Anda di halaman 1dari 2

Diskusi.

3
Dhimas Agung Saptohutomo
041799241

Izin menjawab,
Sebagaimana kita ketahui, sebelum adanya reformasi di bidang perpajakan, penetapan pajak
yang di anut di Indonesia adalah Official assessment, selanjutnya setelah masa reformasi
pajak tahun 1983 dilakukan perubahan sistem penetepan pajak menjadi sistem self
assessment. Adanya perubahan sistem juga merubah kedudukan dan fungsi Surat Ketetapan
Pajak (SKP), sehingga alur penetapan pajaknya juga berbeda sebagaimana berikut :
A. Sistem official assessment
Sistem ini telah dijalankan sejak zaman penjajahan Belanda hingga akhir tahun 1983,
pada masa sebelum reformasi pajak 1983, penetapan pajak awalnya dilakukan oleh
Kantor Inspeksi Keuangan yang merupakan kantor vertikal dibawah Departemen
Keuangan RI. Selanjutnya nomenklatur berubah pada 1967 yang kemudian tugas tersebut
dilaksanakan oleh kantor inspeksi pajak yang dipimpin oleh Kepala Inspeksi Pajak.
Wewenang untuk menetapkan pajak berada pada Kepala Inspeksi Pajak dan bukan pada
Direktur Jenderal Pajak. Adanya pajak terutang adalah saat diterbitkannya surat ketetapan
pajak, bukan saat adanya objek pajak yang terpenuhi syarat materilnya.
Tata cara penetapan pajak oleh DJP dimulai dengan beberapa langkah sebagai berikut :
1. Penetapan pajak dimulai dari pemberitahuan dari Wajib Pajak berupa SPT (surat
Pemberitahuan) yang disampaikan kepada DJP dalam hal ini Kantor Inspeksi Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili atau kedudukan WP. SPT berisi hasil
terakhir yang diperoleh WP, misalnya berupa Pendapatan, Laba dan Kerugian.
2. Selanjutnya petugas Kantor Inspeksi Pajak dapat melakukan pemeriksaan atas SPT
tersebut dan atau mencari keterangan tambahan baik secara lisan atau tertulis dari
WP atau bekerja sama dengan pihak lain misalnya Kantor Bank atau Kantor Akuntan
Publik.
3. Kemudian dari hasil pemeriksaan tersebut setelah dihitung berapa pajak terutangnya
dan pajak terutang tidak harus sesuai dengan informasi yang diberitahukan WP dalam
SPTnya. Atas Pajak terutang yang ditetapkan kemudian di terbitkan Surat Ketetapan
Pajak oleh Kepala Inspeksi Pajak, hal ini berarti DJP telah menerbitkan ketetapan atas
pajak terutang dan dendanya jika ada serta saat timbul utang pajak dan saat
pembayaran harus di selesaikan.
SKP yang diterbitkan dapat Berupa : SKP sementara yang merupakan SKP yg
diterbitkan di awal tahun yang memperhitungkan pendapatan WP sama dengan
pendapatan tahun sebelumnya; SKP rampung yang merupakan yg diterbitkan di akhir
tahun yang memperhitungkan pendapatan riil WP yang nilai pajaknya sebesar pajak
terutang dikurangi pajak terutang dalam SKP sementara yang telah dibayar; SKP
tagihan kemudian yang digunakan untuk menagih kekurangan pemotongan pajak gaji
karyawan; SKP susulan merupakan SKP yang diterbitkan jika terdapat data baru yang
diketahui setelah diterbitkan SKP rampung.
4. Selanjutnya SKP yang asli disebut Kohir disimpan di kantor inspeksi pajak dan
tembusannya diberikan kepada WP yang isinya dan bentuknya sama dengan kohir.
B. Self Assessment
Pada sistem ini dianut paham utang pajak materil yang mana pajak terutang saat
terpenuhi syarat materilnya berdasarkan Undang – undang dan tidak harus menunggu
terbitnya Surat Ketetapan Pajak. Dalam sistim ini ketetapan pajak dilakukan oleh WP
sendiri berdasarkan ketentuan perundang – undangan, fungsi SPT berubah selain
sebagai media informasi juga sebagai bukti ketetapan pajak oleh WP. Sehingga alur
penetapan pajak pada sistem self assessment adalah sebagai berikut :
1. WP menghitung, menetapkan, membayar atau memotong selanjutnya menyetor pajak
terutangnya secara mandiri, yang kemudian dipertanggung dengan menyampaikan
SPT. Jenis dan format SPT yang disampaikan tergantung dengan jenis pajaknya.
2. Sebagaimana UU KUP pasal 13 ayat 4 Besarnya pajak yang terutang yang
diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan apabila dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak
diterbitkan surat ketetapan pajak. Artinya SPT merupakan suatu ketetapan pajak jika
dalam jangka 5 tahun tidak diterbitkan SKP oleh DJP.
3. Meskipun penetapan pajak telah dilakukan oleh WP, penetapan pajak melalui
penerbitan SKP tetap dapat dilakukan setelah dilakukannya verifikasi dan
pemeriksaan oleh DJP sebagaimana pasal 13 ayat 1 UU KUP. Dalam jangka waktu 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai
tarif 0% (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
Surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh DJP dapat berupa Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
4. Selain itu setelah lewat masa 5 tahun sejak pajak terutang, DJP tetap dapat
menerbitkan SKP dengan memperhatikan ketentuan UU KUP pasal 13 ayat 5 yang
berbunyi Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak
pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Terima kasih.

Referensi:
• UU nomor 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UU nomor 16 tahun 2009.
• Modul PAJA 3339 Tata Cara Pelaksanaan Perpajakan oleh Suryohadi
Djulianto.

Anda mungkin juga menyukai