Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KASUS PAJAK

“TAK BAYAR PAJAK HINGGA 1,6 MILYAR, PENGUSAHA


SEPATU DI BEKASI DIJEBLOSKAN KE PENJARA”

Disusun guna memenuhi Tugas ke 2 Hukum Pajak

Dosen Pengampu : Ibu Henny Juliani, S.H, M.H.

oleh:
Muhammad Rizqi Nurhapriliyanto
NIM. 11000122140656

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Henny Juliani sebagai dosen
pengampu mata kuliah Hukum Pajak yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Semarang, 06 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... iii
A. Latar Belakang ............................................................................................ iii
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... iv
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... iv
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................1
A. Dasar-Dasar Hukum Perpajakan ...................................................................1
B. Sistematika Hukum Pajak .............................................................................2
C. Sanksi Pajak ..................................................................................................2
D. Dasar Hukum yang Mengatur Perpajakan di Indonesia ................................4
BAB III PEMBAHASAN KASUS ..........................................................................6
A. Kronologi Kasus ...........................................................................................5
B. Sengketa Pajak ..............................................................................................6
C. Jenis Pelanggaran Hukum pada Kasus ..........................................................6
D. Penyelesaian Sengketa Pajak ........................................................................7
BAB IV PENUTUP .................................................................................................9
A. Kesimpulan ...................................................................................................9
B. Saran ..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah iuran yang wajib dibayarkan oleh rakyat kepada negara

dan masuk ke dalam kas negara. Negara atau pemerintah bertugas

melaksanakan undang-undang serta pelaksanaannya bersifat memaksa

tanpa adanya balas jasa. Dalam struktur keuangan negara, tugas dan fungsi

pajak ditugaskan oleh Direktorat Jendral (Dirjen) Pajak di bawah

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dari tahun ke tahun, telah

banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan

pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut dapat

dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan

perundang-undangan baru di bidang perpajakan. 1

Pada umumnya di negara berkembang, penerimaan pajaknya yang

terbesar berasal dari pajak tidak langsung. Hal ini disebabkan negara

berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah presentasenya.

Namun dalam hal ini masih banyak saja banyak terjadi pengusaha yang

menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan

penyelewangan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa disebut

dengan pelanggaran Undang-Undang dan resikonya dapat merugikan

negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak, yang

1
Mardiasmo (2016:3)

iii
masih bisa lolos dari jerat hukum dan megambang kasusnya dikarenakan

apparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam

menaklukkan keadilan2. Dalam hal ini, penulis akan membahas mengenai

kasus seorang pengusaha sepatu yang tidak tertib dalam pembayaran pajak

di Kota Bekasi hingga dijebloskan ke penjara.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu pajak dan hukum pajak?

2. Apa saja dasar hukum yang mengatur perpajakan di Indonesia?

3. Bagaimana kronologi kasus tidak tertib bayar pajak oleh pengusaha

sepatu hingga dijebloskan ke penjara?

4. Jenis hukum apakah atas kasus yang dilakukan oleh pengusaha sepatu?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu pajak dan hukum pajak

2. Untuk mengatahui apa saja dasar hukum yang mengatur perpajakan di

Indonesia

3. Untuk mengetahui bagaimana kronologi terjadinya pengusaha sepatu

tidak tertib bayar pajak

4. Untuk mengetahui jenis hukum pelanggaran oleh pengusaha sepatu

yang tidak tertib bayar pajak

2
Jimmy Gurung, “Makalah Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT”, academia.edu,
https://www.academia.edu/30982149/Makalah_Kasus_Penggelapan_Pajak_Oleh_PT

iv
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Dasar-Dasar Hukum Perpajakan

Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada negara

yang masuk dalam kas negara yang melaksanakan pada undang-undang

serta pelaksanannya dapat dipaksakan tanpa adanya balas jasa. Iuran

tersebut digunakan oleh negara untuk melakukan pembayaran atas

kepentingan umum. Unsur ini memberikan pemahaman bahwa Masyarakat

dituntut untuk membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran

sebagai warga negara yang baik. penerimaan pajak adalah sumber

penerimaan yang dapat diperoleh secara terus menerus dan dapat

dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah serta kondisi

Masyarakat. 3

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbul

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.4

Hal ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang

dapat memberikan daya pemaksa bagi para wajib pajak yang tidak taat

hukum. Salah satu mekanisme tersebut adalah gijzeling atau lembaga paksa

3
Mardiasmo (2016:3)
4
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. (2013). Perpajakan Edisi Revisi 2013

1
badan. Keberadaan lembaga ini masih kontroversial. Beberapa kalangan

beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal

yang berlebihan. Di lain pihak, muncul pula pendapat bahwa lembaga ini

diperlukan untuk memberikan efek jera yang potensial dalam menghadapi

wajib pajak yang nakal.

Saat ini, penyelesaian permasalahan sengketa dibidang perpajakan

telah memiliki sarana dengan adanya Pengadilan Pajak. Sebelum

Pengadilan Pajak berdiri, media yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah sengketa pajak adalah Majelis Pertimbangan Pajak yang kemudian

berkembang menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

Hadirnya pengadilan pajak menimbulkan kerancuan mengingat obyek

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

B. Sistematika Hukum Pajak

Menurut Santoso Brotodiharjo, hukum pajak atau juga yang dikenal

sebagai hukum fiskal merupakan aturan-aturan yang meliputi wewenang

atau hak pemerintah dalam mengambil kekayaan seseorang dan

memberikannya kembali ke Masyarakat melalui kas negara. Dalam hal ini,

hukum pajak merupakan hukum publik yang mengatur hubungan orang

pribadi atau badan hukum yang memiliki kewajiban untuk menunaikan

pajak (wajib pajak) dengan negara.

2
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitri, SH, hukum pajak adalah

kumpulan peraturan yang mengatur hubungan rakyat selaku pembayar

pajak dengan pemerintah selaku pemungut pajak.

Hukum pajak secara sistematis dibedakan antara Hukum Pajak

Materiil (Material Tax Law) dan Hukum Pajak Formal (Formal Tax Law):

a. Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat

ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang dikenakan pajak,

dan siapa-siapa yang dikecualikan dari pengenaan pajak, apa

saja yang dikenakan pajak, dan berapa yang harus dibayar.

Hukum Pajak Material membuat norma-norma yang

menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan, dan

peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-

siapa yang harus dikenakan pajak ini, berapa besar pajaknya,

dengan kata lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan

hapusnya hutang pajak dan pola hubungan hukum antara

pemerintah dan wajib pajak.

b. Hukum Pajak Formal adalah hukum pajak yang memuat

ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak

materiil menjadi kenyataan. Secara mudah dapat dirumuskan

bahwa hukum pajak materiil berisi ketentuan-ketentuan tentang

apa, siapa, berapa, dan bagaimana. Dengan demikian, hukum

pajak formal merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur

bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil menjadi

3
kenyataan. Yang termasuk dalam hukum pajak formal adalah

peraturan peraturan mengenai cara-cara untuk menjelmakan

hukum material tersebut diatas menjadi suatu kenyataan. Bagian

hukum ini memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai

penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah terhadap

penyelenggaranya, kewajiban para wajib pajak, (sebelum dan

sesudah menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak

ketiga, dan prosedur dalam pemungutannya

C. Sanksi Pajak

Sanksi administrasi menurut UU KUP dibagi atas 3 macam yaitu berupa

denda, bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi berupa denda dikenakan

terhadap pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik. Dalam hal ini,

sanksi administrasi dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang akibat pelanggarannya pada

umumnya tidak merugikan negara. Sanksi administrasi berupa bunga

sebesar 2% sebulan dikenakan terhadap wajik pajak yang membetulkan

SPT, dikenakan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), tidak

melunasi utang pajak pada saat jatuh tempo, terlambat membayar SKPKB

dan SKPKBT, emngangsur atau menunda pembayaran pajak serta menunda

penyampaian SPT. Sedangkan sanksi administrasi berupa kenaikan

(kenaikan pajak atau tambahan pajak) dikenakan terhadap pelanggaran

ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang akibat pelanggaran itu

negara dirugikan. Menurut Undang-Undang KUP tahun 2000, kenaikan

4
adalah sanksi administrasi yang menaikkan jumlah pajak yang harus dibayar

wajib pajak dengan presentase antara 50-100% dari jumlah pajak yang

tidak/kurang dibayar. 5

D. Dasar Hukum yang Mengatur Perpajakan di Indonesia

Berikut ini merupakan beberapa landasan hukum atau dasar hukum

yang mengatur perpajakan di Indonesia:

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

yang diatur dalam UU No. 6/1983 dan diperbarui oleh UU No.

16/2000

2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU

No. 7/1983 dan diperbarui oleh UU No. 17/2000

3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

yang diatur oleh UU No. 8/1983 diganti menjadi UU No.

18/2000

4. Undang-Undang Penagihan Pajak dan Surat Paksa yang diatur

dalam UU No. 19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000

5. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU No.

14/20026

5
Sentot E Baskoro, “Kasus Penggelapan Pajak PT. Ancora Mining Services Sebagai Sengketa Pajak”,
academiaedu,
https://www.academia.edu/23546586/KASUS_PENGGELAPAN_PAJAK_PT_ANCORA_MINING_SER
VICES_SEBAGAI_SENGKETA_PAJAK
6
Online Pajak, “Perpajakan di Indonesia: Sejarah, Sistem, dan Dasar Hukumnya”, online-
pajak.com, 15 Agustus 2018, https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/perpajakan-di-
indonesia-sejarah-sistem-dan-dasar-hukumnya

5
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Kronologi Kasus

Seorang pengusaha pembuatan sepatu di Bekasi, RY (52 tahun)

dijebloskan Kejaksaan Negeri ke Lembaga Permasyarakatan Bulak Kapal,

Bekasi Timur pada, Rabu (16/12) dengan dugaan menyebabkan kerugian

negara sebesar 1,6 Miliar.

Awal mulanya, tersangka tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) dan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan (SPT PPh) ke instansi terkait. Hal ini dipaparkan oleh Edison,

selaku Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat

Direktorat Jendral Pajak Wilayah Jawa Barat III di Kejaksaan Negeri

Bekasi, Rabu (16/12).

Edison juga menjelaskan bahwa dalam perkara pajak apabila

ditemukan indikasi pelanggaran terhadap pajak, maka petugas terlebih

dahulu akan melakukan sebuah Upaya himbauan untuk membayar pajak.

Pada 2009 saat penyidikan dimulai, tersangka masih diberikan

kesempatan untuk membayar pajak sebelum kasus ini dilimpahkan ke

pengadilan. Penyidik telah melayangkan surat himbauan mengenai

kewajiban membayar PPN dan juga membuat SPT PPh terhadap 25

karyawan pengusaha sepatu ini.

Setelah mendapatkan surat himbaukan tersebut dan tersangka masih

belum juga membayarkan kewajibannya, akhirnya penyidik menjerat

6
tersangka dengan pasal 44 B KUP yang berisi tersangka diwajibkan

membayar denda pajak sebesar 400 persen (4 kali lipat) kepada negara.

Bahkan hingga beberapa bulan tersangka terjerat pasal ini, RY tetap tidak

membayarkan kewajibannya. Akhirnya, penyidik menyerahkan RY ini ke

Kejari Bekasi untuk dilakukan proses hukum.

Nengah Karta selaku penyidik Dirjen Pajak Jawa Barat III

mengungkapkan, bahwa kasus ini terungkap pada saat petugas

mendapatkan informasi dari rekan bisnis tersangka (RY) bahwa Perusahaan

sepatu tersebut tidak membayarkan kewajibannya.

Dari laporan tersebut, kemudian penyidik mendatangi perusahan sepatu

milik RY yang berada di Harapan Indah, Kecamatan Medan Satria, Bekasi

pada 2009 silam. Dari hasil pemeriksaan oleh penyidik, terungkap bahwa

pengusaha sepatu tersebut (RY) tidak membayarkan kewajibannya sejak

dari 2006 lalu.

Sementara dari tahun 2007 hingga 2015, penyidik belum

mengetahui apakah pihak yang bersangkutan (RY) ini sudah mulai

melaksanakan kewajibannya atau tidak.

B. Sengketa Pajak

Berbekal petugas yang mendapatkan infromasi dari rekan bisnis

(RY) yang merupakan tersangka bahwa pengusaha sepatu asal Bekasi

tersebut tak membayarkan kewajibannya, kasus ini terungkap di Dirjen

Pajak Jawa Barat dan pelaku terjerat pasal UU No. 6/1983 sebagaimana

7
diubah menjadi UU N0. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

C. Jenis Pelanggaran Hukum pada Kasus

Jenis hukum dari kasus ini adalah hukum pidana perpajakan. Sedangkan

hukum pidana sendiri merupakan hukum yang mengatur perbuatan-

perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya

hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur

perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Perbuatan yang

dilarang dalam hukum pidana adalah:

1. Pembunuhan

2. Pencurian

3. Penipuan

4. Perampokan

5. Penganiayaan

6. Pemerkosaan

7. Korupsi7

Sesuai dengan kasus yang telah dipaparkan di atas, menurut Edison

selaku Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat

Direktorat Jendral Pajak Wilayah Jawa Barat III di Kejaksaan Negeri

Bekasi, perbuatan tersangka (RY) melanggar UU No. 16 tahun 1983

7
Fhunikama, “Pengertian Hukum Pidana”, fh.unikama.ac.id, 24 Mei 2017,
https://fh.unikama.ac.id/id/2017/05/24/pengertian-hukum-pidana/

8
sebagaimana yang telah diganti menjadi UU No. 16 Tahun 2000, tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam peraturan UU tersebut

sudah disebutkan bahwa, Perusahaan yang memiliki omset di atas Rp. 600

juta per tahunnya, diwajibkan membuat SPT PPh dan juga memungut PPN.
8

D. Penyelesaian Sengketa Pajak

Berdasarkan UU No. 17 tahun 1997 dibentuklah Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak (BPSP) yang arah dan tujuan pembentukannya adalah

sebagai pemeriksa dan pemutus sengketa pajak berupa:

1. Banding terhadap pelaksanaan keputusan pejabat yang berwenang;

2. Gugatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan

perpajakan di bidang penagihan

3. Keputusan BPSP bersifat final dan mempunyai kekuasaan eksekutorial

dan berkedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4. Pengajuan banding atau gugatan ke BPSP merupakan Upaya hukum

terakhir bagi pembayar pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke

peradilan umum atau Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

8
Ichsan Emerald Alamsyah, “Tak Bayar Pajak, Pengusaha Sepatu Dijebloskan ke Penjara”,
Republika, 16 Desember 2015, https://news.republika.co.id/berita/nzg66r349/tak-bayar-pajak-
pengusaha-sepatu-dijebloskan-ke-penjara

9
Dalam undang-undang tersebut juga ditentukan bahwa untuk mendapatkan

keadilan pengenaan pajak, wajib pajak dapat menempuh jalur-jalur melalui

BPSP, PTUN, maupun peradilan umum.

Ditentukan pula keberadaan BPSP sebagai badan peradilan pajak hanya

untuk menyelesaikan sengketa administratif, yaitu dari segi perhitungan dan

akuntansi, bukan mengenai pidana pajak.

Walapun tidak bertentangan dengan UU No. 14 tahun 1970, BPSP pada

kenyataannya belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di

Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengadilan pajak

yang sesuai dengan sitem kekuasan kehakiman yang berlaku di Indonesia

sekaligus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam

penyelesaian sengketa pajak.

Atas pertimbangan tersebut pemerintah mengesahkan UU No. 14 Tahun

2002 tentang Pengadilan Pajak, definisi pengadilan dalam pasal 2 yaitu

“Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan

kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan

terhadap sengketa pajak”.9

9
Sentot E Baskoro, “Kasus Penggelapan Pajak PT. Ancora Mining Services Sebagai Sengketa Pajak”,
academiaedu,

10
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang pengusaha pembuatan sepatu di Bekasi, RY (52 tahun)

dijebloskan Kejaksaan Negeri ke Lembaga Permasyarakatan Bulak Kapal,

Bekasi Timur pada, Rabu (16/12) dengan dugaan menyebabkan kerugian

negara sebesar 1,6 Miliar atas perbuatan yang dilakukannya yaitu tidak

membayarkan pajak atas perusahaan sepatu miliknya. Awalnya sudah

diberikan kesempatan untuk membayar, akan tetapi hingga 2 tahun lamanya

tersangka masih saja tidak melaksanakan kewajibannya, akhirnya kasus ini

dilimpahkan ke pengadilan. Dengan demikian, tersangka dinyatakan

melakukan tindak pidana hukum yang terjerat pada UU No. 16 Tahun 2000,

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

B. Saran

Untuk pemerintah disarankan agar lebih tegas dan serius dalam

menangani tak tertibnya bayar pajak yang dilakukan oleh Masyarakat

karena kejahatan ini tidak bisa diabaikan dan sangat merugikan negara.

Untuk Masyarakat, tentunya kita harus sangat menyadari akan

kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara yang baik salah satunya

yaitu melakukan kewajiban kita dalam pembayaran pajak secara teratur agar

mengurangi beban dan kerugian negara.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, I. E. (2015, desember 16). Retrieved from Republika:


https://news.republika.co.id/berita/nzg66r349/tak-bayar-pajak-pengusaha-
sepatu-dijebloskan-ke-penjara

fhunikama. (2017, Mei 24). Retrieved from fh.unikama.ac.id:


https://fh.unikama.ac.id/id/2017/05/24/pengertian-hukum-pidana/

Gurung, J. (n.d.). Retrieved from Academiaedu:


https://www.academia.edu/30982149/Makalah_Kasus_Penggelapan_Pajak_Ole
h_PT

Mardiasmo. (2013). Mardiasmo (2013:1).

Pajak, O. (2018, agustus 15). Retrieved from online-pajak: https://www.online-


pajak.com/tentang-pajak/perpajakan-di-indonesia-sejarah-sistem-dan-dasar-
hukumnya

Soemitro, P. D. (2013). Perpajakan Edisi Revisi 13.

Subroto, S. E. (2013). Retrieved from academiaedu:


https://www.academia.edu/23546586/KASUS_PENGGELAPAN_PAJAK_PT_ANCO
RA_MINING_SERVICES_SEBAGAI_SENGKETA_PAJAK

12

Anda mungkin juga menyukai