Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, jika tingkat
signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka data terdistribusi normal, begitupun sebaliknya
apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.
Unstandardized Residual
Asymp Sig (2-tailed) 0,927
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflasting Factor (VIF)
dan nilai tolerance. Apabila nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka tidak terjadi
multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10 maka terjadi
problem multikolinearitas.
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
DER (X2) 0,804 1,244
TAT (X3) 0,797 1,254
NPM (X4) 0,658 1,519
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa diperoleh nilai tolerance > 0,10 dan nilai
VIF < 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadinya multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari observasi yang satu dengan observasi
yang lain. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan plot, apabila titik-titik
pada plot membentuk suatu pola maka terjadi heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa, titik-titik pada plot tidak
membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak mengandung
heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas tidak dapat dilakukan secara inferensia,
hal ini dikarenakan jumlah data yang sedikit.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokoralasi dilakukan untuk mengetahui adakah korelasi/hubungan antar variabel
didalam model. Model yang baik adalah model yang tidak terjadi autokorelasi atau tidak ada
hubungan antar variabel. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin
Watson.
Berdasarkan gambar diatas diperoleh nilai durbin watson sebesar sebesar 1,724.
Dengan tingkat signifikansi sebesar 5%, Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
autokorelasi.
Y = β0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 +…+ β p X p + ε
C. Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model regresi dalam menerangkan variabel terikat.
R R Square
1,000 1,000
Dari tabel diatas didapatkan nilai R-square sebesar 1,00 atau 100%. Artinya variabel
Pertumbuhan Laba (Y) dapat dijelaskan oleh sebesar 100%. Hasil ini mungkin saja tidak
terlalu akurat. Hal ini dikarenakan data yang diambil hanya 4 tahun terakhir saja.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara QR (X1) dan
Pertumbuhan Laba (Y) sebesar -0,454, artinya korelasi yang diperoleh antara QR (X1) dan
Pertumbuhan Laba (Y) adalah korelasi cukup negatif. Dimana semakin besar QR (X1) maka
semakin kecil Pertumbuhan Laba (Y), begitupun sebaliknya semakin kecil QR (X1) maka
semakin besar pula Pertumbuhan Laba (Y). Nilai korelasi antara DER (X2) dan
Pertumbuhan Laba (Y) sebesar -0,204, artinya korelasi yang diperoleh antara DER (X2) dan
Pertumbuhan Laba (Y) adalah korelasi lemah negatif. Dimana semakin besar DER (X2)
maka semakin kecil Pertumbuhan Laba (Y), begitupun sebaliknya semakin kecil DER (X2)
maka semakin besar pula Pertumbuhan Laba (Y).
Nilai korelasi antara TAT (X3) dan Pertumbuhan Laba (Y) sebesar -0,358, artinya
korelasi yang diperoleh antara TAT (X3) dan Pertumbuhan Laba (Y) adalah korelasi lemah
negatif. Dimana semakin besar TAT (X3) maka semakin kecil Pertumbuhan Laba (Y),
begitupun sebaliknya semakin kecil TAT (X3) maka semakin besar pula Pertumbuhan Laba
(Y). Nilai korelasi antara NPM (X4) dan Pertumbuhan Laba (Y) sebesar 0,969, artinya
korelasi yang diperoleh antara NPM (X4) dan Pertumbuhan Laba (Y) adalah korelasi kuat
positif. Dimana semakin besar NPM (X4) maka semakin besar Pertumbuhan Laba (Y),
begitupun sebaliknya semakin kecil NPM (X4) maka semakin kecil pula Pertumbuhan Laba
(Y).
LAMPIRAN
LAMPIRAN