Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERPAJAKAN

TENTANG SISTEM HUKUM PERPAJAKAN

DI SUSUN OLEH

NAMA : MARIA GOTELDA SAUL


STAMBUK : 17110071

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN (STIM)


LEMBAGA PENDIDIKAN INDONESIA (LPI)
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah ”Sistem Hukum Perpajakan ”. Makalah ini
di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan yang telah memberikan
tugas terhadap penyusun. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa
penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah
yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan
kemampuan penyusun, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa
penyusun mengharapkan semoga makalah inidapat berguna bagi penyusun pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................3

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................6

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................7

A. Pengertian Hukum Pajak..............................................................................8

B. Pembagian Hukum Pajak..............................................................................9

2.1 Hukum Pajak Material.......................................................................10

2.2 Hukum Pajak Formal.........................................................................11

C. Reformasi Pajak..........................................................................................12

D. Pembaharuan Perpajakan Nasional...........................................................13

E. Hukum Pajak Positif..................................................................................14

BAB 111 PEMBAHASAN..................................................................................15

A. Hukum Pajak............................................................................................16
B. Pelakasanaan Hukum Pajak di Indonesia.................................................17
C. Subjek Pajak dan Objek Pajak.................................................................18

BAB 1V PENUTUP..............................................................................................19

A. Kesimpulan..........................................................................................20
B. Saran....................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Pajak sudah lama menjadi sumber penerimaan potensial bagi negara
untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Pajak dapat
dipahami sebagai pungutan paksa oleh pemerintah terhadap rakyatnya.
Dalam pemungutan pajak oleh pemerintah dan pembayaran pajak oleh
Wajib Pajak, ada aturan-aturan yang harus diperhatikan yaitu hukum pajak.
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak.
Dalam pemungutan pajak oleh pemerintah dan pembayaran pajak oleh
Wajib Pajak, ada aturan-aturan yang harus diperhatikan yaitu hukum pajak.
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak.
Terkait perubahan kebijakan dalam perpajakan, Indonesia telah
melakukan perubahan beberapa kali terhadap kebijakan perpajakan yang
dapat disebut dengan reformasi perpajakan (tax reform).

B.     Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Pajak?


2. Bagaimana pelaksanaan Hukum Pajak di Indonesia?
3. Apa saja Subjek dan Objek Pajak?
4. Bagaimana Sistematika Hukum Pajak di Indonesia?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perpajakan I adalah agar pembaca dapat mengetahui apa itu hukum
pajak, bagaimana pelaksanaan hukum pajak di Indonesia, apa saja yang
merupakan Subjek dan Objek pajak, dan sistematika hukum pajak di
Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Pengertian Hukum Pajak


Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak.1[2]
Dalam hukum pajak diatur mengenai:
1. Siapa yang menjadi subjek pajak
2. Objek apa saja yang menjadi objek pajak

1
3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
4. Timbul dan hapusnya utang pajak
5. Cara penagihan pajak
6. Cara mengajukan keberatan dan banding
Menurut Prof. Dr. Rohmat Sumitro,S.H pajak yaitu iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan Undang Undang dengan tidak
mendapatkan jasa timbal secara langsung digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Sedangkan hukum pajak adalah suatu kumpulan
peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.2[2]

Unsur-unsur pokok pajak:


1. Kumpulan peraturan
2. Pemerintah atau pemungut pajak
3. Rakyat atau pembayar pajak

B.   Pembagian Hukum Pajak

Hukum Pajak terdiri atas hukum pajak material dan hukum pajak
formal yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Hukum Pajak Material
Hukum pajak material adalah norma-norma yang menjelaskan
keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak,
siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa besar pajaknya. Dengan kata
lain hukum pajak material mengatur tentang timbulnya, besarnya,
terhapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah
dengan Wajib Pajak. Contoh dari hukum pajak material adalah peraturan
yang memuat tentang kenaikan denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara
pembebasan dan pengembalian pajak, serta ketentuan yang memberi hak
tagihan utama kepada fiskus.

2
Apabila dalam undang-undang pajak khusus memuat hal-hal yang
bertentangan dengan hukum formal, maka hal ini harus diatur kembali dalam
undang-undang pajak yang bersangkutan. Undang-undang yang memuat
hukum pajak material dan formal yaitu;
1) Undang-undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang No.12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2) Undang-undang No.18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD).
3) Undang-undang No.21 Tahun1997 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-undang No.20 Tahun 2000 tentang Bea perolehan atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
4) Pengaturan hukum pajak material dan formal ini mengalami perubahan
semenjak adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional (tax reform), dimana
sebelumnya pengaturan antara Hukum Pajak Material dan Formal
dijadikan satu. Hal itu dapat dilihat dalam Ordonansi Pajak Pendapatan
(PPd.) 1944, Ordonansi Pajak Perseroan (PPs.) 1925.

2. Hukum Pajak Formal


Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung
ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan/
merealisasikan ketentuan hukum material.
Hukum pajak formal dimaksudkan untuk memberi perlindungan pada
fiskus dan Wajib Pajak, serta memberi jaminan bahwa hukum pajak
materiilnya dapat dilaksanakan sesegera mungkin.
Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Hukum Pajak
Formal meliputi:
a. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun
1983 stdtd. UU 28 Tahun 2007 selanjutnya disebut UU KUP).
b. UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU Nomor 19 Tahun 1997
stdtd. UU Nomor 19 Tahun 2000 selanjutnya disebut UU PPSP).
c. UU Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002 selanjutnya disebut
UU PP).

C.     Reformasi Pajak


Reformasi pajak atau tax reform merupakan suatu pembaharuan /
perombakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam bidang perpajakna
yang dimulai pada tahun 1983, dilannjutkan pada tahun 1994 – 2000 hingga
tahu 2008.3[3]

Tujuan utama dari Reformasi perpajakan adalah sebagaimana


diuraikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bapak Radius
Prawiro,yang dikutip oleh : Ali Kadir, pada sidang Sidang Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) pada tanggal 5 Oktober 1983 adalah untuk lebih menegakkan
kemandirian kita dalam pembiayaan pembangunan nasional dengan jalan
lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri,
khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan
dan sumber-sumber diluar migas.4[4]

D.    Pembaharuan Perpajakan Nasional


1. Pembaharuan Perpajakan Nasional I (1983)
Pada tahun 1983, pemerintah Indonesia melakukan perombakan besar-
besaran mengenai pembaharuan Sistem pemungutan Pajak di Indonesia,
dengan melahirkan produk UU sebagai berikut:
Paket I, yang berlaku per 1 Januari 1984, kecuali PPN per April 1985
berisi:
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP)
2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

3
4
3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa,
dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

Paket II, yang mulai berlaku per Januari 1986 berisi:


a. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
b. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM)5[5]
Latar Belakang Pembaharuan ini adalah karena pemerosotan harga
minyak dan gas bumi pada tahun 80an sehingga mengakibatkan keuangan
negara menurun.
Pokok pokok pembaharuan :
1) Menyederhanakan tarif pajak, dimana ini diharapkan akan lebih
mudah untuk dipahami wajib pajak.
2) Menyederhanakan dalam cara pemungutan.
3) Adanya kepercayaan yang besar kepada wajib pajak diimbangi dengan
adanya ancaman sanksi yang lebih berat.

1. Pembaharuan Perpajakan Nasional II (1994)

Pada bulan Desember 1994, pemerintah mengadakan perubahan-


perubahan yang cukup berarti atas produk UU Perpajakan tahun 1983 dan
tahun 1985.
Produk UU:
 UU No. 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
 UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
 UU No. 11 Tahun 1994 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah
 UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
 Bea Materai diatur dalam PP RI No. 7 Tahun 1995 tentang perubahan
Tarif Bea Materai dan Keputusan Menteri Keuangan RI No.

5
182./KMK.04/1995 tentang Pelaksanaan PP No. 7 Tahun 1995
tentang Perubahan Tarif Bea Materai

Latar belakang pembaharuan:


 sistem self assesment  kurang berhasil
 Law enforcement perpajakan masih lemah
 Perebutan posisi dari negara-negara di dunia semakin keras

Pokok pokok pembaharuan:


Hanya membaharui sebagian ketentuan hasil pembaharuan perpajakan
nasional 1 (perubahan ini membawa konsekuensi bahwa upaya hukum yang
diajukan wajib pajak ke MPP tidak dapat diajukan upaya hukum lanjutan bila
belum memuaskan)
2. Pembaharuan Perpajakan Nasional III (1997)
Latar belakang pembaharuan:

 Kebutuhan akan adanya peradialan pajak dgn proses sederhana,


cepat dan biaya murah
 Kebutuhan akan adanya UU dapat memberikan kepastian hokum
 Kebutuhan akan UU penagihan pajak dgn surat paksa khususnya
permasalahan mengenai tunggakan pajak
 Kebutuhan akan ketentuan UU yg mengenai penerimaan Negara
bukan pajak yg memberikan keadilan

Produk UU:
 UU No. 17 Th. 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
 UU No. 18 Th. 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 UU No. 19 Th. 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa
 UU No. 20 Th. 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
 UU No. 21 Th. 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
Pokok pmbaharuan:
 Penyelesaian sengketa pajak oleh kompetensi Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.
 Putusan ( MPP) yang menurut ketentuan uu no 5 thn 1986 skrg sudah final
 penyederhanaan jenis pajak
 Dalam kaitanya dengan penagihan pajak diperluas
 Dalam kaitannya dgn penerimaan Negara bukan pajak pengaturannya
dilakukan secara sederhana & bersifat umum
1.   Pembaharuan Perpajakan Nasional IV (2000)
Latar belakang:
a. Perubahan terhadap UU tentang KUP
b. Adanya kesadaran akan perlunya penyempurnaan UU  
c. Adanya perubahan tata perekonomian nasional dan internasional
d. Adanya beberapa kelemahan yang disadari pemerintah
e. Pembaharuan UU tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa juga tidak
dapat terlepas dari adanya kesadaran akan perlunya penyempurnaan
ketentuan lama

Produk UU:
 UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
 UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
 UU No. 18 tahun 2000 tentang  Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan
Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah  
 UU No. 19 tahun 2000 tentang  Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
 UU No. 20 tahun 2000 tentang Perubahan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan

Pokok pembaharuan :
 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
 UU tentang Pajak Penghasilan
 UU tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
 UU tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa  
 UU tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan6[6]

Pembaharuan Perpajakan Nasional Tahun 2007, 2008 dan 2009

2007 2008 2009

6
UU NO 28 th 2007 UU no 36 th 2008 ttg UU No 16 Th
ttg KUTAP PPh 2009 ttg
KUTAP
Tujuan
1.    memberikan Tujuan Tujuan:
keadilan, 1.   mengamankan 1.    Menghadapi
2.    meningkatkan penerimaan negara dampak krisis
pelayanan kepada yang semakin  keuangan
Wajib Pajak, meningkat, global
3.    meningkatkan 2.      mewujudkan  sistem  2.    Banyak
kepastian dan perpajakan  yang masyarakat
penegakan hukum, netral,  sederhana,  yang ingin
4.    mengantisipasi stabil, memanfaatkan
kemajuan di bidang 3.      lebih  memberikan  fasilitas
teknologi informasi keadilan,  dan pengurangan/
4.      lebih  dapat  penghapusan
menciptakan  sanksi
kepastian  hukum  serta adm.perpajaka
transparansi n

No 42 Th 2009
ttg PPN

Diakuinya JKP
sebagai salah
satu obyek
pajak
E.     Hukum Pajak Positif
Enam Undang-Undang hasil tax reform RI tahun 2000 adalah sebagai
berikut:
1. UU RI No. 16 tentang perubahan kedua atas UU No. 6 tahun 1983 yaitu
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
2. UU RI No. 17 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan
3. UU RI No. 18 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No. 8 tahun
1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasadan pajak penjualan
atas barang mewah
4. UU RI No. 19 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 19 tahun 1997
tentang penghasilan pajak dan surat paksa
5. UU RI No. 20 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 21 tahun 1997
tentang peralihan hak atas tanah dan bangunan.

Kelima UU ini diundangkan pada tanggal 2 Agustus 2000 dan berlaku


sejak 1 Januari 2001
1. UU RI No. 34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 18 tahun
1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. UU ini
diundangkan pada tanggal 20 Desember 2000 dan berlaku saat
diundangkan. Satu undang-undang hasil tax reform tahun 1985

2. UU RI No. 17 tahun 1985 tentang bea dan material. Satu undang


undang hasil tax reform tahun 1994
3. UU RI No. 17 tahun 1994 tenang perubahan atas UU No. 12 tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Satu undang undang hasil
tax reform tahun 2002
4. UU RI No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak sebagai
pengganti UU No. 17 tahun 1997 tentang badan penyelesaian
sengketa pajak.
Struktur Pajak di Indonesia berdasarkan uraian diatas adalah sebagai berikut:
 Pajak Penghasilan (PPh)
 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 Pajak daerah dan Retribusi daerah
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
 Bea Materai

Untuk mewujudkan pajak pajak tersebut menjadi kenyataan, terdapat


ukum pajak formal yaitu UU RI No. 16 tahun 2000 tentang perubahan kedua
dari UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Bagi wajib pajak yang menghindari pajak UU No. 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dan surat paksa.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hukum Pajak
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa hukum
pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak

B. Pelaksanaan Hukum Pajak di Indonesia


Pemungutan pajak yang diberlakukan di Indonesia berlandaskan atas
peraturan yang terdapat pada UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
Pemerintah Indonesia telah membuat berbagai hukum dalam
pemungutan pajak, yaitu:

1) Asas Keadilan dalam Pemungutan Pajak


Agar penerimaan dari pajak sesuai target dan tidak menimbulkan
diskriminasi pada wajib pajak maka dalam pemungutannya pemerintah
menerapkan asas berkeadilan. Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai
keadilan maka undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil
dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil
dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Jadi untuk terciptanya keadilan
yang sesuai dengan perundang-undangan yaitu pajak dibebankan secara
merata kepada seluruh masyarakat, sehingga seluruh masayarakat akan
mendapat kewajiban membayar pajak sesuai kemampuannya.
Kemampuan yang dimaksud dalam perpajakan di Indonesia adalah siapapun
wajib pajak yang mampu mengkonsumsi atau memanfaatkan jasa dan
fasilitas negara maka wajib pajak harus membayar kompensasi sebanyak ia
memanfaatkan fasilitas tersebut (siapa memakai maka harus bayar). Selain
adil dalam perundang-undangan, pemerintah juga telah membuat menjamin
keadilan dalam pelaksanaannya. Yang dimaksud disini adalah bahwa wajib
pajak akan diberikan hak untuk melakukan keberatan penundaan pembayaran
pajak serta mengajukan banding apabila petugas pemungut pajak melalukan
kesalahan dalam pemungutan. Sehingga wajib pajak akan menerima
kembalian uang pajak yang dibayarkan sejumlah sisa pajak yang berlebih.

2) Wajib Pajak harus mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)


Mengenai kapan seharusnya mulai mendaftar sebagai wajib pajak (WP),
khususnya bagi WP orang pribadi. Saat mulai mendaftar ini sangat penting
ditetapkan. Maksudnya, untuk menghilangkan kesan-seperti yang terjadi
selama ini, dimana masyarakat menganggap seolah-olah kapan pun setiap
saat bisa mendaftar sebagai WP, tanpa ada suatu batasan waktu. Dengan
adanya peraturan tentang wajibnya memiliki NPWP maka akan mendorong
keadilan pada masyarakat. Sebab dengan adanya NPWP, maka petugas pajak
akan memungut pajak sesuai proporsional besar pajak yang seharusnya
dibayarkan. Sehingga disini baik negara maupun masyarakat tidak ada yang
dirugikan, karena telah mendapatkan sesuai dengan hak-haknya.7[8]

C. Subjek dan Objek Pajak


Subjek Pajak
Pengertian Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU No. 17 tahun 2000
adalah orang yang dituju oleh Undang Undang Perpajakan untuk
dikenakan Pajak.
Subjek Pajak menurut pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan adalah:
1)      Orang pribadi
2)      Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak:

7
Subjek pajak menurut UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
adalah “Pengusaha kena pajak, istilah yang dipakai untuk pihak yang wajib
melakukan PPN-nya disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini.”
Subjek pajak pada PBB menurut UU No. 12 Tahun 1994 yaitu:
1)      Mempunyai satu hak atas Bumi;
2)      Memperoleh manfaat atas Bumi;
3)      Memiliki, menguasai atas bangunan;
4)      Memperoleh manfaat atas bangunan
Subjek pajak menurut UU No. 20 Tahun 2000 adalah “orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atas bangunan.”
Subjek Pajak menurut UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai dan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea
Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea
Materai adalah bea materai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak
yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain.

Objek Pajak
Objek pajak menurut pasal 4 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan adalah:
1. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan.
2. Penghasilan yang dapat dikenai pajak yang bersifat final, antara lain:
 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
 Penghasilan berupa hadiah undian;
 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya;
 Penghasilan daritransaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan;
 Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.

Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 UU No. 42


Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah adalah semua barang kena PPN kecuali yang
ditentukan lain oleh peraturan perundangan dan semua jasa kena PPN kecuali
yang ditentukan lain oleh peraturan perundangan.
Objek PBB menurut UU No. 12 Tahun 1985 Pasal 4 adalah Bum dan/atau
Bangunan.
Objek pajak menurut UU No. 21 Tahun 1997 Pasal 2 adalah perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan. opajak berdasarkan Pasal 2 UU No. 13
Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2000
tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga
Nominal yang Dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang berbentuk
sebagai berikut:
Surat perjanjian dan surat lain yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan
atau keadaan yang bersifat perdata.
1. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
2.Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
termasuk rangkap-rangkapnya.
3. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu
juta rupiah
4. Surat berharga, seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga
nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
5.Efek dalam nama dan bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya
lebih dari Rp. 1.000.000,00
6. Dikenakan pula bea materai sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) atas
dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak.
Pemungutan pajak yang diberlakukan di Indonesia berlandaskan atas
peraturan yang terdapat pada UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
Subjek dan Objek pajak diatur dalam aturan dan Undang-Undang yang
berbeda dalam setiap jenis Pajak, yaitu pada Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan,
Pajak pada Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Bea Materai.
Subjek Pajak adalah orang yang dituju oleh Undang Undang Perpajakan untuk
dikenakan Pajak.

B.     Saran
Makalah ini merupakan karya tulis yang dihimpun dari berbagai
sumber. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan dan dalam
penyajian bahan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca agar dapat diperbaiki dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Judisseno, R. K. (2004). Perpajakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.
Silondae, A. A., & Ilyas, W. B. (2011). Pokok-pokok Hukum Bisnis.
Jakarta: Salemba Empat.
Suandy, E. (2002). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat
http://rockism91.blogspot.com/2011/12/pmbaharuan-pajak.html
http://shaoran1401.blogspot.com/2014/06/sistematika-hukum-pajak-di-
indonesia.html
http://www.pusdiklatmigas.com/old/modules/Publikasi_Ilmiah/6.pdf
https://ibelboyz.wordpress.com/2011/06/22/makalah-hukum-pajak/
http://artikel-makalahlengkapgratis.blogspot.com/2011/11/hukum-
pajak.html

Anda mungkin juga menyukai