuju
kebahagiaan dan tidak merugikan kepentingan umum.
Fungsi Hukum Pajak
• Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, pajak memiliki
sejumlah fungsi yang didasarkan pada asas-asas yang bertujuan untuk
mensejahterakan rakyat. Adapun fungsi hukum pajak adalah sebagai
berikut:
1.Hukum pajak berfungsi sebagai acuan dalam menciptakan sistem
pemungutan pajak yang berlandaskan atas dasar keadilan, efisien,
serta diatur sejelas-jelasnya dalam undang-undang tentang hukum
pajak itu sendiri.
2.Hukum pajak berfungsi sebagai sumber yang menerangkan tentang
siapa subjek dan objek yang perlu atau tidak perlu dijadikan sumber
pemungutan pajak demi meningkatkan potensi pajak secara
keseluruhan.
E. UNSUR DAN JENIS PAJAK
1. Unsur-Unsur pajak
a.Undang-Undang
b.Fiscus;
c.Subjek Pajak;
d.Objek Pajak /Taatbestand (keadaan, kejadian, peristiwa);
e.Kepentingan Masyarakat;
2. Jenis-Jenis Pajak
Pajak dapat dibedakan Menurut golongan, sifat dan Lembaga
pemungutnya. Pengelompkkan pajak sebagai berikut:
a. Jenis Pajak Menurut Golongannya
1) Pajak Langsung
Pajak yang pembebanannya tidak dilimpahkan pada pihak lain, tetapi harus menjadi beban
langsung wajib pajak yang bersangkutan.contoh: Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung
karena penanganan pajaknya adalah langsung kepada wajib pajak yang menerima penghasilan, tidak
dapat dilimpahkan kepada wajib pajak lain.
2) Pajak tak Langsung
Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak pertambahan nilai
(PPN) adalah contoh dari pajak yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan nilai (PPN) seharusnya adalah
penjualnyalah yang mengakibatkan pertambahan nilai, tetapi pengenaan pajak pertambahan nilai
dapat dilimpahkan kepada pembeli(pihak lain).

b. Jenis Pajak Menurut Sifatnya


1) Pajak Subjektif
Pajak yang didasarkan atas keadaan subyeknya, memperhatikan keadaan dari pajak yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan wajib pajak). Contoh: Pajak
pengahasilan (PPh) adalah pajak subyektif, karena pengenaan pajak penghasilan memperhatikan
keadaan diri wajib pajak yang menerima penghasilan.
2) Pajak objektif
Pajak yang berpangkal pada objek tanpa memperhatikan diri wajib pajak. Contohnya: Pajak Pertambahan
nilai(PPN), karena pengenaan pajak pertambahan nilai adalah peningkatan nilai dri suatu barang, bukan
pada penjual yang meningkatkan nilai barang. Pajak bumi dan Pembangunan (PBB), karena PBB dikenakan
terhadap keadaan dari suatu tanah dan keadaan dari tanah dan bangunan, bukan keadaan pemiliknya.

C. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya


1. Pajak Pusat (Negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.
Contoh: Pajak penghasilan (PPh) pajak pertambaham nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN
dan PPnBM) Bea Materi Pajak Bumi dan Bangunan ((BPHTB).
2.Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah.
Pajak daerah diatur dalam PP NO. 18 tahun 1997 sebagaimana diubah dengan PP No. 34 tahun 2000
daerah dibedakan menjadi:
a) Pajak Provinsi
Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, Bea balik namakendaraan di atas air, pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan
b) Pajak Kabupaten/kota
Pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan; pajak reklame, pajak penerangan jalan.
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
• Pengertian hukum pajak dapat memberikan petunjuk bagi penegak hukum pajak
dalam menggunakan wewenang dan kewajibannya dalam penegakkan hukum
pajak. Sebaliknya, hal ini juga dapat menjadi pedoman bagi wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban dan menggunakan hak dalam rangka memperoleh
perlindungan hukum sebagai konsekuensi dari penegakan hukum pajak .
1. Hukum Pajak Materil
• Hukum pajak Materiil adalah kaidah – kaidah atau ketentuan – ketentuan dari suatu
peraturan perundang – undangan pajak yang berkenaan dengan isi dari peraturan
perundang- undangan yang bersangkutan.
• Hukum pajak materil memuat norma-norma yang menjelaskan mengenai perbuatan,
keadaan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), besaran pajak yang
dikenakan (tarif pajak), serta segala sesuatu yang berhubungan dengan timbul dan
dihapusnya utang pajak dan dinas sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara
pemerintah dan wajib pajak.
• Hukum pajak materiil ialah kaidah-kaidah atau berbagai ketentuan
dari suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkaitan
dengan isi dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Hukum pajak material ini menerangkan tentang Objek, Subjek, dan
Tarif Pajak. Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil
PPh terpisah dari hukum pajak materil PPN. Hukum pajak materil PPh
ialah II No.7 Tahun 1983 setelah perubah terakhir dari UU No.36
Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No.8 Tahun 1983 sesuai
dengan pengubahan terakhir yaitu UU No.42 Tahun 2009.
• Contoh bentuk dari hukum pajak materiil ialah Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN dan PPnBM).
• Hukum pajak material memuat norma-norma yang menerangkan mengenai:
1.Keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus
dikenai pajak (Objek pajak) atau disebut juga tatbestand.
2.Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak/wajib pajak); dan
3.Berapa besarnya pajak.
• Di samping itu termasuk di dalamnya juga:
1.Peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda;
2.Peraturan-peraturan yang memuat hukuman-hukuman terhadap ketentuan
perpajakan;
3.Peraturan-peraturan tentang tata cara pembebasan dan pengembalian
pajak;
4.Peraturan-peraturan tentang hak mendahului dari fiscus.
• Adapun yang dimaksud dengan hukum pajak formal adalah serangkaian
norma yang mengatur cara untuk menjelmakan Hukum pajak material
menjadi suatu kenyataan. Artinya keberadaan hukum pajak formil
menyesuaikan dengan kebutuhan yang dikehendaki untuk berlakunya hukum
pajak materil.
• Agar hukum pajak materil dapat berlaku efektif maka hukum pajak formil
harus ada. Hukum pajak formal antara lain mengatur:
1.Pendaftaran objek pajak dan wajib pajak;
2.Pemungutan pajak;
3.Penyetoran pajak;
4.Pengajuan keberatan;
5.Permohonan banding;
6.Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran, dan lain sebagainya.
2. Hukum Pajak Formil
• Hukum pajak formil adalah kaidah –kaidah atau ketentuan –
ketentuan dari suatu peraturan perundang – undanganpajak yang
berkenaan dengan cara bagaimana hukum pajak materiil itu
dilaksanakan.
• Atau biasa juga hukum Formil disebut yaitu hukum yang memuat
terkait prosedur untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi
suatu kenyataan atau realisasi.
• Hukum pajak formil ini memuat tentang tata cara atau prosedur
penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk pengadaan
monitoring dan evaluasi
• Contoh Bentuk Hukum Pajak Formil adalah :
a. Undang – undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua
atas undang – undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang ketentuan
Umum dan Tata cara Perpajakan.
b. Undang – undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.

Anda mungkin juga menyukai