Anda di halaman 1dari 13

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu:
Anissa Windarti, M.Sc

Disusun oleh:
1. Eka Esti Nugraheni (1113015000048)
2. Roza (…)
3. Hasmy (…)
4. Lina (…)

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437
H/2016 M
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 24, selanjutnya disingkat PPh Pasal 24, merupakan pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
1
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri.
Sedangkan menurut Erly Suandy Pajak Penghasilan Pasal 24 atau Kredit Pajak
Maksimum merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
2
dalam negeri.

B. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri


Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak. “…Beberapa lampiran yang harus disertakan
yaitu:

1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.

2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.


3
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri…”
Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersama dengan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan. Namun atas
permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di luar kekuasaan
Wajib Pajak.

C. Penggabungan Penghasilan
Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan
seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut
berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan

1
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus edisi 6 buku 1 (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 321.
2 Erly Suandy, PERPAJAKAN (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 161.
3 Erly Suandy, PERPAJAKAN, h. 161.
tersebut seluruh penghasilan digabungkan dalam tahun pajak diperoleh atau diterimanya
4
penghasilan.
“… Untuk penghasilan yang berasal dari luar negeri, ketentuan penggabungan
penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Atas penghasilan yang berasal dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam
tahun diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Atas penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalti, dan lain-lain. Penggabungan
penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash
basis).
3. Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari
penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara
bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari
jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak di mana dividen tersebut
5
diperoleh…”
“… Saat diperolehnya dividen tersebut ditentukan sebagai berikut:

1. Pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk
tahun pajak yang bersangkutan; atau

2. Apabila tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan, atau tidak ada kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan, maka saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ke tujuh
6
setelah tahun pajak berakhir…”
Penentuan besarnya dividen yang digabungkan dengan penghasilan lainnya dihitung
berdasarkan besarnya proporsi pemilikan saham pada badan usaha diluar negeri atas laba
setelah pajak. Laba setelah pajak adalah laba usaha sesuai dengan laporan keuangan yang
disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim berlaku di Negara yang
bersangkutan dan telah diaudit oleh akuntan public, setelah dikurangi dengan PPh terutang di
negara tersebut.
Badan usaha di luar negeri sebagaimana dimaksud di atas adalah badan usaha yang
bertempat kedudukan di Negara atau tempat sebagai berikut:

4
Anastasia Diana dan Lilis Setiawati, PERPAJAKAN INDONESIA Konsep, Aplikasi dan Penuntun
Praktis (Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET, 2009), h. 488.
5 Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus edisi 6 buku 1 , h. 322.
6 Erly Suandy, PERPAJAKAN, h. 162.
Antilles Cook Island Panama
Argentina El Salvador Paraguay
Bahamas Estonia Peru
Bahrain Hong Kong Qatar
Belize Liechtenstein Saudi Arabia
Bermuda Lithuania St. Lucia
British Isle Macau Uruguay
British Virgin Island Mauritius Vanuatu
Cayman Island Mexico Venezuela
Channel Island Greensey Nederland Yunani
Channel Island Jersey Nikaragua Zambia

Contoh 1:
PT. Indotama di Jakarta dalam tahun pajak 2014 menerima dan memperoleh penghasilan neto
dari sumber luar neheri sebagai berikut:
a. Hasil usaha di Filipina dalam tahun pajak 2014 sebesar Rp. 500.000.000,00.
b. Dividen atas pemilikan saham di “New York Ltd.” Di USA sebesar Rp. 300.000.000,00
yaitu berasal dari keuntungan tahun 2013 yang tealh ditetapkan dalam Rapat Pemegang
Saham dan baru dibayar tahun 2014.
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada “Smith Coorporation” di Australia
yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp. 70.000.000,00 yaitu
berasal dari keuntungan saham 2013 yang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan
ditetapkan diperoleh tahun 2014.
d. Bunga kwartal IV tahun 2000 sebesar Rp. 150.000.000,00 dari Brunei yang baru akan
diterima bulan Mei 2014.
Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri
dalam tahun pajak 2013 adalah penghasilan pada butir a, b, dan c, sedangkan penghasilan
pada butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun pajak 2014.

D. Penentuan Sumber Penghasilan


“…Dalam penentuan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber
penghasilan sebagai berikut:
1. Penghasilan dalam saham dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan.

2. Penghasilan berupa bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalty, atau
sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.

3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara
tempat harta tersebut terletak.

4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada.

5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negate tempat bentuk usaga tetap tersebut
7
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan…”

E. Besarnya Kredit Pajak Yang Diperbolehkan


Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri
Ketentuan tentang jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap total PPh terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari laur negeri tersebut . Pajak
atas penghasilan yang yang terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan
berkenaan dengan usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud
dengan pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas
penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri seperti bunga, dividen,
royalty, sewa, dan lain-lain.
Contoh 2:
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc.
tersebut dalam tahun 2009 memperoleh keuntungan sebesar US$100.000. Pajak Penghasilan
yang berlaku di Negara X adalah 48% dan pajak Dividen adalah 38%. Penghitungan pajak
atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z. Inc US$ 100.000
Pajak Penghasilan Negara X (Corporate income tax) atas Z. Inc (48%) US$ 48.000 (-)
US$ 52.000

7
Erly Suandy, PERPAJAKAN, h. 163.
Pajak atas dividen (38%) US$ 19.760 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32.240

2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah yang setinggi-tingginya sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP), atau setinggi-tingginya sama dengan pajak
yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri
(menganut Metode Pengkreditan Pajak Terbatas atau Ordinary Credit Method).
Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24)
adalah nilai terendah di antara tiga penghitungan berikut ini:
 Total PPh terutang.
 Penghasilan neto luar negeri: Total penghasilan dalam dan luar negeri × Total
PPh terutang.
 PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri.

Catatan:

 Total PKP = penghasilan dari dalam negeri dan dari luar negeri
 Total PPh terutang = Tarif Pasal 17 × Total PKP
 Penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri = Tarif pajak luar negeri ×
Penghasilan di luar negeri
 Besarnya PKP sebagai dasar penghitungan total PPh terutang tidak memasukkan
penghasilan-penghasilan yang PPh-nya bersifat final.

Contoh 3.1

PT Putra Jaya di Yogyakarta memperoleh penghasilan neto pada tahun 2009 sebagai berikut:

 Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000


 Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000

(tarif pajak yang berlaku adalah 20%)

Penghitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp 1.000.000.000
Peredaran bruto dari kegiatan usaha adalah Rp 52.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi kerugian
atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang adalah:
Tariff PPh Pasal 17 ayat (1) b × penghasilan kena pajak
28% × Rp 1.000.000.000 Rp 280.000.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan

× Total PPh terutang


ℎ 500.000.000
1.000.000.000 × Rp 280.000.000 = Rp 140.000.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negeri


Tarif pajak di luar negeri × penghasilan luar negeri
20% × Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000

Contoh 3.2
Perusahaan Perdana milik oleh Tuan Akbar (kawin, 2 orang anak–K/2) memperoleh
penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
 Penghasilan dari dalam negeri Rp 150.000.000
 Penghasilan dari luar negeri Rp 250.000.000

(tarif pajak yang berlaku adalah 40%)

Penghitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari dalam negeri Rp 150.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 250.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp 400.000.000
PTKP (K/2) Rp19.800.000 (-)
Total PKP Rp 380.200.000
2.Menghitung Total PPh Terutang adalah:
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b × penghasilan kena pajak
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 200.000.000 Rp 30.000.000
25% × Rp 130.200.000 Rp 32.550.000
Rp 65.050.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan

× Total PPh terutang


250.000.000
400.000.000 × Rp 65.050.000 = Rp 40.656.250

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar


Negeri Tarif pajak di luar negeri × penghasilan luar negeri
40% × Rp 250.000.000 = Rp 100.000.000

Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negeri


Dalam hal terjadi kerugian usaha di dalam negeri, maka sejumlah kerugian yang diderita
tersebut dapat digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di Indonesia (dalam negeri).

Contoh 4
PT Ananda Raya di Indonesia memperoleh penghasilan neto pada tahun 2009 sebagai berikut:
 Di Negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp. 300.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 30%).
 Di dalam negeri, menderita kerugian sebesar Rp 100.000.000.
Peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam dan luar negeri sebesar Rp 4.600.000.000
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Negara A berupa laba usaha Rp 300.000.000
Kerugian usaha di dalam negeri Rp 100.000.000 (-)
Jumlah penghasilan neto Rp 200.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi kerugian
atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang
Tariff PPh Pasal 17 ayat (1) b × penghasilan kena pajak
28% × Rp 200.000.000 × 50% Rp 25.000.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan

× Total PPh Terutang


300.000.000
200.000.000 × Rp 25.000.000 = Rp 37.500.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negeri


Tarif Pajak di luar negeri × penghasilan luar negeri
30% × Rp 300.000.000 Rp 90.000.000

Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri


Dalam hal terjadi kerugian yang diderita di luar negeri, maka kerugian tersebut tidak boleh
digabungkan/dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia.

Contoh 5:
PT Amalia di Surabaya memperoleh penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
 Di Negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 200.000.000
(tariff pajak yang berlaku adalah 40%).
 Di Negara B, mengalami kerugian usaha sebesar Rp 300.000.000 (tariff pajak yang
berlaku adalah 25%).
 Di dalam negeri, memperoleh laba usaha sebesar Rp 600.000.000.
 Peredaran bruto dari kegiatan usaha adalah Rp 48.000.000.000.
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Negara A berupa laba usaha Rp 200.000.000
Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp 600.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi kerugian
atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh yang Terutang Penghasilan kena
pajak yang mendapat fasilitas
Pengurangan tariff sebelah fasilitas 50%:
(Rp 4.800.000.000 ÷ 48.000.000.000) × Rp 80.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tariff 50%:
Rp 800.000.000 – Rp 80.000.000 = Rp 720.000.000
PPh Terutang:
 50%× 25% × Rp 80.000.000 = Rp 10.000.000
 25%× Rp 720.000.000 = Rp 180.000.000
Rp 190.000.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan di Negara A sesuai Perbandingan Penghasilan

× Total PPh terutang


200.000.000
800.000.000 × Rp 190.000.000 = Rp 47.500.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Negara A


40% × Rp 200.000.000 = Rp 80.000.000

Penghitungan PPh Pasal 24 jika Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa
Negara
Untuk penghasilan luar negeri yang berasal dari beberapa Negara, maka besarnya batas
maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing Negara (per country
limitation).

Contoh 6
PT Yogananta di Jakarta memperoleh penghasilan neto pada tahun 2009 sebagai berikut:
 Di Negara P, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 300.000.000 (tariff
pajak yang berlaku adalah 20%).
 Di Negara Q, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 400.000.000
(tariff pajak yang berlaku adalah 25%).
 Di Negara R, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 100.000.000
(tariff pajak yang berlaku adalah 35%).
 Di dalam negeri, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 200.000.000.
Peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam dan luar negeri sebesar Rp 24.000.000.000
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Negara P berupa laba usaha Rp 300.000.000
Penghasilan dari Negara Q berupa laba usaha Rp 400.000.000
Penghasilan dari Negara R berupa laba usaha Rp 100.000.000
Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp 200.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp 1.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak karena tidak terdapat
kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang
Penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas pengurangan tariff 50%:
(Rp 4.800.000.000 ÷ Rp 24.000.000.000) × Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tariff 50%:
Rp 1.000.000.000 – Rp 200.000.000 = Rp 800.000.000
PPh terutang:
 50%× 25% × Rp 200.000.000 = Rp 25.000.000
 25%× Rp 800.000.000 = Rp 200.000.000
Rp 225.000.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan masing-
masing Negara
a. PPh Maksimum untuk Negara P ℎ

× Total PPh terutang


ℎ 300.000.000
1.000.000.000 × Rp 225.000.000 = Rp 67.500.000

b. PPh Maksimum untuk Negara Q ℎ

× Total PPh terutang


400.000.000
100.000.000 × Rp 225.000.000 = Rp 90.000.000

c. PPh Maksimum untuk Negara R ℎ


× Total PPh terutang
100.000.000
100.000.000

× Rp 225.000.000 = Rp 22.500.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negeri untuk masing-masing
Negara
a. PPh terutang atau Dibayar di Negara P
Tariff Pajak Negara P × penghasilan Negara P
20% × Rp 300.000.000 Rp 60.000.000
b. PPh terutang atau Dibayar di Negara Q
Tariff Pajak Negara Q × penghasilan Negara Q
25% × Rp 400.000.000 Rp 100.000.000
c. PPh terutang atau Dibayar di Negara R
Tariff Pajak Negara R × penghasilan Negara R
35% × Rp 100.000.000 Rp 35.000.000
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) bagi PT Yogananta tahun 2009
dihitung sebagai berikut:
Negara Total PPh PPh Maksimum PPh PPh Pasal 24:
Terutang Dikreditkan Terutang/Dibayar Terendah kolom
sesuai di Luar Negeri (1), (2), (3)
Perbandingan
Penghasilan

(1) (2) (3) (4)


P Rp 225.000.000 Rp 67.500.000 Rp 60.000.000 Rp 60.000.000
Q Rp 225.000.000 Rp 90.000.000 Rp 100.000.000 Rp 100.000.000
R Rp 225.000.000 Rp 22.500.000 Rp 35.000.000 Rp 22.500.000
Total Kredit Pajak Luar Negeri Diperbolehkan Rp 182.500.000
Total Kredit Pajak Luar Negeri Diperbolehkan Rp 182.500.000 karena jumlah ini masih
lebih rendah disbanding total PPh terutang (Rp 225.000.000).

F. Pengurangan/Pengembalian PPh Luar Negeri


Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar
di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih
kecil daripada besarnya penghitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada PPh yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam neheri pada tahun pengurangan atau
pengembalian dilakukan. Sebagai contoh: Dalam Tahun Pajak 2009, Wajib Pajak mendapatkan pengurangan
pajak atas penghasilan luar negeri Tahun Pajak 2008 sebesar Rp 7.000.000; yang semula telah termasuk dalam
jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk Tahun Pajak 2008, maka jumlah sebesar Rp
7.000.000 tersebut ditambahkan pada PPh yang terutang dalam Tahun Pajak 2009. Jumlah tersebut

dimasukkan dalam induk SPT Tahun an setelah menghitung PPh yang terutang sebelum menentukan
jumlah PPh yang terutang.

Anda mungkin juga menyukai