Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SENGKETA PAJAK

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Felix Kusuma Fuliyanto 2017520004

Fujaanggri 2019520014P

Dosen Pengampu : Vhika Meiriasari, SE., M.Si

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada
kami sehingga kami senantiasa dapat menyelesaikan makalah Seminar Perpajakan tepat pada
waktunya.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Perpajakan yang
diberikan oleh Ibu Vhika Meiriasari, SE., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Seminar
Perpajakan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Vhika Meiriasari, SE., M.Si yang
telah memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah ini disajikan terutama kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Seminar Perpajakan, baik yang ada di luar maupun di dalam lingkup Universitas Indo Global
Mandiri. Makalah ini juga dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi kalangan pelajar,
mahasiswa, mapun praktisi pajak.
Namun, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah
ini.

Palembang, 8 Desember 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
A. DASAR HUKUM…………………………………………………………………..5
B. PENGADILAN PAJAK……………………………………………………………5
C. GUGATAN PAJAK………………………………………………………………..6
D. JANGKA WAKTU UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN…………………….10
E. BANDING………………………………………………………………………...10
F. PUTUSAN BANDING SETELAH SELESAINYA LELANG…………………..11
G. PENINJAUAN KEMBALI……………………………………………………….12
CONTOH KASUS………………………………………………………………………..18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….21

3
PENDAHULUAN
Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan  Banding  atau Gugatan  kepada Pengadilan
Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Sengketa pajak bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti :

1. Adanya kebijakan perpajakan yang dikeluarkan Ditjen Pajak berdasarkan kewenangan


yang diberikan undang-undang. Namun, wajib pajak merasa tidak puas dengan kebijakan
tersebut sehingga mengajukan upaya hukum yang memang diperbolehkan oleh UU No
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
2. Adanya perbedaan interpretasi antara WP dan Ditjen Pajak mengenai aturan perundang-
undangan
3. Perbedaan metode perhitungan jumlah pajak mengenai jumlah yang harus disetor pada
negara.
4. Keberatan atas penetapan sanksi denda pajak
Namun tentunya ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menghadapi sengketa

pajak apabila bisa di hindari tentunya setiap wajib pajak berusaha semaksimal mungkin untuk

menghindari sengketa pajak hal ini dikarenakan butuh waktu yang lama untuk penyelesaian

sengketa pajak bisa memakan waktu hingga puluhan tahun.

Upaya yang bisa ditempuh oleh wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak sendiri ada 4

macam, yaitu :

1. Keberatan

2. Banding

3. Gugatan

4. Peninjauan Kembali

4
A. DASAR HUKUM
a. Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

b. Pasal 31 ayat [3] UU 14/2002 jo. Pasal 23 ayat [2] , Pasal 27 ayat [1]  Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan


dan Penyelesaian Keberatan

B. PENGADILAN PAJAK
Pengertian

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman


bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.

Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 adalah


kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang
Nomor 17 tahun 1997.

Kedudukan

a. Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota Negara.

b. Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya

c. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua.

Kekuasaan Pengadilan Pajak

a. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam


memeriksa dan memutus Sengketa Pajak oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak
tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau
Badan Peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima” yang menyangkut
kewenangan/kompetensi

5
b. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus
Sengketa Pajak

c. Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

d. Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan Pajak atas Keputusan pembetulan atau, Keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

e. Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada
pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.

f. Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan
dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Susunan Pengadilan Pajak

a. Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris dan Panitera

b. Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri seorang Ketua dan paling banyak 5(lima) orang
Wakil Ketua

C. GUGATAN PAJAK
Definisi Gugatan
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak definisi gugatan adalah sebagai berikut :
“Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang
dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku”

6
 Ruang Lingkup Pengajuan Gugatan
Sebagai dasar hukum pengajuan gugatan adalah Pasal 23 ayat (2) UU No. 28 Tahun
2007 Tentang KUP yang berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 23 ayat (2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau


Pengumuman Lelang;

b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;

c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang


ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau

d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada
badan peradilan pajak.”

Dari ketentuan pasal 23 ayat (2) tersebut langsung dapat kita ketahui bahwa lingkup
masalah perpajakan yang dapat diajukan gugatan adalah lebih luas/banyak bila dibandingkan
dengan pengajuan banding. Banding hanya mengakomodir permasalahan dari Surat
Keputusan Keberatan, sedangkan gugatan dapat meliputi gugatan terhadap berbagai
keputusan dibidang penagihan pajak, berbagai keputusan dibidang keberatan pajak,
pengurangan pajak, pembatalan pajak serta keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
keputusan perpajakan.

Khusus untuk pengajuan gugatan atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan penerbitan
Surat Ketetapan Keberatan terdapat Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail yaitu
Pasal 36 ayat (2) huruf  g dan huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah
Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
selengkapnya sebagai berikut :

”Pasal 36 ayat (2)”

a. Pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan


pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam
7
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;atau

b. Pengajuan gugatan terhadap penerbitan Surat Keputusan Keberatan yang dalam


penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, untuk pengajuan keberatan
yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007,

berlaku ketentuan berdasarkan Undang-Undang

Berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (2) ini SKP berdasarkan hasil pemeriksaan yang
tidak sesuai prosedur yang dapat digugat adalah atas SKP hasil pemeriksaan yang dimulai
setelah tanggal 31 Desember 2007 tanpa memperhatikan tahun pajak yang diperiksa, artinya
bila pemeriksaan telah dimulai 1 Januari 2008 (dimulainya pemeriksaan sederhana lapangan
adalah terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak)
walaupun tahun pajak yang diperiksa tahun 2007 ke bawah apabila prosedur pemeriksaan
dilanggar maka atas SKP hasil pemeriksaan tersebut dapat diajukan gugatan ke Pengadilan
Pajak. Namun apabila jenis prosedur yang dilanggar dalam pemeriksaan adalah pemeriksa
tidak terlebih dahulu memberikan kesempatan pada Wajib Pajak untuk melakukan
pembahasan akhir-Closing Conference atau tidak terlebih dahulu mengirimkan SPHP, maka
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1)
huruf d UU No. 28 Tahun 2007 Tentang KUP (mengenai hal ini lihat artikel berjudul :
Permohonan Pembatalan SKP Dari Hasil Pemeriksaan Tanpa Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan Atau Pembahasan Akhir berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf d UU No. 28
Tahun 2007 Tentang KUP).
Sama halnya dengan SKP hasil pemeriksaan, atas Surat Keputusan Keberatan yang
dapat diajukan gugatan ke pengadilan pajak adalah Surat Keputusan Keberatan yang
pengajuan keberatannya diajukan setelah tanggal 31 Desember 2007, dengan demikian atas
Surat Keputusan Keberatan yang pengajuan keberatannya sebelum 31 Desember 2007 hanya
dapat diajukan banding ke pengadilan pajak. 
Ruang lingkup kewenangan Pengadilan Pajak atas pengajuan gugatan adalah
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal Pasal 31 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak sebagai berikut :
“Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
8
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku”.

Perbedaan Antara Pengajuan Gugatan Dengan Pengajuan Banding


Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WP atau penanggung pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakaan yang berlaku. Sedangkan gugatan adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh WP atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau
terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Jadi, bila banding merupakan upaya hukum atas suatu keputusan
perpajakan, gugatan adalah upaya hukum atas keputusan perpajakan dan pelaksanaan suatu
penagihan pajak.
Persyaratan Formal Pengajuan Permohonan Gugatan
Berikut adalah syarat yang harus dipenuhi bagi Wajib Pajak yang ingin mengajukan
gugatan menurut UU Pengadilan Pajak:

1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan

Pajak.

2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak

adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan pajak.

3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan

adalah 30 hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.

4. Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau

kuasa hukumnya.

5. Apabila selama proses gugatan penggugat meninggal dunia, gugatan dapat

dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau

pengampunya dalam hal penggugat pailit.

D. JANGKA WAKTU UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN


9
Berdasarkan Pasal 40 ayat (3) UU 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak jangka
waktu pengajuan gugatan adalah 30 hari sejak tanggal diterima keputusan.

E. BANDING
Proses banding merupakan upaya hukum yang dapat diambil untuk memutiskan
sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak
dengan Direktorat Jendral Pajak sebagai akibat dikeluarkannya Surat Keputusan Keberatan.

Proses banding di Pengadilan Pajak berfokus kepada pembahasan materi perpajakan


yang disegketakan dan tidak terlalu memperhatikan pemenuhan prosedur dalam penerbitan
Surat Keputusan Keberatan.

Dasar hukum

Undang undang No. 28 Tahun 2007 tentang KUP

a. Pasal 1 angka 6 UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan


Pajak

“definisi banding dalam undang undang tersebut adalah “upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang
dapat diajukan Banding,berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan yang
berlaku”

b. Lebih jauh Pasal 31 ayat (2) UU Pengadilan Pajak menjelaskan lingkup sengketa
yang dapat diajukan banding yaitu,” Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang undangan yang berlaku”

c. Pasal 27 Undang undang No. 28 Tahun 2007 tentang KUP, mengandung point
penting dalam tindakan banding sebagai berikut :

1. Atas putusan keberatan dapat diajukan banding ke pengadilan pajak

2. Diajukan paling lama 3 bulan sejak Surat Ketetapan Keberatan diterima dilampiri
copy SK tersebut

3. Pajak terutang saat pengajuan banding belum merupakan utang pajak dan
tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak putusan banding
10
4. Apabila banding ditolak atau dikabulkan sebagian , WP dikenai sanksi 100% dari
pajak kurang bayar setelah dikurangi sebagian pajak yang telah dibayar sebelum
pengajuan banding.

Cara Mengajukan Banding atas Kebijakan Pajak

Untuk mengajukan banding, UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak


menetapkan sejumlah syarat banding atas keputusan pajak yang harus dipenuhi WP antara
lain:

a. Mengajukan surat banding berbahasa Indonesia pada pengadilan pajak yang

daerah kewenangannya meliputi wilayah pejabat yang menerbitkan keputusan.

b. Surat banding diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterimanya

keputusan yang disbanding, kecuali diatur lain oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

c. Untuk setiap satu keputusan diajukan satu surat banding.

d. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan

tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.

e. Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang,

Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah

dibayar sebesar 50%.

F. PUTUSAN BANDING SETELAH SELESAINYA LELANG


Banding Pada saat Keluar Surat Pengumuman Pelelangan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;

Jangka Waktu Pengajuan Gugatan,

diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan atau Pengumuman Lelang;

11
Apabila setelah pelaksanaan lelang wajib pajak memperoleh keputusan kebveratan atau
putusan banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi kurang atau nihil sehingga
menimbulkan kelebihan pembayaran pajak maka wajib pajak tidak dapat meminta atau tidak
berhak menuntyut pengembalian barang yang telah dilelang, kelebihan pembayaran pajak
tersebut dikembalikan dalam bentuk uang.
Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban
atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan
putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha
Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian
besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

G. PENINJAUAN KEMBALI
Peninjauan Kembali
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak,
maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak.
a. Permohonan peninjauan kembali (PK) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Pajak.
b. Permohonan peninjauan kembali (PK) tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
c. Permohonan peninjauan kembali (PK) dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal
sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Alasan-alasan mengajukan peninjauan kembali (PK)


a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada
bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

12
b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang
apabila diketahui pada tahap persidangan di pengadilan Pajak akan menghasilkan
putusan yang berbeda;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak, dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut, kecuali yang diputus berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya atau
menambah Pajak yang harus dibayar;
d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya; atau
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.

Jangka Waktu Peninjauan Kembali (PK)


a. Pengajuan peninjauan kembali (PK) berdasarkan alasan-alasan sebagaimana
dimaksud huruf a, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim
pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Pengajuan peninjauan kembali (PK) berdasarkan alasan-alasan sebagaimana
dimaksud huruf b, dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak
ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan
dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
c. Pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) berdasarlan alasan huruf c, d dan e
dilakukan dalam jangka waktutu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.

Syarat Formal Pengajuan Peninjauan Kembali


a. Diajukan kepada Mahkamah Agung, melalui:
- Pengadilan Pajak
- Pengadilan Tata Usaha Negara,
yaitu dalam hal   di   tempat tinggal atau tempat  kedudukan   permohonan   peninjauan
kembali tidak terdapat   Pengadilan Pajak,   maka permohonan dapat   diajukan kepada
Pengadilan   Tata Usaha Negara   tempat tinggal atau tempat   kedudukan pemohon.
- Pengadilan Negeri,

13
yaitu dalam hal di tempat   tinggal atau tempat kedudukan pemohon   peninjauan  
kembali tidak terdapat Pengadilan   Tata   Usaha   Negara, permohonan dapat diajukan  
kepada Pengadilan   Negeri tempat tinggal atau   tempat kedudukan   pemohon

b. Diajukan secara tertulis oleh Pemohon, Ahli Waris, atau kuasa hukum yang ditunjuk
secara khusus untuk itu dengan menyebutkan alasan-alasan dan dilampiri bukti-bukti.
    -   Pemohon, yaitu para pihak yang berperkara
    -   Ahli waris, dalam hal para pihak yang berperkara   telah   meninggal dunia
    -  Kuasa hukum,
 Dasar hukum :
- Pasal 68 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2009 tentang   Perubahan Kedua Undang-undang
No. 14 Tahun   1985  tentang   Mahkamah Agung jo Pasal 3 Per MA   No.  03 Tahun
2002 tanggal 23 Oktober 2002.
- Pasal 123 Het Herziene Indonesish Reglement (HIR)
- SE MA No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa   Khusus

c. Membayar panjar  biaya perkara  (sebesar Rp2.500.000,00)


Dasar Hukum :
- Pasal 4 ayat (1) Per MA No.  03 Tahun 2002 tanggal   23 Oktober 2002
- Pasal 2 ayat (1) huruf b Per MA No. 02 Tahun 2009   tanggal 12 Agustus 2009
Tentang  Biaya Proses   Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya Pada   Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan Yang   Berada di Bawahnya

d. Jangka waktu pengajuan tergantung pada alasan diajukannya PK sesuai Pasal 91 UU


     Pengadilan Pajak.

14
Prosedur Peninjauan Kembali Dalam Sengketa Pajak
Berdasarkan pasl 77 ayat 3 UU No. 14 /2002 dinyatakan bahwa pihak-pihak yang
bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 ( satu ) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.(Pasal  92   UU No. 14 /2002) : 
a. Pengajuan  permohonan  Peninjauan  Kembali berdasarkan   alasan- alasan suatu
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu,
maka dalam jangka waktu paling lambat 3 ( tiga ) bulan terhitung sejak diketahuinya
kebohongan  atau tipu muslihat  atau sejak putusan  Hakim Pengadilan Pidana 
memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Pengajuan  permohonan   Peninjauan  Kembali berdasarkan  alasan-alasan terdapat
bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada
tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda,
maka dalam jangka waktu paling lambat 3 ( tiga ) bulan terhitung sejak  ditemukan
surat-surat bukti yang hari dan tanggal  ditemukannya harus  dinyatakan di bawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
c. Pengajuan permohonan Peninjauan   Kembali berdasarkan alasan-alasan
dikabulkannya suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut kecuali
yang diputus berdasarkan pasal 80 ayat (1) berupa : mengabulkan sebagian atau
seluruhnya dan menambahkan pajak yang harus dibayar.

Terdapat dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya dan


terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Maka tenggang waktu pengajuan Penjauan Kembali-nya dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga ) bulan sejak putusan dikirim.(Pasal   93)   :
a. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali  
dengan ketentuan  :
- Dalam jangka waktu  6 ( enam ) bulan sejak  permohonan peninauan kembali  diterima
oleh  Mahkamah Agung telah mengambil putusan  melalui pemeriksaan acara biasa

15
- Dalam jangka waktu  6 ( enam ) bulan sejak  permohonan Peninjauan Kembali 
diterima oleh  Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal  Pengadilan
Pajak mengambil putusan  memelalui acara cepat ;
b. Putusan atas permohonan  Peninjauan Kembali  sebagaimana  dimaksud dalam 
ayat  (1)  harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum ;

Sebagai pedoman dalam prosedur penerimaan permohonan Peninjauan Kembali di


Mahkamah Agung dapat berpedoman pada buku kerja Mahkamah Agung dengan
penyesuaian-penyesuaian sesuai UU No. 14/2002. 
Tentang prosedur penerimaan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia telah diberikan petunjuk pelaksanaannya sebagaimana disebutkan dalam buku 
Pedoman Pelaksanaan  Tugas dan Administrasi  Pengadilan Buku II sebagai berikut  :
a. Dalam waktu 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tepat atau sejak ditemukan
adanya bukti–bukti baru, Panitera menerima permohonan Peninjauan Kembali yang
diajukan para pihak ;
b. Permohonan Peninjauan Kembali yang dapat diterima, apabila panjar yang
ditentukan  dalam SKUM  di meja telah dibayar lunas ;
c. Apabila biaya Peninjauan Kembali telah dibayar lunas, maka Panitera PTUN wajib
membuat akta Peninjauan Kembali ;
d. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 ( empat belas ) hari Panitera wajib
memberitahukan tentang permohonan Peninjauan Kembali kepada pihak  lawannya
dengan  memberikan atau mengirimkan salinan permohonan Peninjauan Kembali
beserta alasan-alasan kepada pihak lawan ;
e. Jawaban dan tanggapan atas alasan Peninjauan Kembali   selambat-lambatnya  30
( tiga puluh ) hari  sejak alasan Peninjauan Kembali tersebut diterima, harus sudah
diterima di Kepaniteraan untuk disampaikan kepada pihak lawan ;
f. Jawaban atau tanggapan atas Peninjauan Kembali yang diterima di Kepaniteraan 
PTUN harus dibubuhi  hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat
jawaban tersebut ;
g. Dalam waktu 30 ( tiga puluh ) hari setelah menerima jawaban tersebut berkas
Peninjauan Kembali berupa berkas A dan B  dikirim ke Mahkamah Agung ;
h. Dalam menentukan panjar beaya Peninjauan Kembali diperhitungkan  :
- Menetapkan beaya peninjauan kembali yang ditentukan  Mahkamah Agung ;

16
- Biaya pengiriman uang melalui bank ;
1. Ongkos kirim berkas ;
2. Beaya pemberitahuan berupa  :
 Pemberitahuan pernyataan PENINJAUAN KEMBALI dan alasan
PENINJAUAN KEMBALI ;
 Pemberitahuan atas jawaban PENINJAUAN KEMBALI ;
 Pemberitahuan penyampaian salinan putusan kepada pemohon
PENINJAUAN KEMBALI ;
 Pemberitahuan  bunyi putusan PENINJAUAN KEMBALI  kepada
termohon PENINJAUAN KEMBALI
i. Foto copy relas pemberitahuan bunyi putusan Mahkamah Agung agar supaya  dikirim
ke Mahkamah Agung

Hal-hal lain yang perlu diketahui


a. Putusan atas permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud harus
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
b. Hukum acara berlaku pada pemeriksaan PK adalah hukum acara Peninjauan Kembali
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali
yang diatur secara khusus dalam UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
c. Dasar Hukum : Pasal 89-93 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.

17
CONTOH KASUS

Sengketa Pajak Atas Pembebanan Biaya Bunga Cash Pooling

Nomor Putusan : Put-28498/M.V/15 /2011

Tanggal Putusan: 17 Januari 2011

Jenis Pajak : PPh Pasal 23

Tahun Pajak : 2005

Kronologi :

 Wajib Pajak adalah anak perusahaan dari suatu grup usaha yang menjalankan sistem cash
pooling.
 DJP melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 2005 dan menerbitkan surat ketetapan
pajak lebih bayar (SKPLB) pajak penghasilan pada tanggal 22 Maret 2007 dengan salah
satu pokok koreksi adalah biaya bunga cash pooling.
 Wajib pajak tidak menyetujui keseluruhan koreksi DJP dan mengajukan permohonan
keberatan dan upaya hukum melalui permohonan banding di pengadilan pajak.
 Atas pengajuan banding tersebut majelis hakim memutuskan untuk membatalkan koreksi
biaya bunga cash pooling dan mengabulkan sebagian permohonan banding pemohon
banding melalui putusan pengadilan pajak tanggal 17 januari 2011.
 Atas putusan pengadilan pajak tersebut, DJP mengajukan PK (Peninjauan Kembali) ke
kepaniteraan pengadilan pajak pada tanggal 13 Mei 2011.

Pendapat pihak yang bersengketa:

PEMOHON PK (DJP) menyatakan keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak karena


dibuat dengan pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum
(rechsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta telah membuat
suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam pertimbangan hukumnya.
Dengan demikian, atas pertimbangan hukum tersebut menghasilkan putusan yang tidak
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (contra legem) dan telah melanggar asas
kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.

18
Pemohon PK melakukan koreksi biaya bunga cash pooling dengan tiga
pertimbangan. Pertama, sistem cash pooling tidak dikenal dalam perpajakan Indonesia
sehingga atas biaya bunga cash pooling yang dibayarkan tidak dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan.
Kedua, rata-rata tingkat suku bunga wajar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah
sebesar 14%, sedangkan bunga cash pooling yang dibebankan adalah sebesar 15%. Ketiga,
Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak melakukan analisis kewajaran dan analisis fungsi lebih
lanjut berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
Di lain pihak, Termohon PK (wajib pajak) berpendapat bahwa dasar koreksi Pemohon
PK tidak kuat karena hanya beranggapan bahwa cash pooling tidak diatur dalam perpajakan
maka atas transaksi bunga cash pooling tidak diakui biayanya. Padahal, cash
pooling merupakan suatu program terpadu yang dibentuk dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan dana, di mana perusahaan anak yang kekurangan dana
untuk pembiayaan operasionalnya dapat langsung terpenuhi dengan cash pooling.
Lebih lanjut, transaksi cash pooling yang dilakukan oleh Termohon PK dengan
perusahaan induk didasarkan pada Perjanjian Cash Pooling yang mengatur bahwa dana yang
dimiliki Termohon PK akan dipusatkan pada rekening bank perusahaan induk. Dalam hal
ternyata dana Termohon PK yang ada di rekening bank perusahaan induk tidak mencukupi
maka perusahaan induk akan menutupi kebutuhan dana pihak Termohon PK dan akan
dikenakan bunga maksimal sebesar tingkat bunga pasar.
Selain itu, atas bunga cash pooling yang dibayarkan kepada perusahaan induk yang
menerima penghasilan merupakan objek PPh Pasal 23 yang telah Termohon PK potong dan
setorkan ke kas negara. Dengan demikian, biaya bunga cash pooling seharusnya dapat
dibiayakan oleh Termohon PK (deductible expense).

Pertimbangan dan Putusan Majelis :

Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan Pemohon PK


tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dalam Putusan Pengadilan Pajak adalah
sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

19
Hasil putusan PK ini mengkonfirmasi bahwa biaya bunga cash pooling merupakan biaya
yang dapat dibiayakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak karena berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.

Tujuan dilakukannya sistem cash pooling adalah untuk sentralisasi manajemen kas


dalam rangka memastikan bahwa uang tunai atau saldo kas digunakan secara efisien dalam
grup perusahaan sebelum mencari pendanaan dari pihak ketiga. Dengan demikian,
sistem cash pooling memberikan manfaat dalam pengelolaan dana dan meminimalisir biaya
pinjaman dibandingkan melakukan pinjaman kepada pihak ketiga.
Putusan PK ini dapat mengisi ruang diskusi terkait pembebanan biaya bunga cash
pooling, serta diharapkan dapat memberikan kepastian hukum terhadap perlakuan pajak atas
biaya bunga cash pooling. Mengacu pada Putusan PK ini, argumentasi wajib pajak mengenai
tujuan dan manfaat sistem cash pooling, hubungannya dengan kegiatan usaha, dan perlakuan
pajak yang simetris antara biaya bunga dan penghasilan bunga cash pooling, serta tingkat
kewajarannya sangat berperan dalam pertimbangan dan pengambilan putusan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan
Penyelesaian Keberatan

http://www.ortax.com

http://www.pajakonline.com

http://www.news.ddtc.co.id

21

Anda mungkin juga menyukai