Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Hukum Pajak Internasional


Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga
bagian dari pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak
internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas
kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun
kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari
prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh
negera-negara

di

dunia,

untuk

mengatur

soal-soal

perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsurunsur asing.


2. Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional
adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu
persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai
pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturanperaturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan
traktat-traktat.
3. Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional
sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di
dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
4. Prof. Dr. Ottmar Buhler, hukum pajak internasional
dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum
perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar
bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti luas
5

hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum


antar

bangsa

ditambah

peraturan

nasiomal

yang

mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang


5. Anglo Sakson, di negara-negara Anglo Sakson berlaku
pengertian

yang

terperinci

tentang

hukum

pajak

internasional, yang dibedakan antara :

National External Tax Law (Auszensteuerrecht)


Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang

memuat mengenai peraturan perpajakan yang mempunyai


daya kerja sampai di batas luar negara karena terdapat
unsur-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di
luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di
luar negeri.

Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)


Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan

dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang


ada di seluruh dunia. Foreign tax law berguna sebagai
bahan perbandingan dalam melakukan comparative tax
law study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan
dengan negara lain.

International tax Law


Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak

internasional

merupakan

keseluruhan

kaedah

pajak

berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat,


konvensi, dll yang semata-mata berdasarkan sumbersumber

asing.

keseluruhan

Sedangkan

kaedah

baik

dalam
yang

arti

luas

berdasarkan

adalah
traktat,

konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negaranegara dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang

objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung


adanya

unsur-unsur

asing,

yang

dapat

menimbulkan

bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.


Hukum pajak internasional juga merupakan normanorma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur
asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.
2.2

Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional


Prof. Dr. Rochmat Soemito dalam bukunya
Hukum Pajak Indonesia, menyebutkan bahwa ada
bebarapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:
1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung
unsur asing.
2. Trakat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut
perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun
multilateral.
3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional
tentang pajak-pajak internasional.
Sedangkan dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak
karangan R. Santoso Brotodihardjo, S.H. menyatakan
bahwa sumber sumber formal dari hukum pajak
internasional, yaitu:
1. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara
2. Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap
negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara
lain.
3. Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti:

Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak

berganda.
Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang

asing.
Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal
suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabangcabang atau sumber-sumber pendapatan di negara
asing.

2.3

Subjek Dan Objek Pajak Dalam Pajak Internasional


1. Subjek pajak dibagi menjadi dua , yaitu :

Subjek pajak dalam negeri yang mendapat

penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri.


Subjek pajak luar negeri yang mendapat penghasilan
dari sumber-sumber di dalam negeri.

2. Objek pajak dibagi menjadi dua, yaitu :

2.4

Objek pajak dengan sumber di dalam negeri.


Objek pajak dengan sumber di luar negeri.

Kedaulatan Hukum Pajak Internasional


Berbicara

masalah

Hukum

Pajak

Internasional,

khususnya Hukum Pajak Internasional Indonesia secara


umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada
subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia
saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang
tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia

pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU


Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak Internasional
dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada
di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang
erat

dalam

hal

terdapat

hubungan

ekonomis

atau

hubungan kenegaraan dengan Indonesia.


UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh)
khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar
negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara
lain berupa bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan,
akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto. Pasal
ini

menunjukkan

bahwa

contoh

adanya

hubungan

ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang


diperoleh di Indonesia.
Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas
mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai
kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur
kepentingan-kepentingan

rumah

tangganya

sendiri,

dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar


negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain.
Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka
kedaulatan

pemajakan

sebagai

spesial

dari

gengsi

kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai kedaulatan


suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan
pajak.

2.5

Perjanjian Perpajakan Internasional

Perjanjian perpajakan internasional adalah suatu


perbuatan hukum yang mengikat negara pada bidangbidang

perpajakan.

Perjanjian

perpajakan

bentuknya

adalah :
1. Persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty)
yaitu perjanjian penghindaran pajak berganda antara dua
negara bilateral yang mengatur mengenai pembagian hak
pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima
oleh penduduk dari salah satu atau kedua negera pihak
pada persetujuan.
2. Cara penerapan (mode of application) yaitu Aturan
pelaksanaan yang jelas mengenai ketentuan-ketentuan
tersebut.
3. Tata cara persetujuan bersama (mutual agreement
procedure).

2.6

Pajak Berganda Internasional


Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in
international fiscal law (1979) membedakan pengertian
pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara
sempit (narrower sense).
Secara luas pengertian pajak berganda diartikan
setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya
lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double

10

taxation) atau lebih (multiple taxation) terhadap suatu


fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap
terjadi

pada

semua

kasus

pemajakan

beberapa

kali

terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu


administrasi perpajakan yang sama.
Pajak berganda seperti ini sering disebut sebagai
pajak berganda ekonomis (economic double taxation).
Pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat pula
terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau
secara

diagonal

(pemerintah

daerah

kota/kabupaten,

propinsi X dan Y).

2.7

Terjadinya Pajak Berganda Internasional


Pajak

berganda

internasional

umumnya

terjadi

karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang


mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum
antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan
pengertian bahwa pajak berganda internasional terjadi
apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling
menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang
dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu
memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika
mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban
tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan
karena

perbedaan

tarif

dari

negara-negara

yang

bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih


secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek
yang sama.

11

Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda


internasional akan timbul karena atas suatu objek pajak
dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari
satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi
subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya
Prof.

Rochmat

beberapa

Soemitro

sebab

menjelaskan

terjadinya

pajak

bahwa

ada

berganda

internasional, yaitu:
1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di
beberapa negera, yang dapat terjadi karena:

Domisili rangkap
Kewarganegaraan rangkap
Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama
di beberapa negara.

2. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara


tempat tinggal berdasarkan atas wold wide income,
sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan
asas sumber.
Pajak internasional mengenal azas-azas tentang
domicily country dan source country. Disebut domicily
country

apabila

negara

tempat

tinggal

Wajib

Pajak

(domicily country atau home country) menganut asas


domisili

yang

mengenakan

pajak

penghasilan

atas

worldwide income atas dasar asas domisili.


Apabila

Wajib

Pajak

melakukan

transaksi

dan

memperoleh laba di negara tempat tinggalnya (source


country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga
pajak penghasilan atas laba tersebut atas dasar asas

12

domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak


dua kali (double taxation). Yang pertama oleh source
country dan yang kedua oleh domicile country. Negaranegara yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak
mengenakan pajak

atas penghasilan disebut sebagai

negara-negara surga pajak (tax haven countries).


Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak
berganda internal (internal double taxation) dan pajak
berganda

internasional

(international

double

taxation)

pajak berganda secara yuridis (juridical double taxation)


serta pajak berganda secara ekonomis (economic double
taxation).
Internal double taxation adalah pengenaan pajak
atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu
negara.

International

double

taxation

adalah

pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek dan


Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau
lebih mengenakan pengenaan pajak atas Objek Pajak yang
sama dan Subjek Pajak yang sama.

2.8

Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional


Ada dua cara untuk menghindari pajak berganda
internasional, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan
untuk menghindari pajak berganda dalam UU suatu negara
dengan suatu prosedur yang jelas. Pengguanaan cara ini

13

merupakan

wujud

kedaulatan

suatu

negara

untuk

mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu


UU.
2. Cara Bilateral atau Multilateral
Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui
suatu perundingan antar negara yang berkepentingan
untuk

menghindarkan

terjadinya

pajak

berganda.

Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara,


sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua
negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax
treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun
multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup
lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip
pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan
negaranya sendiri.

2.9

Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional


Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia
muda, dahulu hanya dikenakan persetujuan persahabatan,
persetujuan untuk menetap, persetujuan dagangan dan
peretujuan pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu
ketentuan

yang

ada

hubungannya

dengan

beberapa

macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul


tentang keharusan adanya perlakuan yang sama terhadap
penduduk

atau

penguasa

dari

negara-negara

yang

mengadakan persetujuan.
Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk
dilaksanakan karena bermacam-macam ragam, sistem dan
14

asas

perpajakan

di

berbagai

negara,

dan

karena

lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara


tentang

lambannya

atau

resikonya

pengukuhan

oleh

kepala negara-negara peserta perjanjian.


Ketentuan-ketentuan penting yang tercantum dalam
perjanjian-perjanjian pajak berganda secara singkat adalah
sebagai berikut:
1. Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari
perjanjian-perjanjian.
2. Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
3. Sengketa internasional.
4. Arti tempa kediaman fiskal.

15

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah

beberapa

pemaparan

di

atas

maka

dapat

disimpulkan bahwa :
1. Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional
merupakan keseluruhan kaedah pajak berdasarkan hukum antar
negara seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata
berdasarkan sumber-sumber asing.
2. Dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang
berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang
diterima negara-negara dunia, maupun kaedah-kaedah nasional
yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung
adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan
hukum antara dua negara atau lebih.

16

Anda mungkin juga menyukai