Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Dosen Pembimbing :

Rara Gustiana,SE.,M.Ak

Disusun Oleh :

1. Bayu Nur Halim (2020.12.10785)


2. Annisa Putri Miranda (2020.12.10830)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NASIONAL

BANJARMASIN

2021

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan ridho-

nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam proses

pengumpulan materi dan juga proses pembuatan makalah ini, tidak terlepas

dari kerja keras kelompok kami. Makalah yang kami buat ini membahas

tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Selain daripada itu, kami juga menyadari bahwa dalam penulisan

makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan,

kalimat maupun tata bahasa atau bahkan sumber yang kami masukkan

kurang akurat. Oleh karena itu dengan tangan dan hati terbuka kami

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat

menambah pengetahuan dan pemahaman kita mengenai materi yang telah di

paparkan di dalam makalah ini.

Banjarmasin, 16 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................2

C. Tujuan Penulisan............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian Penagihan Pajak..........................................................3
B. Prosedur Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa........................5
BAB III PENUTUP.......................................................................................14

A. Kesimpulan....................................................................................14

B. Saran..............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan sistem perpajakan di Indonesia sebagaimana telah

diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1, Pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya

kemakmuran rakyat. Menurut Andriani (Sumarsan, 2013:3), Pajak adalah

iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan

dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Penagihan pajak dengan surat paksa diatur dalam UU NO. 19 tahun 2000.

Bilamana utang pajak tidak dibayar, maka KPP menerbitkan surat teguran,

dilanjutkan dengan penerbitan surat perintah melakukan penyitaan, dan

apabila masih belum dibayar, lalu dilakukan tindakan lelang oleh kantor

lelang negara atas permintaan kantor pelayanan pajak yang bersangkutan,

penyitaan dilakukan oleh Jurusita pajak. Tindakan penyitaan dapat dilakukan

seketika dan sekaligus tanpa menunggu urutan-urutan penagihan pajak.

Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan

1
pada UU No. 19 tahun 1997. Dengan UU penagihan pajak yang demikian itu

diharapkan dapat memberi penekanan yang lebih pada keseimbangan antara

kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara. Keseimbangan

kepentingan dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua

belah pihak yang tidak berat sebelah/tidak memihak, adil, serasi dan selaras

dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian

hukum.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu penagihan pajak dengan surat paksa?

2. Bagaimana prosedur penagihan pajak dengan surat paksa?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu penangihan pajak dengan surat paksa

2. Untuk mengetahui bagaimana penagihan pajak dengan surat paksa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penagihan Pajak

1. Dasar Hukum

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah

Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat

Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-

undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000

yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

2. Pengertian

Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi

penagihan) di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus

atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh

tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis

pajak, masa pajak dan tahun pajak.

Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu

Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral

Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang

pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.

Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak

adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan

biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,

3
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat

paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.

Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan

yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajakmenurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa,

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang,

Pembatakan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan

penagihan pajak.

3. Pejabat dan Jurusita pajak

Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan

memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan

Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan

Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain

yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung

Pajak.

Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi

penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan

dan penyanderaan. Tugas Jurusita Pajak:

 Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

 Memberitahukan Surat Paksa

4
 Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

 Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah

Penyanderaan.

B. Prosedur Penagihan Dengan Surat Paksa

Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui juru

sita pajak Negara menyampaikan atau memberitahukan surat paksa,

melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang

Negara terhadap barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa ini

dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law-

Enforcement di bidang perpajakan. Namun langkah ini merupakan

langkahterakhir yang dilakukan oleh fiskus apabila tidak ada jalan lain yang

dapat dilakukan. 

Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4

tahap, yaitu:

1. Surat Teguran

Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan

penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak

melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP,

SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Surat teguran

adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau

memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat

5
teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam SPT,

SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu hari dari

batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya.

Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000

Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap

penanggungpajak yang disetujui untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajaknya.

2. Surat Paksa

Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan

pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo

pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan pembayaran

atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak

lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu

sebagaimana ditentukan dalam surat teguran maka penagihan selanjutnya

dilakukan oleh juru sita pajak.

Pengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12

Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan

Surat Paksa yang berbunyi: Surat paksa adalah surat perintah membayar

utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sedangkan menurut Rusdji

(2005:25), yaitu surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak

melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa

adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak

6
yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya

sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak

melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan

Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan

persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya.

Sebagai surat yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu memiliki

cirri-ciri dan kriteria tersendiri. Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000

sebagai perubahan atas Undang-undang no.19 tahun 1997 Pasal 7 ayat 1

menyebutkan bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian kepalanya

bertuliskan “Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam

Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnyaharus

memuat:

a. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

b. Dasar penagihan

c. Besarnya utang pajak

d. Perintah untuk membayar

Selain kriteria di atas, surat paksa juga mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

a. Surat paksa langsung dapat digunakan tanpa bantuan putusan

peradilan dan tidak dapat digunakan untuk mengajukan banding

7
b. Mempunyai kedudukan hukum yangsama dengan grosse akte, yaitu

putusan peradilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap.

c. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya

penagihannya

d. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penagihan penyanderaan

Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat

peringatan atau surat lain sejenis yang diterbitkan oleh pejabat. Pasal 8

ayat 1 menerangkan tentang sebab-sebab penerbitan surat paksa, yaitu:

a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya

telahditerbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain

yang sejenis.

b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan

seketikadan sekaligus.

c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan

pembayaran pajak.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita

Pajak kepada:

a. Penanggung pajak

8
b. Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha

penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan

tidak dapat dijumpai

c. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan belum dibagi

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan telah dibagi.

Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak

kepada:

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,

pemilik modal

2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila

Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang.

Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka

waktu 2×24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat

menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pengajuan

keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan

Surat Paksa dan apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa

diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta

Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau

9
dalam likuidasi,Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang

dibebani untukmelakukan pemberesan atau likuidator.

3. Surat Penyitaan

Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat

Paksa. Surat Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum

dilunasidalam jangka waktu 2×24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan,

untuk itu maka dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang

Wajib Pajak. Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak

berwenang melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak.

Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut

diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas

yang meliputi status, nilai serta tempat penyimpanan atau penitipan

barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan

perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib Pajak.

Menurut Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan

Dengan Surat Paksa, Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk

menguasai barang dengan penanggungan pajak, guna dijadikan jaminan

untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Sedangkan penyitaan menurut Hadi (2001:4), yaitu serangkaian

tindakan dari juru sita pajak yang dibantu oleh 2 orang saksi untuk

menguasai barang-barang dari Wajib Pajak, guna dijadikan jaminan

untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan.

10
Undang-undang no.19 tahun 2000 Pasal 14 ayat 1 menjelaskan

bahwa penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik Wajib Pajak yang

berada di tempat tinggal, di tempat usaha, di tempat kedudukan atau di

tempat lain termasuk penguasaannya yang berada di tangan pihak lain

yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang

tertentu, berupa:

1. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan

isi kotor tertentu.

2. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran ataupun bentuk lainnya.

Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan

oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan

beserta peralatan memasak yang berada di rumah

3. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang

diperbolehkan dari Negara

4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan

penanggung pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk

pendidikan, kebudayaan dan keilmuan

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk

melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah

11
seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).

Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak

dan keluarga yang menjadi tanggungan. Penyitaan tidak dapat

dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan

Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang

telah disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan SuratPaksa

kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.

Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang

tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak.Pengadilan Negeri

atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil

penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului

Negara untuk tagihan pajak.

4. Lelang

Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum

melunasi biaya penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap

barang yang telah disita tetap dapat dilakukan.

Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan

no.13/KMK.01/2002, yaitu lelang adalah penjualan barang yang terbuka

untuk umum baik secara langsung maupun media elektronik dengan

carapenawaran harga secara lisan dan tertulis melalui usaha

12
pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib Pajak atau

penanggung pajak tidak melunasi kewajiban perpajakannya dan terhadap

fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib Pajak atau

penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan

menyampaikan Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka barang-barang milik Wajib

Pajak atau penanggung pajak dapat dilelang oleh Kantor Lelang Negara.

Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan

barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau

tertulis melalui pengumpulan calon pembeli.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang

no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Penagihan

pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita

pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran

yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan

tahun pajak. Cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui juru sita

pajak Negara menyampaikan atau memberitahukan surat paksa, melakukan

penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap

barang milik Wajib Pajak. Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat

dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:

1. Surat Teguran

2. Surat Paksa

3. Surat Penyitaan

B. Saran

Dengan adanya makalah ini penulis berharap pada pembaca agar dapat

menjadikan makalah ini sebagai rujukan serta sumber dalam proses belajar

mengajar dan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai meteri yang

dibahas dalam makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://satvika.co.id/news/penagihan-pajak-dengan-surat-paksa-ppsp.html

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/133037-T+27826-

Penagihan+pajak-Analisis.pdf

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/download/105

1/854

15

Anda mungkin juga menyukai