Anda di halaman 1dari 11

Perpajakan 1

Tugas 5

Nama : Syalomita Mongkareng


Kelas : 3B D4 Akuntansi Keuangan
NIM : 21043048
Mata Kuliah : Perpajakan 1
Syarat Pembukuan Pemeriksaan Pajak

A. SKPKB

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat yang juga dirilis oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menginformasikan besaran jumlah pokok pajak,
jumlah nilai kredit pajak, jumlah kekurangan bayar pokok pajak, nominal sanksi denda,
serta jumlah total nilai pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak terutang.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan dalam rentang 10 tahun
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, sedangkan Surat Keterangan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun
sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Ketentuan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah sebagai
berikut:

1. Apabila terdapat hasil pemeriksaan pajak yang nilainya masih tidak dibayarkan atau terutang
2. Surat tidak diberikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dan juga sudah diberi
teguran secara tertulis
3. Apabila dari hasil pemeriksaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) ditemukan selisih lebih pajak atau dikenakan tarif 0%
4. Apabila Wajib Pajak menghindari kewajiban pemeriksaan pajak atau tidak membuat
pembukuan sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku
B. SKKPKBP

Apakah Anda pernah mendengar istilah SKPPKP? SKPPKP adalah Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pajak. SKPPKP merupakan sebuah surat keputusan untuk
menyatakan jumlah pengembalian pendahuluan pembayaran pajak bagi wajib pajak patuh
yang melaporkan jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang.

Dengan kata lain, wajib pajak telah melakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang dalam SPT tahunan PPh/pajak masukan, yang dikreditkan lebih besar dari pajak
keluaran dalam SPT Masa PPN.

SKPPKP dapat diberikan kepada wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan yang telah
diteliti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti: 

 Kelengkapan surat pemberitahuan dan lampirannya.


 Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak. 
 Kebenaran kredit pajak/ pajak masukan berdasarkan sistem aplikasi DJP.
 Kebenaran pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. 

Jangka Waktu Penerbitan SKPPKP 

Dirjen Pajak kemudian melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan


pembayaran pajak melalui SKPPKP dari wajib pajak dengan jangka waktu paling lama tiga
bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk pajak penghasilan dan paling lama
satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk PPN. 

Apabila telah melewati jangka waktu namun Ditjen Pajak tidak menerbitkan keputusan, maka
permohonan pengembalian dianggap dikabulkan. Ditjen pajak menerbitkan SKPPKP paling
lama 7 hari kerja setelah jangka waktu berakhir. 

Tata Cara Penerbitan SKPPKP 

Berdasarkan KEP-406/PJ/2001 berikut ini tata cara penerbitan Surat Keputusan


Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP):

1. Meneliti apakah wajib pajak patuh mengajukan surat pernyataan tidak menghendaki
diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dengan
memperhatikan dua hal berikut ini:
 Jika wajib pajak melampirkan surat pernyataan maka Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan diproses seperti prosedur biasa.
 Apabila wajib pajak tidak melampirkan surat pernyataan maka SPT Tahunan diproses
sesuai dengan prosedur khusus. 
2. Memastikan SPT Tahunan Lebih Bayar yang dilaporkan wajib pajak patuh sudah diteliti
(editing) dan direkam dalam aplikasi sistem informasi perpajakan.

3. Membuat nota penghitungan SKPPKP sesuai SPT Lebih Bayar milik wajib pajak patuh
yang telah diedit dan direkam. Apabila SPT Lebih Bayar belum dapat direkam, maka nota
penghitungan SKPPKP dibuat berdasarkan hasil penelitian dengan syarat SPT Lebih Bayar
harus segera direkam jika komputer sudah dapat merekam. 

4. Menerbitkan SKPPKP paling lambat tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN sejak
permohonan diterima secara lengkap.

5. Memproses SKPPKP selayaknya proses SKPLB.

6. Melakukan konfirmasi atas kredit pajak yang diperhitungkan dalam SPT Lebih Bayar
dengan ketentuan sebagai berikut: 

 Proses konfirmasi tidak menuda penerbitan SKPPKP.


 Apabila jawaban konfirmasi diterima setelah terbit SKPPKP dan menyatakan tidak
sesuai dengan data yang dilaporkan wajib pajak, maka kepala Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) harus segera melakukan pemeriksaan khusus kepada wajib pajak bersangkutan.
C. SKPLB

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) merupakan bentuk penetapan pajak oleh


Direktur Jenderal Pajak yang diterbitkan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Dengan memperhatikan ketentuan
tersebut, SKPLB dapat diterbitkan untuk:

1. Pajak Penghasilan (PPh) apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang;
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, jumlah
pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak
yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut; atau
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.

Penerbitan SKPLB
Penerbitan SKPLB dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan
(SPT) yang disampaikan oleh Wajib Pajak, baik SPT yang menyatakan kurang bayar, nihil,
atau pun lebih bayar, yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.

Namun, SKPLB dapat pula diterbitkan tanpa melalui proses pemeriksaan. Berdasarkan
permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran

pajak, menerbitkan SKPLB apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Penambahan Jumlah Lebih Bayar dalam SKPLB


SKPLB masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data
baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran
pajak yang telah ditetapkan.
D. SKPN

Surat Ketetapan Pajak Nihil merupakan surat yang dikeluarkan oleh Direktur


Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak yang membayar pajak sesuai dengan jumlah
yang terutang atau kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki pajak terutang.13
Agu 2021

Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat


Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak
yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Dengan demikian, penetapan pajak melalui penerbitan SKPN dilakukan ketika


fakta dan kondisi yang ada menunjukkan tidak ada kekurangan pajak terutang
yang harus dibayar oleh Wajib Pajak atau tidak terjadi kelebihan pembayaran
pajak oleh Wajib Pajak. Penerbitan SPKN juga dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan.

Meski telah diterbitkan SKPN, Wajib Pajak dapat diterbitkan Surat Ketetapan


Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.

Kondisi yang Memenuhi Kriteria Penerbitan SKPN


SKPN diterbitkan untuk:

1. Pajak Penghasilan (PPh) apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak
yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila jumlah kredit pajak sama dengan
jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, jumlah pajak
yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi
dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut; atau
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) apabila jumlah pajak yang
dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang
dan tidak ada pembayaran pajak
E. STP

Surat Tagihan Pajak adalah surat yang digunakan DJP untuk melakukan tagihan atau
penagihan sanksi administrasi berupa denda/bunga. Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan
oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat seseorang/badan terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Biasanya, STP diterbitkan karena Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban
pajak yang sudah diatur dalam undang-undang atau karena utang pajak yang tak kunjung
dilunasi.

Kapan DJP menerbitkan STP? 

Surat Tagihan Pajak diterbitkan dengan berdasar pada 7 (tujuh) kondisi berikut:

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


2. Adanya salah tulis dan/atau salah hitung yang menyebabkan kekurangan pembayaran
pajak dari hasil penelitian;
3. Pengenaan sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga kepada Wajib Pajak;
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak atau terlambat membuat
faktur pajak;
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap, selain identitas pembeli BKP atau penerima JKP serta nama dan tanda tangan
dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
6. Terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak dengan
dasar petunjuk adanya imbalan bunga dari
a. penerbitan keputusan;
b. penerimaan putusan; atau
c. penemuan data atau informasi,

Penerbitan STP dalam kaitannya dengan imbalan bunga dilakukan dalam hal
diterbitkan keputusan, diterima putusan, atau ditemukan data atau informasi, yang
menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib
Pajak. Hal tersebut diatur dalam Pasal 102 PMK Nomor 18 Tahun 2021.

7. Terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu
sesuai dengan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).

Poin alasan nomor 7 (tujuh) merupakan tambahan dasar penerbitan STP yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan.

F. Keberatan Pajak
Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK 9/2013 s.t.d.t.d PMK
202/2015 tidak menjabarkan definisi keberatan secara eksplisit. Namun secara sederhana,
keberatan adalah upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang merasatidak/kurang puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga. Dalam
hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan. keberatan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Dalam hal apa keberatan dapat diajukan? 

Keberatan dapat diajukan atas : 

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); 


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 
3.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); 
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); 
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan
pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau
pemungutan pajak.

            Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena Surat Ketetapan
Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan
sebagai produk dari pemeriksaan pajak. Keberatan umumnya didahului dengan proses
pemeriksaan.

What are the benefits of using CBD products?

There are a variety of benefits to using CBD products, including reducing inflammation,
relieving pain, and improving skin health. CBD
products https://premiumjane.com/topicals/2oz-topical-cbd-ointment-600mg-cbd/ can also
help to reduce anxiety and promote relaxation.

Where can I purchase the CBD Muscle Menthol Roll-On Gel?

PureKana offers a CBD Muscle Menthol Roll-On Gel that can be purchased on their website.
The product is made with 400mg of CBD https://purekana.com/products/cbd-muscle-
menthol-roll-on-gel-3oz-400mg/ and menthol, which is said to help with pain relief,
inflammation, and muscle soreness. Customers seem happy with the results they’ve seen so
far.

Syarat Pengajuan Keberatan


1. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak; 
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
3. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas; 
4. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.
5. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
6. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;

Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan? 

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus; 


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan; 
3. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga; 
4. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.

Jangka waktu pengajuan keberatan: 

1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau sejak
tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya 
2. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh
Kantor Pelayanan Pajak. 
3. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman
melalui Kantor Pos dan Giro.
G. Banding Pajak
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan
yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan
Pajak.. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.. Putusan Banding adalah putusan
badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak.

SYARAT PENGAJUAN BANDING

1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan
pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan  diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
 PIHAK YANG MENGAJUKAN BANDING

1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau
kuasa hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat
dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya
dalam hal pemohon Banding pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat
dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

 PENCABUTAN BANDING

Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.


Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

 penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
 putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.

H. Sanksi Pajak

Apa itu Sanksi Pajak?


Secara umum, sanksi pajak adalah sanksi yang diberikan kepada
Wajib Pajak karena tidak mematuhi peraturan dan ketentuan pajak
yang berlaku. 

Fungsi Sanksi Pajak


Sanksi pajak diberikan dengan tujuan agar Wajib Pajak membayar
kerugian yang ditimbulkan kepada negara karena tidak memenuhi
ketentuan perpajakan yang berlaku.

Jenis-Jenis Sanksi Pajak

Sanksi Administrasi Pajak


Jenis sanksi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983. 

Pada dasarnya, sanksi administrasi pajak dikenakan kepada mereka


yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban berkaitan dengan
administrasi perpajakan, termasuk di dalamnya: 

1. Ketidaklengkapan pelaporan SPT


2. Sanksi telat membayar pajak
3. Sanksi tidak membayar pajak
4. Sanksi Kurang Bayar Pajak

Anda mungkin juga menyukai