Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Muh Fathoni Syariah Yusran

NIM : A031201122

Mata Kuliah : Perpajakan I

RMK

Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (2)

Surat Ketetapan Pajak

Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak dan kaitannya dengan tagihan pajak,  Ditjen Pajak
akan menerbitkan suatu surat  yang disebut Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk sanksi
administrasi pajak.

Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP), SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

SKP berfungsi sebagai :

1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP yang nyata-nyata atau berdasarkan
hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau material dalam memenuhi
ketentuan perpajakan;
2. Sarana untuk mengenakan sanksi perpajakan;
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak;
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar;
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Berdasarkan UU KUP, SKP dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:


1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB): surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB): surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada
pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Timbulnya pajak lebih bayar ini
disebabkan karena kredit pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dibayar. 
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT): surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Timbulnya ketetapan ini
biasanya dikarenakan adanya data baru yang belum terungkap pada saat pemeriksaan
sebelumnya pada tahun pajak yang bersangkutan.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN): surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.

Menurut UU KUP, Ditjen Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan SKP atas semua surat
pemberitahuan (SPT) yang disampaikan Wajib Pajak.

Penerbitan suatu SKP hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh
ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data pajak yang tidak dilaporkan
oleh wajib pajak.

SKP dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau pada saat
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak

Pengertian Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah proses tindakan yang dilaksanakan terhadap penanggung pajak agar
membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak. 

Pengertian penagihan pajak menurut Soemitro (1996), yaitu tindakan yang dilakukan Direktorat
Jenderal Pajak sebab wajib pajak tidak mengikuti ketentuan Undang Undang pajak, terutama
tentang pembayaran pajak terutang.
Sementara itu menurut Rusdji (2004), penagihan pajak rangkaian tindakan yang dilakukan agar
wajib pajak membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak dengan peneguran ataupun
peringatan, melaksanakan penagihan seketika & sekaligus memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, menyita, menyandera, serta menjual barang yang disita.

Sementara itu, penanggung pajak adalah orang maupun badan yang memiliki tanggung jawab
atas pembayaran pajak. Lalu pejabat adalah orang yang memiliki wewenang untuk mengangkat
serta memberhentikan juru sita pajak, dan juru sita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan
pajak yang mencakup penagihan seketika & sekaligus. 

Dasar hukum penagihan pajak telah dicantumkan dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997
mengenai Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai diberlakukan sejak 23
Mei 1997. Undang-undang kemudian diamandemen dengan Undang Undang Nomor 19 tahun
2000 yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2001

Penagihan Pajak

Terdapat beberapa jenis penagihan, yakni penagihan pajak pasif dan aktif, ataupun penagihan
seketika. Apa perbedaan ketiga jenis penagihan tersebut? Apa konsekuensi yang diterima wajib
pajak? Berikut penjelasannya.

 Penagihan Pasif

Untuk jenis penagihan pajak pasif, DJP menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK
Pembetulan, SK Keberatan, serta Putusan Banding yang mengakibatkan pajak terutang menjadi
lebih besar. 

Dalam  jenis ini,, fiskus hanya menyampaikan kepada wajib pajak bahwa terdapat pajak terutang.
Apabila dalam jarak satu bulan sejak dikeluarkannya STP ataupun surat sejenis lainnya, wajib
pajak tidak membayar utang pajaknya, maka fiskus akan menerapkan penagihan aktif.

 Penagihan Aktif

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penagihan aktif adalah proses selanjutnya setelah
penagihan pasif tidak berhasil. Dalam penagihan aktif, fiskus dan juru sita pajak memiliki hak
dan berperan aktif untuk tindakan sita serta lelang.
 Penagihan Seketika & Sekaligus 

Penagihan seketika & sekaligus ini adalah penagihan pajak yang dijalankan oleh fiskus maupun
juru sita pajak terhadap wajib pajak langsung tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pelunasan
pajak. Penagihan pajak pun mencakup keseluruhan utang pajak dari segala jenis pajak, masa
pajak, serta tahun pajak.

Tujuan penagihan pajak seketika & sekaligus adalah guna mencegah terjadinya pajak terutang
yang tidak dapat ditagih. Apabila saat penagihan seketika & sekaligus wajib pajak tidak
membayar, maka juru sita pajak akan menunggu sampai tanggal jatuh tempo.

Tata Cara dan Proses Penagihan Pajak

Terdapat beberapa tindakan maupun langkah yang dijalankan oleh juru sita pajak dalam
menjalankan penagihan pajak. Berikut tata cara dan proses penagihan pajak serta 
penjelasannya. 

 Penagihan dengan Surat Teguran

Surat teguran atau biasa disebut juga surat peringatan adalah surat yang dikeluarkan untuk
melakukan penagihan pajak. Apabila dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo
penanggung pajak atau wajib pajak tidak melunasi pajak terutang, maka surat teguran akan
sampai ke tangan penanggung pajak.

Tujuan surat teguran adalah memberikan peringatan terhadap penanggung pajak agar segera
membayar utang pajak sehingga tidak perlu dilakukan penagihan secara paksa.

 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Surat paksa adalah surat yang akan dikeluarkan apabila 21 hari setelah jatuh tempo surat teguran,
si penanggung jawab pajak belum melunasi utang pajaknya.

Dengan terbitnya surat paksa, wajib pajak harus membayar utang pajaknya dalam waktu 2 x 24
jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri, maupun
penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya serta mempunyai utang
pajak minimal Rp100.000.000). Pengeluaran surat paksa ini dikenakan biaya penagihan pajak
sebesar Rp25.000.
 Penagihan dengan Surat Sita

Surat sita adalah surat yang dikeluarkan apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak dikeluarkannya
surat paksa, penanggung pajak tidak melunasi pajaknya. Terdapat biaya penagihan pajak yang
dibebankan untuk surat sita yaitu Rp75.000. Biaya yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sita.

Penyitaan bukan semata-mata bertujuan untuk memperdagangkan barang milik penanggung


pajak, melainkan petugas memanfaatkan barang-barang tersebut sebagai jaminan agar
penanggung pajak membayar pajak terutangnya.

Dengan demikian, penanggung pajak masih berkesempatan untuk membayar utang pajaknya
dalam waktu 14 hari sejak terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Apabila dalam 14
hari penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya, maka akan dikeluarkan pengumuman
lelang.

Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang disaksikan oleh 2 orang yang dianggap sudah
dewasa sebagai saksi, berkewarganegaraan Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, serta dapat
dipercaya.

 Penagihan dengan Lelang

Lelang akan dilaksanakan apabila dalam waktu 14 hari setelah dikeluarkannya pengumuman
lelang, penanggung pajak belum melunasi pajak terutangnya.

Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak dibagi sesuai jenis pajaknya. Berikut dasar-dasar yang perlu diketahui:

 Dasar Penagihan PPh, PPN, PPnBM, serta Bunga Penagihan

1. Surat Tagihan Pajak.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

4. Surat Keputusan Pembetulan.

5. Surat Keputusan Pemberatan.


6. Putusan Banding.

7. Putusan Peninjauan Kembali sehingga total pajak yang perlu dilunasi bertambah.

 Dasar Penagihan PBB 

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.

2. Surat Ketetapan.

3. Surat Tagihan Pajak.

Daluarsa Penagihan Pajak

Penagihan pajak disebut daluarsa apabila sudah melewati batas waktu penagihan, yakni 5 tahun
terhitung sejak diterbitkannya dasar penagihan pajak. Jika sudah daluarsa, maka hal tersebut
tidak dapat lagi dilakukan karena hak penagihan atas utang pajak tersebut telah dianggap gugur.

Jadi, dapat tertangguh atau melampaui 5 tahun jika:

 Diterbitkan Surat Paksa.

 Terdapat pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung ataupun tidak langsung,
contohnya mengajukan permohonan pengangsuran/penundaan pelunasan.

 Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT sebab wajib pajak melakukan tindak pidana
perpajakan serta tindak pidana lain yang merugikan pendapatan Negara.

 Terdapat penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kewajiban Wajib Pajak dalam Penagihan

Wajib pajak memiliki kewajiban:

1. Melakukan pelunasan utang pajak sebelum jatuh tempo.

2. Berkomitmen dalam membayar angsuran maupun penundaan pembayaran pajak.

3. Bersifat kooperatif dalam tindakan penagihan pajak.


4. Tidak melanggar UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa saat penagihan pajak yang
menyebabkan tindak pidana, misalnya memindahtangankan, menyembunyikan,
menghilangkan, maupun memindahkan hak atas barang yang disita.

Keberatan & Banding

Keberatan Pajak adalah Suatu upaya yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak untuk dapat
mengurangkan atau menghilangkan tagihan pajak yang terdapat pada Surat Ketetapan Pajak
(SKP) yang diterbitkan oleh Kantor Pajak atau Pemotongan atau Pemungutan Pajak oleh Pihak
Ke Tiga. Banding Pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding (Surat Keputusan
Keberatan Pajak), berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Keberatan Wajib Pajak

Keberatan dilakukan oleh Wajib Pajak jika tidak menyetujui atas suatu:

a. Surat Pemberitahuan.
b. Surat Ketetapan Pajak.
c. Surat Ketetapan Pajak Tambahan.
d. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran.
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan.
Syarat Pengajuan Keberatan

a. Tertulis dalam Bahasa Indonesia


b. Memuat jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan wajib pajak.
c. Memuat alas an-alasan yang jelas.
d. Dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal dikirim SKP atau tanggal
pemotongan/pemungutan kecuali di luar kekuasaan wajib pajak (force
mayeur)
e. Satu surat keberatan untuk satu jenis pajak dan satu tahun pajak.

Apabila syarat tidak dipenuhi maka tidak dianggap surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas SKP, wajib pajak wajib
melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib
pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Proses dan Keputusan Keberatan Wajib Pajak

a. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat


Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda
pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
b. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan
atau pemungutan pajak.
c. Dirjen Pajak harus memberikan keputusan dlm : 12 bulan -> jika terlewati
permohonan WP dianggap dikabulkan.
d. Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat
pemeriksaan, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
Keputusan keberatan dapat berupa: mengabulkan seluruhnya, mengabulkan
Sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. Jika
keputusan keberatan menolak atau mengabulkan Sebagian, wajib pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda 50 % dari jumlah pajak yang masih harus
dibayar cfm SK Keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.

2. Banding

Banding adalah tindakan yang dilakukan Wajib Pajak jika tidak menyetujui atas
keputusan keberatan dan melakukan banding kepada badan peradilan pajak. Putusan badan
peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara. Permohonan banding memiliki
syarat
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
b. dengan alasan yang jelas
c. dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima
d. dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.

Pengajuan permohonan banding ini tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak. Pengajuan banding ini tidak menunda kewajiban membayar
pajak.
Dalam hal Keputusan Banding : menolak atau mengabulkan sebagian:

a. Jumlah pajak cfm Put.Banding dikurangi yang sudah dibayar sebelum


mengajukan keberatan JT p.l 1 bulan sejak tanggal Putusan Banding.
b. WP dikenai sanksi adm 100 % .

Pembukuan dan Pencatatan Bagi Wajib Pajak

aPembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data
dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang
bersifat final.
 

A. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan


1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
 

B. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan


1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan
ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak
dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
 

C. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan


1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak
yang terutang.
 

D. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan


1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau
diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat
final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus
menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang
bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
 
E.Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan
usaha/pekerjaan bebas.
 

F. Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah


Wajib Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
asing dan mata uang selain Rupiah yaitu bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat adalah :
1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing;
2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan
kontrak dengan Pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan Perundang-
undangan Pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;
3. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
4. Bentuk Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-Undang Pajak Penghasilan atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
yang terkait;
5. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa
efek luar negeri;
6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi mata uang
Dollar Amerikat Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan
Pendaftaran dari Badan Pengawasa Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan pasar modal;
7. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk
(parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b Undang- Undang Pajak Penghasilan.
 

G. Tata Cara Pengajuan Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata
Uang Selain Rupiah
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan,
kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja
Sama.
Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor
Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
1. Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satauan
mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai;
2. Sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama.

Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan
tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap. Apabila
jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan keputusan
maka permohonan WP tersebut dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah atas nama
Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian izin untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uangan Dollar Amerika Serikat.

WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang sejak
pendiriannya maupun yang akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
tanggal pendirian (bagi WP yang sudah menyelenggarakan sejak pendiriannya) atau 3 (tiga)
bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai (bagi WP yang belum
menyelenggarakan sejak pendiriannya).

WP yang telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan


bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat namun merencanakan untuk tidak
memanfaatkan izin tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan pembatalan secara tertulis ke
KPP dalam hal Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam surat izin belum dimulai dan
pemberitahuan tersebut harus sudah diterima oleh KPP sebelum Tahun Pajak tersebut dimulai.

Apabila penyelenggaraan pembukuan tersebut sudah dimulai, maka wajib mengajukan


permohonan pembatalan secara tertulis ke KPP paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku
yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat tersebut dimulai. Bagi WP Kontrak Karya atau WP Kontraktor Kontrak Kerja
Sama yang telah memberitahukan ke KPP untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, namun WP tersebut
akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata
Rupiah, wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah paling lama 3 (tiga)
bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan
satuan mata uang Rupiah tersebut dimulai.

Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan
pembatalan penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan
dari WP diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor
Wilayah belum memberikan keputusan, maka permohonan dianggap diterima. WP yang
mengajukan permohonan tersebut tidak diperbolehkan lagi menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak izin tersebut dicabut.
 

H. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen


Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara
program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan
atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan
atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Pemeriksaan, Penyidikan & Ketentuan Pidana


Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan bukti
permulaan. Secara sederhana, bukti permulaan merupakan keadaan, bukti, atau benda yang
memberi petunjuk adanya suatu tindak pidana perpajakan. 

Pasal 1 angka 31 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyidikan pajak atau
lebih tepatnya penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti.

Pengumpulan bukti itu ditujukan untuk membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi terang
atau jelas serta dapat ditemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana perpajakan ini
dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Pidana.

Tujuan utama dari dilakukannya proses penyidikan adalah untuk menemukan bukti sekaligus
tersangka yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan.

berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU KUP, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya
dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan DJP yang
diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.

Tugas utama dari penyidik adalah untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dapat membuat
suatu tindak pidana perpajakan menjadi jelas dan pada akhirnya dapat ditemukan tersangkanya.

Pasal 44 ayat (2) UU KUP, dalam melaksanakan tugasnya penyidik memiliki 11


wewenang. Pertama, menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana perpajakan

Kedua , meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi/badan


tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan terkait dengan tindak pidana
perpajakan. Ketiga , meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi/badan terkait
dengan tindak pidana perpajakan.

keempat, memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
perpajakan. Kelima, melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
Keenam, meminta bantuan tenaga ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan. Ketujuh. menyuruh
berhenti/melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa.

Kedelapan, memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana


perpajakan. Kesembilan, memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi. Kesepuluh, menghentikan penyidikan. Kesebelas, melakukan tindakan lain
untuk kelancaran penyidikan.

Di sisi lain, penyidik harus memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur UU Hukum Acara Pidana.

Selain itu, apabila diperlukan, penyidik juga dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain
demi kelancaran proses penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pajak juga harus
tunduk pada norma penyidikan dan memperhatikan asas hukum.

Berdasarkan pasal 44A UU KUP , penyidikan akan dihentikan apabila tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana perpajakan. Penyidikan juga dapat
dihentikan apabila peristiwa tersebut telah daluwarsa atau tersangkanya telah meninggal dunia.

Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permintaan penghentian penyidikan. Surat
permintaan penghentian penyidikan disusun oleh Menteri Keuangan jika menyetujui
permohonan penghentian penyidikan yang diajukan wajib pajak.

Namun, Jaksa Agung hanya bisa menghentikan penyidikan sepanjang perkara pidana itu belum
dilimpahkan ke pengadilan. Selain itu, penghentian penyidikan hanya dilakukan setelah wajib
pajak melunasi utang pajak yang tidak/kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Wajib pajak juga harus membayar sanksi administrasi berupa denda 4 kali lipat dari jumlah pajak
yang tidak/kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan. 

Anda mungkin juga menyukai