JAKARTA
2019
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Perpajakan International.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
ii
DAFTAR ISI
1. YURIDIKSI ...................................................................................................... 5
1)Yuridiksi Domisilli.............................................................................. 7
1.PAJAK INTERNASIONAL............................................................................ 29
iii
B.Keterbatasan Jangkauan Yurisdiksi .................................................. 31
iv
BAB I
YURIDIKSI PEMAJAKAN
1. YURIDIKSI
ketentuan perpajakan.
pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi, “Segala pajak
Martha (1989) juga menyebutkan bahwa ada empat teori justifikasi legal hak
5
kekuasaan, tetapi dapat meluas sampai kepada orang yang secara fisik
diperoleh dari negara. Suatu perusahaan yang merupakan bagian dari suatu
3. Kontraktual
pembayaran atas barang dan jasa yang diterima dari negara pemungut
berbagai hal teori tersebut kurang tepat sehubungan dengan tidak adanya
4. Soverenitas
6
kebutuhan historis (akan adanya suatu negara), hak, dan kewajiban utama
1) Yuridiksi Domisilli
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang berasal dari sumber di mana
saja sumber itu ada, baik sumber itu berada di dalam negeri maupun di
luar negeri.
atau keberadaan dalam kasus wajib pajak orang pribadi, dan tempat
personal).
7
2) Yuridiksi Fiskal
Yurisdiksi fiskal terdiri atas tiga unsur yaitu legislatif, penerimaan dan
1. Kewarganegaraan,
a) Kewarganegaraan
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di
Menurut ketentuan ini, orang pribadi dapat disebut Wajib Pajak dalam
negeri jika memenuhi salah satu syarat berikut: tempat tinggal atau
berdomisili.
b) Domisili
diatur dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh 1984.Suatu badan dapat
disebut Wajib Pajak dalam negeri jika memenuhi syarat bahwa badan
8
tersebut didirikan di Indonesia, atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
Tahun 1983.
9
PPh kedua konsep tersebut diintegrasikan dalam satu konsep BUT
pangkalan tetap (fixed base), dalam P3B model OECD 2000 telah
P3B Model OECD sekarang ini yang berlaku hanya konsep BUT saja.
Secara umum (Surrey, 1987 dan American Law Institute, 1987 dalam
c) Sumber
10
negara tersebut. Implikasi dari yurisdiksi sumber ialah bahwa
Indonesia secara sah dapat memungut pajak dari orang pribadi atau
setiap satu kali kegiatan. Honor yang disepakati antara Mrs Suzana
memajaki dan berapa PPh terutang bila diasumsikan tidak ada tax
11
Pembahasan :
Indonesia kurang dari 183 hari (20 kali x 6 hari = 120 hari).
domisili.
12
2. BUT (BENTUK USAHA TETAP)
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
2) cabang perusahaan;
3) kantor perwakilan;
4) gedung kantor;
5) pabrik;
6) bengkel;
7) gudang;
13) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh
13
14) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukan
nya tidakbebas;
15) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan
dalam UU PPh apakah termasuk dalam Subjek Pajak Luar Negeri atau Subjek
Yang dijelaskan adalah bahwa bagi Wajib Pajak luar negeri yang
Jika dikategorikan BUT yang diberikan pengertian oleh UU PPh ada empat:
1) BUT fisik yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk
14
menjalankan usaha dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau
lain dan telah melebihi batas waktu tertentu yang diatur dalam undang-
undang PPh atau Tax Treaty. Aktivitas ini berupa pelaksanaan berbagai
3) BUT keagenan orang pribadai atau badan suatu agen yang kedudukan tidak
bebas bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak
15
B. Perhitungan Pajak Penghasilan BUT
Berdasarkan Pasal 5 UUD PPh diatur bahwa yang menjadi objek pajak
1) Penghasilan dari usaha dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai, semua
terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
Untuk menghitung PPh yang terutang bagi BUT, atas penghasilan dapat
untuk menunjang usaha BUT yang besarnya ditetapkan oleh dirjen pajak.
16
Namun demikian tidak semua biaya yang dapat dikurangkan dalam
tersebut adalah:
sejenis yang diterima oleh BUT dari kantor pusatnya tidak dianggap sebagi
objek pajak kecuali bunga yang diterima oleh BUT dari kantor pusatnya
Seperti halnya wajib pajak badan dalam negeri, tarif pajak yang
diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi BUT, dalam pasal 17 ayat (1
Namun demikian ada perbedaan dengan wajib pajak badan dalam negeri,
dikurangi pajak dari suatu BUT akan dikenakan pajak tambahan (branch
17
kembali di Indonesia dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang
yaitu :
penghasilan tersebut;
18
D. Perhitungan PPh BUT
19
Biaya administrasi kantor pusat yang
Rp 5.250.000.000
20
3. KEWAJIBAN PAJAK WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN WAJIB
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi
Indonesia.Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus
Dalam Undang- undang PPh Pasal 2 ayat (3) dan (4) yang termasuk Subjek
Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri sebagai berikut.
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tinggal di Indonesia;
21
b) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
dan
berhak.
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak
dan
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
di Indonesia.
Indonesia
22
4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan WP luar
negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia.
dalam negeri.
23
24
4. KETERBATASAN JANGKAUAN YURISDIKSI
kedaulatannya.
yang kurang tepat.Yang tidak terbatas itu adalah soverenitas, yurisdiksi tidak
Pemikiran Martha didukung oleh Van Raad (1986) yang menyatakan bahwa
secara umum terdapat batas legal ( legal restriction ) atas pemajakan terhadap
orang pribadi warga negara lain atau yang bertempat tinggal atau residen
negara lain dan objek di manca negara. Pembatasan tersebut dapat berasal dari
yurisdiksi fiskal dan hasil dari pelaksanaan klaim pemajakan manca negara
Apabila subjek dan objek tersebut berada di luar jangkauan administrasi pajak,
25
pengawasan, dan sebagainya) akan banyak mengalami kesulitan. Sangat kecil
negara hanya kompeten mengatur setiap subyek atau obyek maupun kejadian
perpajakan di luar negeri juga merupakan hal yang tidak mudah dilaksanakan.
Apalagi menyangkut rahasia usaha dan profesi tentu tidak dengan mudah untuk
dapat diabaikan suatu negara lain. Setiap negara pemungut pajak mempunyai
nasionalnya.
26
5. KERINGANAN PAJAK BERGANDA
Yurisdiksi pemajakan atas penghasilan dari orang pribadi atau badan dapat
global wajib pajak. Karena kebanyakan negara pemungut pajak pada umumnya
membangun yurisdiksi pemajakan berdasar kedua prinsip tersebut maka hal ini
(PBI). Pajak berganda terjadi karena negara sumber (pada umumnya) telah
karena menambah beban pajak wajib pajak. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan mobilitas global usaha, modal dan sumber daya manusia PBI
sekunder pajak (secondary tax claim) atas penghasilan global, selaras dengan
27
kebiasaan internasional, Indonesia berkewajiban untuk menyediakan
PBI dalam bentnk kredit pajak luar negeri berdasarkan metode ordinary yang
diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan No.164 tahun 2002.
Kredit pajak tersebut tersedia bagi WPDN yang membayar atau terutang pajak
28
BAB 1
1. PAJAK INTERNASIONAL
(Pacta Sunservanda)”.
29
dikenakan pajak atas penghasilan 1.34 Pajak Penghasilan III global
luar negeri. Berbeda dengan dividen dari investasi di dalam negeri, dengan
PPh), dividen yang diterima dari sumber di luar Indonesia selalu dikenakan
bruto dan tarif proporsional (20%) atau sesuai dengan tarif P3B yang
berlaku.
30
B. Keterbatasan Jangkauan Yurisdiksi
suatu konsep yang kurang tepat. Yang tidak terbatas itu adalah soverenitas,
didukung oleh Van Raad (1986) yang menyatakan bahwa secara umum
terdapat batas legal (legal restriction) atas pemajakan terhadap orang pribadi
warga negara lain atau yang bertempat tinggal atau residen negara lain dan
dapat berlaku efektif apabila subjek dan objek dimaksud berada di bawah
31
melaksanakan pemajakan terhadap subjek yang baik secara personal
kewenangan fiskal oleh suatu negara juga terhambat oleh ketentuan hukum
hukum pajak suatu negara. Apabila tidak ada pengaturan dalam perjanjian
profesi tentu tidak dengan mudah untuk dapat diabaikan suatu negara lain.
32
3. AZAS – AZAS PERPAJAKAN
A. Azas Domisili
penting dalam azas ini adalah masalah domisili yaitu mengenai bagaimana
1) Alat Uji yang paling umum diterapkan adalah time test yaitu pengujian
B. Azas Sumber
mana penghasilan itu berasal. Penentu sumber ini ditentukan oleh 2 hal,
yaitu:
C. Azas Kewarganegaraan,
33
D. Azas Teritorial
terrirorial principle.
2) Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax
negara yang dikenal dengan isilah tax treaty atau perjanjian penghindaran
pajak berganda (P3B). Untuk negara Indonesia telah memiliki Tax Treaty
dengan 57 negara.
34
mereduksi segala bentuk tekanan dari pemerintah terhadap kegiatan
perdagangan internasional.
1) PeraturanPemerintah
2) PeraturanMenteriKeuangan
3) PeraturanDirjenPajak,
B. Yang mengaturperlakuanpajakatas:
income)
35
D. Sumber hukum internasional menurut piagam Mahkamah Internasional
adalah:
umum.
36
kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara
nasional.
asing,antara lain:
37
f) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit
bersumber di Indonesia
2) Pemberian kredit pajak luar negeri bagi WPDN terhadap pajak yang
penghasilan :
38
Pendekatan pembayaran muncul sebagai alternative atas pendekatan
39
C. Sumber dari Beberapa Kategori Penghasilan lain:
40
BAB 2
INTERNASIONAL
yang sama juga terjadi terhadap definisi hubungan istimewa. Hal ini
Undang-Undang lain.
41
Istilah penghindaran pajak (tax avoidance) berbeda dengan
dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
terjadi.
42
Mekanisme kerja anti-avoidance rules (peraturan-peraturan yang
law saja.
pada satu pihak (pihak yang membayarkan penghasilan) dan pada saat
penghasilan kena pajak yang eksesif pula di jurisdiksi yang lain. Hal ini
43
avoidance rules yang lebih baik dan lebih ketat dari pengaturan yang
DER rule).
dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada
badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di
hubungan istimewa.
44
2. METODE PENGHINDARAN PAJAK GANDA
negeri. Namun, pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri tersebut dapat dikurangkan dari jumlah
undang-undang domestik.
pajak (tax holiday) dianggap tetap terutang pajak di negara sumber untuk
domisili).
45
3. Prinsip Non Diskriminasi
tertentu dibandingkan dengan subjek pajak lainnya dalam kondisi yang sama.
a. Perlakuan yang tidak sama atas kasus yang sama (dapat diperbandingkan);
b. Perlakuan yang sama atas kasus yang tidak sama (dapat diperbandingkan).
pajak berganda, namun untuk menghindari adanya pemajakan yang tidak adil.
Hal ini berbeda dengan pasal-pasal lain dalam P3B yang umumnya diadakan
Pasal 24 ayat (1), (2) dan (5) OECD Model memiliki formulasi yang
sebanding satu dengan yang lainnya dan oleh karena itu akan dijelaskan secara
bersamaan.
dari subjek pajak. Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) OECD Model, subjek pajak
46
asalnya (misal, di Negara D) tidak boleh dikenakan pajak secara lebih berat di
negara lainnya.
dalam negeri (resident) antara Subjek Pajak D dan Subjek Pajak S berbeda.
perlakuan pajak antara subjek pajak dalam negeri dengan subjek pajak luar
negeri.
Konsisten dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) OECD Model, Pasal 24 ayat
(2) OECD Model menyatakan bahwa subjek pajak yang tidak mempunyai
yang mengadakan P3B (misal, Negara D) tidak boleh diberi perlakuan pajak
47
usaha di Negara S, di mana Perusahaan D tersebut dimiliki oleh subjek pajak
(BUT) diatur dalam Pasal 24 ayat (3). Maksud dari Pasal 24 ayat (3) OECD
Model adalah jika Perusahaan D yang merupakan subjek pajak dalam negeri
dari Negara D mempunyai BUT di Negara S maka perlakuan pajak atas BUT
dari Negara S.
Hal tersebut berlaku dengan syarat kegiatan usaha yang dilakukan oleh
pajak atas biaya bunga, royalti, dan pembebanan biaya lainnya sebagai
pengurangan penghasilan kena pajak, diatur dalam Pasal 24 ayat (4) OECD
Model. Berdasarkan ketentuan ini perlakuan pajak atas biaya bunga, royalti,
dan pembebanan biaya lainnya tidak boleh dibedakan antara biaya yang
dibayarkan kepada subjek pajak dalam negeri dari negara sumber atau negara
domisili.
48