Anda di halaman 1dari 24

PERPAJAKAN 1

“Subjek Pajak, Objek Pajak, dan Tarif Pajak”

Dosen pengampu : Saprudin S.E,M.Si,Ak.

Disusun oleh :
Utari El Sabbaton 1710313620100
Siti Mahbubah 1910313120027
Mujibburrahman 1910313210037
Aminah Cutari Zahra 1910313220039
Muhammad Jamaludin 1910313310018
Nesviar Ayudakarti 1910313320042

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan kasih karunia-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Subjek Pajak,
Objek Pajak, dan Tarif Pajak” ini dengan baik dan tepat waktu.

Kami selaku penyusun makalah ini tentunya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan para pembaca terkait “Subjek Pajak, Objek Pajak, dan Tarif
Pajak” yang merupakan salah satu materi di mata kuliah Perpajakan I.

Bila mana terdapat kesalahan dan kekeliruan pada makalah yang kami susun ini, kami
meminta maaf karena kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan segala
yang benar dan sempurna hanya ada pada Tuhan Yang Maha Tinggi dan Mulia. Oleh karena itu
segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan
pada makalah selanjutnya.

Dengan ini, kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati makalah ini sehingga memberikan manfaat, Amin.

Banjarmasin, 17 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi .............................................................................................................................ii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulis ..............................................................................................................1

Bab II PEMBAHASAN
2.1 Pajak Pengahasilan (PPh)..............................................................................................2
2.1.1 Subjek Pajak dan Wajib Pajak..............................................................................2-3
2.1.2 Kewajiban Pajak...................................................................................................4
2.1.3 Tidak termasuk Subjek Pajak...............................................................................4-5
2.1.4 Objek Pajak...........................................................................................................5-7
2.1.5 Tidak termasuk Objek Pajak.................................................................................7-9
2.1.6 Tarif Pajak............................................................................................................9-10
2.2 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).................................................................................10
2.2.1 Objek Pajak...........................................................................................................10-12
2.2.2 Subjek Pajak.........................................................................................................12-13
2.2.3 Tarif Pajak.........................................................................................................13
2.3 Pajak Pertambahan Nilai (PPn).....................................................................................13
2.3.1 Objek Pajak...........................................................................................................13-14
2.3.2 Subjek Pajak.........................................................................................................14
2.3.3 Tarif Pajak............................................................................................................14-15
2.4 Bea Materai....................................................................................................................15-18
2.5 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan..............................................................18-19

Bab III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................20

Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendapatan terbesar negara berasal dari pajak. Pajak merupakan Kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Setiap jenis pajak pasti memiliki Objek Pajak, Subjek Pajak, dan Tarif Pajak yang
telah diatur. Sebagai warga negara yang baik sudah sewajibnya untuk memahami Subjek
Pajak, Objek Pajak, dan Tarif Pajak sehingga diharapkan dapat menjadi wajib pajak yang
taat sebagai bentuk kontribusi terhadap negara.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Subjek Pajak, Objek Pajak dan Tarif Pajak? Dalam PPh,
PPn, PBB, Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Apa yang termasuk Subjek Pajak dan Objek Pajak? Dalam PPh,
PPn, PBB, Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
3. Apa yang tidak termasuk Subjek Pajak dan Objek Pajak? Dalam PPh,
PPn, PBB, Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
4. Apa jenis-jenis dari Tarif Pajak? Dalam PPh,
PPn, PBB, Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

1.3. Tujuan Penulisan

1. Memahamai tentang materi mengenai Subjek Pajak, Objek Pajak, dan Tarif Pajak
dalam berbagai jenis pajak

iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan.


2.1.1 Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Undang- undang pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
Pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.
A. Yang menjadi Subjek Pajak :
1. a. Orang pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komaditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organsasi sosial, politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolerasi.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
B. Subjek pajak dibedakan menjadi :
1. Subjek Pajak dalam negri yang terdiri dari:
a. Subjek Pajak orang Pribadi
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut ) dalam jangga waktu 12 (dua belas)
bulan.
2) Orang pribadi yang dalaam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek Pajak Badan, yaitu :
Badan yang didiikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1) Pembentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara atayu anggaran
pendapatan dan belanja daerah.

iv
3) Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau peemrintah daerah.
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari :
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-
turut ) dalam jangga waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang Pribadi yang tidak bertemat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-
turut ) dalam jangga waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghassilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di indonesia.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif. Perbedaan wajib pajak dalam negri dan wajib pajak luar negri. Antara lain :

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri


 Dikenakan pajak atas  Dikenakan Pajak hanya atas
penghassilan baik yang diterima penghasilan yang berasal dari
atau diperoleh dari Indonesia dan sumber penghassilan di Indonesia
dari luar negeri.  Dikenakan Pajak berdasarkan
 Dikenakan pajak nerdasarkan penghailan bruto
penghasilan neto
 Terif pajak yang digunakan
adalah tarif umum ( Tarif UU PPh  Tarif Pajak yang digunkan adalah

Pasal 17 ). tarif sepedan ( Tarif UU PPh

 Wajib penyampaian SPT Pasal 26 )

v
 Tidak wajib menyampaikan SPT
2.1.2 Kewajiban Pajak
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak
dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan tabel mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif.
Mulai Berakhir
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi
Pribadi : :
 Saat dilakukan  Saat meninggal
 Saat berada di Indonesia atau  Saat meninggalkan Indonesia untuk
berniat bertempat tinggal di selama-lamanya
Indonesia
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan :
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan :  Saat dibubarkan atau tidak lagi
 Saat didirikan atau bertempat bertempat kedudukan di Indonesia.
kedudukan di Indonesia
Subjek Pajak Luar Negeri Melalui Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT :
BUT :  Saat tidak lagi menjalankan usaha atau
 Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
melakukan kegiatan melalui Indonesia.
BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Melalui
Melalui BUT : BUT :
 Saat menerima atau  Saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari memperoleh penghasilan dari
Indonesia Indonesia
Warisan Belum Terbagi : Warisan Belum Terbagi :
 Saat timbulnya warisan yang  Saat warisan telah selesai dibagikan
belum terbagi

2.1.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak

vi
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:

1. Kantor perwakilan negara asing


2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atu pejabat lain dari negara asing dan
orang -orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
a. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional, dengan syarat :


a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang danaya berasal dari
iuran para anggota.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat :


a. Bukan warga negara Indonesia.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan , atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
2.1.4 Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan,yaitu setiap tambahann kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar indonesia,yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan,dengan nama dan dalam bentuk apa pun,termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji,upah,tunjangan,honorium,komisi,bonus,gratifikasi,uang
pensiun,atau imbalan dalam bentuk lainnya,kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

vii
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,persekutuan,dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,sekutu,atau anggota yang
diperoleh perseroan,persekutuan,dan badan lainnya.
c. Keuntungan karena likuidasi,penggabungan,peleburan,pemekaran,pemecahan ,
pengambilalihan usaha , atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,bantuan, atau sumbangan , kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan , badan sosial termasuk yayasan ,koperasi , atau
orang pribadi , yang menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha,pekerjaan,kepemilikan,atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan.
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak pennambangan,
tanda turut serta dalam pembiayaan,atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium,diskonto,dan imbalan karena jamminan pengembalian utang.
7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis,dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang,kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilandari usaha berbasis syariah.

viii
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia

Dilihat dari mengalirnya tambahan keampuan ekonomis kepada Wajib Pajak ,


Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji,
honorium,penghasilan dari praktik dokter,notaris,aktuaris,akuntan,pengacara,dan
sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta,seperti
sewa ,bunga ,dividen,royalti ,keuntungan dari penjualan hartayang tidak digunakan,dan
sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain,yaitu penghasilan yang tidak dapat dikalsifikasikan ke dalam salah
satu dari tiga kelompok penghasilan di atas,seperti :
a. Keuntungan karena pembebasan utang
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.
Bagi wajib Pajak Dalam Negeri,yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang
berasal dari indonesia maupun luar indonesia.Sementara itu ,bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang
menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja

2.1.5 Tidak Termasuk Objek Pajak


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

ix
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau
sederajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosiaol termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Perturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitung khusus (deemed
profit)
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseoran terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keungan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

x
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseoran komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan
syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11. Beasiswa yang memenuhi syarat tertentu yang ketentuannya diatur lebih kanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keungan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ bidang penelitian dan pengembangan saran dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/ penelitian dan pengembangan dakam jangka waktu paling lama
4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.6 Tarif Pajak
1) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai denganRp. 50.000.000,- 5%
Di atas Rp. 50.000.000 sampai dengan 15%
Rp. 250.0000.0000
Di atas Rp.250.000.000 sampai dengan 25%
Rp. 500.000.000
Di atas Rp. 500.000.000 30%

xi
Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi
paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap


Sementara itu, tarif pajaak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak Tahun
Pajak 2010, diturunkan menjadi 25%
Wajib pajak badan dalam negeri yang ebrbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang
berlaku.
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.
50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000.

2.2 Pajak Bumi dan Bangunan


2.2.1 Objek Pajak PBB
1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/ atau bangunan
2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan
bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pendoman,
serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasisifikasi Objek Pajak sebagai berikut :
a. Letak
b. Peruntukan
c. Pemanfaatan
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan factor-faktor sebagi
berikut:
a. Bahan yang digunakan

xii
b. Rekayasa
c. Letak
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

3. Pengecualian Objek Pajak


Objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah objek pajak
yang :

a. Digunakan semata- mata untuk melayani kepentingan umum da tidak untuk


mencari keuntungan, antara lain:
1) Di bidang Ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara.
2) Dibidang kesehatan, contoh: ruma sakit
3) Di bidang Pendidikan, contoh : madrasah, pesantren.
4) Di bidang social, contoh : panti asuhan
5) Di bidang kebudayaan nasional, contoh : museum, candi.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu.
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional
tanah penggembala yang dikuasai oleh desa, an tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
d. Di gunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri keuangan.
Catatan:

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah


objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak
dalam bidang ibadah,sosial,pendidikan,kesehatan, dan kebudayaan nasional
tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai pasal 2

xiii
Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kehutanan.
4. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang
dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara
yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara
lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, wajar Pemerintah Pusat juga ikut
membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan.
Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perseorangan dan/atau bukan
yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian
yang diadakan.

5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan
untuk masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar setinggi-tingginya
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Apabila
seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan
NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan
objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri


Keuangan menetapkan besarnya NJOPTKP dengan mempertimbangkan
pendapat gubernur/bupati/walikota (Pemerintah Daerah) setempat.

2.2.2 Subjek Pajak PBB


1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat bangunan. Dengan
demikian tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukan merupakan bukti
pemilikan hak.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam hal No.1 yang dikenakan kewajiban
membayar pajak menajadi Wajib Pajak.
3. Dalam hal atas suatu onjek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam
No. 1 sebagai Wajib Pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada
Dirjen Pajak untuk menentukan subjek Wajib Pajak, apabila suatu ibjek pajak
belum jelas Wajib Pajaknya.

xiv
Untuk lebih jelas diberikan contoh berikut ini :
a. Sebjek Pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi dan bangunan milik Y
bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena
perjanjian, maka X yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan bangunan
ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
b. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka
orang atau badan yeng memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut
ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
c. Subjek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak objek pajak,
sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau
wajib badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai
Wajib Pajak. Penunjukan sebagai Wajib Pajak oleh Dirjen Pajak bukan
merupakan bukti pemilikan hal.
4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no.3 dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada Dirjen Pajak bahwa ia bukan
Wajib Pajak badan subjek pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam no.4 disetujui, maka
Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak
sebagaimana dalam no.1 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat
keterangan dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Dirjen Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dalam no.4 Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
Apabila Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 bulan sejak
tanggal diterimanya keterangan dari Wajib Pajak, maka ketetapan sebagai Wajib
Pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan
penetapan sebagai Wajib Pajak.
2.2.3 Tarif Pajak PBB
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%(lima persepuluh persen)

2.3 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


2.3.1 Objek Pajak
PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah:
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.
b. Barang tidak yang berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud.

xv
c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah:
a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
c. Peneyrahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan BKP Tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
5. Pemanfataatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
6. Ekspor BKP Berwujud oleh PengusahaKena Pajak.
7. Ekspor BKP Tidak Berujud oleh pengusaha kena pajak.
8. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain.
9. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan olej PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya
tidak dapat dikreditkan.

2.3.2 Subjek Pajak PPN


Subjek Pajak PPN dibagai menjadi 2 yaitu:

1) PKP (Pengusaha Kena Pajak)


PKP akan terhutang dalam hal
a. PKP melakukan penyerahan BKP (Bahan Kena Pajak)
b. PKP melakukan penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak)
c. PKP melakukan ekspor BKP, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP.
2) Non PKP
PPN akan tetap terutang walaupun yang melakukan kegiatan yang merupakan
objek PPN adalah bukan PKP, yaitu dalam hal:
a. Impor BKP
b. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar darerah pabean di dalam daerah
pabean
c. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
d. Melakukan kegiatan membangun sendiri (Pasal 16 UU PPN)

2.3.3 Tarif Pajak PPN

xvi
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan
tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. Ekspor BKP Berwujud
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud
c. Ekspor JKP

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai. Dengan Demikian. Pajak Masukan yang telah Dibayar Untuk
perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan


kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang mengubah
Tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling
tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal

2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


Tarif Pajak Penjualan atas barang mewah dapat ditetapkan dalam beberapa
kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi
200% (dua ratuss persen). Ketentuan mengenai tarif kelompok Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah
dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis barang yang
dikenai pajak penjualan atas barang mewah diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan kementerian Keuangan.
Atas ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan
tarif 0% (nol persen). PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang
tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi)

2.4 Bea Materai


2.4.1 Objek Bea Materai
1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat
perdata.

xvii
2) Akta-akta notaris sebagai salinannya
3) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat akta tanah (PPAT) termasuk rangkap-
rangkapnya
4) Surat memuat jumlah uang, yaitu:
 Yang menyebutkan penerimaan uang.
 Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
 Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
 Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan

5) Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek


6) Efek dalam nama dan bentuk apapun.

2.4.2 Objek Yang Tidak Dikenakan Bea Materai

Objek yang tidak dikenai bea materai adalah dokumen yang berhubungan dengan
transaksi internal perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan juga dokumen
negara. Berikut dokumen yang tidak termasuk objek bea materai, diantaranya yaitu:

1. Dokumen yang berupa:

a) surat penyimpanan barang


b) konosemen
c) surat angkutan penumpang dan barang
d) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen surat penyimpanan barang,
konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang
e) bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim
f) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim
g) surat lainnya yang bisa disamakan dengan surat di atas

2.4.3 Subjek Bea Materai

Berikut ini adalah subjek bea meterai:

1. Pihak yang menerima atau memperoleh manfaat dari dokumen yang bersangkutan,
kecuali jika pihak-pihak tersebut menentukan lain.
2. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, bea meterai terutang oleh penerima. Misalnya pada
kuitansi.
3. Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 pihak atau lebih, maka masing-masing pihak terkait
terutang bea meterai. Misalnya pada surat perjanjian di bawah tangan.

xviii
2.4.4 Tarif Bea Materai

TARIF BEA MATERAI RP6.000 DIKENAKAN ATAS DOKUMEN


1. A. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa,surat hibah,dan surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan,kenyataan,atau keadaan yang bersifat perdata.

B. Akta-akta notaris termasuuk salinannya

C. Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)termasuk rangkap-


rangkapnya

D. Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000
(satu juta rupiah):
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank
4) Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi
atau diperhitungkan.

E.Surat-surat berharga seperti : wesel,promes,dan aksep yang harga nominalnya lebih


dari Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
F. Efel dengan nama dan dalam bentuk apa pun sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp1.000.000 (satu juta rupiah)

2.Dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan:


a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
b. Surat-surat yang smula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannya,jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain,lain dari maksud semula.

xix
TARIF BEA MATERAI Rp3.000 DIKENAKAN ATAS DOKUMEN
1.Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebihdari Rp250.000,00
(dua ratus lima puluh ribu rupiah)tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
a. Yang menyebutkan penerimaan uang
b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
c.Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.
d.Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagianatau seluruhnya telah dilunasi atau
diperhitungkan.
2.Surat-surat berharga seperti wesel,promes,dan aksep yang harga nominalnya lebih dari
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah ) tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
3. Efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun,sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp250.000(dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah)
4.Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapa pun.

2.5 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


2.5.1 Objek Pajak BPHTB
OBJEK PAJAK
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas Tanah
dan/atau bangunan meliputi :
1. Pemindahan hak karena :
a. Jual beli
b. Tukar-menukar
c. Hibah
d. Hibah wasiat
e. Waris
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h. Penunjukkan pembeli dalam lelang
i. Pelaksanaan putusan hakkim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
j. Penggabungan usaha
k. Peleburan usaha
l. Pemekaran usaha
m. Hadiah

xx
2. Pemberian hak baru karena :
a. Kelanjutan pelepasan hak
b. Di luar pelepasan hak

2.5.2 Tidak Termasuk Objek Pajak BPHTB


Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh .
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2. Negara, untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi
tersebut.
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

2.5.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
2.5.4 Tarif Pajak
Besarnya tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif BPHTB
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

xxi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Subjek Pajak merupakan istilah dalam peraturan perundangan-undangan perpajakan


untuk perorangan atau organisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak merupakan subjek pajak yang memiliki
kewajiban untuk membayar pajak.
 Objek pajak adalah sesuatu yang dikenakan pajak misalnya penghasilan (dalam
PPh),yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak,baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar indonesia,yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan,dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
 Tarif pajak adalah besarnya nilai yang digunakan untuk menentukan pajak terutang
yang harus dibayar wajib pajak kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.

xxii
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2019. Perpajakan Edisi 2019. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Saranta, Djaka. 2003. Dasar-dasar Perpajakan di Indonesia. Jakarta
https://news.ddtc.co.id/begini-tarif-dan-objek-bea-meterai-23313?page_y=1224

xxiii

Anda mungkin juga menyukai