Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
2022
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan pengadilan pajak dalam sistem peradilanIndonesia?
2. Bagaimana kompetensi pengadilan pajak di Indonesia?
3. Bagaimana sejarah pengadilan pajak di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan adapun tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah menjelaskan pengarturan dari pengadilan pajak
dalam peradilan di Indonesia beserta kompetensi dan sejarah awal mula peradilan
pajak di Indonesia.
1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PASAL 25 NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN
KEHAKIMAN
2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PASAL 2 NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK
Manfaat Penelitian
1. Mengetahui sistem pengaturan pengadilan pajak yang berlaku di Indonesia
2. Mengetahui kompetensi peradilan pajak di Indonesia
3. Mengetahui sejarah pengadilan pajak di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1
Asshiddiqie Jimly. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta; Rajawali Pers.313
2 Id. 317
Kompetensi Pengadilan Pajak
Istilah kompetensi berasal dari bahasa latin di abad menengah
“competentia”, yang berarti “hetgen aan iemend toekomt” yaitu apa yang menjadi
wewenang seseorang. Dalam bahasa Indonesia istilah itu sering diterjemahkan
dengan kewenangan, kekuasaan atau hak, yang dikaitkan dengan badan yang
menjalankan kekuasaan kehakiman.
Jadi kompetensi itu merupakan pemberian kekuasaan, kewenangan atau hak
kepada badan dan atau pengadilan yang melakukan peradilan. Hal itu penting agar
suatu permohonan gugatan yang disampaikan kepada badan atau peradilan dapat
diperiksa dan diputus oleh badan yang berwenang.
Wewenang atau kekuasaan pengadilan tercakup dua hal yaitu :
1. Attributie (pemberian), yaitu apakah Pengadilan Negeri pada umumnya
(dan) bukan lain macam pengadilan atau badan kekuasaan (yang) berkuasa
memeriksa perkara semacam yang dimaksudkan dalam permohonan
gugat;
2. Distributie (pembagian), apakah Pengadilan Negeri yang disebut dalam
permohonan gugat (dan) bukan Pengadilan Negeri lain (yang) berkuasa
memeriksa perkara tertentu, yang dimaksudkan permohonan gugat.
Kompetensi absolut oleh R. subekti dan R. Tjitrosoedibio sebagaiamana
dikutip oleh Sjahran Basah diberi arti sebagai uraian tentang kekuasaan atau
wewenang sesuatu jenis pengadilan. Sedangkan kompetensi relatif ialah
menetapkan pembagian kekuasaan diantara badanbadan pengadilan dari satu
jenis.
a) Kompetensi absolut
Seperti umumnya diketahui, sebuah institusi pengadilan mempunyai
kompetensi (kewenangan mengadili) absolut. Yang dimaksud kompetensi absolute
adalah kewenangan suatu lembaga pengadilan untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa atau persoalan hukum tertentu apabila dihadapkan dengan
kewenangan dari lembaga pengadilan dari lembaga peradilan lainnya yang
mempunyai wilayah hukum sama.
Dalam kaitannya dengan Kompetensi absolut Pengadilan Pajak, Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur hal ini dalam
dua pasal, yakni Pasal 31 dan Pasal 32.
Pasal 31 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan
bahwa Pengadilan Pajak Mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan
memutus sengekta pajak. Berdasarkan Pasal 31 ayat (2) Undang-
undang Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya berwenang
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan
lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara menurut Pasal 31 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak menyatakan bahwa:
(1) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31,
Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan
hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam siding-sidang
Pengadilan Pajak.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Ketua.
Berdasarkan kedua Pasal tersebut maka jelaslah kompetensi Pengadilan
pajak adalah memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Dalam menyelesaikan
sengketa pajak ini Pengadilan Pajak memiliki kewenangan dalam dua macam
upaya hukum, yaitu Gugatan dan Banding.
Selain mengenai banding dan gugatan seperti diatas, yang juga menjadi
kewenangan absolut Pengadilan Pajak adalah melakukan pengawasan terhadap
kuasa hukum kepada para pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak.
b) Kompetensi Relatif
Berbeda dari kompetesni absolut yang menghadapkan kewenagan
mengadili dari suatu pengadilan dengan kewenangan mengadili dari suatu
pengadilan dengan kewenangan mengadili dari lingkungan peradilan lain, maka
kompetensi relatif menyangkut kewenangan mengadili pengadilan dari
lingkungan peradilan yang sama dengan wilayah hukum yang berbeda. Dalam
kaitan hal tersebut, kedudukan dan wilayah hukum dari sebuah lembaga
pengadilan memegang peranan yang sangat penting. Untuk Pengadilan Pajak
sendiri mengenai hal ini diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.
Pasal 3 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan pajak menyatakan
bahwa : “ Dengan Undang-undang ini dibentuk Pengadilan Pajak
yangberkedududkan di ibukota Negara.”
Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Sidang Pengadilan Pajak dilakaukan
di tempat kedudukannya dan apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat
lain.”
Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa : “tempat sidang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Ketua.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 tersebut dapat dilihat bahwa kedudukan
Pengadilan Pajak adalah ibukota Negara, yaitu Jakarta. Tetapi apabila melihat
ketentuan Pasal 3 UU PP dan dibandingkan dengan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4
UU BPSP terdapat perbedaan. Pasal 3 ayat 1 UU BPSP menyatakan bahwa :
“Dengan Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
berkedudukan di ibu kota negara dan apablia dipandang perlu dapat dibentuk
Badan Penyelsaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama dengan tempat lain.”
Sementara Pasal 4 UU BPSP menyatakan bahwa: “Sidang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dilakukan ditempat kedudukan atau di tempat kedudukan atau di
tempat lain dalam daerah hukumnya.
Apabila melihat ketentuan Pasal 3 UU BPSP maka dapat dimungkinkan
terjadinya suatu kompetensi relative, yaitu antara BPSP yang berkedudukan di
ibukota Negara dengan BPSP di tempat lain yang tingkatannya sama. Sementara
dalam ketentuan UU PP tidak membuka kemungkinan adanya pembukaan
Pengadilan Pajak di tempat lain yang setingkat dengan yang di Jakarta maupun
yang merupakan pengadilan di bawahnya.
Sejarah Pengadilan pajak
Pengadilan pajak berperan sebagai wadah untuk mencari keadilan dan
pemulihan hak hak bagi pihak-pihak yang bersengketa. Melihat pentingnya peran
pengadilan pajak maka wajib pajak perlu memahami perkembangan, kewenangan,
kedudukan, ruang lingkup, fungsi, ketentuan pembuktian, hingga proses beracara
di pengadilan pajak.
3. MPP tidak hanya berwenang menyelesaikan sengketa pajak pusat, tetapi juga
pajak daerah. Setelah MPP terbentuk, sengketa pajak yang terus menumpuk
dapat diselesaikan di bawah kepemimpinan Soerjono Sastrohadikoesoemo. Saat
itu, penggunaan nama MPP dianggap kurang sesuai karena menimbulkan
intepretasi yang salah terkait fungsi badan ini yang hanya bertugas memberikan
pertimbangan tanpa memutus perkara. Namun, sebutan MPP masih terus
digunakan hingga didirikannya Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
melalui UU No.17/1997 tentang Badan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
BPSP
Dibentuk untuk menggantikan tugas tugas MPP yang dianggap sudah tidak
memadai dan tidak sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa
pajak. Dalam Pasal 2 UU No.17/1997 ditegaskan mengenai kedudukan BPSP
sebagai Badan Peradilan Pajak yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 27 UU
No.6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
BPSP mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus
sengketa pajak. Tugas dan wewenang tersebut berada di luar tugas dan wewenang
Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain memeriksa dan
memutus permasalahan sengketa pajak, BPSP juga berwenang untuk
menyelesaikan sengketa kepabeanan dan cukai. Adanya perluasan kewenangan
BPSP dari MPP, anggota badan ini berasal dari pemerintah, para ahli perpajakan,
pengusaha, dan ahli di bidang kepabeanan dan cukai. Dimasukannya materi
terkait kepabeanan dan cukai dikarenakan saat itu UU Kepabeanan dan UU Cukai
sudah diundangkan pada 1995.
Melihat kedudukan BPSP saat itu, ada yang mengusulkan pembentukan badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Oleh karena itu, pemerintah
membentuk Pengadilan Pajak melalui UU No.14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
4. Pengadilan Pajak
Saat ini, pengadilan pajak merupakan bentuk dari pengadilan khusus yang
berada di bawah lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) 2. Menurut
Pasal 2 UU No.14/2002, definisi pengadilan pajak adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak
yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Pembentukan pengadilan pajak
ini mempunyai tiga pertimbangan penting.
-Pertama, peningkatan jumlah wajib pajak diimbangi dengan pemahaman atas
bidang perpajakan. Selain itu, otoritas pajak juga semakin sadar akan pelaksanaan
pemerintah yang baik (good governance).
-Kedua, semakin dibutuhkan wadah untuk menyelesaikan sengketa pajak dengan
prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana.
-Ketiga, dibutuhkan badan peradilan yang dapat memeriksa dan mutus sengketa
pajak yang menghasilkan putusan yang berkekuatan hukum tetap
2
DDTC, Pengadilan Pajak dari masa ke masa . 2017, jum’at 18 Agustus https://news.ddtc.co.id/begini-
sejarah-pengadilan-pajak-19466
Penyelesaian Sengketa Pajak.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting. Hukum pajak sendiri
adalah peraturan yang mengatur tentang perpajakan dan hubungan negara dengan orang
atau badan wajib pajak, tujuannya memperjelas dan mempertegas prosedural pajak. Sejalan
dengan teori kepatuhan hukum, ketertiban hukum sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesadaran masyarakatnya. Oleh sebab itu, artikel ini akan membahas tentang peranan
hukum pajak dan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kepatuhan pajak sebagai
upaya mewujudkan kesejahteraan. Menggunakan metode deskriptif, pengkajian dilakukan
dengan pendekatan konseptual melihat ketentuan UU dan ilmu hukum lainnya. Penelusuran
dan analisis dilakukan berdasarkan studi dokumen kepustakaan dan literatur hukum.
Ketegasan dan keadilan hukum pajak yang dibersamai dengan kesadaran masyarakat
berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan jumlah penerimaan pajak
yang akan digunakan untuk pembangunan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
B. Saran
Pajak merupakan sumber pendapatan negara terbesar, sehingga memiliki peran yang sangat
penting bagi pembangunan nasional. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan tindakan
terhadap para penunggak pajak. Pelaksanaan gijzeling terhadap wajib pajak yang tidak
kooperatif hendaknya dilakukan secara tegas baik dari peraturannya maupun dari aparat
penegak hukumnya mengingat banyak sekali wajib pajak yang tidak melunasi hutang
pajaknya.
Penerapan gijzelingseharusnya dilakukan secara intensif kepada para penunggak pajak yang
memang benar - benar memiliki hutang berjumlah besar, karena akan memiliki efek positif
terhadap penerimaan pajak. Selain itu, sidat gijzelingyang memaksa ini akan memberikan
dampak positif yaitu bisa meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak
sebagai bentuk kewajiban terhadap negara.