Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PERPAJAKAN

Disusun Oleh :

1. Tabah Mustaqim 22200321


2. Mayang Kusuma W 22200333
3. Khoirunisa Istiqomah 22200342
4. Arum Faras Amalia 22200350

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA


TAHUN AJARAN 2022/2023

1
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
pada mata kuliah Perpajakan.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perpajakan semester 4 dengan dosen pengampu Siti Zulaikhah,
SE. A.kt., M.Si. Tidak lupa saya sampaikan terimakasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya, kami sampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap
makalah ini, dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua khususnya dengan segala kerendehan hati, saran
dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca
guna meningkatkan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada
waktu mendatang.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
2.1 Definisi dan Fungsi Pajak............................................................................................................6
2.2 KEDUDUKAN DAN PEMBAGIAN HUKUM PAJAK............................................................7
2.3 TEORI DAN AZAS PAJAK.......................................................................................................9
2.4 JENIS PAJAK............................................................................................................................11
2.6 TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK..................................................................................14
2.7 Timbul Dan Berakhirnya Hutang Pajak.....................................................................................15
2.7 TARIF PAJAK...........................................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang bertujuan


untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara meningkatkan
pelayanan publik.
Namun permasalahan pajak di Indonesia terus berlangsung, padahal
pajak
merupakan kewajiban masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih
banyak
melakukan warga negara yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak
wajib pajak tidak pembayaran pajak. Hal ini jelas merugikan negara.

4
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh
dunia,
baik negara maju maupun negara berkembang. Karena jika wajib
pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk
melakukan tindakan, penghindaran, pengelakan penyelundupan, dan
pelalaian pajak, yang pada akhirnya tindakan tersebut akan
menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang. Pelaksanaan
Pemungutan pajak suatu negara memerlukan suatu sistem yang
telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya didewan
perwakilan, dengan
menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar
pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun maupum bagi wajib
pajak. Sistem
pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan
perundang –
undangan perpajakan menuntut wajib pajak untuk turut aktif dalam
pemenuhan
kewajiban pepajakannya. Sistem pemungutan yang berlaku adalah
Self Assesment
System, dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan di lakukan
sepenuhnya

1.2 Rumusan Masalah

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Fungsi Pajak


Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang perubahan ke- empat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada
Pasal 1 Ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

6
Sedangkan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digu-
nakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :

1. luran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak


hanyalah negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau


dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara


langsung dapat di- tunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu


pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Fungsi Pajak :
Ada dua fungsi Pajak, yaitu :
a. Fungsi Anggaran ( Budgetair )
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur ( Regulerent )
Pajak berfungsi sebagai salah satu alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi.

7
Contoh :
a. Pajak yang tinggi dikarenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras .
b. Pajak yang tinggi dikarenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

2.2 KEDUDUKAN DAN PEMBAGIAN HUKUM PAJAK


Menurut Prof Dr Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak
mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut :

1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu


dengan individu lainnya
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian darı
hukum public.
Pembagian Hukum Pajak
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku
pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak Ada 2 macam
hukum pajak yakni :
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang
menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum
yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak
(subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala
sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan
8
hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak Contoh Undang-
undang Pajak Penghasilan
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk
mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara
melaksanakan hukum pajak materiul) Hukum ini memuat antara
lain :
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang
pajak.
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para
Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa
yang menimbulkan utang pajak
c. Kewajiban Wajib misalnya Pajak menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan keberatan dan banding.

2.3 TEORI DAN AZAS PAJAK


Beberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut
pajak darı rakyatnya antara lain :
1. Teori Asuransi
Teori ini menyatakan bahwa negara bertugas untuk melindungi
orang dan segala kepentingannya, meliputi keselamatan dan
keamanan jiwa juga harta bendanya. Seperti halnya dalam
perjanjian asuransi (pertanggungan), untuk melindungi orang
dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi. Dalam
hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang dianggap
sebagai premi tersebut yang sewaktu-waktu harus dibayar oleh
masing-masing individu. Meskipun teori ini hanya sekadar
9
untuk memberi dasar hukum kepada pemungut pajak, beberapa
pakar menentangnya. Mereka berpendapat bahwa perbandingan
antara pajak dan perusahaan asuransi tidaklah tepat karena: 1)
dalam hal timbul kerugian, tidak ada penggantian secara
langsung dari negara dan 2) antara pembayaran jumlah pajak
dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah terdapat
hubungan langsung.
2. Teori Kepentingan
Teori ini awalnya hanya memerhatikan pembagian beban pajak
yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban
ini harus didasarkan atas kepentingan masing-masing orang
dalam tugas tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa
orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya jika biaya biaya yang dikeluarkan oleh negara
dibebankan kepada mereka.

3. Teori Gaya Pikul


Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak
terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada
warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.
Untuk kepentingan tersebut, diperlukan biaya biaya yang harus
dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu
yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas
keadilan, bahwasannya pajak haruslah sama beratnya untuk
setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang.
Gaya pikul seseorang dapat diukur berdasar besarnya
penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran
atau pembelanjaan seseorang. Dalam pajak penghasilan untuk

10
Wajib Pajak orang pribadi, gaya pikul untuk pengeluaran atau
pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah penghasilan tertentu
yang tidak dikenakan pajak. Sebagai contoh, Tuan Akbar (tidak
kawin) dan Tuan Hakim (kawin, anak 2-K/2) mempunyai
penghasilan yang sama. Beban pajak untuk Tuan Akbar lebih
besar daripada Tuan Hakim karena gaya pikul
(pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Akbar lebih kecil dibanding
Tuan Hakim.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan
warganya, teori ini mendasarkan pada paham Organische
Staatsleer Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu
negara, timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-
orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan
tidak akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan (yang
menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lain.

5. Teori Asas Gaya Beli


Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak, melainkan hanya melihat pada efeknya dan memandang
efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini,
fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa yaitu
mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat
untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya
kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup
masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini
mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat
inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan
pajak.

11
2.4 JENIS PAJAK
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan
menurut lembaga pemungutnya.
1. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua :
a. Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus
menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh :
Pajak Penghasilan (PPh) PPh dibayar atau ditanggung oleh
pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

b. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat


dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak
ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu
kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan
terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau
jasa
Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN terjadi karena terdapat
pertambahan nilai terhadap barang atau jasa Pajak ini dibayarkan
oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi dapat
dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun
implisit (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa).

Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung


atau pajak tidak langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara

12
melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan
perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas :
1. penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara formal
yuridis diharuskan melunasi pajak.
2. penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya
memikul terlebih dahulu beban pajaknya.
3. pemikul pajak, adalah orang yang menurut undang-undang
harus dibebanı pajak.
Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang, pajaknya
disebut Pajak Langsung, sedangkan jika ketiga unsur tersebut
terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang, pajaknya
disebut Pajak Tidak Langsung.

2. Menurut Sifat
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang
memerhatikan keadaan subjeknya.
Contoh :
Pajak Penghasilan (PPh) Dalam PPh terdapat Subjek Pajak
(Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang
pribadi tersebut memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak
(status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan
lainnya). Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya
digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak
kena pajak.
13
b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi
Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh :
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).

3. Menurut Lembaga Pemungut


Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara pada umumnya.
Contoh :
PPh, PPN, dan PPnBM.
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik daerah tingkat I (pajak provinsı) maupun daerah tingkat
II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah masing-masing.
Contoh :
ajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Air
Permukaan, Pajak Rokok. Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak
Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.

14
2.6 TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Pemungutan Pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
1. Stelsel Nyata ( Riel Stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada objek ( penghasilan yang
nyata ), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya
diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan:
a. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan
lebih realistis.
b. Sedangkan Kekurangannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill
nyata diketahui).
2. Stelsel Anggaran (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang, Misalnya penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal
tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang
terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun, Sedangkan kelemahannya adalah
pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan
stelsel anggaran. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggaran, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.

15
2.7 Timbul Dan Berakhirnya Hutang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan
pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official
assessment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang ,
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan.
Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal
berikut :
a. Pembayaran Pajak
b. Kompensasi
c. Daluwarsa
d. Pembebasan dan Penghapusan .

2.7 TARIF PAJAK


Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif Sebanding /Proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap terhadap berapa pun jumlah
yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak
Contoh :

No. Dasar Penggunaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak


1. Rp. 1000 10 % Rp.100
2. Rp. 20000 10% Rp.2000
3. Rp. 500.000 10% Rp.50.000

16
4. Rp. 90.000.000 10% Rp. 9000.00.

2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap ( sama) terhadap berapa pun
jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang
terutang tetap.
Contoh:
Besarnya tariff Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan
nilai nominal berapa pun adalah Rp. 3000,00

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak


1. Rp. 1000.000 Rp. 3000
2. Rp. 2000.000 Rp. 3000
3. Rp. 5.750.000 Rp. 3000
4. Rp. 50.000.000 Rp. 3000

3. Tarif Progresif
Persentase tariff yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh: Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk
wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%
Diatas Rp 500.000.000,00 30%

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tariff progresif dibagi menjadi


a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.

4. Tarif Degresif

17
Tarif berupa persentase tertenu yang makin menurun dengan
makin meningkatnya dasar pengenaan pajak
Contoh :

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak


1. Rp 50.000.000 30%
2. Rp. 100.000.000 20%
3. Rp. 200.000.000 10%

J. KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK


Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 yaitu :
1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak,
apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani.

18
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada
adanya surat ketetapan pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
8. a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak

c. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang


yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan, dan/atau
d. memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila
diperiksa.

Hak-Hak Wajib Pajak


Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
adalah
1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan
Masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu.

19
3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan
cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara
lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
4. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil.
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas
Surat Keputusan Keberatan.
8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Dan Nomor Pengukuhan


Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

 Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban
dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrası perpajakan.
Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat
langsung lainnya, seperti sebagai pembayaran pajak di muka
(angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib
Pajak bertolak ke Luar Negeri, sebagai persyaratan ketika melakukan
pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan sebagai salah satu
syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank. Terhadap Wajib Pajak
20
yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan

 Fungsi NPWP
a. Sebagai tanda pengenal diri /Identitas wajib pajak.
b. Untuk mrnjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan.
 Fungsi NPPKP
a.

21

Anda mungkin juga menyukai