Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA,


SANKSI PAJAK, KEBERATAN DAN BANDING

DOSEN PENGAMPU : NURHAYATI, S.E., M.Si.

Disusun Oleh :
KELOMPOK III
Reihani Meilisa (1824053)
Riska Meinarti Siregar (1824055)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Atas segala karunia
dan nikmat-Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul “PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT
PAKSA, SANKSI PAJAK, KEBERATAN DAN BANDING” disusun dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan 2 yang diampu oleh
Ibu Nurhayati, S.E., M.Si. Tidak lupa diucapkan terima kasih kepada teman-
teman serta keluarga yang selalu mendukung dalam pembuatan makalah.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penyusun sebagai manusia
biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Baik dari segi
EYD, kosa kata, etika maupun isi. Karenanya penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Demikian apa yang bisa penyusun sampaikan, semoga pembaca dapat
mengambil manfaat dari karya ini.

Pasir Pengaraian, 28 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah ................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ..................................................... 2
2.2 Sanksi Pajak........................................................................................... 10
2.3 Keberatan .............................................................................................. 12
2.4 Banding ................................................................................................. 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 15
3.2 Saran.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial untuk
menunjang keberhasilan pembangunan nasional. Penerimaan dari sektor pajak
merupakan sumber penerimaan negara terbesar. Banyak cara yang dilakukan
Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor
pajak salah satunya adalah dengan melaksanakan penagihan pajak. Penagihan
pajak yang efektif merupakan sarana yang tepat untuk mencapai target
penerimaan pajak yang maksimal. Penagihan pajak dengan surat paksa merupakan
upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat agar bertanggung jawab dan ikut
berperan dalam perkembangan pembangunan. Tetapi fenomena yang terjadi
menunjukkan bahwa penagihan pajak yang telah dilakukan semaksimal mungkin
tidak juga membuat angka tunggakan pajak menurun.
Optimalisasi penerimaan pajak masih terbentur pada berbagai kendala,
salah satu kendalanya adalah tingginya angka tunggakan pajak, baik yang murni
penghindaran pajak (tax avoidance) dari masyarakat karena masyarakat merasa
rugi bila membayar pajak maupun ketidakmampuan masyarakat dalam membayar
utang pajak. Peran fiskus dalam penerimaan pajak mempunyai andil besar sebagai
pengawas wajib pajak dalam melaporkan dan membayar kewajiban
perpajakannya guna mengurangi jumlah tunggakan pajak yang berpengaruh
terhadap penerimaan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan penagihan pajak dengan surat paksa?
2. Bagaimanakah prosedur penagihan pajak dengan surat paksa sesuai
ketentuan UU No.19 tahun 2000?

1.3 TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan 2 serta mengetahui apa
yang dimaksud dengan surat paksa dan prosedur penagihan pajak dengan surat
paksa sesuai ketentuan UU No.19 tahun 2000.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA


A. Dasar Hukum
Undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 19 tahun
2000.

B. Pengertian-pengertian
1. Penanggung Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan Pajak, adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak
melunasi Utang Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
3. Biaya Penagihan Pajak, adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan
Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan
pajak.
C. Pejabat dan Jurusita Pajak
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita,
Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat
Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak
sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh
Utang Pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.

2
Menteri Keuangan berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak
pusat. Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak
daerah.
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
penyanderaan.
Tugas Jurusita Pajak:
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
2. Memberitahukan Surat Paksa
3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan
4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan
Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan
memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk
menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat
tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat
penyimpanan objek sita.

D. Penagihan Seketika dan Sekaligus


Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua
jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Jurusita Pajak melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan apabila :
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
atau berniat untuk itu
2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

3
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya,
atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, atau
5. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya
memuat:
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Besarnya Utang Pajak
3. Perintah untuk membayar, dan
4. Saat pelunasan pajak
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum
penerbitan Surat Paksa.

E. Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan
hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi:
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Dasar Penagihan
3. Besarnya Utang Pajak
4. Perintah untuk membayar
Surat Paksa diterbitkan apabila:
1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, atau

4
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak
kepada:
1. Penanggung Pajak
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat
usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan
tidak dapat dijumpai
3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya apabilaWajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi
4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal
2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila
Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana
dimaksud dalam angka 1
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan
kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan
dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa
diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan atau likuidator.
Catatan:
a. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan
pelaksanaan Surat Paksa
b. Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan
sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua pulu empat) jam setelah Surat
Paksa diberitahukan

5
F. Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang
Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung
Pajak dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua pulu empat) jam setelah Surat
Paksa diberitahukan, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh
Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak
membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak,
Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

G. Hak Mendahulu
Negara dalam menagih utang pajak kepada Wajib Pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 21 UU KUP mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak
atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum.
Sedangkan pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak
dilunasi. Hak mendahulu tersebut meliputi Pokok Pajak, sanksi administrasi
berupa bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali terhadap:
1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak
2. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut
3. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian
suatu warisan
Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
1. Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan
pajak dan utang pajak
2. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya
penagihan pajak dan utang pajak

6
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi
biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau
putusan Pengadilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri
Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.
Catatan:
a. Berita Acara Pelaksanaan Sita mempunyai kekuatan mengikat, meskipun
Penanggung Pajak menolak menandatangani
b. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan
pelaksanaan penyitaan

H. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara
penawaran harga secara lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan
peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak
tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan
penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.
Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling
singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.
Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
penyitaan. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan
untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
Catatan:
a. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan
b. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak
c. Lelang tidak dapat dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan
pengadilan, atau putusan Pengadilan Pajak, atau objek lelang musnah

7
I. Pencegahan dan Penyanderaan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung
Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan
hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang
pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Pencegahan dapat
dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri
Keuangan atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka
waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama-
lamanya 6 (enam) bulan. Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak
mengakibatkan hapusnya utangnya pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan
pajak.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan
Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan
hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang
pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan
diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan hanya dapat
dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat
setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala
Daerah Provinsi. Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang selama-lamanya 6 (enam) bulan. Penyanderaan tidak boleh
dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang
mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.
Penanggung Pajak yang disandera dilepas:
1. Apabila utang pajak dan biaya peangihan pajak telah dibayar lunas
2. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan
itu telah terpenuhi
3. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap
4. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur

8
Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap
pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri. Dalam hal gugatan
Penanggung Pajak dikabulkan dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, Penanggung Pajak dapat memohon rehabilitasi nama baik dan ganti
rugi atas masa penyanderaan yang telah dijalaninya sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah) setiap hari. Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. Penanggung Pajak tidak dapat mengajukan gugatan terhadap
pelaksanaan penyanderaan setelah masa penyanderaan berakhir. Penyanderaan
terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan
terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

J. Gugatan
Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat
diajukan kepada Pengadilan Pajak. Dalam hal gugatan Penanggung Pajak
dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan ganti
rugi kepada Pejabat paling banyak Rp 5.000.000,000 (lima juta rupiah).
Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
atau Keputusan Kepala Daerah.
Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang
dilaksanakan.

K. Permohonan Pembetulan atau Penggantian


Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau
penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan,
Pengumuman Lelang dan Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan atau kekeliruan. Dalam jangka 7 (tujuh) hari sejak tanggal
yang diterima permohonan tersebut, Pejabat harus memberi keputusan atas
permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu tersebut Pejabat tidak

9
memberikan keputusan, permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan
penagihan ditunda untuk sementara waktu. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak
dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat. Dalam hal
permohonan tersebut ditolak, tindakan pelaksana penagihan pajak dilanjutkan
sesuai jangka waktu semula.

L. Ketentuan Pidana
Penanggung Pajak dilarang:
1. Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita
2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak
tanggungan untuk pelunasan utang tertentu
3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fiducia atau
diagunkan untuk pelunasan utang tertentu
4. Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita
Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan
Penanggung pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah). Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan dalam
melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita Pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan
denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

2.2 SANKSI PAJAK

Sanksi perpajakan menurut Undang-Undang perpajakan, sanksi


perpajakan dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Sanksi Administrasi
Menurut Mardiasmo (2018:64) bahwa Sanksi Administrasi adalah
pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa denda,

10
bunga dan kenaikan.
2. Sanksi Pidana
Menurut Mardiasmo (2018: 63) sanksi pidana merupakan siksaan atau
penderitaan merupakan suatu alat terakhir atau benteng yang digunakan
fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Pengukuran Sanksi Perpajakan


Menurut Mardiasmo (2018: 73) ada pengenaan Sanksi Perpajakan
terhadap wajib pajak diantaranya sebagai berikut:
1. Pemahaman wajib pajak terhadap Sanksi Perpajakan
Sanksi Perpajakan dapat dikenakan terhadap pelanggar yang berkaitan
dengan kewajiban pelaporan, sanksi dapat dikenakan terhadap pelanggaran yang
berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak, sanksi yang diberikan terhadap
pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.
Penerapan sanksi ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak melalaikan kewajiban
untuk mentaati peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Sanksi Perpajakan
Wajib pajak akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi
perpajakan akan lebih banyak merugikan. Semakin banyak tunggakan pajak yang
harus dibayar wajib pajak maka akan semakin berat bagi wajib pajak untuk
melunasinya. Maka sikap atau pandangan wajib pajak terhadap perpajakan
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

Sanksi Administrasi
a. Denda
Sanksi pajak berupa denda diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan
pelanggaran atau kesalahan dalam pelaporan pajak
b. Bunga
Sanksi pajak berupa bunga diberikan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran atau kesalahan dalam pembayaran pajak

11
c. Kenaikan
Sanksi pajak berupa kenaikan diberikan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran atau kesalahan dalam pemberian informasi yang digunakan dalam
penghitungan besaran pembayaran pajak

Sanksi Pidana
a. Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga
kepada pejabat pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana
dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat
kejahatan.
b. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena
pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama
dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya
ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan
selama-lamanya sekian.
c. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan
kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana
penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan
kepada Wajib Pajak.

2.3 KEBERATAN
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa
tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan atas:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

12
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5) Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundang-undang perpajakan.

Ketentuan Pengajuan Keberatan


Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di
tempat WP terdaftar, dengan syarat:
1) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2) Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan
disertai alasan-alasan yang jelas.
3) Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa
pajak.

Jangka Waktu Pengajuan Keberatan


Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/
pemungutan oleh pihak ketiga.
1) Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka
waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB,
SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga
sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
2) Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos
tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak
ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos
dan Giro.

13
2.4 BANDING
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu
kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui
proses banding ke Pengadilan Pajak.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding:


Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas
keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak,
dengan syarat:
1) Tertulis dalam bahasa Indonesia
2) Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima
3) Alasan yang jelas
4) Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan
5) Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding
6) Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan
merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian
atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB
dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak,
maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta
berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara
berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu
penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara.
Penagihan pajak merupakan serangkaian upaya yang dilakukan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melakukan penyanderaan, serta menjual barang-barang yang telah disita.

3.2 SARAN
Menyadari bahwa penyusum masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penyusun akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan


atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak., Perpajakan Edisi Terbaru 2016, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2016
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak., Perpajakan Edisi Terbaru 2018, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2018

16

Anda mungkin juga menyukai