Anda di halaman 1dari 19

PERPAJAKAN 1

“STP,KEBERATAN,DAN BANDING”

KELOMPOK 6

OLEH:

1. I PUTU TEDI TEGAS PRATAMA (2002622010314/06)


2. KADEK DWITAROSA (2002622010320/12)
3. IDA AYU DWI CAHYANI MURTI (2002622010326/18)
4. NI PUTU ONIK PUSPITA SARI (2002622010333/24)
5. GUSTI NGURAH NYOMAN MARIARTHA (2002622010339/30)

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS (FEB)
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala limpahan
rahmat dan karunia – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas paper mata kuliah
Perpajakan 1 tepat pada waktunya. Penulisan paper dengan materi STP,Keberatan, dan
banding ini dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap paper tentang
Surat Ketetapan Pajak ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik pada Ilmu
Ekonomi. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru dan
menambah pengetahuan setelah membaca paper ini.
Penulis menyadari paper ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada
bagian isi. Kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya paper yang lebih baik lagi selanjutnya. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
paper ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan, akhir kata semoga
paper ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 26 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 1

1.3 TUJUAN .......................................................................................................................... 1

BAB 2 : PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN STP .................................................................................................... 2

2.2 FUNGSI STP .............................................................................................................. 2

2.3 SANKSI ADMINISTRASI DARI STP ..................................................................... 2

2.4 TATA CARA KEBERATAN ATAU BANDING ..................................................... 3

2.5CARA PENYELESAIAN BANDING ........................................................................ 5

2.6 PENGURANGAN DAN PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK ........................ 6

2.7 DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK ..................................................................... 8

2.8 PEMERIKSAAN PENYIDIKAN ............................................................................ 10

BAB 3: PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu)


per 30 Desember 2019 realisasi tingkat kepatuhan pajak dari Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan berada di level 72,92% atau masih di bawah target yang ditetapkan pada awal
tahun lalu sebanyak 80%. Wajib pajak di Indonesia masih sering melakukan
keterlambatan pembayaran pajak, baik dengan alasan yang yang disengaja ataupun tidak
disengaja. Untuk menegaskan kepada wajib pajak yang mengalami keterlambatan
pembayaran pajak tersebut, maka akan diberikan Surat Tagihan Pajak.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari STP ?
2. Apa saja fungsi dari STP?
3. Apa saja sanksi administrasi dari STP?
4. Bagaimana tata cara keberatan dan banding?
5. Bagaimana cara penyelesaian banding?
6. Bagaimana pengurangan ,pembatasan atau pembatalan?
7. Bagaimana daluwarsa penagihan pajak ?
8. Bagaimana pemeriksaan penyidikan ?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari STP
2. Mengetahui fungsi dari STP
3. Mengetahui sanksi administrasi dari STP
4. Mengetahui tata cara keberatan dan banding
5. Mengetahui cara penyelesaian banding
6. Mengetahui pengurangan ,pembatasan atau pembatalan
7. Mengetahui daluwarsa penagihan pajak
8. Mengetahui pemeriksaan penyidikan

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN STP

Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 STP adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda. Surat Tagihan Pajak ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat
Ketetapan Pajak (SKP), sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan
menggunakan surat paksa.

2.2. FUNGSI STP


• Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut STP Wajib Pajak.
• Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
• Sarana untuk menagih pajak

2.3. SANKSI ADMINISTRASI DARI STP


A. Sanksi administrasi berupa denda Rp100.000 (SPT Masa selain SPT Masa PPN)
dan Rp500.000 (SPT Masa PPN) jika WP tidak atau terlambat menyampaikan SPT
Masa dan Rp1.000.000 jika tidak atau terlambat menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan atau Rp100.000 (SPT Tahunan OP).
B. Sanksi administrasi berupa denda 2% dari DPP apabila Pengusaha yang dikenakan
PPN tetapi tidak melaporkan usaha kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak, atau Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP membuat
Faktur Pajak, atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat
Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi
Faktur Pajak dengan lengkap.
C. Sanksi administrasi berupa bunga apabila Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT
berdasarkan kemauan WP sendiri yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih
besar, besarnya bunga adalah 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung dari
saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan pembayaran kekurangan pajak akibat
pembetulan tersebut.
D. Sanksi administrasi berupa bunga keterlambatan membayar atau menyetor PPh
pasal 21/22/23/25 atau PPN dan PPnBM, yang besarnya sebulan yang dihitung dari
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh I (satu) bulan, untuk paling lama 24 bulan.

2
E. Sanksi administrasi berupa bunga pasal 19 ayat (3) yaitu bunga atas kekurangan
pembayaran akibat permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh (penundaan penyampaian SPT Tahunan) yang besarnya 2% sebulan
yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT Tahunan sampai
dengan dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung
penuh satu bulan.
F. Sanksi administrasi berupa bunga atas pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak
atau kurang dibayar, dan apabila dari hasil penelitian terhadap surat pemberitahuan
terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah hitung dan atau salah tulis, yang
besarnya 2% sebulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak
atau tahun pajak sampai dengan diterbitkan STP.

2.4. TATA CARA KEBERATAN ATAU BANDING


A. Keberatan
Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK 9/2013
s.t.d.t.d PMK 202/2015 tidak menjabarkan definisi keberatan secara eksplisit. Namun
secara sederhana, keberatan adalah upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang
merasatidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau
atas gugatan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan.
keberatan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak
yang bersangkutan terdaftar.
➢ Keberatan dapat diajukan atas :
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
4. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat
ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi
dari pemotongan atau pemungutan pajak. Sebagian besar Wajib Pajak melakukan
proses keberatan karena Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Dan
surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan pajak.
Keberatan umumnya didahului dengan proses pemeriksaan.

3
➢ Syarat Pengajuan Keberatan
1. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
4. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan
Wajib Pajak.
5. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak,
untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
6. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat
Keberatan disampaikan;

➢ Yang dapat mengajukan keberatan


1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
3. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;
4. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.

➢ Jangka waktu pengajuan keberatan:


1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP
atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib
Pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi
karena di luar kekuasaannya
2. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima
oleh Kantor Pelayanan Pajak.
3. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat),
maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak
dilakukan pemotongan / pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan
tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

4
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi
syarat formal. Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika
“dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak. Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.

B. Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan
Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
➢ Syarat Pengajuan Banding
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan
diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

➢ Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:


1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli
warisnya;
3. Kuasa Hukum dari butir diatas

2.5. TATA CARA MENGAJUKAN BANDING


Proses banding pajak sendiri merupakan upaya hukum yang dilakukan wajib
pajak dikarenakan wajib pajak merasa tidak puas atau tidak mempunyai pendapat
yang sama dengan hasil surat ketetapan pajak yang diterbitkan baik tentang pajak
terutangnya menjadi kurang bayar, lebih bayar, ataupun menjadi nihil. Dikarenakan
dalam proses banding termasuk dalam bagian proses hukum dalam suatu bidang
perpajakan, maka dari itu setiap prosesnya pasti didasari dengan ketetapan hukum
yang berlaku dalam perpajakan. Maka dari itu ketentuan pajak dalam proses banding

5
pajak ini diatur dalam UU No.14 tahun 2002 mengenai pengadilan Pajak dan proses
hukumnya melibatkan keberatan, banding, sampai peninjauan kembali. Proses
banding pajak dapat diajukan langsung oleh wajib pajak yang terkait sendiri, ahli
waris, pengurus, ataupun kuasa hukum dari wajib pajak yang terkait. Namun ada 2
kemungkinan yang akan terjadi ketika proses berlangsung yaitu jika selama proses
banding berlangsung pemohon pengajuan banding meninggal dunia, maka proses
banding pajak tersebut bisa dilanjutkan oleh ahli waris wajib pajak yang terkait . Serta
Jika selama proses banding pajak berlangsung pemohon pengajuan melakukan
penggabungan, pemisahan, peleburan usaha maka proses banding pajak tersebut dapat
dilanjutkan oleh pihak yang menerima permintaan pertanggungjawaban atas
terjadinya kasus tersebut.

Ketika setiap persyaratan yang ada pada proses permohonan pengajuan


banding pajak telah terpenuhi maka pemohon banding pajak akan mendapat hak-hak
yang dapat digunakan untuk memperjuangkan dalam hal banding pajak. Hak-hak
tersebut antara lain adalah :
A. Dalam jangka waktu 3 bulan dari diterimanya keputusan banding pajak,
pemohon banding mempunyai hak untuk melengkapi surat bandingnya untuk
pemenuhan ketentuan yang berlaku.
B. Pemohon pengajuan banding pajak berhak untuk hadir dalam persidangan
guna memberikan keterangan secara lisan dan bukti yang diperlukan
C. Pemohon pengajuan banding pajak mempunyai hak untuk didampingi atau
diwakilkan oleh kuasa hukum yang sudah mendapat izin kuasa hukum dari
ketua pengadilan pajak.
D. Pemohon pengajuan banding pajak berhak untuk meminta kepada majelis
untuk kehadiran saksi.

Dalam penyelesaian banding pajak, pengadilan pajak wajib untuk menetapkan


putusan paling lambat 12 bulan sejak surat banding pajak diterima. Namun jika
permohonan banding pajak ditolak atau dikabulkan namun hanya sebagian saja, maka
wajib pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah
pajak terutangnya berdasarkan putusan banding yang keluar yang kemudian akan
dikurangkan dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.

6
2.6. PENGURANGAN DAN PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
A. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak
Pengertian Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak adalah surat
keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai :
1. Pengurangan atas jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak (SKP) dan/atau
sanksi yang tidak benar sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak
(SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP); atau
2. Penolakan atas permohonan pengurangan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

B. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak


Pengertian Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak adalah surat
keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai :
1. Pembatalan atas surat ketetapan pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP);
atau
2. Penolakan atas permohonan pembatalan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar
hanya dapat diajukan dalam hal atas Surat Ketetapan Pajak tersebut:
1. Tidak diajukan keberatan;
2. Diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
3. Tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi;
4. Diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi,
tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
5. Tidak sedang diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil
pemeriksaan atau verifikasi
6. Diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan
atau verifikasi, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
7. Diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan
atau verifikasi, tetapi permohonan tersebut ditolak.

7
Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak
dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan Surat
Ketetapan Pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan
keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat
keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi. Demikian
juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau
pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan
Wajib Pajak.

C. Syarat yang harus Dipenuhi


Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat
Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dan Pembatalan Hasil
Pemeriksaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan
Pajak, termasuk Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa:
• Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
• Pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pembahasan akhir hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud diatas dianggap telah
dilaksanakan apabila pemeriksa pajak telah memberikan kesempatan
untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka pembahasan akhir dan
Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan.
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3. Mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut perhitungan
Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung permohonannya;
4. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
5. Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat
permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

D. Jangka Waktu Pengurangan atau Pembatalan


Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat permohonan diterima, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak. Surat keputusan
berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak
permohonan Wajib Pajak.
8
Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan telah lewat tetapi Direktur Jenderal
Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak, permohonan tersebut dianggap
dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai
dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tetap dapat diterbitkan


dengan penambahan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh
delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayarkan, dan dalam hal Wajib
Pajak setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena telah melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana karena hal lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sesuai dengan putusan pengadilan
dengan hukum yang tetap.

2.7. DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK


Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 UU KUP
adalah 5 (lima) tahun sejak Surat Tagihan Pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau
Peninjauan Kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun apabila :
A. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada
Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran hutang pajak sampai
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa
penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
B. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
C. Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib
Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain
yang dapat merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa

9
penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak
tersebut.
D. Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat
Perintah Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Untuk hak penagihan pajak termasuk di dalamnya adalah bunga, denda,


kenaikan, dan biaya penagihan pajak, memiliki masa jatuh tempo setelah 5 tahun
sejak:
A. Penerbitan STP (Surat Tagihan Pajak)
B. Penerbitan SKPKB
C. Penerbitan SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
D. Penerbitan Surat Keputusan Pembetulan
E. Penerbitan Surat Keputusan Keberatan,
F. Penerbitan Putusan Banding
G. Putusan Peninjauan Kembali

Apabila Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Paksa, maka masa surat 5
tahun dimulai kembali sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa.
Permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh
tempo dapat diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyatakan pengakuan utang pajak.
Sehingga dalam kasus ini daluwarsa penagihan pajak akan dihitung mulai dari tanggal
dimana surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diajukan
dan diterima Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

2.8. PEMERIKSAAN PENYIDIKAN


Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan. Tujuan Pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain.
A. Pemeriksaan Pajak
pemeriksaan pajak dilakukan untuk memastikan bahwa para wajib pajak benar-benar
telah melakukan kewajiban pajak sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan dan peraturan
yang berlaku. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh para petugas dari Direktorat Jenderal Pajak.
Pada dasarnya, ada dua jenis pemeriksaan pajak berdasarkan jangka waktu pemeriksaannya
yaitu :

10
● Pemeriksaan lapangan
Pemeriksaan ini dilakukan paling lama enam bulan setelah wajib pajak
mendapatkan SPPL (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan).
● Pemeriksaan kantor
Berbeda dengan pemeriksaan lapangan, jangka waktu dari pemeriksaan kantor
adalah empat bulan setelah memenuhi panggilan.

B. Teknik Pemeriksaan Pajak


Teknik yang dilakukan oleh Dirjen Pajak dalam melakukan pemeriksaan pajak adalah
sebagai berikut:
1. Melacak informasi baik dari dalam DirjenPajak maupun dari luar
2. Menganalisis dokumen wajib pajak dan melihat keabsahannya
3. Evaluasi informasi dan kelengkapan SPT
4. Analisis, penelusuran angka pajak, dan menganalisis bukti serta mengaitkannya
dengan dokumen
5. Inspeksi untuk wajib pajak dan melakukan pengujian sistematis
6. Wawancara wajib pajak
7. Melakukan sampling dan teknik audit

C. Prosedur Pemeriksaan Pajak


Sesuai dengan Pasal 8 PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, pelaksanaan pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan juga harus dilakukan sesuai
dengan standar pelaksanaan pemeriksaan, yang meliputi hal-hal berikut :
1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai
dengan tujuan pemeriksaan. Persiapan paling sedikit meliputi kegiatan
mengumpulkan dan mempelajari data wajib pajak, menyusun rencana
pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program pemeriksaan (audit program),
serta mendapat pengawasan yang saksama.
2. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan
teknik pemeriksaan sesuai dengan program pemeriksaan (audit program) yang
telah disusun.
3. Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup
dan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. Pemeriksaan dilakukan suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang
supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim. Dalam
keadaan tertentu, ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim.
11
5. Tim pemeriksa pajak dapat dibantu seorang atau lebih yang memiliki keahlian
tertentu, baik yang berasal dari Ditjen Pajak (DJP) maupun instansi di luar DJP
yang telah ditunjuk dirjen pajak, sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa,
ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.
6. Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari
instansi lain.
7. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat
kedudukan wajib pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak,
dan/atau atau tempat lain yang dianggap perlu pemeriksa pajak.
8. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat
dilanjutkan di luar jam kerja. Terakhir, pelaksanaan pemeriksaan
didokumentasikan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan (KKP).

D. Penyidikan Pajak
Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang
mengindikasikan bukti permulaan. Secara sederhana, bukti permulaan merupakan
keadaan, bukti, atau benda yang memberi petunjuk adanya suatu tindak pidana
perpajakan.Pasal 1 angka 31 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),
penyidikan pajak atau lebih tepatnya penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti.

E. Kewenangan dalam Proses Penyidikan Pajak


Dengan mengacu pada Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang KUP, terdapat 11
wewenang penyidik dalam menjalankan tugasnya:
1. Berwenang dalam mencari, menerima, mengumpulkan, serta meneliti hal-hal
yang berkaitan dengan keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana dibidang perpajakan.
2. Penyidik berwenang dalam melakukan penelitian, pencarian, dan pengumpulan
keterangan terkait orang pribadi atau badan yang mendukung kebenaran dalam
perbuatan yang dilakukannya terkait tindak pidana perpajakan.
3. Melakukan permintaan yang berkaitan dengan keterangan dan bahan bukti
yang berasal dari orang pribadi atau badan terkait dengan tindak pidana
dibidang perpajakan.

12
4. Berwenang untuk melakukan pemeriksaan terkait buku, catatan, serta
dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan.
5. Berwenang dalam kegiatan penggeledahan dalam tujuan untuk mendapatkan
bahan bukti pencatatan, pembukuan, serta dokumen lainnya, dan berwenang
melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.
6. Berwenang untuk melakukan koordinasi atau meminta bantuan kepada tenaga
ahli dalam melaksanakan tugas penyidikan.
7. Berwenang meminta seseorang untuk berhenti atau meninggalkan ruangan
atau tempat yang bersangkutan saat berlangsungnya proses pemeriksaan dan
berwenang memeriksa identitas dari orang, benda, atau dokumen yang
dibawanya.
8. Berwenang untuk melakukan pemotretan terhadap seseorang yang berkaitan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan.
9. Berwenang untuk melakukan pemanggilan orang sebagai tersangka atau saksi
untuk dimintakan keterangannya.
10. Berwenang untuk menghentikan proses penyidikan.
11. Berwenang untuk melakukan tindakan lainnya demi kelancaran penyidikan.
Penyidik juga berwenang melakukan kolaborasi dengan Polri, Kejaksaan, serta
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan tujuan untuk
memberikan keadilan dan kepastian hukum yang menjunjung tinggi nilai integritas.
Tak hanya itu, dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), dan lembaga perbankan juga diperlukan agar penegakan dari hukum
pidana ini berjalan efektif

F. Proses Penghentian Penyidikan


Dengan mengacu pada UU KUP Pasal 44A, menyatakan bahwa penyidikan dapat
dihentikan prosesnya apabila tidak ditemukan cukup bukti atau peristiwa yang menjamin
hal tersebut termasuk kedalam tindak pidana dibidang perpajakan. Selain itu, apabila
peristiwa tersebut sudah kadaluwarsa atau tersangkanya dinyatakan meninggal dunia,
maka proses penyidikan dapat diberhentikan.

Berdasarkan dengan Pasal 44B ayat (1) UU KUP, menyatakan bahwa Jaksa Agung
dapat mengehentikan proses penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan atas
permintaan Menteri Keuangan paling lama 6 bulan terhitung sejak tanggal surat
permintaan atas penghentian penyidikan.

13
Dan berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016, Pasal
6, 7, dan 8 menyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menyusun surat permintaan
penghentian penyidikan apabila Menteri Keuangan menyetujui permohonan penghentian
atas proses penyidikan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Namun, untuk penghentian proses penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan tidak
dapat dilakukan oleh Jaksa Agung apabila perkara pidana tersebut telah dilimpahkan
kepada pengadilan. Dan penghentian atas tindak pidana hanya dapat dilakukan apabila
Wajib Pajak telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang
tidak seharusnya dikembalikan.

Selain itu, penghentian proses penyidikan juga dapat dilakukan apabila Wajib Pajak
telah membayar sanksi administrasi berupa denda 4 kali lipat dari jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayarkan, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

14
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan data Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per
30 Desember 2019 realisasi tingkat kepatuhan pajak dari Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan berada di level 72,92% atau masih di bawah target yang ditetapkan pada awal tahun
lalu sebanyak 80%. Wajib pajak di Indonesia masih sering melakukan keterlambatan
pembayaran pajak, baik dengan alasan yang yang disengaja ataupun tidak disengaja. Untuk
menegaskan kepada wajib pajak yang mengalami keterlambatan pembayaran pajak tersebut,
maka akan diberikan Surat Tagihan Pajak.
Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 STP adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat
Tagihan Pajak ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak
(SKP), sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan menggunakan surat
paksa.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chartered Accountant Indonesia IAI. 2015. Manajemen Perpajakan. Jakarta.


https://taxcenter.vokasi.unair.ac.id/2020/12/02/artikel-tax-edu/
https://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=36
https://klikpajak.id/blog/ketahui-ketentuan-daluwarsa-skpkb/
https://www.pajak.go.id/id/pemeriksaan
https://www.pajakku.com/read/60f13fde58d6727b1651ad78/Mengenal-Penyidikan-Tindak-
Pidana-di-Bidang-Perpajakan

16

Anda mungkin juga menyukai