Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

“PENGADILAN PAJAK”

DOSEN PENGAMPU:
Zulwisman, S.H., M.H.

MATA KULIAH:
HUKUM PAJAK

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4
1. Michelle Tamana (2109112143)
2. Uswatul Azizah (2109112514)
3. Fitria Laila Ramadhani (2109111431)
4. Anisa Bulqis Zahra (2109112509)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Hukum Pajak,
dengan judul: “Pengadilan Pajak”. Penulis juga berterima kasih kepada Bapak
dosen yang telah memberikan bimbingan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan penulis
khususnya, serta memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Pekanbaru, 27 Oktober 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

2.1 Pengertian Pengadilan Pajak.....................................................................5

2.2 Dasar Hukum Pengadilan Pajak................................................................7

2.3 Hukum Acara Pengadilan Pajak................................................................8

2.4 Analisis Kasus terkait Pengadilan Pajak.................................................25

2.5 Kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Pengadilan Indonesia........28

2.6 Eksistensi Pengadilan Pajak Di Bawah Peningkatan Fungsi Budget......30

BAB III PENUTUP..............................................................................................34

3.1 Kesimpulan..............................................................................................34

3.2 Saran........................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan negara
non migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara
yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip
dasar menghimpun dana yang diperoleh dari dan untuk masyarakat melalui
mekanisme yang mengacu pada peraturan perundang.undangan. 1 Pajak memegang
peranan yang sangat penting bagi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat
potensial. Kontribusi penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) kita dari tahun ke tahun semakin besar. Penerimaan pajak ini
digunakan untuk membiayai pembangunan nasional, pertahanan dan keamanan
serta penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.2
Terkait eksistensi pengadilan pajak sebagai suatu kebutuhan dalam
penyelesaian sengketa perpajakan telah lama ada. Pada mulanya dikenal dengan
nama Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang dibentuk berdasarkan Regeling
van het Beroep in Belastingzaken (Staatsblad No. 29 Tahun 1927) yang terakhir
telah diubah dengan UU No.5 Tahun 19593. Dalam perkembangannya karena
keberadaan MPP tidak memadai lagi, maka pada tahun 1997 dibentuklah Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) melalui Undang-Undang No 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Terbentuknya BPSP diharapkan terwujudnya suatu peradilan pajak yang
independen sebagai tempat para wajib pajak mencari keadilan dengan proses yang
sederhana, cepat dan biaya murah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ditemui
1
Pertiwi, R. N., Azizah, D. F., & Kurniawan, B.C. (2014). Analisis Efektivitas Pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan (Studi pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Kota
Probolinggo). Jurnal Perpajakan, 3(1). Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/193071-ID-analisis-efektivitas-pemungutan-pajak-
bu.pdf.
2
Ilyas, W. B., & Burton, R. (2008). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
3
Bandingkan dengan, Kumariah dan Ali Purwito, Pengadilan Pajak, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hIm. 37.

1
kendala, antara lain yang paling prinsip adalah keberadaan BPSP tidak begitu
efektif dalam penyelesaian sengketa perpajakan sebab posisi BPSP berada di luar
sistem peradilan yang berlaku, sehingga BPSP dianggap sebagai badan
penyelesaian sengketa yang bersifat semu. Dengan demikian tidak mungkin
terhadap setiap sengketa pajak BPSP dapat bersifat independen dalam
memberikan rasa keadilan bagi para wajib pajak yang menyelesaikan sengketa
melalui badan ini, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan untuk menempuh
upaya hukum lebih lanjut.
Sehingga pada tahun 2002 diberlakukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan suatu
peradilan yang independen dalam menyelesaikan sengketa perpajakan.
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Pengadilan Pajak
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutus sengketa pajak. Pengadilan adalah lembaga kehakiman yang menjamin
tegaknya keadilan melalui penerapan Undang-undang dan Kitab Undang-Undang 4
dalam penegakan hukum dalam lingkup Pengadilan dilakukan oleh hakim
memiliki prinsip independensi, Ketidakberpihakan, intergitas, kesetaraan,
kecakapan dan kesaksamaan.5
Kedudukan pengadilan pajak ini menjadi tidak jelas karena dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan
sebagai badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib
pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak,
tetapi dalam kekuasaan kehakiman itu sendiri pengadilan pajak tidak disebut.
Dispensasi atau perbedaan dalam penanganan perkara pada umunya, tapi masih
masuk dalam ranah Makamah Agung sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 Tentang Peradilan Umum.
Keberadaan pengadilan pajak ini apakah sebuah pengadilan yang berdiri
sendiri atau merupakan suatu pengadilan khusus dibawah lingkungan peradilan
4
Asshiddiqie Jimly. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta; Rajawali Pers, hlm.
313.
5
Ibid., hlm. 317.

2
yang ada dibawah Makamah Agung baik itu lingkungan peradilan umum atau
lingkungan peradilan tata usaha negara.6 Kedudukan pengadilan ini juga dalam
Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan putusan
pengadilan pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan
tata usaha negara. Hal ini membuat apakah kedudukan pengadilan pajak menjadi
tumpah tindih.
Permasalahan yang terjadi dalam tentang pembinaan atas pengadilan pajak
masih bersifat dualistis seperti terlihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang berbunyi:
1. Pembinaan teknis peradilan bagi pengadilan pajak dilakukan oleh
Mahkamah Agung;
2. Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi pengadilan
pajak dilakukan oleh departemen keuangan; dan
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak boleh
mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus
sengketa pajak.
Sistem pemungutan pajak yang diterapkan di negara kita adalah sistem
yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung dan
memperhitungkan sendiri pajak yang terutang, membayar sendiri jumlah pajak
yang seharusnya dibayar, serta melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
Pelaporan jumlah pajak yang terutang dituangkan dalam bentuk pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT). System ini dikenal dengan istilah self assesment system7.
SPT dibuat dan dilaporkan secara berkala setiap akhir masa dan atau akhir tahun
pajak. Dilain sisi aparat pajak atau fiskus punya kewenangan untuk mengawasi,
meneliti, dan melakukan pemeriksaan terhadap SPT yang sudah disampaikan oleh
wajib pajak. Produk dari penelitian atau pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh
fiskus adalah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan
Pajak (STP). Ketidaksetujuan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap SKP
dan STP akan menimbulkan sengketa pajak.
6
Prabowo Djoko. 2013. Tinjauan Yuridis Atas Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem
Peradilan Di Indonesia. Lensa hukum; Vol. 7, 2013, hlm. 31.
7
Sutedi, A. (2016). Hukum Pajak. Jakarta: Sinar Grafika.

3
Perbedaan pendapat atau ketidaksamaan persepsi antara wajib pajak
dengan fiskus mengenai penetapan pajak terutang yang diterbitkan atau adanya
penagihan inilah yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak. 8 Pengertian
sengketa pajak diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002, yaitu sengketa yang timbul
antara pemerintah/pejabat yang berwenang dengan wajib pajak/penanggung pajak,
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan perpajakan seperti SKP dan STP.
Sengketa ini biasanya muncul karena perbedaan persepsi dan interprestasi antara
pejabat dan wajib pajak dalam memahami dan menerapkan peraturan perundang-
undangan dibidang perpajakan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pengadilan pajak?
2. Apa saja dasar hukum mengenai pengadilan pajak?
3. Bagaimana hukum acara pengadilan pajak di Indonesia?
4. Bagaimana analisis kasus terkait pengadilan pajak?
5. Bagaimana kedudukan pengadilan pajak dalam sistem pengadilan
Indonesia?
6. Bagaimana eksistensi pengadilan pajak di bawah peningkatan fungsi
budget?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memenuhi tugas di mata kuliah Hukum Pajak yang diberikan oleh
Dosen Pengampu.
2. Untuk mengetahui lebih dalam terkait Pengadilan Pajak.
3. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai Pengadilan
Pajak.
BAB II
PEMBAHASAN

8
Asriyani. (2017). Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. E Jurnal Katalogis,
5(8). Retrieved from http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/download/9698/7
700

4
2.1 Pengertian Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak adalah pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
administrasi yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau
penanggung pajak yang mencari keadilan dalam sengketa perpajakan.
Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak diberikan oleh Mahkamah
Agung, sedangkan untuk pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan
kepada Pengadilan Pajak diberikan oleh Kementerian Keuangan. Pedoman di
atas tidak boleh mengurangi kebebasan hakim untuk mempertimbangkan dan
menyelesaikan sengketa perpajakan.9
Dalam UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
mendefinisikan pengadilan pajak pada pasal 2 yaitu bahwa, “Pengadilan
Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
Wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa
pajak.”10 Kekuasaan kehakiman dalam ketentuan ini menegaskan bahwa
Pengadilan Pajak sebagai badan peradilan melaksanakan fungsi dan
wewenangnya guna menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 (Perubahan Ketiga), dan juga
untuk menegaskan bahwa Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan
administrasi murni dimana lembaga ini independen, bukan merupakan bagian
dari salah satu pihak yang bersengketa. Dengan demikian Pengadilan Pajak
menurut Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 diatas berkedudukan sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya dibidang perpajakan.
Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang untuk
mempertimbangkan dan menyelesaikan sengketa perpajakan. Sengketa
perpajakan adalah perselisihan yang timbul di bidang perpajakan antara Wajib
Pajak, lembaga asuransi pajak, dan instansi yang berwenang akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau penuntutan ke
Pengadilan Pajak berdasarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
9
Barata, Atep Adya. Memahami Pengadilan Pajak Meminimalisasi dan Menghindari
Sengketa Pajak & Bea Cukai. Jakarta: Elex Media Komputindo.2003.
10
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

5
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
UndangUndang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Pengadilan Pajak ini
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir yang memeriksa dan
menyelesaikan sengketa perpajakan. Sebagai pengadilan tingkat pertama dan
terakhir pemeriksaan atas sengketa pajak tersebut hanya dilakukan oleh
pengadilan pajak. Oleh karena itu, suatu keputusan Pengadilan Pajak tidak
dapat diajukan gugatan ke pengadilan umum, pengadilan tata usaha negara
atau badan peradilan lainnya, kecuali keputusan tersebut “tidak dapat
diterima” dan menyangkut Kewenangan atau kompetensi.
Jika dilihat dari kompetensi absolut Pengadilan Pajak itu untuk
menyelesaikan sengketa perpajakan, maka Pengadilan Pajak merupakan
peradilan administrasi yang bersifat khusus di bidang perpajakan. Suatu
peradilan dikatakan sebagai peradilan administrasi apabila telah memenuhi
unsur-unsur, yaitu salah satu pihak yang berselisih harus pemerintah yang
menjadi terikat karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas
wewenangnya, dan terhadap persoalan yang diajukan diberlakukan hukum
publik atau Hukum Administrasi.11
Menurut Galang Asmara, setidak-tidaknya ada 2 (dua) hal yang melatar
belakangi perlunya Pengadilan Pajak, yaitu : 12
1. Keberadaan Pengadilan Pajak bertujuan untuk menegakkan konsep
negara hukum yang menghendaki adanya penegakkan hukum oleh
lembaga peradilan. Hukum yang ditegakkan disini adalah hukum dalam
bidang perpajakan yang terkait dengan penegakan hak dan kewajiban
negara dan rakyat dalam rangka pemungutan pajak oleh negara
terhadap rakyatnya atau penduduk negara.
2. Pengadilan Pajak berfungsi sebagai salah satu lembaga perlindungan
hukum terutama berfungsi di dalam memberikan perlindungan terhadap

11
Bachasan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung: Alumni 1979,
hlm. 114.
12
Asmara, Galang, Peradilan Pajak Dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum
Pajak di Indonesia, Yogyakarta: LaksBang Pressindo, 2006

6
Wajib Pajak dan penanggung pajak dari tindakan Pemerintah di dalam
memungut pajak terhadap rakyat.
Dalam susunan pengadilan pajak terdiri dari pimpinan, hakim anggota,
sekretaris, dan panitera. Pimpinan pengadilan pajak terdiri dari seorang ketua
dan paling banyak 5 orang wakil ketua. Wakil ketua dapat lebih dari 1 (satu)
didasarkan pada jumlah sengketa pajak yang harus diselesaikan. Apabila
jumlah sengketa pajak sudah tidak dapat ditangani oleh seorang wakil ketua,
diperlukan lebih dari 1 wakil ketua. Dalam hal wakil ketua lebih dari 1, tiap-
tiap wakil ketua tugasnya dapat disesuaikan dengan jenis pajak, wilayah
kantor perpajakan, dan/atau jumlah sengketa pajak.

2.2 Dasar Hukum Pengadilan Pajak


Dasar Hukum Penyelenggaraan Pengadilan Pajak yaitu :13
1. Undang-Undang Dasar NRI 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23A,
Pasal 24 dan Pasal 25.
2. UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009.
3. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
4. UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
sebagaimana telah diubah dengan UU No.51 Tahun 2009.
5. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
6. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
7. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.
8. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No.42 Tahun 2009.

13
https://www.bphn.go.id/data/documents/
naskah_akademik_ruu_tentang_perubahan_atas_uu_no._14_tahun_2002_tentang_pengadilan_paja
k.pdf

7
9. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994, dan dengan
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
untuk PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan dialihkan menjadi Pajak
Daerah.
10. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
11. UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah
dengan UU No.17 Tahun 2006.
12. UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 39 Tahun 2007.
13. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000.

2.3 Hukum Acara Pengadilan Pajak


1. Kuasa Hukum
Pihak-pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi
atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan surat kuasa
khusus. Kuasa hukum adalah orang perseorangan yang dapat
mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara
pada pengadilan pajak. Adapun yang dimaksud surat kuasa khusus adalah
surat kuasa yang diberikan oleh para pihak yang bersengketa di
pengadilan pajak kepada kuasa hukum untuk mendampingi atau
mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada pengadilan
pajak.14
Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Warga negara indonesia;
b. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan
perundangundangan perpajakan;

14
Ispriyarso, B. (2018). Upaya Hukum Dalam Sengketa Pajak. Administrative Law and
Governance Journal, 1(1), 9-14.

8
c. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili
pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda
sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu, persyaratan
dimaksud tidak diperlukan. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh menteri
keuangan meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Persyaratan umum untuk menjadi kuasa hukum sebagai berikut:
a. Merupakan warga negara indonesia; dan
b. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan
perundangundangan perpajakan.
Adapun persyaratan khusus untuk menjadi kuasa hukum sebagai
berikut:
a. Mempunyai nomor pokok wajib pajak;
b. Mempunyai bukti tanda terima penyampaian surat pemberitahuan
(SPT) tahunan pajak penghasilan orang pribadi untuk 2 (dua) tahun
terakhir;
c. Memiliki surat keterangan catatan kepolisian;
d. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil atau pejabat negara;
e. Menandatangani pakta integritas;
f. Telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun setelah diberhentikan
dengan hormat sebagai hakim pengadilan pajak untuk orang yang
pernah mengabdikan diri sebagai hakim pengadilan pajak; dan
g. Memiliki izin kuasa hukum pada pengadilan pajak.
Adapun jangka waktu untuk berlakunya izin kuasa hukum.
1. Kuasa hukum yang hadir di persidangan diwajibkan untuk :
a. Menunjukkan identitas berupa surat keterangan terdaftar atau
surat izin sebagai kuasa hukum dari pengadilan pajak.
b. Menunjukkan surat kuasa asli bermaterai dari pihak yang
diwakili atau didampingi.
2. Surat izin kuasa hukum berlaku untuk masa 3 (tiga) tahun sejak
tanggal ditetapkan. Alasan perubahan : surat izin kuasa hukum

9
yang berlaku selama ini untuk masa 1 tahun sangat memberatkan
berkaitan dengan proses administrasi dan keterbatasan waktu
3. Surat izin kuasa hukum dari ketua pengadilan pajak diberikan
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak persyaratan
pendaftaran diri atau permohonan ijin kuasa hukum lengkap
diterima di sekretariat pengadilan pajak.
4. Kuasa hukum dapat memberi kuasa untuk mewakilinya dalam
suatu persidangan majelis hanya kepada kuasa hukum lainnya,
sepanjang dalam surat kuasa yang diterima dari pemohon banding
menyatakan ada kuasa substitusi.15
2. Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib
pajak dan/atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat
diajukan banding berdasarkan peraturan perundang undangan pajak yang
berlaku.
A. Syarat-syarat banding
Adapun persyaratan dalam mengajukan banding yaitu :
1. Diajukan tertulis dalam bahasa indonesia.
2. Diajukan oleh wajib pajak, ahli warisnya, seorang pengurus
atau kuasa hukumnya.
3. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima keputusan, kecuali dalam keadaan di luar kekuasaan
pemohon banding.
4. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.
5. Surat banding disertai dengan alasan yang jelas.
6. Melunasi jumlah pajak terutang sebesar 50% (lima puluh
persen). Pajak terhutang adalah besaran jumlah pajak yang
diakui/disetujui wajib pajak saat dilakukan pembahasan akhir
pemeriksaan oleh pemerintah.

15
Pirade, A. E. (2023). Tinjauan Hukum Terhadap Eksistensi Kuasa Hukum dalam Beracara
di Pengadilan Pajak (Doctoral dissertation, Universitas Kristen Indonesia).

10
7. Surat banding harus dilampiri salinan keputusan keberatan
yang dibanding.
Jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari tanggal keputusan
diterima sampai dengan tanggal surat banding dikirim oleh
pemohon banding.

B. Pihak-pihak yang dapat mengajukan banding


1. Wajib pajak
2. Ahli waris wajib pajak.
3. Pengurus, atau
4. Kuasa hukum wajib pajak.
Apabila selama proses banding, pemohon banding
meninggal dunia, banding dapat diajukan oleh :
1. Ahli waris
2. Kuasa hukum dari ahli waris, atau
3. Pengampunya dalam hal pemohon banding pailit.
4. Dalam hal permohonan banding dilakukan pemohon banding
karena penggabungan usaha, peleburan,
pemecahan/pemekaran, atau likuidasi, permohonan dimaksud
dapat dilanjutkan oleh yang menerima pertanggungjawaban
karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.

C. Kelengkapan banding
Secara susulan pemohon banding dapat melengkapi surat
bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sesuai
persyaratan yang diatur di pasal 35 ayat (1) dan pasal 36 ayat (1) uu
nomor 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak, sepanjang
datadata/dokumen-dokumen susulan yang bisa dilengkapi
sepanjang masih memenuhi jangka waktu 3 ( tiga) bulan .
Berkaitan degan pemenuhan kelengkapan susulan tersebut, maka

11
tanggal penerimaan surat banding adalah tanggal diterima surat
atau dokumen susulan tersebut disampaikan ke pengadilan pajak.

D. Pencabutan permohonan banding


Pemohon banding dapat membatalkan permohonan banding
dengan mengajukan surat pencabutan banding kepada pengadilan
pajak. Pencabutan tersebut diajukan pemohon banding sebelum
sidang atau pada saat persidangan berjalan. Dalam hal pemeriksaan
sudah pada tahap pembuktian, maka pencabutan perkara harus
memproleh persetujuan dari termohon banding. Dengan adanya
pencabutan banding dalam persidangan pada tahap pembuktian
harus dilakukan melalui penetapan dari majelis/hakim tunggal yang
memeriksanya. Apabila pencabutan dilakukan sebelum
pemeriksaan dalam persidangan, maka akan dihapus dari daftar
perkara. Maka perkara dianggap tidak ada dan dihapuskan dari
daftar perkara. Banding yang telah dicabut melalui penetapan
sebagaimana dimaksud tidak dapat diajukan kembali.16

3. Gugatan
Berbeda dengan banding yang merupakan upaya, merupakan
upaya hukum lanjutan yang dapat ditempuh wajib pajak/penanggung
pajak apabila tidak puas terhadap keputusan direktur jenderal pajak atas
keberatan yang diajukannya.
Gugatan merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan
pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

16
Tampubolon, A., & Tampubolon, K. (2022). Praktik Banding Di Pengadilan Pajak.
Deepublish.

12
perpajakan yang bersangkutan. Perbedaan antara gugatan dan
banding adalah mengenai hal-hal yang menjadi obyek sengketanya.17

A. Syarat-syarat pengajuan gugatan.


Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan
gugatan adalah sebagai berikut:
1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia
kepada pengadilan pajak.
2. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap
pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 (empat belas) hari
sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu mengajukan gugatan terhadap keputusan selain
gugatan sebagaimana dimaksud dalam poin 2 adalah 30 ( tiga
puluh ) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
4. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan
poin (3) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
5. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak
berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
6. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1( satu)
keputusan diajukan 1 (satu) surat gugatan.
B. Pihak yang mengajukan gugatan.
Gugatan tentunya dapat diajukan oleh orang-orang tertentu
yaitu :
1. Penggugat;
2. Ahli waris penggugat;
3. Pengurus;

17
Jamal Wiwoho dan Lulik Djatikumoro, Dasar dasar Penyelesaian Sengketa
Pajak,Bandung PT Citra Aditya Bakti, 2004, halaman 85.

13
4. Kuasa hukumnya penggugat dilanjutkan oleh ahli warisnya,
kuasa hukum dari ahli warisnya apabila meninggal dunia,
dengan mengajukan surat gugatan disertai alasan-alasan yang
jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan
dokumen yang digugat.
5. Pengampunya dalam hal penggugat pailit.
6. Apabila selama proses gugatan, penggugat melakukan
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau
likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak
yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi
dimaksud.

C. Pencabutan gugatan.
Pemohon gugatan dapat membatalkan permohonan gugatan
dengan mengajukan surat pencabutan gugatan kepada pengadilan
pajak. Pencabutan tersebut diajukan penggugat sebelum sidang atau
pada saat persidangan berjalan. Dalam hal pemeriksaan sudah pada
tahap pembuktian, maka pencabutan perkara harus memproleh
persetujuan dari tergugat.
Dengan adanya pencabutan gugatan dalam persidangan
pada tahap pembuktian harus dilakukan melalui penetapan dari
majelis/hakim tunggal yang memeriksanya. Apabila pencabutan
dilakukan sebelum pemeriksaan dalam persidangan, maka akan
dihapus dari daftar perkara. Maka perkara dianggap tidak ada dan
dihapuskan dari daftar perkara permohonan penundaan tersebut
dapat dikabulkan majelis/hakim tunggal yang menangani perkara
hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang
mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
pelaksanaan penagihan pajak yang digugat itu dilaksanakan.

14
4. Persiapan pesidangan
Permintaan surat uraian banding atau surat tanggapan atas surat
banding atau surat gugatan kepada terbanding atau tergugat oleh
pengadilan pajak dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima surat
banding atau surat gugatan. Dalam hal pemohon banding mengirimkan
surat atau dokumen susulan kepada pengadilan pajak, jangka waktu 14
hari dimaksud dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen
susulan dimaksud.
Terbanding atau tergugat menyerahkan surat uraian banding atau
surat tanggapan dalam jangka waktu:
a. 3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan surat uraian banding; atau
b. 1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan surat tanggapan.
Salinan surat uraian banding atau surat tanggapan dimaksud oleh
pengadilan pajak dikirim kepada pemohon banding atau penggugat
dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima. Pemohon banding
atau penggugat dapat menyerahkan surat bantahan kepada pengadilan
pajak dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan surat
uraian banding atau surat tanggapan dimaksud. Salinan surat bantahan
dimaksud dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka
waktu 14 hari sejak tanggal diterima surat bantahan. Apabila terbanding
atau tergugat, atau pemohon banding atau penggugat tidak memenuhi
ketentuan terkait penyerahan surat uraian banding, surat tanggapan, atau
surat bantahan, pengadilan pajak tetap melanjutkan pemeriksaan banding
atau gugatan.
Pemohon banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada
ketua untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.
Lalu ketua pengadilan pajak menunjuk majelis yang terdiri dari 3 orang
hakim atau hakim tunggal untuk memeriksa dan memutus sengketa
pajak. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh majelis, ketua pengadilan
pajak menunjuk salah seorang hakim sebagai hakim ketua yang
memimpin pemeriksaan sengketa pajak. Majelis atau hakim tunggal

15
bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari sidang
dimaksud kepada pihak yang bersengketa. Pemohon banding atau
penggugat dapat memberitahukan kepada ketua pengadilan pajak untuk
hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.
Majelis/hakim tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6
bulan sejak tanggal diterimanya surat banding. Dalam hal gugatan,
majelis/hakim tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3
bulan sejak tanggal diterima surat gugatan.
5. Pemeriksaan dengan acara biasa
Pada pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh majelis.
Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum. Sebelum pemeriksaan pokok sengketa
dimulai, majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau
kejelasan banding atau gugatan. Apabila banding atau gugatan tidak
lengkap dan/atau tidak jelas sepanjang bukan merupakan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1), pasal 36 ayat (1) dan
ayat (4), dan pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6) undang-undang
pengadilan pajak, kelengkapan dan/atau kejelasan dimaksud dapat
diberikan dalam persidangan.18
Pada pemeriksaan dengan acara biasa pertama-tama hakim ketua
memanggil terbanding atau tergugat dan dapat memanggil pemohon
banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan. Terbanding
atau tergugat yang dipanggil oleh hakim ketua wajib hadir dalam
persidangan. Pemohon banding atau penggugat dapat dipanggil oleh
hakim ketua dan apabila dipanggil yang bersangkutan wajib hadir dalam
persidangan. Dalam hal pemohon banding atau penggugat
memberitahukan akan hadir dalam persidangan, hakim ketua
memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau
penggugat. Hakim ketua menjelaskan masalah yang disengketakan
18
Cahyady, Y., & Setiawan, B. (2020). UPAYA HUKUM PAJAK: Mengenal upaya hukum
di bidang perpajakan dan hukum acaranya. Tanggerang selatan.Politeknik Keuangan Negara
STAN.

16
kepada pihak-pihak yang bersengketa. Majelis menanyakan kepada
terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon
banding atau penggugat dalam surat banding atau surat gugatan dan
dalam surat bantahan. Apabila majelis memandang perlu dan dalam hal
pemohon banding atau penggugat hadir dalam persidangan, hakim ketua
dapat meminta pemohon banding atau penggugat untuk memberikan
keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa pajak.19
Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau karena
jabatan, hakim ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan
didengar keterangannya dalam persidangan. Saksi yang diperintahkan
oleh hakim ketua wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan.
Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut dan
majelis dapat mengambil putusan tanpa mendengar keterangan saksi,
hakim ketua melanjutkan persidangan. Apabila saksi tidak datang tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil
dengan patut, dan majelis mempunyai alasan yang cukup untuk
menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, serta majelis tidak dapat
mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, hakim ketua
dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan.
Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan yang diminta
oleh pihak yang bersangkutan menjadi beban dari pihak yang meminta.
Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang. Saksi dipanggil ke
dalam sidang, seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang
sebaik-baiknya oleh hakim ketua. Saksi yang sudah diperiksa tetap di
dalam ruang sidang, kecuali atas permintaan sendiri, atau atas permintaan
saksi lain, atau atas permintaan pihak yang bersengketa yang
bersangkutan dapat meninggalkan ruang sidang dengan seizin hakim
ketua. Hakim ketua menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat
tinggal, agama, pekerjaan, derajat hubungan keluarga, dan hubungan

19
Ibid., hlm. 77.

17
kerja dengan pemohon banding/penggugat atau dengan
terbanding/tergugat. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke
atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang
bersengketa;
b. Istri atau suami dari pemohon banding atau penggugat meskipun
sudah bercerai;
c. Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau d.
Orang sakit ingatan. Apabila dipandang perlu, hakim ketua dapat
meminta pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c untuk didengar keterangannya.20
Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya
dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau tergugat.
Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara patut, tetapi tidak
dapat datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, saksi
diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya tanpa dihadiri
oleh terbanding atau tergugat. Dalam hal saksi yang akan didengar tidak
dapat hadir di persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh
hukum, majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk mengambil
sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi dimaksud tanpa
dihadiri oleh terbanding atau tergugat. Yang dimaksud dengan “halangan
yang dapat dibenarkan oleh hukum”, misalnya saksi yang sudah sangat
tua, atau menderita penyakit yang tidak dimungkinkannya hadir
dipersidangan. Hakim ketua dapat menugaskan salah seorang hakim
anggota untuk mengambil sumpah atau janji. Apabila suatu sengketa
tidak dapat diselesaikan pada 1 (satu) hari persidangan, pemeriksaan
dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan. Hari
persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding atau tergugat

20
Ibid., hlm. 78.

18
dan dapat diberitahukan kepada pemohon banding atau penggugat.
Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada persidangan tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sekalipun ia telah diberi tahu
secara patut, persidangan dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding
atau tergugat.
6. Pemeriksaan dengan acara cepat
Pada pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh majelis atau
hakim tunggal. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:
a. Sengketa pajak tertentu;
b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 81 ayat (2) undang-undang pengadilan
pajak;
c. Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 84 ayat (1) undang-undang pengadilan pajak atau
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan
pengadilan pajak;
d. Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan
wewenang pengadilan pajak.
Sengketa pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a
adalah sengketa pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) dan ayat (2),
pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), pasal 37 ayat (1), pasal 40 ayat (1)
dan/atau ayat (6) undang-undang pengadilan pajak. Yang dimaksud
dengan “sengketa yang bukan merupakan wewenang pengadilan pajak”,
misalnya gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan sita berdasarkan
pengakuan hak milik atas barang yang disita, yang merupakan
kewenangan pengadilan negeri.
Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak
dilakukan tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa
surat bantahan. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara
biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat. Ketentuan

19
pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan
acara cepat, yaitu ketentuan mengenai pembukaan sidang, pengunduran
diri dan penggantian hakim anggota dan panitera, ketentuan yang
berkaitan dengan saksi, kerahasiaan dan ahli alih bahasa.21
7. Pembuktian
Dalam persidangan di pengadilan pajak, alat bukti berupa.
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan ahli;
c. Keterangan para saksi;
d. Pengakuan para pihak; dan/atau
e. Pengetahuan hakim
Dalam pengadilan pajak menganut prinsip pembuktian bebas.
Majelis atau hakim tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa
surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain. Keadaan yang
telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
a. Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang
pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan
berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan
sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang
tercantum didalamnya;
b. Akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani
oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk
dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa
hukum yang tercantum didalamnya;
c. Surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat
yang berwenang;
d. Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b,
dan huruf c yang ada kaitannya dengan banding atau gugatan.

21
Ibid., hlm. 79-80.

20
Keterangan ahli merupakan pendapat orang yang diberikan di
bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut
pengalaman dan pengetahuannya. Seorang yang tidak boleh didengar
sebagai saksi, tidak boleh memberikan keterangan ahli. Atas permintaan
kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, hakim
ketua atau hakim tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang
ahli. Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik
tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji
mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan
itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh
saksi. Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali
berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh majelis atau hakim
tunggal. Pengetahuan hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan
diyakini kebenarannya.
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
paling sedikit 2 (dua) alat bukti. Hal ini dalam rangka menentukan
kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-
undang perpajakan. Oleh karena itu, hakim berupaya untuk menentukan
apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi
para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam
persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh
para pihak.
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal
baru, yang dalam banding atau gugatan, surat uraian banding, atau
bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan. Pemohon banding atau
penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal

21
baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan
kepada pemohon banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.22
8. Putusan
Putusan pengadilan pajak ini merupakan putusan akhir dan juga
mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagai putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka putusan pengadilan pajak tidak
dapat diajukan gugatan ke peradilan umum, peradilan tata usaha negara,
atau badan peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima“
yang menyangkut kewenangan/kompetensi.
Pada hal pemeriksaan dilakukan oleh majelis, putusan pengadilan
pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh hakim ketua
dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan
diambil dengan suara terbanyak. Apabila majelis di dalam mengambil
putusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan
sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat hakim
anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam
putusan pengadilan pajak.
Putusan pengadilan pajak ini dapat berupa:
a. Menolak;
b. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c. Menambah pajak yang harus dibayar;
d. Tidak dapat diterima;
e. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau
f. Membatalkan.
Terhadap putusan dimaksud tidak dapat lagi diajukan gugatan,
banding, atau kasasi. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan
peninjauan kembali atas putusan pengadilan pajak kepada mahkamah
agung. Putusan pengadilan pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum. Tidak dipenuhinya ketentuan dimaksud, putusan
22
YUDA, S. P. (2008). PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DI
PENGADILAN PAJAK (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).

22
pengadilan pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan
karena itu putusan dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang
terbuka untuk umum.23
Didalam putusan pengadilan pajak harus memuat :
a. Kepala putusan yang berbunyi "demi keadilan berdasarkan
ketuhanan yang maha esa";
b. Nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas
lainnya dari pemohon banding atau penggugat;
c. Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
d. Hari, tanggal diterimanya banding atau gugatan;
e. Ringkasan banding atau gugatan, dan ringkasan surat uraian
banding atau surat tanggapan, atau surat bantahan, yang jelas;
f. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal
yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
g. Pokok sengketa;
h. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
i. Amar putusan tentang sengketa; dan
j. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera,
dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan tersebut menyebabkan
putusan dimaksud tidak sah dan ketua pengadilan pajak memerintahkan
sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat,
kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.
Putusan pengadilan pajak harus ditandatangani oleh hakim yang
memutus dan panitera. Apabila hakim ketua atau hakim tunggal dan
panitera berhalangan menandatangani, berita acara sidang ditandatangani
oleh ketua pengadilan pajak bersama salah seorang panitera dengan
menyatakan alasan berhalangannya hakim ketua atau hakim tunggal dan
panitera.

23
Tumbel, T. G. (2017). Penyelesaian Sengketa Pajak Melalui Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. Lex Et Societatis, 5(7)

23
9. Pelaksanaan Putusan
Pada putusan pengadilan pajak langsung dapat dilaksanakan
dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang
kecuali peraturan perundangundangan mengatur lain. Pada dasarnya
putusan pengadilan pajak langsung dapat dilaksanakan kecuali putusan
dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Misalnya, putusan
pengadilan pajak menyebabkan pajak penghasilan menjadi lebih dibayar.
Dalam hal ini, kepala kantor pelayanan pajak masih harus menerbitkan
surat perintah membayar kelebihan pajak yang diperlukan pembayar
pajak untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud. Apabila putusan
pengadilan pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 bulan, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Salinan putusan
atau salinan penetapan pengadilan pajak dikirim kepada para pihak
dengan surat oleh sekretaris pengadilan pajak dalam jangka waktu 30
hari sejak tanggal putusan pengadilan pajak diucapkan, atau dalam
jangka waktu 7 hari sejak tanggal putusan sela diucapkan. Putusan
pengadilan pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. Pejabat
yang tidak melaksanakan putusan pengadilan pajak dalam jangka waktu
dimaksud dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang
berlaku.24
10. Peninjauan Kembali
Pihak yang berperkara tentunya dapat mengajukan peninjauan
kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung,
dengan ketentuan : 25
1) Permohonan peninjauan kembali disampaikan kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak.
24
Ibid., hlm. 89.
25
Anggreini, R. R. (2021). Relasi Mahkamah Agung Dan Pengadilan Pajak Dalam
Kekuasaan Kehakiman. Lex Renaissance, 6(3), 538-561.

24
2) Permohonan peninjauan kembali tersebut hanya dapat diajukan 1
(satu) kali.
3) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
4) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus,
dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali
tersebut tidak dapat diajukan lagi.
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : 26
1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat
menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di
Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut, kecuali yang diputus dengan amar
mengabulan sebagian atau seluruhnya dan menambah Pajak yang
harus dibayar;
4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau
5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangn yang berlaku.

2.4 Analisis Kasus terkait Pengadilan Pajak

26
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak.

25
PT. Agung Ometraco Muda (selanjutnya disebut PT. AOM) yang
berkedudukan di Jakarta yang mengalami perselisihan dengan Fiscus atas
terbitnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan
Badan Tahun Pajak 1998 Nomor 00059/206/98/015/05 tanggal 26 Oktober
2005 yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tebet.
Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Kantor Pelayanan ajak Jakarta
Tebet nomor LAP- 386/WPJ.04/KP.0305/2005 tanggal 25 Oktober 2005.
Dari SKPKB yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tersebut
PT.AOM dibebankan kekurangan pembayaran atas Pajak Penghasilan
Badan sebesar Rp. 5.888.192.500,- (lima milyar delapan ratus delapan puluh
delapan juta seratus sembilan puluh dua ribu lima ratus rupiah ) ditambah
sanksi administrasi bunga sesuai pasal 13 ayat (3) UU No. 16 tahun 2009
tentang perubahan keempat atas UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata cara Perpajakan27, yaitu sebesar Rp.2.826.332.400,- (dua
milyar delapan ratus dua puluh enam juta tigaratus tigapuluh dua ribu empat
ratus rupiah ), sehingga total kewajiban yang masih harus
diselesaikan/dibayar oleh PT.AOM adalah sebesar Rp. 8.714.524.900,-
( delapan milyar tujuh ratus empat belas juta limaratus duapuluh empat ribu
sembilan ratus rupiah).
Atas penerbitan SKPKB tersebut maka sesuai dengan ketentuan
pasal 25 ayat (1) UU No. 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas
UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan 28,
maka Wajib pajak mengajukan upaya keberatan secara tertulis kepada
Dirjend Pajak. Kementerian Keuangan RI nomor S-031/PJK/AOM/XII/05
tanggal 21 Desember 2005 melalui KPP Jakarta Tebet.
Berdasarkan surat keberatan dari PT.AOM tersebut maka Dirjend
Pajak,Kementerian Keuangan RI melalui surat Keputusan Nomor: KEP-
626/WPJ.04/2006 tanggal 21 Desember 2006 memutuskan untuk menolak
permohonan keberatan. Sehingga upaya hukum yang ditempuh selanjutnya
27
Indonesia,”Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas
Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983”, Nuansa Aulia, Bandung, 2009, hlm. 29
28
Ibid., hlm. 49.

26
oleh PT. “AOM” adalah mengajukan permohonan Banding ke Pengadilan
Pajak sesuai dengan ketentuan pasal 35 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak. Mengapa upaya banding ini dilakukan
melalui Pengadilan Pajak? Hal ini dikarenakan Pengertian Pengadilan Pajak
menurut pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 adalah “suatu
badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib
pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa
pajak”29
 Hasil Analisis:
Terjadinya sengketa pajak antara PT Agung Ometraco Muda dengan
Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia
terjadi karena pelaporan pajak Penghasilan Badan pasal 23 perusaahan, yang
dilaporkan NIHIL pada SPT Tahun pajak 1998, akibat persepsi yang
berbeda antara Fiskus (Badan atau Petugas yang memiliki tugas atau
wewenang untuk melakukan pemungutan pajak atau iuran wajib pajak)
dengan wajib pajak dalam menghitung pendapatan/Penghasilan dari Luar
Usaha dan Pengurangan Penghasilan Bruto, sehingga berpengaruh terhadap
perolehan Laba PT. Agung Ometraco Muda.
Bahwa Proses persidangan penyelesaian sengketa pajak PT. Agung
Ometraco Muda dengan Direktorat Jenderal Pajak berjalan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
Persidangan Banding yang diajukan oleh pemohon banding dalam hal ini
PT.AOM melalui kuasa hukumnya sudah sesuai dengan ketentuan formal,
yaitu setelah adanya Surat Keputusan Penolakan atas Keberatan yang
diajukan oleh PT.AOM kepada Direktorat Jenderal Pajak. Persidangan
berlangsung beberapa kali untuk mendengarkan uraian para pihak, sampai
dengan Majelis memberikan Putusan Pengadilan Pajak yang menerima
banding Pemohon.

29
Indonesia, “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak”, Karya
Gemilang, Jakarta, 2008, hlm.7

27
Bahwa dengan Putusan Pengadilan Pajak yang memenangkan
pemohon banding, yakni PT.Agung Ometraco Muda, maka sebagai
konsekuensinya Fiskus dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak harus
mematuhi putusan majelis tersebut dengan mengembalikan 50% pajak
terhutang yang sudah dibayar berikut bunga 2% per bulan kepada wajib
pajak, sesuai ketentuan pasal 27A ayat (1a) UU No. 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.jo pasal 87 UU No.14 tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak.
Bahwa wajib pajak dalam hal ini PT.Agung Ometraco Muda dengan
adanya putusan Pengadilan Pajak tersebut harus mematuhi kewajiban untuk
melaporkan Pajak Penghasilan Badan tahun 1998 tetap NIHIL serta berhak
menerima pengembalian pembayaran 50% pajak terhutang sebagai syarat
pengajuan banding, berikut bunga 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan
dari Fiskus.
Kesimpulannya khususnya bagi masyarakat atau wajib pajak pada
umumnya, Putusan Pengadilan Pajak ini memberikan suatu harapan bahwa
didalam menyelesaikan sengketa pajak dengan fiskus masih ada ruang untuk
mencari keadilan secara jujur dan adil melalui Pengadilan Pajak tanpa perlu
khawatir adanya intervensi dari pihak manapun.

2.5 Kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Pengadilan Indonesia


Pengadilan pajak merupakan salah satu badan peradilan yang
melaksanakan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia bagi penaggung pajak atau
wajib pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana
penegakan hukum dalam pengadilan pajak ini dapat dilakukan baik secara
langsung melalui mekanisme keberatan maupun hanya berupa penerapan
sanksi administrative pada pengadilan berupa denda, bunga yang dilakukan
oleh aparatur pajak, dan dapat pula melalui mekanisme pengadilan secara
utuh seperti lada proses pengadilan atas tindak pidana pajak.30
30
Habib Shulton Asnawi and Ahmad Mukhlisin, “Sanksi Perpajakan Dan Pengadilan Pajak
Di Indonesia: Upaya Optimalkan Perolehan Pajak Kaitannya Dengan Pembangunan Nasional,”
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah 5, no. 2 (2017): 355–376,

28
Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dinyatakan
bahwa peradilan di bawah Mahkamah Agung meliputih badan peradilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan Tata Usaha Negara.31 Namun di sisi lain, berdasarkan Pasal 5
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan
bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh
Mahkamah Agung sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan
keuangan bagi pengadilan pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa status kedudukan pengadilan pajak ini tidak
mandiri karena ia merupakan lembaga yang menjalankan fungsi yudisial
manum juga menjalankan fungsi eksekutif sehingga dapat mengakibatkan
ketidakmandirian pada saat memutus perkara.32
Mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka sendiri mengandung
arti bahwa kekuasaan kehakiman tersebut bebas dari campur tangan pihak
ekstra yudisial kecuali dalam hal yang telah diatur oleh Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
mengenai Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa33:
1. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi
wajib menjaga kemandirian peradilan.
2. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945

https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/adzkiya/article/view/1041%0Ahttp://
ejournal.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php/jk/article/view/103, hlm. 356-357.
31
Mohd. Yusuf DM et al., “Analisis Yuridis Peranan Dan Kedudukan Peradilan Pajak Di
Indonesia,” Jurnal Pendidikan dan Konseling 5, no. 1 (2023): 1267–1273,
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/11150/8580, hlm. 1268.
32
Fitri Suciyani, “DUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI
INDONESIA,” DHARMASISYA 2, no. 1 (2022), hlm. 376.
33
Rio Bravestha and Syofyan Hadi, “KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM
SISTEM PERADILAN DI INDONESIA,” Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum (2017): 45–65,
hlm. 10.

29
3. Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kemandirian ini maksudnya
adalah tidak adanya campur tangan lembaga negara maupun politik apapun
terhadap institusi pengadilan, serta hakim yang tidak dapat sewenang-wenang
memberikan putusan yang berdasarkan alasan pribadi tanpa melihat keadaan
di sekitarnya.
Selanjutnya, kebasan pengadilan pajak dari segala pengaruh
kekuasaan lain Nampak tidak diterapkan. Hal tersebut dapat dilihat melalui
Pasal 5 UU Pengadilan Pajak yang mana terdapat penggabungan kekuasaan
eksekutif dan yudikatif di dalamnya sehingga muncul duslisme pembinaan
“dua atap”. Sedangkan berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman, yang mengharuskan adanya perwujudan pembentukan “peradilan
satu atap” di Indonesia. Dengan adanya dua kekuasaan yang sama kuatnya
dalam peradilan pajak ini, tentu dikhawatirkan tidak akan terwujudnya
independensi dan kemerdekaan bagi Pengadilan Pajak.
Oleh karena itu, agar terwujudnay “peradilan satu atap” maka
hendaklah pengadilan pajak ini diletakkan di bawah satu kekuasaan saja,
yaitu kekuasaan yudikatif agar terciptanya kemandirian dan kemerdekaan
dalam pengadilan pajak itu sendiri.
Dengan pengadilan pajak yang berada di bahwa kekuasaan yudikatif,
tentu akan tercipta kemandirian yang lebih besar karena dapat memastikan
bahwa pengadilan pajak ini akan bebas dari pengaruh politik maupun tekanan
eksekutif, sehingga dapat menjamin keputusan yang dikeluarkan didasarkan
pada pertimbangan hukum yang adil dan obyektif serta dilakukan oleh para
ahli yang memiliki pemahaman yang mendalam mengenai hukum pajak
sehingga akan membantu memastikan bahwa keputusan yang dibuat
merupakan keputusan yang adil.
Selain itu, dengan diletakkannya pengadilan pajak ke bawah satu
kekuasaan, maka juga dapat menimbulkan penegakan hukum yang lebih

30
konsisten karena dengan dipegang oleh satu kekuasaan, maka akan membantu
dalam memastikan bahwa hukum pajak tersebut diterapkan secara konsisten
dan adil di seluruh negara.

2.6 Eksistensi Pengadilan Pajak Di Bawah Peningkatan Fungsi Budget


Kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dipisahkan dari
keberadaan konstitusi negara yang bersangkutan dengan memperhatikan
peranan dan fungsi konstitusi sebagai landasan dan acuan bagi penyelenggara
negara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.34 Keberadaan pengadilan
pajak mempunyai arti penting dalam sistem hukum Indonesia dan
perekonomian global, terutama jika dilihat dari peranan pentingnya dalam
mewujudkan pembangunan nasional. Pengadilan pajak menjamin kepastian
hukum, menciptakan rasa keadilan, dan mendukung pemberian pelayanan
hukum yang sederhana, cepat, dan murah.
Keberadaan pengadilan pajak menjadi penting juga karena lembaga
tersebut berada pada posisi di tengah antara wajib pajak dan pemungut pajak
saat keduanya terlibat dalam sengketa pajak. Namun demikian, dengan
kewenangan yang diberikan Undang-undang kepadanya, pengadilan pajak
mempunyai otoritas untuk menjadi penyelesai masalah. Pengadilan Pajak
Indonesia merupakan badan peradilan yang khusus dan mempunyai peran
independen dalam menyelesaikan sengketa pajak bagi masyarakat pencari
keadilan.35 Dengan demikian, kedua belah pihak yang bersengketa dapat
mempercayakan penyelesaian sengketa mereka kepadanya. Sehingga harapan
akan hadirnya keadilan di tengah sengketa dapat dipenuhi.
Selain itu, keberadaan pengadilan pajak dapat mendukung upaya
penyelenggaraan pelayanan publik yang sederhana, cepat, dan murah.
Pengadilan Pajak yang berada dalam kelompok pengadilan khusus sengaja
dibentuk agar masyarakat tertentu yang mempunyai sengketa pajak dengan

34
H.R.E. Kosasih Taruna Sepandji, MS, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Universal
Offset, Bandung, 2002.
35
Ismail Rumalan, “Eksistensi Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia”,
Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 1 No. 1 (Maret, 2012), hlm. 1.

31
pemerintah dapat menyelesaikan permasalahannya dengan cepat dan murah.
Hal ini tentunya akan berbeda jika tidak ada pengadilan pajak. Masyarakat
tentunya akan membutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar karena
banyaknya perkara yang ditangani, misalnya oleh pengadilan umum.36
Sementara itu, Fungsi budget pajak adalah fungsi memasukkan pajak
ke kas negara dalam rangka memperlancar jalannya pemerintahan dengan
cara menghimpun uang yang sebesar-besarnya menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang haknya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan, dan jika terjadi surplus maka pemerintah akan
menggunakannya sebagai tabungan.37 Fungsi budget disebut juga fungsi
utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul.
Berdasarkan fungsi ini, pemerintah yang membutuhkan dana untuk
membiayai berbagai kepentingan memungut pajak dari penduduknya.38
Saat ini, pajak digunakan untuk pembiayaan sehari-hari seperti biaya
pegawai, biaya properti, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
membiayai pembangunan, uang diambil dari tabungan pemerintah, yaitu
pendapatan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Dari tahun ke tahun,
tabungan pemerintah harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan keuangan yang semakin meningkat, dan hal ini sangat
diharapkan oleh industri perpajakan.39
Dalam konteks ini, pengadilan pajak dan fungsi budget memiliki
hubungan yang erat. Dana yang diperoleh dari pajak merupakan salah satu
sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai program-
program dan kegiatan-kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, pengelolaan

36
Tjip Ismail, “Peradilan Pajak dan Kepastian Hukum di Tengah Globalisasi Ekonomi”,
Jurnal Hukum, Vol. 17 No. 2 (April, 2010), hlm. 287.
37
Ibid., hlm. 275.
38
Acep Rohendi, “Fungsi Budgeter dan Fungsi Regulasi Dalam Ketentuan Perpajakan
Indonesia”, Ecodemica, Vol. 11 No.1 (April, 2014), hlm. 4.
39
Venti Eka Satya dan Galuh Prila Dewi, “Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan
dan Perannya Dalam Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan”, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Publik, Vol. 1 No. 1 (Juni, 2010), hlm. 79.

32
pajak yang efektif dan efisien sangat penting untuk memastikan tersedianya
dana yang cukup untuk membiayai program-program tersebut.
Pengadilan pajak memiliki peran penting dalam menyelesaikan
sengketa pajak antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan Direktorat
Jenderal Pajak. Dalam menyelesaikan sengketa pajak, pengadilan pajak harus
mempertimbangkan aspek-aspek hukum dan keadilan. Keputusan pengadilan
pajak dapat berdampak pada penerimaan pajak negara dan oleh karena itu
dapat mempengaruhi alokasi dana untuk program-program pemerintah.

33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahun 2002 diberlakukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan suatu
peradilan yang independen dalam menyelesaikan sengketa perpajakan.
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Pengadilan Pajak
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutus sengketa pajak. Terjadinya sengketa pajak antara PT Agung Ometraco
Muda dengan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Republik
Indonesia terjadi karena pelaporan pajak Penghasilan Badan pasal 23 perusaahan,
yang dilaporkan NIHIL pada SPT Tahun pajak 1998, akibat persepsi yang
berbeda antara Fiskus dengan wajib pajak sehingga berpengaruh terhadap
perolehan Laba PT. Agung Ometraco Muda. Putusan Pengadilan Pajak ini
memberikan suatu harapan bahwa didalam menyelesaikan sengketa pajak dengan
fiskus masih ada ruang untuk mencari keadilan secara jujur dan adil melalui
Pengadilan Pajak tanpa perlu khawatir adanya intervensi dari pihak manapun.
Dengan pengadilan pajak yang berada di bahwa kekuasaan yudikatif, tentu
akan tercipta kemandirian yang lebih besar karena dapat memastikan bahwa
pengadilan pajak ini akan bebas dari pengaruh politik maupun tekanan eksekutif,
sehingga dapat menjamin keputusan yang dikeluarkan didasarkan pada
pertimbangan hukum yang adil dan obyektif serta dilakukan oleh para ahli yang
memiliki pemahaman yang mendalam mengenai hukum pajak sehingga akan
membantu memastikan bahwa keputusan yang dibuat merupakan keputusan yang
adil. pengadilan pajak dan fungsi budget memiliki hubungan yang erat. Dana yang
diperoleh dari pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang
digunakan untuk membiayai program-program dan kegiatan-kegiatan pemerintah.
Oleh karena itu, pengelolaan pajak yang efektif dan efisien sangat penting untuk
memastikan tersedianya dana yang cukup untuk membiayai program-program
tersebut.

34
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini penulis berharap dapat menambah
wawasan lebih dalam mengenai Pengadilan Pajak kepada para pembaca. Dan
penulis juga menyadari bahwasanya makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami sangat menerima segala masukan dan saran dari pembaca.

35
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku
Asshiddiqie, Jimly. (2017). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta;
Rajawali
Pers.
H.R.E. Kosasih Taruna Sepandji, MS. (2002). Konstitusi dan Kelembagaan
Negara. Bandung: Universat Offset.
Ilyas, W. B., & Burton, R. (2008). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan
keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983. Bandung: Nuansa
Aulia.
Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak. Jakarta: Karya Gemilang.
Kumariah dan Ali Purwito. (2006). Pengadilan Pajak. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Sutedi, A. (2016). Hukum Pajak. Jakarta: Sinar Grafika.
Barata, Atep Adya. Memahami Pengadilan Pajak Meminimalisasi dan
Menghindari Sengketa Pajak & Bea Cukai. Jakarta: Elex Media
Komputindo.2003.
Bachasan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung: Alumni
1979.
Asmara, Galang, Peradilan Pajak Dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam
Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta: LaksBang Pressindo, 2006
Jamal Wiwoho dan Lulik Djatikumoro, Dasar dasar Penyelesaian Sengketa
Pajak,Bandung PT Citra Aditya Bakti, 2004.
Cahyady, Y., & Setiawan, B. (2020). UPAYA HUKUM PAJAK: Mengenal upaya
hukum di bidang perpajakan dan hukum acaranya. Tanggerang
selatan.Politeknik Keuangan Negara STAN.

36
Sumber Jurnal
Acep, Rohendi. (2014). “Fungsi Budgeter dan Fungsi Regulasi Dalam Ketentuan
Perpajakan Indonesia.” Ecodemica 11(1), 119-126.
Asnawi, Habib Shulton, and Ahmad Mukhlisin. “Sanksi Perpajakan Dan
Pengadilan Pajak Di Indonesia: Upaya Optimalkan Perolehan Pajak
Kaitannya Dengan Pembangunan Nasional.” Jurnal Hukum dan Ekonomi
Syariah 5, no. 2 (2017): 355–376.
https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/adzkiya/article/view/1041%0Ahtt
p://ejournal.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php/jk/article/view/103.
Asriyani. (2017). Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. E Jurnal
Katalogis, 5(8). Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/download/
9698/7 700
Bravestha, Rio, and Syofyan Hadi. “KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA.” Mimbar Keadilan
Jurnal Ilmu Hukum (2017): 45–65.
DM, Mohd. Yusuf, Aidil Akbar, Abdullah Hariri, and Srinofrita Srinofrita.
“Analisis Yuridis Peranan Dan Kedudukan Peradilan Pajak Di Indonesia.”
Jurnal Pendidikan dan Konseling 5, no. 1 (2023): 1267–1273.
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/
11150/8580.
Ismail, Rumalan. (2012). “Eksistensi Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di
Indonesia.” Jurnal Hukum dan Peradilan 1(1), 35-62.
Tjip, Ismail. (2010). “Peradilan Pajak dan Kepastian Hukum di Tengah
Globalisasi Ekonomi.” Jurnal Hukum 17(2), 271-294.
Pertiwi, R. N., Azizah, D. F., & Kurniawan, B.C. (2014). “Analisis Efektivitas
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (Studi pada Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan Dan Aset Kota Probolinggo).” Jurnal Perpajakan,
3(1). Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/193071-
ID-analisis-efektivitas-pemungutan-pajak-bu.pdf.

37
Prabowo Djoko. (2013). Tinjauan Yuridis Atas Kedudukan Pengadilan Pajak
Dalam
Sistem Peradilan Di Indonesia. Lensa hukum; Vol. 7, 2013.
Suciyani, Fitri. (2022). “Kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di
Indonesia”. Dharmasisya 2, No. 1.
Venti, E. S., dan Galuh, P. D. (2010). “Perubahan Undang-Undang Pajak
Penghasilan dan Perannya Dalam Memperkuat Fungsi Budgeter
Perpajakan.” Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik 1(1), 75-100.
Ispriyarso, B. (2018). Upaya Hukum Dalam Sengketa Pajak. Administrative Law
and Governance Journal, 1(1), 9-14.
Pirade, A. E. (2023). Tinjauan Hukum Terhadap Eksistensi Kuasa Hukum dalam
Beracara di Pengadilan Pajak (Doctoral dissertation, Universitas Kristen
Indonesia).
Tampubolon, A., & Tampubolon, K. (2022). Praktik Banding Di Pengadilan
Pajak. Deepublish.
YUDA, S. P. (2008). PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG
PENGADILAN PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (Doctoral
dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).
Tumbel, T. G. (2017). Penyelesaian Sengketa Pajak Melalui Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. Lex Et Societatis, 5(7)
Anggreini, R. R. (2021). Relasi Mahkamah Agung Dan Pengadilan Pajak Dalam
Kekuasaan Kehakiman. Lex Renaissance, 6(3), 538-561.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-
Undang

38

Anda mungkin juga menyukai