Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH HUKUM PAJAK BAB 13, 14, 15

Dosen Mata Kuliah :

Dra. Nurul Azizah, SE.,MM.

Nama Kelompok 4 :

1. Dwi Damayanti Aghniyah ( NPM 22430054 )


2. Nabilah Agata F ( NPM 22430014 )
3. Dinda Ayu E ( NPM 22430021 )
4. Amelia Farah S ( NPM 22430029 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat serta karunia–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada
waktunya. Kami sadar bahwa masih ada beberapa kesalahan dalam mengerjakan makalah ini,
maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak kami terima untuk membangun makalah yang lebih
baik lagi.

Akhir kata kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini semoga Tuhan senantiasa melindungi kita semua dari segala urusan
kita.

Surabaya, 23 Mei 2023


DAFTAR ISI

SAMPUL………………………………………………………………………………………..1

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………3

BAB I

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………4

BAB II

1. PENAGIHAN PAJAK………………………………………………………………………5

2. PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN PAJAK…………………………………………17

3. PEMERIKSAAN PAJAK………………………………………………………………….24

BAB III

I. KESIMPULAN……………………………………………………………………………..30

II. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………30


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembukuan dalam perpajakan dimaksudkan untuk mempermudah pengisian Surat


Pemberitahuan (SPT), penghitungan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan Penghitungan PPN dan
PPnBM, yang pada dasarnya untuk mengetahui posisi keuangan. SPT sendiri merupakan sarana
bagi Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan semua kegiatan usahanya dalam periode tertentu. SPT
yang dihasilkan merupakan alat bantu komunikasi antara fiskus dan WP.

SPT juga merupakan obyek pemeriksan pajak sehingga sebaiknya tidak menyajikan
informasi-informasi yang salah, yang dapat merugikan baik dari pihak fiskus ataupun pihak wajib
pajak. Wajib Pajak yang melakukan pembukuan, diminta untuk melampirkan SPT tahunan PPh
WP Badan sedangkan bagi WP orang pribadi, hanya yang diwajibkan dalam Undang-Undang saja
yang wajib melakukan pembukuan

Berdasarkan UU no. 19 th 2000, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar


penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, atau menjual
barang yang telah disita. Pemeriksaan pajak merupakan instrumen yang baik untuk
meningkatkantingkat kepatuhan wajib pajak, baik formal maupun material dari
peraturan perpajakan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

• Bagaimana prosedur penagihan pajak dengan surat paksa?


• Bagaimana syarat syarat penyelenggaraan pembukuan / pencatatan
• Bagaimana tata cara pemeriksaan pajak?

1.3 TUJUAN

• Mengetahui apa yang dimaksud dengan penagihan, pembukuan dan pemeriksaan pajak
• Mengetahui tujuan dari dilakukannya penagihan, pembukuan dan pemeriksaan pajak
• Mengetahui tata cara dalam melakukan penagihan, pembukuan dan pemeriksaan pajak
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENAGIHAN PAJAK
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif
Penagihan pasif.
1. Penagihan pajak pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT). Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar,
Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat
Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka
waktu 30 hari belum dilunasi maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan
pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, di mana dalam upaya
penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat
ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
lelang.
B. TAHAPAN PENAGIHAN PAJAK
Tahapan penagihan pajak antara lain sebagai berikut
1. Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7
(tujuh) hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).
2. Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran maka akan
diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh juru sita pajak negara dengan dibebani biaya
penagihan paksa sebesar Rp25.000 (dua puluh lima ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam
waktu 2 x 24 jam.
3. Surat Sita
Apabila utang pajak Anda belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan
tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita
sebesar Rp75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah).
4. Lelang
Dalam waktu empat belas hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka
akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Jika biaya penagihan
paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan
biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

Juru Sita Pajak


Juru sita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, dan penyanderaan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi juru sita pajak sebagai berikut.
1 Berijazah serendah rendahnya SMU atau yang setingkat dengan itu
2. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan Il/a.
3. Berbadan sehat.
4. Lulus pendidikan dan pelatihan juru sita pajak.
5. Jujur. bertanggung jawab, dan penuh pengabdian
Tugas juru sita pajak, antara lain sebagai berikut
A. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
B. Memberitahukan Surat Paksa.
C. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
D. Melaksanakan Penyitaan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Juru sita pajak diberhentikan apabila:
1. Meninggal dunia
2. Pensiun
3. karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya;
4. ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas;
5. Melakukan perbuatan tercela
6. Melanggar sumpah atau janji juru sita pajak
7. Sakit jasmani atau rohani terus menerus
Dasar penagihan pajak
• Pajak pusat
1. Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPBM).
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
5. Bea Masuk .
6. Cukai.
• Pajak Daerah provinsI
1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan.
• Pajak Daerah kabupaten/kota
1. Pajak Hotel.
2. Pajak Restoran.
3. Pajak Hiburan.
4. Pajak Reklame.
5. Pajak penerangan Jalan.
6. Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C.
7. Pajak parker.

C. PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS


Juru sita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan
oleh pejabat apabila terjadi hal-hal seperti di bawah ini.
1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk
itu.
2. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia.
3. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya, atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan
perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
5. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda tanda
kepailitan.
D. SURAT PAKSA
Surat Paksa berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan
grosse akte, yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
•Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan penanggung pajak;
2. Dasar penagihan;
3. Besarnya utang pajak; dan
4. Perintah untuk membayar.
• Surat Paksa diterbitkan apabila terjadi hal-hal seperti di bawah ini:
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Pemberitahuan Surat Paksa


Surat Paksa diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan
Surat Paksa kepada penanggung pajak. Pemberitahuan ini dituangkan dalam Berita Acara yang
sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama juru sita pajak,
nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
• Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh juru sita pajak kepada:
1. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan,
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai
3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya,
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau
4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

• Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh juru sita pajak kepada:
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di
tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain
yang memungkinkan; atau
2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila
juru sita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada nomor 1
E. PENYITAAN
Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan jika penanggung
pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat 2 x 24 jam setelah surat pajak diberitahukan. Dalam
melaksanakan penyitaan, juru sita pajak harus:
1. Memperlihatkan kartu tanda pengenal juru sita pajak;
2. Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
3. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.
Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
(dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, dan dapat
dipercaya. Setiap penyitaan Juru Sita membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, ditandatangani oleh
Juru Sita, penanggung pajak, dan Saksi. Jika penanggung pajak adalah badan maka Berita Acara
Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung
jawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan. Penyitaan dapat dilakukan meskipun
penanggung pajak tidak hadir asalkan salah seorang saksi dari Pemda, Berita Acara Pelaksanaan
Sita ditandatangani oleh penanggung pajak dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap
sah jika penanggung pajak menolak untuk menandatangani. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita
ditempelkan pada barang yang disita atau barang yang disita berada di tempat umum. Atas barang
yang disita ditempel segel sita. Selain itu, Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan
kepada:
1. Penanggung pajak
2. Polisi untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar
3. Badan Pertanahan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar
4. pemerintah daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya
5. Dirjen Perhubungan Laut, untuk kapal.
Pengajuan keberatan tidak menunda pelaksanaan sita.

F. OBJEK SITA
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik penanggung pajak yang berada di tempat
tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada
di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi
saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain;
atau
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh
juru sita pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
1. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata, dan sejenisnya.
2. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing.
3. Penyitaan terhadap kekayaan penanggung pajak yang disimpan di bank berupa
depositotabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya.
4. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang
diperdagangkan di bursa efek.
5. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak
diperdagangkan.
6. Penyitaan terhadap piutang.
7. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya.

G. PENGECUALIAN OBJEK SITA


Barang bergerak milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah
sebagai berikut.
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung
pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan
memasak yang berada di rumah.
3. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara.
4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-
alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan
atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp20.000.000 (dua
puluh juta rupiah).
6. Perlatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungannya.

H. LELANG
Apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah
dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang
terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang. Pengecualian penjualan lelang
dilakukan terhadap objek sita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan barang sitaan mudah rusak
atau cepat busuk.
Prosedur Lelang
1. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat
belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.
2. Pengumunan lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
3. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak
bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
4. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000 (dua puluh
juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa.
5. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang
kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan.
6. Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas
atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.
7. Pejabat dan jare sita pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang.
Larangan ini berlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah dan semenda dalam
keturunan garis lurus, serta anak angkat.
8. Pejabat dan juru sita pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
4 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa.
Pelaksanaan Lelang
1. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak
belum memperoleh keputusan keberatan.
2. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh penanggung pajak.
3. Lelang tidak dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan badan peradilan pajak,
atau objek lelang musnah.
Hasil Lelang
1. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang
belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak.
2. Jika penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1 persen dari pokok lelang.
3. Jika hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak
dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih
ada.
4. Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada
penanggung pajak segera setelah pelaksanaan lelang.
5. Hak penanggung pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan
kepadanya diberikan risalah lelang yang merupakan bukti autentik sebagai dasar
pendaftaran dan pengalihan hak.

I. PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN


Pencegahan
1. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah
utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) dan
diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
2. Pencegahan dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri
atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan.
3. Keputusan pencegahan.
4. Keputusan pencegahan disampaikan kepada penanggung pajak yang dikenakan
pencegahan, Menteri Kehakiman, pejabat yang memohon pencegahan, atasan pejabat yang
bersangkutan, dan kepala daerah setempat.
5. Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap beberapa orang sebagai penanggung pajak Wajib
Pajak badan atau ahli waris.
6. Pencegahan terhadap penanggung pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan
terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Penyanderaan
1. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi
utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat
Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.
2. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang
pajak, sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan diragukan
iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
3. Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang
diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala
Daerah Provinsi.
4. Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh pejabat atau atasan pejabat kepada Menteri
Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubernur untuk penagihan pajak
daerah.
5. Permohonan izin penyanderaan memuat.
6. Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-
lamanya 6 (enam) bulan.
7. Surat Perintah Penyanderaan.
8. Penanggung pajak yang disandera ditempatkan di tempat tertentu sebagai tempat
Penyanderaan.
9. Sebelum tempat penyanderaan dibentuk, penanggung pajak yang disandera dititipkan
dirumah tahanan negara dan terpisah dari tahanan lain.
10. Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan jika penanggung pajak sedang beribadah, atau
sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.
11. Juru sita pajak harus menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung kepada
penanggung pajak dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat penyandera.
12. Jika penanggung pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, juru sita pajakmelalui
pejabat atau atasan pejabat dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaan untuk
menghadirkan penanggung pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
13. Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh
penanggung pajak yang bersangkutan.
14. Penyanderaan dilaksanakan oleh juru sita pajak disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk
Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh juru sita pajak, dan dapat dipercaya.
15. Dalam melaksanakan penyanderaan juru sita pajak dapat meminta bantuan kepolisian atau
kejaksaan.
16. Juru sita pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat penanggung pajak
ditempatkan di tempat penyanderaan, dan Berita Acara Penyanderaan ditandatangani oleh
juru sita pajak, kepala tempat penyanderaan, dan saksi-saksi.
17. Berita Acara Penyanderaan paling sedikit memuat: nomor dan tanggal Surat Perintah
Penyanderaan.
18. Salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan,
Penanggung pajak yang disandera, dan Bupati atau Walikota.
19. Penanggung pajak yang disandera akan dilepas.

J. GUGATAN
Hal-hal yang berkaitan dengan gugatan adalah sebagai berikut :
1. Gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada
pengadilan pajak.
2. Jika gugatan penanggung pajak dikabulkan, penanggung pajak dapat memohon pemulihan
nama baik dan ganti rugi kepada pejabat.
3. Besarnya ganti rugi paling banyak Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
4. Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan
Kepala Daerah.
5. Gugatan penanggung pajak diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang dilaksanakan.

K. SANGGAHAN
Hal-hal yang berkaitan dengan sanggahan adalah sebagai berikut :
1. Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita hanya dapat diajukan ke
Pengadilan Negeri
2. Pengadilan Negeri yang menerima surat sanggahan memberitahukan secara tertulis kepada
pejabat.
3. Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya terhadap barang yang
disanggah kepemilikannya sejak menerima pemberitahuan.
Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat diajukan setelah
lelang dilaksanakan.
L. PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN
Hal-hal yang berkaitan dengan pembetulan dan penggantian adalah sebagai berikut.
1. Penanggung pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada
pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang, dan Surat Penentuan Harga
Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
2. Pejabat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima permohonan
harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.
3. Apabila dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan pejabat tidak memberikan keputusan,
permohonan penanggung pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk
sementara waktu.
4. Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat
lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang,
dan Surat Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau
kekeliruan.
5. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan
dibetulkan oleh pejabat.
6. Jika permohonan ditolak, tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan sesuai jangka
waktu semula.

M. LAIN-LAIN
1. Apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak memperoleh keputusan keberatan atau
putusan banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga
menimbulkan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak
berhak menuntut pengembalian barang yang telah dilelang. Pejabat mengembalikan
kelebihan pembayaran pajak dalam bentuk uang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan pajak tidak dilaksanakan apabila telah kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam
undang-undang dan peraturan daerah.
3. Pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak.
4. Pengajuan Gugatan tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.
N. KETENTUAN PIDANA
Ketentuan-ketentuan pidana antara lain sebagai berikut.
1. Penanggung pajak yang memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan,
meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah
disita dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 4
(empat) tahun, dan denda paling sedikit Rp1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).
2. Apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang sitan
(sesuai UU PPSP Pasal 25 ayat 3 huruf b, c, d, dan e) tidak melaksanakan kewajibannys,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama
(empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling sedikit Rp500.000 (limat ratus ribu rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegahmenghalang halangi atau
menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan
oleh juru sita pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) minggu dan
paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling sedikit Rp500.000 (lima
ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

O. KEDALUARSA TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK


Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan Penagihan Pajak, termasuk
bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan, kedaluwarsa setelah lampau waktu 10 tahun
terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau
tahun pajak yang bersangkutan. Penagihan Pajak dapat dilakukan setelah melampaui waktu
10 (sepuluh) tahun dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa. Kedaluwarsa dihitung sejak tanggal
penyampaian Surat Paksa tersebut.
2. Adanya pengakuan utang dari Wajib Pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini dikarenakan sebagai berikut.
a. Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran. Untuk ini, kedaluwarsa penagihan pajak dihitung
sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak
diterima.
b. Adanya permohonan keberatan. Untuk ini, kedaluwarsa penagihan pajak dihitung sejak
tanggal surat permohonan keberatan diterima.
Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya. Untuk ini
kedaluwara penagihan pajak dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak
tersebut.
A . PEMBUKUAN
Pengertian pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang :
1. keadaan harta
2. kewajiban atau utang.
3. modal
4. penghasilan dan biaya, dan
5. harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang :
• terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
• tidak terutang PPN
• dikenakan PPN dengan tarif 0%; dan
• dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan Jaba rugi
pada setiap akhir tahun pajak.
B. PENCATATAN
Pengertian pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau
penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
➢ Adapula syarat – syarat penyelenggaraan pembukuan / pencatatan adalah sebagai berikut :
1. Diselenggarakan dengan memerhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya
2. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan yang dikerjakan secara teratur
tentang catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
3. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran
atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenakan pajak yang bersifat final.
4. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
5. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi online Wajib Pajak harus disimpan selama
10 (sepuluh) tahun di Indonesia.
C. TUJUAN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Tujuan Pembukuan, adalah untuk mempermudah :
1. Pengisian SPT
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
3. Penghitungan PPN dan PPnBM
4. Mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha / pekerjaan bebas.
Tujuan Pencatatan, adalah untuk mempermudah :
1. Pengisian SPT
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
3. Penghitungan PPN dan PPnBM.
D. PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG
SELAIN RUPIAH
Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uar
selain rupiah adalah sebagai berikut.
1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai Penanaman Modal
Asing.
2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan kontrak dengan pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam undang - undang yang mengatur mengenai pertambangan.
3. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan minyak dari gas
bumi.
Bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang diperbolehkan untuk dipergunakan dalam
pembukuan Wajib Pajak adalah bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.

E. SANKSI PIDANA
Tetap mengacu pada Pasal 39 Undang – Undang KUP, barang siapa dengan sengaja :
1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar.
2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperhatikan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya.
3. Tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi online di Indonesia.
Jadi, dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar.
Permohonan penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Amerika Serikat
adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat
oleh Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan,
kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Kontrak Bagi Hasil.
2. Izin tertulis dapat diperoleh Wajib Pajak dengan mengajukan surat permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak, paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang
diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat tersebut
dimulai, atau 3 (tiga) bulan sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru.
3. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas
permohonan izin penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar
Amerika Serikat.
4. Keputusan Menteri Keuangan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
diterbitkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan dari Wajib
Pajak.
5. Apabila jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat Menteri Keuangan tidak memberi
suatu keputusan maka permohonan tersebut dianggap diterima.
Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Kontrak Bagi Hasil yang akan menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat tersebu dimulai.

F. PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN


Hal – hal yang berkaitan dengan pembayaran Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang - Undang Pajak Penghasilan untuk tahun
pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar
Amerika Serikat adalah sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam mata uang rupiah yang
dikonversikan dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
2. Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 serta Pajak Penghasilan Final yang dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat dapat dilakukan dalam mata uang
rupiah.
3. Jika pembayaran pajak dilakukan dalam mata uang rupiah. Wajib Pajak harus
mengonversikan pembayaran dalam mata uang rupiah tersebut ke mata uang dolar Amerika
Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
yang berlaku pada tanggal pembayaran.
G. PENYAMPAIAN SPT
Hal – hal yang berkaitan dengan penyampaian SPT adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris
dan mata uang dolar Amerika Serikat, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia, kecuali lampiran
berupa laporan keuangan, dan dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
2. Dalam penerapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang - Undang Pajak
Penghasilan, lapisan Penghasilan Kena Pajak dikonversi ke dalam mata uang dolar
Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan yang berlaku pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
3. Jika terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
dan 23 dalam mata uang rupiah yang akan dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan badan, harus dikonversi ke dalam mata uang dolar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang
berlaku pada tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tersebut.
H. SANKSI
1. Apabila Wajib Pajak yang ternyata:
• tidak mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat, atau permohonannya ditolak, atau tidak
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar, tetapi tetap menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan
mata uang dolar Amerika Serikat; atau
• telah diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata
uang dolar Amerika Serikat atau telah memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar, tetapi pembukuannya tetap diselenggarakan dalam bahasa
Indonesia atau mata uang rupiah; maka izin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat dicabut dan Wajib Pajak tidak boleh
lagi mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
2. Perlakuan di atas tidak dikenakan apabila Wajib Pajak memberitahukan secara tertulis
mengenai pembatalan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata
uang dolar Amerika Serikat dalam batas waktu 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berjalan
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Persetujuan Menteri Keuangan.
Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Wajib Pajak yang Boleh
Menyelenggarakan Pencatatan
Pencatatan wajib dilakukan oleh :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto berdasarkan Pasal 14 ayat 2 Undang - Undang Pajak Penghasilan;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Syarat – Syarat Pencatatan
Syarat – syarat pencatatan antara lain sebagai berikut :
1. Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung dengan dokumen yang
dijadikan dasar penghitungan peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto,
serta penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang
bersifat final.
2. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, mulai
tanggal 1 Januari sampai 31 Desember.
3. Pencatatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal
Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak.
4. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak
yang bersifat final.
5. Pencatatan sebagaimana harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan
bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
6. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha.
pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran atau penerimaan
bruto dari masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
Tata Cara Pencatatan
Tata cara pencatatan adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan harus mencatat
peredaran atau penerimaan bruto, dan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, dengan bentuk dan tata cara
sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas harus
mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan
yang dikenakan pajak yang bersifat final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang
ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Dasar hukum dari dikeluarkannya PP No 46 Tahun 2013 adalah,
1. Pasal 5 ayat 2 huruf E Undang - Undang Pajak Penghasilan: Dengan menggunakan
Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan cara menghitung Pajak Penghasilan yang lebih
sederhana dibandingkan dengan menggunakan Undang – Undang Pajak penghasilan secara
umum.
2. Pasal 17 ayat UU PPh, pada intinya penerbitan PP 46 Tahun 2013 ditujukan terutama untuk
kesederhanaan dan pemerataan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Pokok – Pokok Ketentuan PP 46 Tahun 2013
Berikut poin-poin yang dikenal sebagai objek pajak berdasarkan PP-46 tahun 2013:
1. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto
(omzet) yang tidak melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak.
2. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai?
counter/outlet atau sejenisnya, baik pusat maupun cabangnya.
3. Tarif pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1 persen dari jumlah peredaran bruto
(omzet).
4. Usaha dapat meliputi usaha dagang dan jasa, seperti toko/kios/los kelontong, pakaian.
elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya. Hal-ha!
yang dikecualikan, atau tidak dikenai.
Poin – poin yang dikecualikan sebagai objek pajak berdasarkan PP 46 Tahun 2013, sebagai berikut
1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, misalnya dokter, advokat/
pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaiman
dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 PP 46 Tahun 2013.
2. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat 2). misalnya
sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Subjek pajak PP 46 Tahun 2013 adalah
a. Orang pribadi.
b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang menerima penghasilan dari usaha
dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4.800.000.000 dalam 1 (satu) tahun pajak.
Tahun pajak di sini adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
I. PEMERIKSAAN PAJAK

A. PENGERTIAN UMUM

1. pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mecari, mengumpulkan, mengolah data dan
/ keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan
perpajakan.
2. Pemeriksaan pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan direktorat jenderal pajak atau
tenaga ahli yang di tunjuk oleh direktur jenderal pajak yang di beri tugas, wewenang dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaaan pajak.
3. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang di lakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,modal
pengehasilan,dan biaya,serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
di tutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
tahun pajak berakhir.
4. Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang di susun oleh
pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan
pemeriksaan.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN
• Tujuan pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan
perpajakan.
Pemeriksaan dapat di lakukan jika:
1. Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang
telah di berikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menunjukkan rugi.
3. Surat pemberitahuan tidak di sampaikan atau disampaikan tidak pada waktu
yang telah di tetapkan.
4. Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang di tentukan oleh
direktur jenderal pajak.
5. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajban surat pemberitahuan tidak
dipenuhi.
C. HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIAKAN DALAM PEMERIKSAAN
• hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan antara lain:
1. Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksaan harus memiliki tanda pengenal
pemeriksa dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan serta memperlihatkan
kepada wajib pajak yang diperiksa.
2. Wajib pajak yang diperiksa wajib:
a. Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi
dasarnya,dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang
terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang di
pandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberikan keterangan lain yang di perlukan.
3. Buku,catatan,dan dokumen,serta data, informasi,dan keterangan lain wajib dipenuhi
oleh wajib pajak paling lama 1 bulan sejak permintaan disampaikan.
4. Jika wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
tidak memenuhi ketentuan diatas ( nomor 1 ) sehingga tidak dapat di hitung secara
jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.
5. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan,, pencatatan, atau dokumen serta
keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakannya ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
6. Direktur jenderal pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu
serta barang bergerak atau tidak bergerak apabila wajib pajak tidak memenuhi
kewajiban.
D. RUANG LINGKUP DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan dan dapat diperpanjang
menjadi paling lama 8 bulan.
2. Pemeriksaan sederhana lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 2 bulan.
3. Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4 minggu dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 6 minggu.
4. Pemeriksaan lapangan berkenaan deng ditemukannya indikasi adanys unsur tranfer
pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu
yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun. Jangka waktu
pelaksanaan pemeriksaan paling lama 2 tahun ini tidak berlaku dalam hal pemeriksaan
yang dilaksanakan berkenaan dengan surat pemberitahuan yang menyatakan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
• Pemeriksaan lengkap adalah yang dilakukan di tempat wajib pajak meliputi seluruh jenis
pajak , dan tujuan lain, baik tahun berjalan atau tahun – tahun sebelumnya yang dilakukan
dengan menerapkan teknik – teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam
pemeriksaan pada umumnya.
• Pemeriksaan sederhana lapangan adalah pemeriksaan pajak meliputi seluruh jenis pajak
atau tujuan lain baik tahun berjalan atau tahun – tahun sebelumnya yang di lakukan dengan
menerapkan teknik – teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.
• Pemeriksaan sederhana kantor adalah pemeriksaan pajak meliputi jenis pajak tertentu
untuk tahun berjalan atau tahun – tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan
teknik – teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.
• Tujuan lain pemeriksaan pajak adalah dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang
– undangan perpajakan, yang dapat dilakukan antara lain dalam hal:
1. Pemberian atau pencabutan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
2. Pemberian atau pencabutan nomor pengukuhan pengusaha kena pajak (PPKP).
3. Penetuan besarnya jumlah angsuran pajak suatu masa untuk wajib pajak baru.
4. Wajib pajak yang mengajukan keberatan dan banding.
5. Pengumpulan bahan guna menyusun norma perhitungan.
6. Pencocokan data dan alat keterangan.
7. Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah tertentu.
8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang pajak pertambahan nilai dan pajak
penghasilan pasal 21.

II.TEKNIK DAN METODE PEMERKSAAN PAJAK

Menurut theodorus M. Tuannakota dalam buku auditing. Petunjuk pemeriksaan akuntan


publik berpendapat:

“teknik pemeriksaan (audit technique) adalah cara mendapatkan pembuktian dan dikenal
dengan istilah memeriksa (to examine),menganalisis (to analyze), mengecek ( to check ),
membandingkan konfirmasi, voting , menginspeksi ( to inpect), merekonsiliasi, testing atau
sampling, menelusuri(to trace),dan memeriksa dokumen dasar(vouching).

A. LAPORAN PEMERIKSAAN PAJAK

Hal – hal yang diperhatikan dengan laporan pemeriksaan pajak antara lain:

1. Laporan pemeriksaan pajak digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak
dan surat tagihan pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang – undangan perpajakan.
2. Perhitungan besarnya pajak yang terutang menurut laporan pemriksaan pajak yang
digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak
sebagaimana nomor 1 yang berbeda dengan surat pemberitahuan, diberitahukan kepada
wajib pajak.
3. Dalam rangka pembahasan akhir hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak wajib
memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak tentang hasil pemeriksaan berupa
hal – hal yang berbeda antara surat pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk
ditanggapi wajib pajak.
B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK

Pelaksanaan pemriksaan pajak dapat dilakukan dengan dua metode berikut:


1. Metode langsung yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguji kebenaran angka –
angka dalam surat pemberitahuan, laporan keuangan, buku –buku, catatan – catatan, dan
dokumen pendukung sesuai dengan proses pemeriksaan.
2. Metode tidak langsung , yaitu metode yang dilakukan dengan cara pengujian atas
kebenaran angka – angka dalam surat pemberitahuan secara tidak langsung melalui suatu
pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya.

C. TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK

Tata cara pemeriksaan pajak antara lain:

1. Dilakukan oleh seseorang pemeriksa atau lebih.


2. Apabila wajib pajak atau kuasanya tidak ada pemeriksaan ditunda dan tempatnya disegel.
3. Apabila wajib pajak atau kuasanya tidak memperlihatkan/meminjamkan buku, tidak
mengizinkan memasuki tempat tertentu, dan tidak memberikan keterangan yang
diperlukan maka wajib pajak harus mendatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan
(SP3)
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang disetujui dibuatkan laporan pemeriksaan
pajak(LP2) dan diterbitkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak sejauh tidak ada
tindakan penyidikan.
5. Temuan dan pemeriksaan lengkap yang tidak disetujui sebagian atau tidak disetujui
seluruhnya oleh wajib pajak, maka dilakukan pembahasan akhur hasil pemeriksaan
(PAHP).
6. Laporan pemeriksaan akhir yang dibuat harus diberitahukan kepada wajib pajak dengan
tujuan: konsekuensinya daro sistem self assessment, bahan bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, dan bahan untuk wajib pajak melakukan penyesuaian pembukuan.

D. NORMA DAN PEDOMAN PEMERIKSAAN

Pemriksaan dilakukan dengan berpedoman pada norma pemeriksaan yanh berkaitan dengan
pemeriksaan pajak, pemeriksaan , dan wajib pajak.

Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksa pajak dalam rangka pemeriksaan
lapangan adalah sebagai berikut:
1. Pemriksa pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat
perintah pemeriksaan pada waktu melakukan pemriksaan.
2. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan
pemeriksaan kepada wajib pajak.
3. Pemeriksa pajak wajib memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah
pemeriksaan kepada wajib pajak.

III.PENYIDIKAN PAJAK

Penyidikan pajak adalah proses dan agenda dalam perpajakan, yang dilakukan dengan tujuan
untuk proses kelanjutan dari pemriksaan bukti permulaan pajak. Sehingga dalam prosesnya
terdapat indikasi penemuan bukti lanjutan, yang mendukung bukti permulaan pajak tersebut.

A.WEWENANG PENYIDIK

1. Menerima , mecari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan


dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lebih lengkap dan jelas.
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang
perpajakan.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB III

PENUTUPAN

KESIMPULAN

• Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-
barang yang telah disita.Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu
penagihan pasif dan penagihan aktif Penagihan pasif.
• pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi, Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan
perhitungan Jaba rugi pada setiap akhir tahun pajak. pencatatan adalah pengumpulan data
secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
• pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mecari, mengumpulkan, mengolah data
dan / keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan
perpajakan. Pemeriksaan pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan direktorat
jenderal pajak atau tenaga ahli yang di tunjuk oleh direktur jenderal pajak yang di beri
tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaaan pajak.
DAFTAR PUSTAKA

http://proconsult.id/penyidikan-pajak/

https://mahasiswa.ung.ac.id/921412177/home/2016/1/4/kewajiban-pembukuanpencatatan-
dan-pemeriksaan.html

Anda mungkin juga menyukai