SENGKETA PAJAK
Disusun Oleh :
MUJAHIDIN (734220008)
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, Prinsip-Prinsip Peradilan Pajak
Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak dapat diselesaikan dengan baik. Penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga
makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka
maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada
kedua orang tua yang telah memberikan banyak kontribusi, dosen pembimbing, Dr.
Kriswanto, SH., SE., MH., MM., MAP. dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu penulis dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia,
melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan
saran yang membangun bagi perbaikan makalah selanjutnya.
Demikian makalah ini dibuat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1.Latar Belakang ........................................................................................1
1.2.Permasalahan ..........................................................................................5
1.3.Tujuan Penulisan.....................................................................................5
BAB II Pembahasan
2.1. pengertian pajak ......................................................................................... 6
Peradilan Pajak.......................................................................................14
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pajak telah dikenakan kepada masyarakat sejak masa kerajaan. Pada saat
itu masyarakat memberikan upeti kepada raja sebagai persembahan. Masuk di
zaman kolonial, badan otonomi Belanda yaitu VOC memungut pajak
diantaranya Pajak Rumah, Pajak Usaha dan Pajak Kepala kepada pedagang
Tionghoa dan pedagang asing lainnya. Kemudian pada masa Gubernur
Jenderal Daendels juga ada pemungutan pajak yaitu memungut pajak dari pintu
gerbang (baik orang dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar
(bazarregten), termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah.2
1
Mukhamad Wisnu Nagoro, ‘Menengok Sejarah Perpajakan Di Indonesia: Bagian Pertama’
(Direktorat Jenderal Pajak)
2
Ibid
1
jasmani dan rohani akibat terpenuhi kebutuhannya. Dengan arti lain,
kemakmuran yang diharapkan dari hasil pengumpulan pajak adalah keadaan
penduduk yang sejahtera, serba kecukupan dan tidak kekurangan.3
Hal tersebut mengandung makna bahwa sistem pajak yang efektif mampu
menggerakkan roda pembangunan untuk dapat keluar dari ketergantungan
terhadap bantuan luar dan sumber daya alam.5 Oleh karena itu, sektor pajak
memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Namun,
tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan pajak karena
banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu
tantangan tersendiri.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh oreng
pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana terdapat pada pasal
1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perpajakan
menjadi undang-undang (yang selanjutnya disebut dengan UU KUP), maka
3
Andi Zulfikar, ‘Pajak Untuk Kesejahteraan, Potret Sumpah Pemuda’ (Direktorat Jenderal Pajak)
4
Tim Edukasi Perpajakan, Materi Terbuka Kesadaran Pajak Untuk Perguruan Tinggi (Direktorat
Jenderal Pajak 2016).[69].
2
masyarakat ikut serta dalam pembangunan maupun perekonomian di Indonesia,
sehingga dapat menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab.
Dalam hal ini pemungutan pajak juga terkadang mengalami kendala, ketika
wajib pajak menghindar atau melakukan pembayaran pajak akan tetapi tidak sesuai
dengan yang ditentukan oleh undang-undang, yang dapat berakibat timbulnya
sengketa pajak antara wajib pajak dan pemungut pajak. Sebagai contoh pada tahun
5
Deddy Sutrisno, Hakikat Sengketa Pajak: Karakteristik Pengadilan Pajak; Fungsi Pengadilan Pajak
(Kencana 2016).[10].
6
NN, ‘Sistem Perpajakan’ (Direktorat Jenderal Pajak)
3
2017 Kantor Wilayah (Kanwil) I Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan resmi
menyerahkan tersangka dan berkas penanggung pajak bernama DHR (50 tahun)
yang merupakan Direktur Utama PT TP atas kerugian negara yang mencapai 6,3
miliar rupiah ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta karena telah
melakukan tindak pidana dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan. Namun menyampaikan SPT Tahunan dengan keterangan yang tidak
benar untuk perioder Juni 2007 sampai Desember 2008. Tak hanya itu, Kanwil I
juga telah memberikan Surat Pemberitahuan (SP) atas tunggakan pajak yang harus
diselesaikan namun tidak dihiraukan.7
Salah satu ciri khas negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman
(judicial power) yang merdeka.10 Karena itu mengkaji kekuasaan kehakiman di
Indonesia pertama-tama harus didekati dari landasan Konstitusional. Pendekatan
Konstitusional tersebut bertumpu pada ketentuan pasal 24 ayat 2 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum,lingkungan peradilan agama, lingkungan pengadilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
7
Yulianna Fauzi, ‘Tunggak Pajak Rp 6,3 Miliar, Pengusaha Dijebloskan Ke Penjara’
4
Sama halnya yang dijelaskan di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (yang selanjutnya disebut dengan UU
Kekuasaan Kehakiman), Pasal 25 menyatakan bahwa “Peradilan di bawah
Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
Peradilan Agama,Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Nagara,”, di sisi lain
kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
Tentang Pengadilan Pajak, Pasal 2 dijelaskan bahwa “Pengadilan pajak adalah
badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau
penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak dengan Undang-
Undang Kekuasaan Kehakiman.
1.2. Permasalahan
Bagaiamana cara mengetahui prinsip-prinsip tentetang hukum pajak khusus
nya di indonesia?
1.3.Tujuan Penulisan
Agar mengetahui mengetahui prinsip-prinsip tentetang hukum pajak khusus
nya di indonesia
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN PAJAK
Pajak (Inggris, Tax) adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara dengan
tidak menerima imbalan jasa secara langsung berdasarkan undang-undang, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum. Oleh karena itu, pajak merupakan
salah satu sumber penerimaan negara sehingga pemungutannya dapat dipaksakan,
baik secara perseorangan maupun dalam bentuk badan usaha. Adapun yang
dimaksud dengan tidak menerima imbalan jasa secara langsung adalah imbalan
khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran iuran tersebut. Imbalan jasa
dari negara antara lain menggunakan jalan-jalan, perlindungan dari pihak
keamanan, pembangunan jembatan yang tidak ada hubungannya langsung dengan
pembayaran itu.8 Ada pun beberapa defenisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya:
8
Mardiasmo, Perpajakan, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011), hlm. 1
9
Milka Magrita Pangkey dkk, Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Sebelum Dan
Sesudah Pelaksanaan Tax Amnesty Di Kpp Pratama Manado, (Manado: Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Jurusan Akuntansi, Universitas Sam Ratulangi, Jurnal Riset Akuntansi Going Concern Vol
12(2), 2017)
10
Priska Febriani Sahilatua, Naniek Noviari, Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21
Sebagai Strategi Penghematan Pembayaran Pajak, (Bali: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana, EJurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.1, 2013), di unduh tanggal 28/06/2018, jam
14.36 WIB, hlm. 235
6
C. Defenisi pajak menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak adalah:
1) Iuran kepada rakyat kepada negara
2) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan
yang sifatnya dapat dipaksakan
3) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah
4) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintaah pusat maupun pemerintah
daerah
5) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai Public Investment.
7
ekonomi, maupun politik sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
Dalam fungsinya yang mengatur, pajak merupakan suatu alat untuk
mencapai tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan
3. Fungsi Distribusi Pajak yang dibayar masyarakat sebagai penerimaan
Negara, pemanfaatannya tidak hanya dinikmati oleh masyarakat
diwilayah sekitarnya atau oleh kelompoknya, melainkan oleh seluruh
masyarakat tanpa terkecuali. Fungsi distribusi dibagi menjadi dua:
a. Bedasarkan Sektor Dijalankan oleh instansi pemerintahan sesuai
dengan tugas pokoknya. Misalnya, pendidikan, kesehatan,
infrasuktrur, dll.
b. Berdasarkan Wilayah Dilakukan melalui pembagian anggaran
belanja untuk masing-masing daerah.
4. Fungsi Demokrasi Sesuai dengan pengertian dan ciri khasnya, pajak
ternyata merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi
dalam suatu Negara. Pajak berasal dari masyarakat yaitu dibayar
masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pajak
juga dibuat oleh rakyat melalui wakilnya di Parlemen (DPR) dalam
bentuk Undang-Undang Perpajakan.11
11
Ziski Azis dkk, Pepajakan Teori dan Kasus, (Medan: CV Madenatera, 2016), hlm. 2-3
8
Pembagian hukum pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pajak material
dan hukum pajak formil.
1) Hukum Pajak Material
Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan
keadaankeadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang
harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak ini, berapa
besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak material mengatur segala
sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya hutang pajak dan pola
hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Hukum pajak
material di atur dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
A) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah
beberapa kali di ubah terakhir dengan UU No 36 Tahun 2008
B) UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Nilai dan Pajak
Penjualan Barang Mewah, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
C) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Beamaterai
2) Hukum Pajak Formil
Hukum pajak formil adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk
menjalankan hukum material tersebut di atas menjadi suatu kenyataan.
Bagian hukum ini memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan
suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintahan terhadap penyelenggaranya,
kewajiban para Wajib Pajak (sebelum dan sesudah menerima surat
ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam
pemungutannya. Maksud hukum formil adalah untuk melindungi, baik
fiskus maupun Wajib Pajak. Jadi untuk memberi jaminan bahwa hukum
materialnya akan dapat diselenggarakan setepat-tepatnya. Undang-undang
pajak yang termasuk hukum formil ialah sebagai berikut:
a) UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan
Pengganti UU No. 5 Tahubn 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU
No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
9
b) UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19
Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak.12
12
Ziski Azis dkk, Pepajakan Teori dan Kasus, (Medan: CV Madenatera, 2016), hlm. 4-8
10
jumlah yang harus dibayar. Contoh: Pajak Penghasilan dan Pajak
Kekayaan.
B) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pemungutannya berdasarkan atas
objeknya. Contoh: Pajak Kekayaan, Bea Masuk, Bea Meterai, Pajak
Impor, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan, dan
sebagainya
3) Pajak Menurut Pemungutannya
A) Pajak Negara (Pusat)
Pajak Negara adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat
melalui aparatnya, yaitu Dirjen Pajak, Kantor Inspeksi Pajak yang
tersebar di seluruh Indonesia, maupun Dirjen Bea dan Cukai. Contoh:
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan, dan Bea Meterai
B) Pajak Daerah (Lokal)
Pajak Daerah (lokal) adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan terbatas pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dilakukan
oleh Pemda Tingkat I maupun Pemda Tingkat II. Contoh: Pajak Radio,
Pajak Televisi, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak
Sarang Burung Walet.13
13
Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2011), hal. 3-8
11
e) Bea Materai
f) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
g) Cukai dan
h) Bea Masuk
2) Pajak yang dipakai oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
a) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PKB) dan Kendaraan di
Atas Air
b) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
c) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di
Atas Air, dan
d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan
3) Pajak yang dipajaki oleh Pemerintah Daerah Tingkat II
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Reklame
d) Pajak Hiburan
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan
g) Pajak Parkir
h) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
i) Pajak Kendaraan Bermotor
2.6. . SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA
Guna meningkatkan penagihan pajak, maka pemerintah melakukan
pembaruan dalam bidang perpajakan (Tax Reform) yang dilakukan sejak 1
Januari 1984, hal ini dikarenakan situasi perpajakan nasional pada saat
reformasi perpajakan ditandai oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Sangat lemahnya peraturan perundang-undangan, sebagai akibat
warisan zaman kolonial. Peraturan perpajakan sebelumnya tidak
memperhatikan asas serta aspek pemerataan, keadilan, kepastian
hukum, dan pertumbuhan ekonomi.
12
2. Citra pajak dan aparatnya kurang baik
3. Sikap masyarakat apatis dan berprasangka jelek
4. Jumlah wajib pajak selama 38 tahun Indonesia merdeka hanya 435.517
5. Pemerintah pajak pada 1983/1984 sebesar Rp. 2,9 Triliun
Sebelum reformasi perpajakan berlaku di Indonesia, sistem pemungutan
pajaknya hanya bertumpu kepada Official Assessment System juga Self
Assessment System. Namun tetap berlaku juga With Holding System, yaitu sistem
pemungutan pajak diberikan kewenangannya kepada pihak ketiga (bukan Wajib
Pajak dan bukan juga fiskus). Sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia
saat ini dilandasi oleh sistem pemungutan di mana Wajib Pajak boleh menghitung
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Sistem ini dikenal
dengan sistem Self Assessment System.
14
Waluyo, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Selemba Empat, 2011), hal. 1-2
13
2.7. Prinsip yang Mendasari dalam Penyelesaian Sengketa dalam
Peradilan Pajak
Pengertian sengketa pajak menurut Undang – Undang Nomor 14 Tahun
2002 Tentang Pengadilan Pajak, dijelaskan bahwa Pasal 1 angka 5 adalah
“sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau
penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat di keluarkan
nya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan
pajak berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan, termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang – undang penagihan
pajak dengan surat paksa. Timbulnya sengketa pajak berintrik pada dua (2) hal
yang sangat principal yaitu:15
1. Tidak melakukan perbuatan hukum yang sebagaimana telah di perintahkan
oleh kaidah hukum pajak;
2. Melakukan perbuatan hukum, tetapi tidak sesuai dengan kaidah hukum.
Proses penyelesaian sengketa perpajakan (dispute settlement) dapat
dilakukan
melalui berbagai cara. Menurut Thuronyi, sengketa pajak dapat diselesaikan
dengan cara: 16
a. Compromises, yaitu fiskus diberikan diskresi untuk menyelesaikan
permasalahan dengan Wajib Pajak, misalnya Fiskus diberikan kewenangan
untuk mengurangi sanksi administrasi;
b. Disputes Within the Taxation Authority, yaitu proses penyelesaian masih
dilakukan oleh fiskus, dimana pertama kali dilakukan oleh pihak yang
mengeluarkan ketetapan, dan apabila selanjutnya pihak WP masih tidak
dapat menerima, maka WP dapat mengajukan keberatan kepada pihak yang
merupakan divisi yang berbeda dari pihak yang mengeluarkan ketetapan;
dan
15
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Raja Grafindo Persada 2013).[30]
16
Hertanto Wijaya, Asas Keadilan Penyelesaian Sengketa Pajak Badan Usaha Terhadap Dirjen
Pajak Berdasarkan Hukum Pajak Indonesia (Repository Universitas Pasundan 2016). [19].
14
c. Tax Adjudications, yaitu proses penyelesaian yang dilakukan di pengadilan
pajak yaitu pihak yang independen dan terpisah fiskus.
Sengketa pajak merupakan sengketa hukum public, karena sengketa pajak
berkaitan dengan penggunaan wewenang negara dalam hal memungut pajak,
dengan demikian hukum materiel yang di terapkan adalah hukum publik,
dalam hal ini hukum pajak yang pada dasarnya berkarakteristik hukum
administrasi.13 Sehingga yang melandasi hukum acara peradilan administrasi
yang termasuk di dalam nya hukum acara Pengadilan Pajak sebagai hukum
public adalah asas praduga rechmatig (vermoeden van rechmatigheid), asas
pembuktian bebas, asas keaktifan hakim (dominus litis), dan putusan
pengadilan yang memiliki kekuatan mengikat erga omnes.17
17
Sutrisno, (n 6)., Op.Cit.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Peradilan pajak adalah suatu proses penyelesaian semua bentuk sengketa
pajak, baik oleh pejabat administrasi pajak maupun oleh badan peradilan yang
independen. Prinsip yang mendasari dalam penyelesaian sengketa dalam
peradilan pajak adalah prinsip Kekuasaan Kehakiman (dominius litis) karena
dengan adanya prinsip Kekuasaan Kehakiman hakim Pengadilan Pajak
memiliki wewenang dalam memberikan arahan kepada penggugat untuk
melengkapi gugatan yang akan disampaikan secara jelas dalam persidangan.
Sehingga Hakim Pengadilan Pajak diperbolehkan untuk mengadakan
pemeriksaan persiapan sehingga dapat mengetahui pokok permasalahan
KTUN yang disengketakan.
16
DAFTAR PUSTAKA
• Agus Satrija Utara, Modul Pengantsr Hukum Pajak (Kementerian Keuangan Republik
Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Pajak 2011).
• Bohari, Pengantar Hukum Pajak (Rajawali Pers 2008).
• Deddy Sutrisno, Hakikat Sengketa Pajak, Edisi Pertama (Kencana 2016).
• E.C.S Wade dan G. Godfrey Philips, Constitutional Law: An Outline of The Lawa and
Practice of The Constitution, Including Central and Local Government, the Citizen and
the State and Administrative Law (Longmans 1965).
• Erly Suandy, Hukum Pajak, Edisi Kedua (Salemba Empat 2005)
• Galang Asmara, Peradilan Pajak & Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum
Pajak di Indonesia, (LasBang PRESSindo 2006).
• Hertanto Wijaya, Asas Keadilan Penyelesaian Sengketa Pajak Badan Usaha Terhadap
Dirjen Pajak Berdasarkan Hukum Pajak Indonesia (Repository Universitas Pasundan
2016).
• Ibrahim Saifudin dan Pranoto K, Pajak Pertambahan Nilai (Jaya Persada 1984)
• Ismail Rumadan, Laporan Penelitian Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem
Peradilan Di Indonesia (Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung RI 2011).
• Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Pph (Pajak Penghasilan) (Direktorat
Jenderal Pajak 2013).
• M. Asrun, Krisis Peradilan di Bawah Mahkamah Agung, (ELSAM 2004).
• Mardiasmo, Perpajakan (Andi Offset 2003).
• Martitah, Mahkamah Konstitusi: Dari Negative Legislature ke Positive Legislature,
(Konstitusi Press 2013).