Anda di halaman 1dari 123

HUKUM PAJAK

SEMESTER V

FAKULTAS HUKUM
Universitas 17 agustus 1945
samarinda
2010
Materi Pembelajaran
A. Hukum Pajak.
B. Pengertian Pajak dan Pungutan Lain.
C. Karakteristik dan Unsur Pajak.
D. Jenis-jenis Pajak.
E. Fungsi pajak.
F. Subyek Pajak, Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.
G. Objek Pajak.
H. Pendekatan Terhadap Pajak.
I. Asas dan Dasar Pajak.
J. Pengenaan Pajak.
K. Pembaharuan pajak Nasional.
L. Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak.
M. Hak Mendahului dari Negara.
N. Penagihan dan Perlawanan terhadapPajak.
Literatur Hukum Pajak
• Pengantar Hukum Pajak, Y. Sri
Pudyatmoko, SH.,M.Hum, penerbit ANDI
Yogyakarta.
• Pengadilan dan penyelesaian sengketa di
Bidang Pajak, Y. Sri Pudyatmoko,
SH.,M.Hum, penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
• Dasar-dasar hukum pajak dan Pendapatan,
Rahmad Soemitro, Eresco Bandung.
• Pengantar Hukum Pajak, Tunggul Ansharri
Setia Negara, SH.,M.Hum
• Dll
Pengertian Hukum Pajak
• Santoso Brotodihardjo
• Hukum pajak (Fiskal) adalah keseluruhan
dari peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkan kembali
kepada masyarakat melalui kas negara,
sehingga ia merupakan hukum publik yang
mengatur hubungan-hubungan hukum
antara negara dan orang-orang atau badan-
badan (hukum) yang berkewajiban
membayar pajak (wajib pajak).
• Bahori.
Hukum pajak adalah suatu kumpulan
peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar
pajak.
Dengan demikian hukum pajak
menerangkan tentang:
1. Subjek pajak.
2. Objek pajak.
3. Kewajiban-kewajiban wajib pajak kepada
pemerintah.
4. Timbul dan hapusnya utang pajak
5. Cara penagihan pajak.
6. Cara mengajukan keberatan dan
bandingpada peradilan pajak.
• Dari pendapat tersebut, terlihat
bahwa ada yang menyamakan pajak
dengan Fiskal. Fadahal keduanya
mempunyai arti yang berbeda.
• Kata fiskal berasal dari bahasa latin
“Fiscus” yang berarti keranjang yang
berisi uang atau kantong uang atau
kantong raja.
• Kata fiscus kemudian diartikan dan
diidentifikasi menjadi kas negara.
• Sedangkan Pajak adalah merupakan
iuran rakyat kepada negara.
• Dengan demikian pengertian Fiskal
(Fiscus) dengan Pajak ada
perbedaan, yaitu fiskal(fiscus)
memiliki pengertian yang lebih luas
dari pengertian pajak. Fiskal
mencakup seluruh aspek keuangan
keuangan negara, sedangkan pajak
hanya merupakan salah satu bagian
dari keuangan negara secara
keseluruhan.
Pembagian Hukum Pajak
• Hukum Pajak dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Hukum Pajak Materiil.
2. Hukum Pajak Formil.

• Hukum Pajak Materiil memuat norma-norma


yang menerangkan:
a. keadaan, perbuatan-perbuatan, peristiwa-
peristiwa hukum yang harus dikenai pajak
(objek pajak atau tatbestand).
b. Subjek pajak
c. Besarnya pajak, kenaikan-kenaikan pajak,
denda pajak.
d. Hukuman terhadap ketentuan perpajakan.
e. Pembebasan dan pengembalian pajak.
• Hukum pajak formal, serangkaian
peraturan yang mengatur tentang
cara-cara melaksanakan hukum
pajak materiil menjadi suatu
kenyataan.

• Hukum pajak formal mengatur tentang:


a. Pendaftaran onjek pajak dan wajib
pajak.
b. Pemungutan pajak.
c. Penyetoran pajak.
d. Pengajuan keberatan
e. Permohonan banding
f. Permohonan pengurangan dan
penundaan pembayaan dll.
• Hukum pajak materiil seperti:
1. UU No.7 tahun 1983, sebagaimana beberapa kali
diubah terakhir dengan UU No 17 th 2000 tentang
Pajak Penghasilan (PPh).
2. UU No 8 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali
diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000
tentang Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
(PPNBM).
3. UU No 12 tahu 1985 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 12 tahun 1994tentang Pajak bumi
dan Bangunan.
4. UU Nomor 21 tahun 1997 , sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2000 tentang
Bea Perolehan Hak atas bumi dan bangunan.
5. UU Nomor 18 tahun1997, sebagaimana beberapa
kali diubah terakhir dengan UU No. 28Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
• Hukum Pajak Formal seperti:
1. UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana
beberapa kali diubah terakhir
dengan UU No. 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan tata
cara perpajakan.
2. UU No.19 tahun 1997, sebagaimana
telah diubah dengan UU No19 tahun
2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
3. UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Peradilan Pajak.
Kedudukan Hukum Pajak
• Menurut Sacipto Rahardjo Sistem Hukum Nasional
terdiri dari Hukum Privat dan Hukum Publik.
• Hukum privat /perdata terdiri dari :
1. Hukum perkawinan
2. Hukum waris
3. Hukum perjanjian
4. Hukum dagang.
5. Hukum perdata internasional.
• Hukum Publik terdiri dari:
1. Hukum Pidana
2. Hukum Tata Negara.
3. Hukum Administrasi Negara.
4. Hukum Internasional.
5. Hukum Lingkungan.
• Hukum pajak secara umum masuk
dalam Hukum Administrasi Negara,
akan tetapi menurut Prof.PJA.
Adriani, hukum pajak harus
dipisahkan dan tidak menjadi bagian
Hukum administrasi negara, hal ini
disebabkan karena hukum pajak
mempunyai fungsi ikut menentukan
politik perekonomian suatu negara,
yang fungsi ini tidak dimiliki oleh
Hukum Administrasi negara.
Hubungan Hukum Pajak
dengan Hukum Lainnya
• Hukum Pajak dengan Hukum perdata.
1. Hukum pajak mengambil sasaran pada
peristiwa, keadaan dan perbuatan yang berada
dalam lapangan perdata sebagai odjek
pengenaannya. Misalnya pada kepemilikan
bumi dan bangunan akan dikenakan pajak bumi
dan bangunan. Hubungan bumi dan bangunan
dengan pemiliknya adalah merupakan
hubungan perdata.
2. Hukum pajak mengunakan istilah-istilah dalam
hukum perdata, misalnya kompensasi,
pembebasan utang, pambayaran, daluwarsa,
domisili dan lain-lain. Namun dalam
penerapannya harus sudah ditentukan dalam
UU.
• Hubungan antara Hukum Pajak dengan
Hukum perdata ada yang berpendapat
hubungan antara hukum umum dan
hukum khusus. Perdata merupakan
hukum umum dan hukum pajak
merupakan hukum khusus. Artinya
hukum perdata harus dipandang sebagai
hukum umum yang berlaku bagi
serangkaian hubungan hukum sepanjang
tidak ditentukan secara khusus. (lex
specialis derogat lex generalis).
• Hukum Pajak dengan Hukum Pidana.
• Ketentuan pidana tidak hanya ada dalam
KUHP tetapi juga di luar KUHP. Dalam
Pasal 103 KUHP disebutkan “
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I
sampai bab VIII buku ini juga berlaku
bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undangan lainnya
diancam dengan pidana, kecuali jika
oleh Undang-undang ditentukan lain.
• Disamping itu dalam ketentuan
perpajakan juga terdapat sanksi pidana.
• Hukum pajak dengan hukum administrasi
negara.
• Dalam hukum pajak, untuk timbulnya
hutang pajak bagi warga negara harus
terlebih dahulu ditetapkan oleh
pemerintah ( SPT).(utang pajak menurut
ajaran Formal).
• Menurut ajaran materiil, timbulnya utang
pajak muncul dengan sendirinya yaitu
pada saat ditentukanuleh undang-
undang sekaligus dipenuhi syarat
subyek dan syarat objek.
• Syarat subyektif adalah syarat yang
melekat pada diri subyek yang
bersangkutan. Seperti lahir di indonesia,
domisili di indonesia, berkedudukan dan
didirikan di indonesia, memiliki kekayaan
di indonesia dll.
• Syarat obyektif adalah syarat yang
berkaitan dengan sasaran pengenaan
pajak (objek pajak). Seperti orang yang
tinggal di indonesia memperoleh
penghasilan dan penghasilan memenuhi
syarat untuk dikenai pajak.
Pengertian Pajak dan
Pungutan lainnya
Prof. Dr. Rachmad Soemitro, SH.
Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan UU dengan
tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat
ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
pajak adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin
dan surplusnya digunakan untuk
public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai
public invesment.
• Prof Dr. Smeets
• Pajak adalah prestasi kepada pemerintah
yang terutang melalui norma-norma umum,
dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam
hal yang individu, simaksudkan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.
• Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan,
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. (Pasal 1 angka 1 UU
Nomor 28 tahun 2007 ttg ketentuan umum
dan tata cara perpajakan)
Karakteristik dan unsur pajak
• Adanya iuram masyarakat kepada negara,
berarti yang berhak memungut pajak hanyalah
negara.
• Pemungutan pajak oleh negara harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
• Terhadap pembayaran pajak tidak ada tegen
prestasi yang dapat ditunjukan secara langsung.
• Pemungutannya dapat dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
• Hasil pungutan pajak digunakan untuk
membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan,
apabila ada kelebihan maka sisanya untuk public
investment.
• Disamping mempunyai fungsi sebagai alat untuk
memasukan dana dari rakyat ke kas negara
(fungsi budgeter) pajak juga mempunyai fungsi
mengatur).
Retribusi
• Retribusi adalah prestasi yang dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan
dalam wujud pembayaran dengan dengan
kontraprestasi langsung.
• Karakteristik retribusi adalah:
1. Adanya prestasi dalam bentuk pembanyaran
kepada pemerintah.
2. Retribusi dipungut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku umum.
3. Dalam pembayaran retribusi terdapat imbalan
secara langsung yang dapat ditujuk secara
individu.
4. Hasil retribusi dipergunakan untuk pelayanan
umum berkait dengan retribusi yang
bersangkutan.
5. Pelaksanaan retribusi dapat dipaksakan,
namun pelaksanaanya bersifat yuridis.
Sumbangan
• Menurut Santoso brotodihardjo, di dalam
sumbangan mengandung pemikiran bahwa
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi
pembayaran tertentu tidak boleh dikeluarkan
dari kas umum, karena prestasi tersebut tidak
ditujukan kepada penduduk seluruhnya, tetapi
hanya kepada golongan tertentu. Oleh karena
itu hanya golongan tertentu saja yang
diwajibkan membayar sumbangan.
• Contoh sumbangan terhadap pemilik becak,
sepeda, pedati, dll.
• Sumbangan tersebut digunakan untuk
membangun sarana yang berhubungan dengan
yang bersangkutan.
Karateristik Sumbangan
• Sumbangan dipungut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan mengikat umum.
• Kontraprestasi yang diperoleh tidak
dirasakan pembayarannya secara
individual, melaikan secara
kelompok.
• Pelaksanaan dapat dipaksakan,
tetapi tidak bersifat ekonomis
seperti halnya dalam retribusi,
melaikan lebih bersifat yuridis.
Jenis-jenis Pajak
• Pajak dapat dikelompokkan dalam berbagai
jenis, kreteria yang digunakan adalah:
1. Administrasi perpajakan.
pajak dapat digolongkan menjadi 2 yakni:
a. Pajak langsung dan
b. Tidaklangsung.
Pajak Langsung dari segi yuridis adalah pajak
yang dipungut secara priodik (setiap tahun atau
setiap masa pajak), berdasarkan suatu
penetapan dan berkohir (surat daftar penetapan
pajak). Contoh PPh.
Pajak langsung dari segi ekonomis adalah suatu
pajak dimana beban pajaknya tidak boleh
dilimpahkan kepada pihak lian.
• Pajak tidak langsung secara yuridis
adalah suatu pajak yang dipungut secara
insidental(tidak berulang-ulang) tidak
mengunakan kohir, yaitu pada saat
adanya tatbestand (berupa suatu
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang
mengakibatkan utang pajak itu timbul).
• Contoh bea materai, pajak pertambahan
nilai atas barang dan jasa.
• Pajak tidak langsung secara ekonomis
adalah suatu pajak dimana pihak wajib
pajak dapat mengalihkan beban pajaknya
pada pihak lain,artinya antara mereka
yang menjadi wajib pajak dengan yang
benar-benar memikul beban pajak
merupakan pihak yang berbeda.
2. Sifat Pajak.
Menurut sifatnya pajak dapat digolongkan
menjadi dua yaitu:
a. pajak perseorangan, yaitu pajak yang
dalam penetapannya memperhatikan
dari diri dan keluarga wajib pajak
seperti kawin tidak kawin,
tanggungan dalam keluarga, dasar
inilah yang digunakan untuk
menentukan kemampuan si wajib pajak.
b. Pajak Kebendaan (Zakelijk) adalah pajak
yang dipungut tanpa memperhatikan diri
dan keadaan si wajib pajak. Pajak ini pada
umumnya pajak tidak langsung seperti Bea
materai, sehingga siapapun dan dalam
kadadaan apun dikenakan pajak yang
sama.
3. Titik Tolak Pungutannya
Menurut titik tolak pungutannya, pajak
dapat digolongkan dalam:
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang
pengenaannya bertitik tolak pada
diri orang/badan yang dikenai pajak,
artinya pajak subjektif dimulai
dengan menetapkan orangnya, baru
kemudian dicari syarat-syarat
objeknya. Misalnya PPh.
b. pajak Objektif yaitu pajak yang
pengenaannya bertitik tolak pada objek
yang dikenai pajak dan untuk
mengenakan pajak dicari sunjeknya.
Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
4. Kewenangan Pemungutannya
Menurut kewenangan pemungutannya pajak
dapat digolongkan menjadi:
a. Pajak Pusat/Pajak Negara adalah pajak
yang kewenangan pemungutannya
berada di pemerintah pusat. Seperti
PPh.PBB,PPN, Bea Materai, Bea lelang, bea
Masuk dan Cukai.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang
kewenangan pemungutannya berada di
Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota)
Pajak Provinsi yaitu: Pajak kendaraan bermotor
dan kendaraan diatas air.
Pajak Provinsi
• Pajak Kendaraan Bermotor ,
• Bea balik nama kendaraan bermotor .
• Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
• Pajak air permukaan.
• Pajak rokok
(menurut Pasal 2 UU No. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah)
Pajak Kabupaten/Kota

• Pajak Hotel,
• Pajak Restoran,
• Pajak Hiburan.
• Pajak Reklame.
• Pajak Penerangan Jalan.
• Pajak mineral bukan logam dan batuan.
• Pajak Parkir.
• Pajak air tanah
• Pajak sarang burung walet
• Pajak bumi dan bangunan,
• BPHTB.
Retribusi Daerah
• Retribusi Jasa Umum
a. retribusi pelayanan pasar
b. retribusipelayanan pemakaman dan pengabuan mayat.
c. retribusi pelayanan parkir di tepi jalam umum.
d. retribusi pengujian kendaraan bermotor.
e. retribusi pelayanan kesehatan
f. retribusi pelayanan pendidikan. dll

• Retribusi Jasa Usaha


a. retribusi Pasar Grosir.
b. retribusi tempat pelelangan.
c. Retribusi terminal.
d. Retribusi tempat khusus parkir.
e. retribusi pelayanan pelabuhan kapal.
f. Retribusi Penyeberangan di atas air. Dsbnya
• Retribusi Perizinan tertentu.
a. Retribusi IMB.
b. Retribusi Izin penjualan minuman beralkohol.
d. Retribusi Izin Gangguan.
e. Retribusi izin trayek.
FUNGSI PAJAK

• FUNGSI ANGGARAN
artinya Pajak mempunyai fungsi
sebagai alat /instrumen yang
digunakan untuk memasukan dana
sebesar-besarnya ke kas negara.
Jadi pajak diarahkan sebagai alat
penarik dana dari masyarakat untuk
dimasukan pada kas negara.
• FUNGSI MENGATUR (REGULEREND)
• Fungsi mengatur maksudnya bahwa pajak
berfungsi sebagai alat pengerak
masyarakat dalam sarana perekonomian
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
• Dalam hal ini pemerintah mengunakan
instrumen pajak untuk mendorong dan
mengendalikan kegiatan masyarakat agar
sejalan dengan rencana dan keinginan
pemerintah, walaupun kadangkala dari sisi
penerimaan (fungsi anggaran) justru tidak
menguntungkan dari sisi pemasukan kekas
negara.
• Pelaksanaan fungsi mengatur ini dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu Cara Umum dan Cara Khusus.
A. Cara Umum
cara ini biasanya dilakukan dengan
mengunakan tarif-tarif pajak untuk
mengadakan perubahan perubahan tarif yang
bersifat umum, ( tarif tetap (bea materai), tarif
proporsianal (PPN) dan tarif progresif (PPh).
B. Cara Khusus
Pelaksanaan fungsi pajak yang bersifat khusus
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. bersifat positif
b. bersifat negatif.

• Bersifat positif maksudnya adalah jika satu kegiatan


yang dilakukan oleh masyarakat oleh pemerintah
dipandang sebagai sesuatu yang positif, maka
kegiatan tersebut akan didukung oleh pemerintah
dengan cara memberikan dorongan berupa insentif
pajak (tax incentive).
• Adapun insentif tersebut berupa:
a. Pemberian pembebasan pajak
(tax holiday) dan keringanan pajak.
b. Pemberian Pengurangan-
pengurangan pajak.
c. Pemberian pengecualian-
pengecualian.
d. Kompensasi-kompensasi pajak
terhadap kerugian yang dialami oleh
pengusaha.
• Bersifat Negatif, dimaksudkan untuk
mencegah atau menghalangi perkembangan
atau menjurus kehidupan masyarakat ke
arah tujuan tertentu.

• Langkah yang diambil adalah membuat


peraturan di bidang perpajakan yang
menghambat dan memberatkan masyarakat
untuk melakukan kegiatan yang ingin
diberantas oleh pemerintah. Tindakan ini
disebut des incentive tax.

• Tindakan tersebut antara lain:


a. pemberian pajak impor yang tinggi bagi
barang-barang tertentu untuk melindungi
barang-barang dalam negeri.
b. Pemberian hambatan-hambatan terhadap
barang-barang seperti minuman keras dll.
Subjek Pajak, Wajib Pajak,
dan Penanggung Pajak
• Subjek pajak adalah orang atau badan ayang
telah memenuhi syarat subjektif.
• Misalnya orang, badan,warisan, bentuk usaha
tetap.
• Pengertian badan sbg subjek pajak dalam
hukum pajak berbeda dengan konsep badan
hukum perdata. Dalam hukum pajak pengertian
badan meliputi PT,Yayasan, koperasi, CV,Firma,
Kongsi, Persekutuan, Persekutuan orang,
orsospol, BUMD, BUMN DLL. (UU 28 Tahun 2007
pasal 1 angka 3).
• Untuk menjadi subjek pajak, maka syarat
subjektif harus dipenuhi. Syarat subjektif yaitu
syarat yang melekat pada diri subjek yang
bersangkutan. Seperti: lahir di indonesia,
berdomisili di Indonesia, berkedudukan atau
didirikan di Indonesia dll.
Wajib Pajak
• Wajib Pajak adalah subjek pajak
yang telah memenuhi syarat
objektif maupun subjektif.
• Syarat objektif pajak adalah syarat
yang berkaitan dengan sasaran
pengenaan pajak.
• Contoh seseorang tinggal di
Indonesia dan mempunyai
penghasilan dan penghasilan
tersebut memenuhi bagi
dikenakannya pajak.
• Menurut tempatnya, subjek pajak/wajib pajak dapat
dibedakan menjadi subjek/wajib pajak dalam negeri dan
luar negeri.
• Subjek/ wajib pajak dalam negeri adalah subjek/wajib
pajak yang bertempat tinggal, berkedudukan, berdomisili
di dalam negeri.
• Subjek/ wajib pajak luar negeri adalah subjek/wajib pajak
yang bertempat tinggal, berkedudukan, berdomisili di luar
negeri.
• Pembedaan tersebut menimbukan konsekuensi yaitu:
1. wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak terhadap
seluruh penghasilan dari mana pun berasal,
berdasarkan penghasilan bersihnya dengan tarif
progresif, dan wajib mengisi SPT(surat Pemberitahuan).

2. wajib pajak luar negeri dikenakan pajak terhadap


penghasilan yang berasal dari dalam negeri
saja(Indonesia) berdasarkan penghasilan kotor, dengan
tarif proporsional dan tidak dikenai kewajiban mengisi
SPT.
PENANGGUNG PAJAK

• Penanggung pajak adalah orang


pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban wajib pajak
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan
(pasal 1 angka 28 UU KUP).
• Wajib pajak diwakili dalam hal:
1. badan oleh pengurus.
2. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator.
3. badan dalam pembubaran, oleh orang atau
badan yang ditugasi melakukan pemberesan.
4. badan dalam likuidasi oleh lokuidatornya.
5. suatu warisan yang belum dibagi oleh salah
seorang ahli warisnya atau yang mengurus
harta peninggalannya.
6. anak yang belum dewasa atau orang yang
berada dalam pengapuan oleh wali atau
pengapunya.
OBJEK PAJAK

• Objek Pajak (tatbestand) atau


sasaran pengenaan pajak dapat
diartikan sebagai Keadaan,
Peristiwa, dan Perbuatan yang
menurut ketentuan ketentuan
UU memenuhi syarat bagi
dikenakannya pajak.
Keadaan
• Pajak dapat dikenakan terhadap suatu keadaan
tertentu yang menurut uu memeng harus
dikenakan pajak.
• Contoh : Pajak penghasilan (PPh), pajak ini
dikenakan pada seseorang dalam keadaan
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu
yang telah memenuhi syarat.
• PBB, pajak ini dikenakan pada seseorang dimana
seseorang dalam keadaan memiliki bumi dan
bangunan yang telah memenuhi syarat.
• PKB, dapat dikenakan pada seseorang dalam
keadaan memiliki kendaraan bermotor.
• Jadi apabila seseorang dalam keadaan tertentu
memenuhi syarat yang ditentukan oleh UU dapat
dikenakan pajak, maka keadaan tersebut menjadi
objek pajak.
Peristiwa
• Peristiwa tertentu dalam masyarakat juga
dapat menjadi objek pajak.
• Contoh: peristiwa kematian, dengan
peristiwa ini akan terbuka adanya warisan,
yakni pengalihan harta dari orang yang
telah meninggal kepada ahliwarisnya.
Perolehan hak atas warisan akan
dikenakan pajak Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan(BPHTB)
• Jika yang diwariskan adalah kendaraan
bermotor maka ahliwarisnya dikenakan
Pajak berupa Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor(BBNKB)
Perbuatan

• Perbuatan yang terjadi dalam


masyarakat juga dapat menjadi
objek pajak apabila telah memenuhi
syarat.
• Contoh: perbuatan utang piutang
yang dituangkan dalam dokumen
perjanjian. Perbuatan membuat
dokumen perjanjian yang memuat
nilai uang tertentu dikenakan pajak
berupa Bea Materai.
Pendekatan Terhadap
Pajak
A.Pajak Ditinjau dari Hukum,
merupakan perikatan Yang timbul
karena UU yang mewajibkan seseorang
memenuhi syarat yang ditentukan dalam
UU, untuk membayar suatu jumlah
tertentu yang dapat dipaksakan, tanpa
mendapat imbalan yang secara
langsung dapat ditunjuk, yang
digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.
• Pajak merupakan perikatan, perikatan
dalam pajak berbeda dengan perikatan
perdata. Perikatan perdata dapat lahir
karena perjanjian dan lahir karena UU,
sedangkan perikatan dalam pajak hanya
lahir karena UU.
• Perikatan perdata dalam lapangan
hukum privat (hubungan antar
perorangan dan kedudukan para pihak
sederajat) sedangkan perikatan pajak
dalam lapangan hukum Publik
(hubungan negara dengan
perorangan/badan kedudukan para pihak
tidak sederajat).
• Prestasi yang dilakukan oleh wajib
pajak untuk membayar pajak tidak
mendapat imbalan secara langsung
yang dapat ditunjuk. Sedangkan
dalam perikatan perdata pada
umumnya hubungan antara prestasi
dan kontraprestasi bersifat timbal
balik secara langsung.
• Penentuan sejumlah prestasi dalam
perikatan pajak ditentukan sepihak
oleh negara, sedangkan dalam
perikatan perdata ditentukan
berdasarkan kesepakatan para
pihak.
• Perikatan pajak mewajibkan seseorang
atau badan yang telah memenuhi syarat
untuk membayar sejumlah uang ke dalam
kas negara. Sedangkan dalam perikatan
perdata kewajiban tersebut disampaikan
kepada para pihak.
• Pembayaran pajak dapat dipaksakan
apabila wajib pajak tidak mau memenuhi
kewajibannya. Pemaksaan tersebut
dilakukan dengan mengunakan mekanisme
tertentu, dari tagihan sampai penyitaan
kekayaan, bahkan dapat dilakukan upaya
paksa badan bila yang bersangkutan tidak
kooperatif.
B. PAJAK DITINJAU DARI EKONOMI.
a. dilihat dari ekonomi mikro (pandangan
individu, dari sisi ekonomi mikro sebagai
mana yang dikatakan oleh Sumitro, bahwa
pajak itu mengurangi income/ pendapatan
individu, mengurangi daya beli
seseorang, mengurangi kesejahteraan
individu, mengubah pola hidup wajib pajak.

b. Dilihat dari sisi ekonomi makro, bahwa


pajak itu merupakan income masyarakat
(Negara), tanpa menimbulkan kewajiban
pada negara terhadap wajib pajak
(pandangan kolektivisme).
C. Pajak Ditinjau dari Sosiologi,
Pajak merupakan gejala atau fenomena yang
ada dalam masyarakat, sehingga pajak dapat
mempengaruhi hubungan-hubungan yang ada
dalam masyarakat.
• Dari sisi sosiologi, pajak dapat dipandang
secara positif dan negatif dengan melihat
dampaknya bagi masyarakat.
• Secara positif, apabila pajak tidak
memberatkan rakyat dan sekaligus bermanfaat
bagi masyarakat, kondisi yang seperti ini pajak
akan diterima oleh masyarakat.
• Secara Negatif, apabila pajak memberatkan
dan hasil pajak tidak digunakan untuk
kepentingan rakyat, maka akan mendapat
penolakan atau resistensi dari masyarakat
D. Pajak ditinjau dari Finansial,
pajak ditinjau dari segi Finansial
menekankan seberapa besar hasil
pemasukan pajak bagi keuangan negara.
sejalan dengan pembaharuan perpajakan
nasional yang memposisikan pajak untuk
mengantikan sumber pemasukan negara
dari migas, maka sektor pajak menjadi
suatu hal yang penting bagi keuangan
negara. Berkaitan dengan hal tersebut,
pemerintah secara aktif mengoptimalkan
pemasukan keuangan negara dari sektor
pajak.
E. Pajak ditinjau dari segi Pembangunan.
• pembangunan dapat dipahami sebagai
sebuah proses perubahan yang disengaja, dan
bahkan diupayakan, perubahan yang menuju
kepada suatu keadaan dan tatanan kehidupan
yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
• Pembangunan harus dilakukan secara
merata dan menyeluruh, merata dalam arti
harus menyentuh kehidupan dan dapat
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menyeluruh dalam arti meliputi seluruh bidang
kehidupan.
• Pelaksanaan pembangunan yang merata dan
menyeluruh tentunya memerlukan dana yang
besar, oleh karena itu sektor pajak merupakan
salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan
disamping sumber dana yang lain.
F. Pajak dilihat dari Segi Politik.
Isu Pajak sering digunakan oleh politisi (kepala
Daerah dan/atau Partai Politik) untuk
mewujudkan tujuan-tujuan politik praktis. Isu
yang digunakan antara lain adalah janji-janji
pembebasan dari pungutan jenis tertentu yang
membebani rakyat, penggunaan uang pajak
untuk hal-hal yang langsung menyentuh
kepentingan masyarakat dll.
Selain tujuan politik praktis, pajak juga dapat
digunakan untuk mewujudkan tujuan politik
dalam arti luas, yaitu menyangkut kepentingan
bangsa dan negara. Dengan adanya pajak maka
pembiayaan untuk mendukung eksistensi
pemerintah dan negara dapat terus terjaga dan
terpenuhi.
Asas dan Dasar Pajak
• Asas adalah suatu kebenaran
yang menjadi pokok dasar atau
tumpuan berfikir (KBBI).
• Menurut Sudikno Mertokusumo,
Asas Hukum atau prinsif hukum
bukan merupakan peraturan
hukum konkrit, melainkan
pikiran dasar yang bersifat
umum.
Asas perpajakan meliputi:

1. Asas Pembenaran Pemungutan


Pajak oleh Negara ( Rechtsfilosofis)
2. Asas Pengenaan Pajak.
3. Asas Pemungutan Pajak.
4. Asas Pembagian beban Pajak.
5. Asas dalam Pembuatan UU Pajak.
1. Asas Pembenaran Pemungutan
Pajak oleh Negara
( Rechtsfilosofis)

• Asas ini mencari dasar pembenar


terhadap pengenaan pajak oleh
negara, atau Asas ini untuk
menjawab pertanyaan mengapa
negara mengenakan pajak
terhadap rakyat?.
• Atau atas dasar apa negara
mempunyai wewenang memungut
pajak dari rakyat.
• untuk menjawab pertanyaan
tersebut ada beberapa teori
yang mendukungnya, Antara
lain:
1. Teori Asuransi.
2. Teori Kepentingan.
3. teori Kewajiban Pajak mutlak.
4. Teori toeri daya beli.
5. Teori Pembenaran Pajak Menurut
Pancasila.
1. Teori Asuransi; menurut teori ini, pajak
diibaratkan sebagai suatu premi
asuransi yang harus dibayar oleh setiap
orang karena orang-orang mendapat
perlindungan hak-haknya dari
pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah sebagai


penanggung dan rakyat sebagai
tertanggung. Dalam perjanjian asuransi
hubungan antara prestasi dan kontra
prestasi itu terjadi secara langsung,
artinya pihak tertanggung berkewajiban
membayar sejumlah premi, sedangkan
penangung berkewajiban memberikan
ganti kerugian bila tertanggung
meninggal atau mengalami musibah.
• Dalam pajak tidak mengenal hal
yang demikian, dimana
pemerintah selaku penarik
pajak tidak memberikan
kontraprestasi langsung yang
dapat ditunjuk.
• Oleh karena itu teori ini
terdapat kelemahan, sehingga
ditinggalkan.
Teori Kepentingan
• Teori ini menyatakan bahwa
Negara mengenakan pajak
kepada warga negara karena
negara telah melindungi
kepentingan rakyat.
• Teori ini mengukur besarnya
pajak sesuai dengan besarnya
kepentingan wajib pajak yang
dilindungi, semakin besar
kepentingan wajib pajak yang
dilindungi maka semakin besar
pula pajak yang harus dibayar.
• Jadi teori ini menunjukkan
bahwa dasar pembenaran
mengapa negara mengenakan
pajak karena negara telah
berjasa kepada rakyat selaku
wajib pajak, dimana
pembayaran pajak sesuai
dengan besarnya jasa yang
diberikan negara kepadanya.
Teori Kewajiban Pajak
Mutlak(Teori Bhakti)

• Teori ini didasarkan pada


Orgaan Theory dari Otto van
Gierke, yang menyatakan
bahwa negara itu merupakan
satu kesatuan yang di
dalamnya setiap warga negara
terikat.
• Tanpa adanya organ (Negara)
individu tidak mungkin dapat hidup
secara baik, oleh karena negara
telah memberikan kehidupan (negara
telah berjasa), maka negara dapat
membebani setiap warga negara
dengan kewajiban-kewajiban seperti
membayar pajak, wajin militer dsb.
• Dengan demikian negara dibenarkan
membebani warga negara,
sementara warga negara membayar
pajak merupakan suatu yang
menunjukkan adanya bakti kepada
negara.
Teori Daya Beli
• Menurut teori ini pajak diibaratkan
senagai pompa yang menyedot daya
beli seseorang/anggota masyarakat,
yang kemudian dikembalikan kepada
masyarakat tanpa dikurangi.
• Jadi sebenarnya uang yang berasal
dari rakyat dikembalikan kepada
rakyat melalui saluran lain. Oleh
karena itu penarikan pajak dapat
dibenarkan.
• Logika berfikir teori ini adalah
bahwa pajak digunakan untuk
kepentingan umum, maka baik
mereka yang membayar pajak
maupun tidak akan dapat
manfaat dari padanya.
Teori Pembenaran Pajak
menurut Pancasila
• Pancasila sbg idiologi negara,
mengandung nilai kekeluargaan dan
gotong royong, yang digali dari nilai-
nilai luhur bangsa.
• dalam hakekat pajak tidak lain adalah
suatu pengorbanan dari wajib pajak
untuk kepentingan bersama tanpa
mendapatkan imbalan.
• Jadi pemungutan pajak pada
hakekatnya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila.
2. ASAS PEMBAGIAN BEBAN
PAJAK
• Asas pembebanan pajak ini untuk
menjawab pertanyaan Bagaimana
beban pajak itu dikenakan kepada
masyarakat secara adil. Dalam hal
ini berkaitan dengan pancantuman
besaran pajak.
• Terhadap permasalahan tersebut
ada dua teori yang mendukungnya
yaitu: teori daya pikul dan teori
kemanfaatan/kenikmatan.
1. Teori daya pikul
Menurut teori ini setiap orang wajib
membayar pajak sesuai dengan daya
pikul masing-masing wajib pajak.
Daya pikul menurut Prof de Lengen
adalah kekuatan seseorang untuk
memikul suatu beban atas apa yang
tersisa, setelah seluruh penghasilan
dikurangi dengan pengeluaran yang
mutlak untuk kehidupan primer diri
sendiri dan keluarga.
Jadi yang dijadikan dasar untuk melihat
keadilan beban pajak adalah kemampuan
membayar (ability to pay). Makin besar
kemampuan seseorang, maka semakin
besar pajak yang harus di bayar.
2. Teori Kemanfaatan/kenikmatan

Menurut teori ini pengenaan beban


pajak seimbang dengan benefit
(keuntungann/kemanfaatan) yang
diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa
publik yang diberikan oleh negara.
pengenaan beban pajak dikatakan
adil apabila seseorang yang
memperoleh kenikmatan lebih besar
dari jasa-jasa publik yang dihasilkan
oleh pemerintah dikenakan proporsi
beban pajak yang lebih besar.
• Jadi pendekatan teori ini adalah
melihat dari keuntungan yang
diperoleh si wajib pajak itu sendiri.

• Contoh PBB, pelayanan publik yang


dilakukan oleh pemerintah
(membangun jalan, jembatan, pasar
dll) disekitar tanah/rumah wajib
pajak, akan menaikan nilai jual objek
pajak, maka dengan sendirinya PBB
nya akan meningkat sesuai dengan
NJOPnya.
D. Asas Pengenaan
Pajak
• Asas ini untuk menjawab pertanyaan
siapa atau negara mana berwenang
memungut pajak terhadap suatu
sasaran pajak tertentu. Terhadap
permasalahan tersebut ada
beberapa asas yang mendukungnya
antara lain :
• Asas negara tempat tinggal.
• Asas negara asal (negara sumber)
• Asas kebangsaan.
Asas Negara Tempat Tinggal
• Asas ini sering disebut asas domisili.
Asas negara tempat tinggal
mengandung arti bahwa negara tempat
seseorang berdomisili, tanpa
memandang kewarganegaraan
seseorang, mempunyai hak yang tidak
terbatas untuk mengenakan pajak
terhadap orang-orang itu atas semua
pendapatannya yang mereka peroleh
tanpa menghiraukan dari mana
pendapatan itu diperoleh.
• Jadi yang berwenang memungut pajak
adalah negara tempat wajib pajak
berdomisili.
Asas Negara Asal
(negara sumber)

• Asas ini mendasarkan pengenaan


pajak pada keberadaan tempat
sumber itu berada; misalnya
kekayaan, perusahaan atau kegiatan
itu di suatu negara. Negara dimana
sumber itu berada berwenang
mengenakan pajak atas hasil yang
keluar dari sumber itu.
• Jadi pengenaan pajak yang dilakukan
negara tenpat sumber itu berada
sangat terbatas, yaitu terbatas pada
penghasilan yang diperoleh dari
negara tersebut.
Asas Kebangsaan

• Asas ini mendasarkan pengenaan


pajak seseorang pada status
kewarganegaraannya. Jadi
pamajakan dilakukan oleh negara
asal wajib pajak. Yang dikenakan
pajak adalah semua orang yang
mempunyai kewarganegaraan
negara tersebut tanpa memandang
tempat tinggalnya.
• Apabila asas ini yang diterapkan
oleh negara, maka sasarannya
adalah semua kekayaan atau
penghasilan dari manapun asalnya.
E. Asas Pelaksanaan Pungutan
Pajak
• Asas yuridis, menurut asas ini pajak harus dapat
memberikan jaminan hukum yang perlu untuk
menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara
maupun warganya. Oleh karena itu dalam negara
hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang-
undang.
• Misalnya Fiscus diberikan kewenangan untuk
malakukan penagihan, melakukan teguran, peringatan,
bahkan paksaan dsbnya, dengan kewenangan tersebut
menjadi jaminan bahwa fiscus dapat memaksa
berdasarkan hukum terhadap wajib pajak yang
melanggar hukum.
• Demikian pula terhadap wajib pajak, bahwa di dalam
hukum tersebut juga harus memberikan hak kepada
wajib pajak untuk memperoleh perlindungan, seperti
mengajukan keberatan, banding, gugatan dan
sebagainya. Hal ini agar wajib pajak/penanggung pajak
tidak diperlakukan semena-mena.
• Asas Ekonomi, asas ini menghendaki agar dalam
menentukan jumlah pajak dan pelaksanaan
pemungutan pajak, dan pengunaan hasil pajak
harus memperhatikan aspek keadilan dan
menyentuh kehidupan masyarakat luas, dengan
demikian secara ekonomis akan mempermudah
dalam mencapai target pajak yang telah
ditentukan, artinya masayarakat tidak akan
resistensi terhadap pemungutan pajak. (fungsi
budgeter)
• Fungsi mengatur (regulasi) dari pajak juga harus
diperhatikan dalam arti pemungutan pajak
sebaiknya:
1. harus diusahakan jangan sampai menghambat
lanncarnya produksi dan pemasaran.
2. harus diusahakan jgn sampai menghalang-
halangi rakyat dalam usaha mencapai
kebahagiaan.
3. harus diusahakan jangan sampai merugikan
kepentingan umum.
3. Asas Finansial
• Asas ini berkaitan dengan Fungsi
budgeter yakni memasukan uang
sebanyak-banyaknya ke kas negara.
Berkaitan dengan hal tersebut,
supaya hasil pemungutan pajak
besar, maka biaya pemungutan
harus sekecil-kecilnya (efisien).
• Dalam hal ini masyarakat dituntut
untuk secara aktif melaksanakan
kewajiban untuk membayar pajak
(dibutuhkan kesadaran dari wajib
pajak).
Asas pembentukan
peraturan pajak
• Setiap pembuatan peraturan perundang-
undangan berorientasi pada asas-asas
hukum.
• Pengaturan pajak harus mendapatkan
persetujuan rakyat melalui wakil-wakil
rakyat yang duduk di DPR/DPRD, karena
pajak pada dasarnya membebani rakyat.
• Syarat hukum yang baik adalah harus
memenuhi unsur filosofis, sosiologis, dan
yuridis.
• Khusus untuk pembuatan
peraturan di bidang pajak, Adam
Smith memberikan pedoman
supaya peraturan pajak itu
bersifat adil, yaitu:
1. Equality and equity
2. Certainty,
3. Convenience of payment,
4. Ekonomic of collection.
Equality and equity

• Mengandung arti persamaan


dan keadilan, dimana UU pajak
memberikan perlakuan yang
sama terhadap orang-orang
yang berada dalam kondisi yang
sama (larangan diskriminasi).
Certainty
• Mengandung arti kepastian, UU Pajak yang
baik senantiasa dapat memberikan
kepastian hukum kepada wajib pajak
mengenai kapan ia harus membayar pajak,
apa hak-hak dan kewajiban mereka.
• Undang-undang Pajak juga tidak boleh
mengandung kemungkinan penafsiran
ganda, jika ada ketentuan yang berpotensi
menimbulkan penafsiran ganda, maka
ketentuan tersebut harus diberikan
penjelasan.
Convenience of Payment

• Mengandung arti bahwa pajak


harus dipungut pada waktu
yang tepat, yaitu pada saat
wajib pajak mempunyai uang,
karena pembayaran pajak
berkaitan dengan kemampuan
wajib pajak.
Economic of Collection

• Berarti UU Pajak harus


memperhitungkan rasio
(perimbangan) antara biaya
pengumpulan /pemungutan dengan
hasil pajak itu sendiri, sehingga
diharapkan tidak terjadi hasil pajak
yang negatif, dimana biaya yang
dikeluarkan pagi pemungutan pajak
justru lebih besar dari jumlah pajak
yang berhasil ditarik/dihimpun.
Asas perpajakan lainnya
• Mengingat pajak merupakan pungutan
yang dapat dipaksakan, dan dilakukan oleh
pemerintah dan terhadap wajib pajak tidak
ada kontraprestasi langsung, maka
pemungutan pajak harus memenuhi asas-
asas sebagai berikut:
a. Asas legalitas,
b. Asas kepastian hukum,
c. Asas Efisiensi,
d. Asas nondistorsi,
e. Kesederhanaan,
f. Asas keadilan
• Asas Legalitas, artinya
pemungutan pajak harus
didasarkan pada UU. Hal
tersebut diamanahkan oleh
Konstitusi Pasal 23 A UUD NRI
1945 “ Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan
undang-undang.
• Asas Kepastian Hukum,
peraturan perpajakan tidak
boleh menimbulkan keraguan,
kebingungan, harus jelas dan
mempunyai satu pengertian
sehingga tidak bersifat
ambigius.
• Asas Efisien, artinya suatu jenis
pungutan pajak jangan sampai
biaya pungutan jauh lebih besar
dibanding dengan hasilpajak itu
sendiri.
• Asas Nondistorsi, bahwa pajak
harus tidak menimbulkan
adanya distorsi didalam
masyarakat, terutama distorsi
ekonomi,
• Pengenaan pajak seharusnya
tidak menimbulkan kelesuan
ekonomi, misalokasi sumber-
sumber daya dan inflasi.
• Asas Kesederhanaan, artinya aturan-
aturan pajak harus dibuat
sesederhana mungkin, sehingga
mudah dimengerti baik oleh
fiscus,maupun wajib pajak.
• Asas keadilan, artinya alokasi beban
pajak pada berbagai golongan
masyarakat harus mencerminkan
keadilan. (prinsif kemampuan
membayar(ability to pay) dan prinsip
keuntungan (Benefit principle)
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

• Sistem Pemungutan pajak dapat


dibedakan dalam tiga sistem
yaiyu:
A. Menurut Waktu Pemungutan,
B. Menurut dasar penetapan
pajak.
C. Menurut yang menetapkan
Pajaknya.
A. Menurut Waktu Pemungutan

• Menurut waktu sistem


pemungutan pajak dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Voorheffing yaitu Pemungutan
pajak dilakukan pada awal
tahun pajak.
2. Naheffing yaitu Pemungutan
pajak dilakukan pada akhir
tahun pajak.
• Tahun pajak
Tahun pajak sama dengan tahun takwin,
misalnya 1 Januari 2010- 31 Desember
2010 atau juga sama dengan tahun buku,
misalnya 1 April 2010- 31 maret 2011.
Contoh.
Tanggal 1 Januari 2010-31 des 2010
merupakan tahun pajak 2010, jika
pemungutannya dilakukan dengan cara
Voorheffing, maka pajak dipungut mulai
tanggal 1 Januari2010.
Sedangakan jika mengunakan sistem
Naheffing, maka pajak dipungut mulai 1
Januari 2011.
• Jika mengunakan tahun buku, 1
April 2010 - 31 Maret 2011,
merupakan tahun pajak tahun
2010. jika mengunakan sisten
Voorheffing, maka pajak
dipungut mulai dari 1 April 2010,
sedangkan jika mengunakan
Naheffing, maka pajak dipungut
pada tanggal 1 April 2011.
B. Menurut Dasar Penetapan
Pajak

• Menurut dasar penetapan pajak


dikenal ada 3 stelsel/sistem yaitu:
1. Stelsel/sistem Fiktif (Anggapan).
2. Stelsel/Sistem Riil(nyata).
3. Stelsel/Sistem Campuran.
1. Stelsel/Sistem Fiktif
(Anggapan)
• Dalam sistem Fiktif ini, pemungutan pajak
didasarkan pada suatu fiksi hukum atau
anggapan tertentu.
• Anggapan yang dipakai misalnya
menganggap bahwa penghasilan yang
diterima oleh wajib pajak adalah sama
untuk setiap tahunnya. Maka setelah tahun
pajak berakhir dapat diketahui besarnya
penghasilan wajib pajak, maka sudah
dapat ditentukan besarnya pajak untuk
tahun berikutnya.
• Anggapan lain yang juga dapat
digunakan adalah misalnya bagi
wajin pajak yang menerima
penghasilan bulanan, maka untuk
menentukan penghasilan wajib pajak
untuk satu tahun yaitu penghasilan
bulan pertama dikalikan dengan 12.
hasil pengalian tersebut dijadikan
dasar untu menentukan besarnya
pajak bagi wajib pajak.
• Dalam sistem anggapan ini dapat
diterapkan cara pemungutan pajak
di depan (voorheffing).
• Kelemahan dan kelebihan sistem
anggapan/fiksi.
• Kelemahannya, yaitu akan merugikan
wajib pajak apabila ternyata selama
masa/tahun pajak berjalan terjadi
penurunan penghasilan dari wajib pajak.
Sebaliknya juga akan merugikan negara
apabila ternyata selama masa/ taun
pajak berjalan penghasilan wajib pajak
meninkat.
• Kelebihannya, uang hasil pajak segera
dapat masuk ke kas negara.
2. Stelsel riil (nyata)

• Dalan stelsel riil, pemungutan


pajak didasarkan pada keadaan
atau penghasilan yang nyata/
sesungguhnya diterima wajin
pajak. Dalan sistem ini
penarikan pajak hanya bisa
dilakukan dengan cara
pemungutan pada akhir tahun
pajak/ belakang (Naheffing).
• Kelebihan sistem Riil adalah baik
wajib pajak maupun fiscus
(pemerintah) tidak merasa dirugikan
apabila terjadi perubahan terhadap
objek pajak selama masa pajak itu
berlangsung.
• Kelemahannya adalah terlambatnya
uang pajak masuk kekas negara,
karena uang pajak baru dapat
diterima negara setelah tahun /masa
pajak berakhir.
3. Stelsel Campuran
• Sistem campuran ini pada dasarnya merupakan
kombinasi dari sistem anggapan dan sistem riil.
Yaitu untuk menghilangkan kelemahan-
kelemahan dari kedua sistem tersebut.
• Pada sistem campuran, pada awal tahun
besarnya utang pajak yang dikenakan pada
wajib pajak dihitung berdasarkan sistem
anggapan, sehingga pada wal tahun sudah
dapat dikenakan surat ketetapan pajak fiktif.
Setelah tahun pajak berakhir utang pajak
dikoreksi dan disesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya dengan memekai sistem
nyata. Pada saat itulah dikeluarkan surat
ketetapan pajak final.
• Jika besarnya pajak menurut
kenyataannya lebih besar dari
pajak menurut anggapan, maka
wajib pajak harus menambah,
begitu juga sebaliknya jika lebih
kecil maka kelebihannya dapat
diminta kembali.
• Kelebihan sistem campuran adalah
walaupun kurang akurat surat ketetapan
pajak sudah dapat dikeluarkan pada awal
tahun, dan uang pajak sudah dapat ditarik
ke kas Negara, dan pada akhir tahun ada
koreksi dengan mengeluarkan surat
ketetapan pajak final.
• Kelemahannya, adalah kantor pelayanan
pajak untuk pengenaan pajak dalam satu
tahun harus bekerja dua kali dalam
mengeluarkan surat penetapan pajak
(SPT), yang berarti menambah biaya,
tenaga dan waktu sehingga mebebani
administrasi.
C. Menurut yang menetapkan
pajak

• Menurut yang menetapkan


pajaknya, sistem pengenaan
pajak dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Official Assessment system.
2. Self Assessment System.
3. With Holding System
1.Official Assessment System

• Official Assessment System adalah suatu


sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada
pemerintah (fiscus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
• Ciri-cirinya:
• Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada fiscus.
• Wajib pajak bersifat pasif.
• Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya
Surat Ketetapan Pajak oleh fiscus.
2. Self Assessment System.
• Self assessment system adalah suatu
sistem pengenaan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
• Ciri-cirinya:
• Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada wajib pajak.
• Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,
menyetor, melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
• Fiscus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi.
3. With Holding System
• With holding system adalah suatu sistem
pengenaan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga untuk menetukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
• Ciri-ciri:
• Wewenang menentukan besarnya pajak
terutang ada pada pihak ketiga selain
fiscus dan wajib pajak.
TARIF PAJAK
• Besarnya utang pada umumnya ditentukan
oleh dua komponen utama yaitu jumlah
yang menjadi dasar pengenaan pajak atau
jumlah yang dikenai pajak (tax base) dan
tarif yang diterapkan terhadapnya (tax
rates). Oleh karena itu besarnya pajak
dapat ditentukan dengan mengunakan
rumus:
• T=Tb x Tr.
T = Utang Pajak
Tb = dasar pengenaan pajak (tax base)
Tr = tarif pajak (Tax rates)
Macam-macam tarif pajak
1. Tarif Tetap.
Tarif tetap adalah suatu tarif yang berupa suatu
jumlah tertentu yang sifatnya tetap dan tidak
dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pajak (tax
bese), objek pajak maupun subjek pajak/wajib
pajak.
Contoh : Untuk Cek dan bilyet giro dikenakan bea
materai sebesar Rp. 3000,- untuk setiap dokumen.
Dokumen yang nilainya 250.000- 1.000.000,-
dikenakan bea materai 3000,- dan diatas Rp
1.000.000,- dikenakan bea materai Rp.6000,- (PP 24
tahun 2000).
Adanya tarif tetap ini dilatarbelakangi oleh
pemikiran bahwa keadilan akan ada apabila
terhadap semua pihak dikenakan dalam jumlah
yang sama.
Tarif Proporsional
(Sebanding/Sepadan)
• Tarif Proporsional merupakan sebuah
presentasi tunggal yang dikenakan terhadap
semua objek pajak berapapun nilainya.
• Dengan demikian besar kecilnya utang pajak
ditentukan oleh jumlah/ nilai dasar objek
pajak.
• Contoh: PPN, dimana tarif pajak untuk
penyerahan barang kena pajak atau jasa
kena pajak yang digunakan untuk konsumsi
dalam negari dikenakan pajak 10 %.
• Contoh:
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Utang pajak
Rp. 10.000.000,- 10 % Rp. 1.000.000,-
Rp. 100.000.000,- 10 % Rp. 10.000.000,-
Rp. 1.000.000.000.- 10 % Rp. 1.00.000.000,-

• Munculnya tarif proporsional dilatarbelakangi oleh


pemikiran bahwa tidaklah adil apabila semua
orang dikenakan pajak yang sama. Hal tersebut
disebabkan oleh perbedaan dan kemampuan antara
orang yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu
harus dikenakan beban yang sebanding dengan
kemampuan mereka masing-masing.
Tarif Progresif
(Presentasi Meningkat)
• Tarif pajak progresif merupakan
presentase yang meningkat seiring
peningkatan jumlah yang dikenai pajak.
Jadi tarif ini terdiri dari beberapa
presentase bukan presentase tunggal.
• Misalnya pajak penghasilan menurut UU
Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
• Tarif pajak penghasilan orang pribadi.

Lapisan penghasilan kena pajak. Tarif


pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,- 5%
Di atas Rp.50.000.000 sampai 15 %
dengan Rp.250.000.000.
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai 25 %
dengan Rp.500.000.000.
Diatas Rp. 500.000.000.- 30 %

• Wajib pajak badan dalam negeri dalam


usaha tetap sebesar 28%
• Penerapan tarif progresif di dalam pajak
penghasilan tidak dilakukan secara
absolut(flat rete) melainkan secara
berlapis (bricket rate).
• Contoh : pajak terutang untuk wajib pajak
pribadi.
• Jumlah penghasilan kena pajak RP.
600.000.000,-
• Pajak penghasilan terutang :

5 % x 50.000.000,- Rp. 2.500.000,-


15 % x 200.000.000,- Rp. 30.000.000,-
25 % x 250.000.000,- Rp. 62.500.000,-
30 % x 100.000.000,- Rp. 30.000.000,- (+)
Besar utang pajak Rp. 125.000.000,-
Variasi dari tarif progresif
• Tarif progresif-progresif
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Kenaikan
marginal
Sampai dengan RP. 25 juta 5%
Diatas 25 juta – 50 Juta 8% 3
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 15 % 7
Diatas 100 juta s/d 200 juta 25 % 10
Diatas 200 juta 40 % 15

• Tabel diatas menunjukan bahwa tarif yang


digunakan adalah tarif progresif, karena
prosentasenya meningkat seiring dengan kenaikan
jumlah yang dikenai pajak. Disamping itu kenaikan
prosentase tarif juga mengalami peningkatan.
• Tarif progresif-proporsional
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Kenaikan
marginal
Sampai dengan RP. 25 juta 5%
Diatas 25 juta – 50 Juta 10 % 5
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 15 % 5
Diatas 100 juta s/d 200 juta 20 % 5
Diatas 200 juta 25 % 5

• Tabel diatas menunjukan bahwa tarif yang


digunakan adalah tarif progresif- proporsional,
karena kenaikan prosentase tarifnya tetap
(konstan) dari satu presentase ke presentase
berikutnya.
• Tarif progresif- degresif
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Kenaikan
marginal
Sampai dengan RP. 25 juta 5%
Diatas 25 juta – 50 Juta 20 % 15
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 30 % 10
Diatas 100 juta s/d 200 juta 35 % 5
Diatas 200 juta 38 % 3

• Tabel diatas menunjukan bahwa tarif yang


digunakan adalah tarif progresif- degresif, karena
prosentase tarifnya naik, tetapi kenaikan
prosentasenya menurun dari satu presentase ke
presentase berikutnya.
Tarif Degresif / Regresif
(presentase menurun)

• Tarif ini berupa presentasi yang


menurun seiring dengan
meningkatnya jumlah yang dikenai
pajak. Jenis tarif ini terdiri dari
beberapa presentase, jadi bukan
merupakan presentasi tunggal,
dimana presentasenya semakin kecil
apabila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.
• Tarif Degresif
Jumlah yang dikenai pajak Tarif
Sampai dengan RP. 25 juta 35%
Diatas 25 juta – 50 Juta 25 %
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 15 %
Diatas 100 juta s/d 200 juta 10 %
Diatas 200 juta 5%
• Variasi Tarif Degresif/regresif
• Tarif Degresif -Progresif
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Penurunan
marginal
Sampai dengan RP. 25 juta 38%
Diatas 25 juta – 50 Juta 35 % 3
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 30 % 5
Diatas 100 juta s/d 200 juta 20 % 10
Diatas 200 juta 5% 15

• Tabel diatas menunjukan bahwa tarif yang


digunakan adalah tarif degresif--progresif, karena
prosentase tarifnya menurun seiring dengan
kenaikan jumlah yang dikenai pajak, akan tetapi
kenaikan prosentasenya meningkat dari satu
presentase ke presentase berikutnya.
• Tarif Degresif - Proporsional
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Penurunan
marginal
Sampai dengan RP. 25 juta 25%
Diatas 25 juta – 50 Juta 20 % 5
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 15 % 5
Diatas 100 juta s/d 200 juta 10 % 5
Diatas 200 juta 5% 5

• Tabel diatas menunjukan bahwa tarif yang


digunakan adalah tarif Degresif -proporsional,
karena prosentase tarifnya menurun seiring
dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak,
akan tetapi penurunannya tetap dari satu
presentase ke presentase berikutnya.
• Tarif Degresif - Degresif
Jumlah yang dikenai pajak Tarif Penurunan
marginal
Sampai dengan RP. 25 juta 40%
Diatas 25 juta – 50 Juta 25 % 15
Diatas 50 Juta s/d 100 juta 15 % 10
Diatas 100 juta s/d 200 juta 10 % 5
Diatas 200 juta 8% 3

• Tabel diatas menunjukan bahwa tarif yang


digunakan adalah tarif Degresif -degresif, karena
prosentase tarifnya menurun seiring dengan
meningkatnya jumlah yang dikenai pajak, akan
tetapi tingkat penurunan presentase tarifnya
menurun dari satu presentase ke presentase
berikutnya.
• Tarif Degresif dan variannya tidak
diterapkan dalam praktek, karena tarif ini
mengandung ketidakadilan.
• Apabila tarif ini diterapkan maka sudah
dapat diduga, mereka yang mempunyai
penghasilan rendah akan menanggung
beban pajak yang lebih berat, sementara
meraka yang berpenghasilan besar justru
mendapatkan bebanpajak yang semakin
ringan. Oleh karenanya tarif ini
dikhawatirkan dapat memperlebar jurang
antara si kaya dengan si miskin sehingga
apabila diterapkan maka tidak akan
selaras dengan fungsi pajak sebagai
instrumen untuk pemerataan penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai