Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MATERI PERPAJAKAN

PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI) DAN


PPNBM (PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH)

Dosen Pengampu :
Nanda Wahyuni Indah Kirana, S.E., M.Ak

Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Menempuh Mata Kuliah Ekonomi

Oleh :
FRIDA DIVIANITASYA 190301199
EVI SHOFIA NANDINI 190301214
RADDIKA ANGGI MUSTIKA 190301243

PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
TAHUN AKADEMIK 2019-2020

1|Page
Kata pengantar

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Allah SWt, atas berkat


limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga Presume dapat meyelesaikam
sebuah makalah Perpajakan dengan judul : “ PPN dan PPNBM ’’
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
meyelesaikan tugas perkuliahan pada Program Studi Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Gresik.
Dengan tersusunnya makalah ini kami berharap kepada Ibu pengampu
Mata Kuliah Perpajakan berkenan meluangkan waktu untuk membina dan
membimbing pembuatan karya ilmiah (makalah) yang ditugaskan kepada
Mahasiswa.Untuk itu peresume mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
:
1. Suwarno, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Muhammadiyah Gresik.
2. Anita Handayani, S.E., M.SM. selaku Ka Prodi Manajemen, Fakultas
Ekonomi Unversitas Muhammadiyah Gresik.
3. Nanda Wahyuni Indah Kirana, S.E., M.Ak selaku dosen pengampu Mata
Kuliah Perpajakan yang dengan telaten dan sungguh-sungguh dalam
menyampaikan materi dan bimbingannya.
4. Rekan-rekan seangkatan Tahun Akademik 2019-2020 yang selalu saling
memberikan semangat dalam menyelesaikan tugas.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Untuk itu dengan kerendahan hati Kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian untuk menjadikan periksa dan Kami berharap atas kritik dan
saran, guna perbaikan dalam penulisan makalah ini. Aamiin……

Gresik, 26 September 2019

Kelompok 7

2|Page
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan
pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan
dirasa sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Dan banyak aspek-
aspek yang terbuka celahnya sehingga dapat menimbulkan penyelundupan yang
tidak dapat teratasi. Selain itu, Pajak Penjualan mempunyai beberapa kelemahan
lainnya seperti, mempunyai bermacam-macam tarif yang menyulitkan para Subjek
dan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya, dan adanya pajak berganda.
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Pajak Penjualan mengalami perubahan
dari waktu ke waktu.
Pemerintah pun menyadari akan kekurangan Pajak Penjualan tersebut,
oleh karena itu diadakanlah revisi secara berkala pada Pajak Penjualan itu sendiri
sehingga namanya dirubah menjadi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN sendiri
memiliki beberapa forte (kelebihan) yang menutupi Pajak Penjualan
pendahulunya tersebut. Di antaranya seperti, menghilangkan pajak berganda,
menggunakan tarif tunggal, netral dalam persaingan dalam negeri, perdagangan
internasional, pola konsumsi dan juga dapat mendorong ekspor. Oleh karena itu,
sebagai akademisi yang bergerak di bidang Ekonomi yang suatu saat nanti, perlu
untuk mempelajari materi perpajakan ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pemungutan PPN dalam Objek, tarif dan
perhitungan?
2. Apa saja persyaratan dan fungsi Faktur Pajak?
3. Bagaimana cara perhitungan PPN, dasar pengenaan PPnBM, dan
penerapan tarif serta pelaporannya?

3|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar PPN dan PPnBM


Seperti kita ketahui, PPN berasal dari Pajak Penjualan yang termodifikasi.
Pada dasarnya terdapat 2 cara dalam pengambilan Pajak Penjualan, yaitu dengan
cara Single Stage Levies dan Multi-Stage Levies. Pada Single Stage Levies,
terdapat 3 tempat dimana pajak tersebut diambil. Yaitu pada pihak produsen atau
pedagang besar/grosir, atau pada tingkat konsumen akhir. Akan tetapi, pada
masing-masing tingkatan terdapat kelemahan-kelemahan yang memungkinkan
untuk memberatkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Pada sistem
yang kedua (Multi-Stage Levies) juga terbagi menjadi 2 sistem, yaitu Cumulative
Cascade Systems dan Non Cumulative System (Value Added).
Pada Cumulative Cascade Systems pajak dipungut pada tingkat peredaran
barang pada jalur produksi dan distribusi tanpa adanya penyesuaian (adjustment)
terhadap pajak yang telah dibayar pada jalur sebelumnya. Pajak ini dipungut
setiap kali ada pemindahan barang pada jalur berikutnya. Karena tidak ada kredit
pajak, maka beban pajak menjadi berlipat ganda (kumulatif) melebihi tarif yang
sebenarnya berlaku untuk peredaran barang tersebut. Sedangkan pada Non
Cumulative System (Value Added) pajak hanya timbul karena adanya faktor
produksi yang terpakai untuk menambah nilai barang tersebut seperti bunga,
sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. Jadi yang
menyebabkan PPN (Value Added Tax) makin bertambah di setiap tingkatan
penjualan adalah adanya unsur-unsur yang menambah nilai suatu barang yang
mempunyai biaya tertentu yang labanya tersebut dapat diambil pajak darinya.
Sehingga tidak terjadi perlipatan ganda biaya pajak karena pada dasarnya biaya
produksi yang produsen keluarkan sudah dibayarkan ketika raw material tersebut
dirubah menjadi produk siap pakai.1
Sebelum kita mengetahui objek apa saja yang dapat dikenakan PPN dan
PPnBM, maka kita seharusnya mengetahui beberapa aspek-aspek yang berkaitan

1
Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan
Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers; 2014), 220-224.

4|Page
dengan diambilnya pajak tersebut. Di antaranya seperti, Barang Kena Pajak
(BKP), Jasa Kena Pajak (JKP), dan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
1. Barang Kena Pajak (BKP)2
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN 1984. Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud” adalah:
a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang
kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model,
rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk
hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
b. Hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial,
atau ilmiah;
c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial;
d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a,
penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan
tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi
tersebut pada huruf c, berupa:
 Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada
masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa;
 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau
radio yang disiarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa; dan

2
Mardiasmo, Perpajakan – Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: ANDI; 2016), 333.

5|Page
 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spectrum radio komunikasi;
e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio; dan
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial
atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang
menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang
sebagai berikut:
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, seperti:
 Minyak mentah (crude oil);
 Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
 Panas bumi;
 Asbes, batu tulis, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonite, dolomit, feldspar (feldspar), garam batu (halite),
grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika,
marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
trakkit;
 Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
 Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
bijih perak, serta bijih bauksit.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak, seperti:
 Beras;
 Gabah;

6|Page
 Jagung;
 Sagu;
 Kedelai;
 Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
 Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah
melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan,
dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur,
diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
 Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
 Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan
gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
 Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris,
di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
 Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci,
ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk
sayuran segar yang dicacah.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering;
dan
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi,
dan lainnya)

2. Jasa Kena Pajak (JKP)


Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,
kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan

7|Page
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN 1984. Dan dari jasa-jasa tersebut, dikeluarkanlah
beberapa jenis jasa yang menurut Undang-Undang tidak termasuk JKP
tersebut, di antaranya seperti:
a. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
 Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
 Jasa dokter hewan;
 Jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi
dll;
 Jasa kebidanan dan dukun bayi;
 Jasa paramedis dan perawat;
 Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, lab.
kesehatan, dan sanatorium;
 Jasa psikolog dam psikiater;
 Jasa pengobatan alternative.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
 Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;
 Jasa pemadam kebakaran;
 Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
 Jasa lembaga rehabilitasi;
 Jasa pemakaman atau rumah duka;
 Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
d. Jasa keuangan, meliputi:
 Jasa menghimpun dana dari masyarakat;
 Jasa menempatkan, meminjam, dan meminjamkan dana kepada
pihak lain;
 Jasa pembiayaan;

8|Page
 Jasa penyaluran pinjaman atas hukum gadai, termasuk gadai
syariah dan fidusia; dan
 Jasa penjaminan
e. Jasa asuransi
f. Jasa di bidang keagamaan
g. Jasa pendidikan
h. Jasa kesenian dan hiburan
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
j. Jasa angkutan umum di darat, air dan udara yang menjadi bagian
tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
k. Jasa tenaga kerja
l. Jasa perhotelan
m. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
n. Jasa penyediaan tempat parkir
o. Jasa telepon umum
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
q. Jasa boga atau katering
3. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean 3, melakukan
usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
a. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak:
 Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan untuk menjadi
pengusaha kena pajak.
 Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.

3
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan
landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.

9|Page
 Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak
keluaran lebih besar daripada pajak masukan yang dapat
dikreditkan serta menyetorkan pajak penjualan atas barang
mewah yang berutang .
 Melaporkan penghitungan pajak.
b. Pengecualian kewajiaban pengusaha kena pajak
 Pengusaha kecil
 Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang atau jasa
yang tidak dikenakan PPN.
4. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun
buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp
4.800.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku
jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp
4.800.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Kewajiban melaporkan
usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama
akhir bulan berikutnya setelah bulan saat peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 4.800.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil:
a. Dilarang membuat faktur pajak.
b. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN.
c. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan.
d. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil
yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah
ditentukan.
5. Penyerahan Barang Kena Pajak
Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan
Barang Kena Pajak. Penyerahan barang kena pajak yang termasuk dalam
pengertian penyerahan BKP adalah:

10 | P a g e
a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang;
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP4;
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan;
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang;
g. Penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
h. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya
dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan
BKP.
Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan BKP adalah:
a. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
c. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP melakukan
pemusatan tempat pajak terutang;
d. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat
pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan
adalah Pengusaha Kena Pajak; dan

4
Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri” adalah pemakaian untuk kepentingan
pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produk sendiri maupun bukan produk
sendiri. Sedangkan “pemberian cuma-cuma” adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran
baik barang produksi sendiri maupun bukan produk sendiri, seperti pemberian contoh barang
kepada relasi atau pembeli.

11 | P a g e
e. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan.
6. Objek Pajak Pertambahan Nilai
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
 Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak
Berwujud;
 Penyerahan dilakukan dalam Daerah Pabean; dan
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
b. Impor BKP;
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
 Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
f. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau pihak lain;
i. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva
yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

12 | P a g e
7. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Dengan pertimbangan bahwa:
a. Perlu keseimbangan pembebanan pajak Antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang
tergolong mewah
c. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
d. Perlu untuk mengamankan Negara
Maka atas penyerahan BKP yang Tergolong Mewah oleh produsen atau
impor BKP yang Tergolong Mewah, disamping dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; dan/atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status;
PPnBM dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
Pengusaha yang menghasilkan BKP yang Tergolong Mewah
tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya;
b. Impor BKP yang Tergolong Mewah.
PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPnBM
hanya dikenakan 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang
Tergolong Mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada
waktu impor BKP yang Tergolong Mewah.
8. Tarif PPN dan PPnBM
a. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
 Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen).
Sedangkan tarif PPN yang diterapkan sebesar 0% adalah
sebagai berikut:
1. Ekspor BKP Berwujud

13 | P a g e
2. Ekspor BKP Tidak Berwujud
3. Ekspor JKP
b. Tarif PPnBM
 Tarif PPnBM dapat diterapkan ke beberapa kelompok, yaitu
tarif paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Atas ekspor
barang Kena pajak (BKP) yang tergolong mewah dikenai pajak
dengan tarif 0% (nol persen).PPnBM yang telah dibayar atas
perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat
diminta kembali (restitusi).
9. Mekanisme Pengenaan PPN
a. Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:
 Pada saat membeli JKP atau BKP, akan dipungut PPN oleh
PKP penjual. Ini merupakan pembayaran pajak di muka (Pajak
Masukan).
 Pada saat menjual BKP atau JKP wajib memungut PPN (Pajak
Pengeluaran). Ini sebagai bukti memungut PPN. Dan wajib
membuat faktur.
 Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak
dengan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai.
 Apabila masa pajak lebih kecil daripada jumlah masukan maka
dapat direstitusi. Dan apabila jumlah pajak pengeluaran lebih
besar daripada pajak masukan selisihnya disetor ke kas negara.

B. Faktur Pajak5
Bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau JKP. Yang harus dibuat pada:
a. Akhir bulan penyerahan barang atau jasa kena pajak
b. Setiap penerimaaan termin sebagai tahap pekerjaan
c. Saat lain yang diatur berdasarkan peraturan menteri keuangan
republik Indonesia
Fungsi Faktur Pajak6:

5
Mardiasmo, Perpajakan, 349.

14 | P a g e
a. Peran penting Faktur Pajak sangat berguna bagi PKP. Dengan
adanya faktur pajak maka PKP memiliki bukti bahwa PKP telah
melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa
PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Jika tejadi kesalahan dalam mengisi faktur pajak, PKP dapat
melakukan pembetulan faktur pajak tersebut. Jika tidak dilakukan
pembetulan sama sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni
pada saat auditor memeriksa pajak PKP.

C. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk
menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh
penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh
penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor
BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.

6
Alban Leandri, "Pengertian e-Faktur: Jenis, Fungsinya, dan Contoh Faktur Pajak",
diakses dari https://www.online-pajak.com/id/pengertian-e-faktur-contoh-faktur-pajak, pada
tanggal 28 Maret 2018 pukul 22.25 WIB.

15 | P a g e
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai
berikut7 :
1. untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
2. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan
harga jual rata-rata;
4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul
film;
5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok
penjualan atau harga perolehan;
8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga
lelang;
9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari
jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah
10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih.
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM

7
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Seri PPN dan PPnBM - Cara
Menghitung PPN dan PPnBM", diakses dari http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-
cara-menghitung-ppn-dan-ppnbm, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 23.22 WIB.

16 | P a g e
1. PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp
25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai
bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan
PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut
tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat
ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau
dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan
PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp50.000.000,00
= Rp5.000.000,00
c. PPnBM = 35% x Rp50.000.000,00
= Rp17.500.000,00
PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan
pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00
merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar
Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM
sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

D. SAAT PELAPORAN PPN/ PPnBM8

8
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Tata Cara Pembayaran dan
Pelaporan PPN & PPnBM Seri - PPN", diakses dari
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul
23.40 WIB.

17 | P a g e
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam
SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang
telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM
dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan
disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.

18 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Penjualan yang
direstrukturisasi/dimodifikasi. Banyak kelebihan yang ditawarkan oleh PPN, salah
satunya dapat menghapus kewajiban pajak berganda. Untuk barang yang dianggap
mewah ada perlakuan khusus yang dinamakan PPnBM (Pajak Penjualan atas
Barang Mewah). Tarif untuk PPN sebesar 10 persen, sedangkan untuk PPnBM
minimal 10 persen dan paling tinggi sebesar 200 persen.
PPN dan PPnBM diterapkan untuk menarik pendapatan dari
masyarakat secara efektif dan efisien. Selain itu, keduanya diterapkan agar
masyarakat tidak berjiwa konsumtif dalam setiap perniagaan yang dilakukannya.

19 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Seri PPN dan PPnBM - Cara
Menghitung PPN dan PPnBM", diakses dari
http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-cara-menghitung-
ppn-dan-ppnbm, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 23.22 WIB.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Tata Cara Pembayaran dan
Pelaporan PPN & PPnBM Seri - PPN", diakses dari
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf, pada tanggal 28
Maret 2018 pukul 23.40 WIB.
Leandri, Alban, "Pengertian e-Faktur: Jenis, Fungsinya, dan Contoh Faktur
Pajak", diakses dari https://www.online-pajak.com/id/pengertian-e-faktur-
contoh-faktur-pajak, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 22.25 WIB.
Mardiasmo, Perpajakan – Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: ANDI; 2016).
Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet, Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan
Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers; 2014).

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai