Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUTANG PAJAK DAN PENAGIHANNYA

OLEH KELOMPOK 3 :

1. ELISABETH AGUSTINA LOE (061200053)


2. ROBERTO TERONG LEIN (061200048)
3. ALOYSIA ROMA REBU (061200032)
4. MARIA EVALANIA DA`AN (061200040)
5. RENATA RITAROSANA DUA PONA (061200035)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA NIPA INDONESIA
TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami susun atas dasar
untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang hutang pajak dan penagihannya,
dengan harapan agar nantinya mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui mengenai hutang
pajak dan penagihannya. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu pada mata kuliah “HUKUM PAJAK”
Tentunya dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari adanya hambatan, tetap
berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya kami mampu menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Serta tidak lupa kami juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen, Ibu Katharina Yuneti, S.Ak., M.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Pajak, karena telah memberi kami tugas pembuatan makalah ini.
Besar harapan kami agar nantinya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya. Tentunya kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak untuk penyempurnaan makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami
ucapkan terima kasih.

Maumere, 13 Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah penerimaan kas Negara yang mempunyai peranan penting dalam
pembiyaan dan pembangunan Negara. Indonesia adalah Negara yang menganut selft
assesment system dimana Wajib Pajak (WP) diberi kepercayaan dan tanggungjawab
untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar. Peningkatan kesadaran masyarakat dan peran aktif masyarakat sangat
dibutuhkan dalam peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak untuk
membiayaan dan pembangunan Negara dalam melaksanakan peraturan perundang
undang perpajakan

Tindakan dan alur penagihan pajak ini tertuang dalam UU KUP, UU penagihan
pajak dengan surat paksa, serta diatur secara teknis dalam peraturan Menteri
Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008. Hal ini bertujuan agar fiskus mempunyai dasar
hukum yang kuat untuk melakukan penagihan pajak dan memenuhi target pendapatan
negara melalui pajak. Selain itu, Wajib Pajak juga di harapkan mengetahui bagaimana
tindakan yang akan fiskus lakukan untuk melakukan penagihan sehingga di harapkan
wajib pajak tidak lalai dalam kewajiban perpajakannya. 3 Menurut Undang-Undang
Pajak No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa, menetapkan
dan ketetapan pajak diterbitkan dalam bentuk, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT), Surat Tagihan
Pajak (STP). Ketetapan dan penetapan pajak dalam bentuk surat harus dilunasi dalam
jangka waktu 30 hari atau sampai tanggal jatuh tempo sejak diterbitkannya surat
ketetapan dan penetapan. Apabila utang pajak yang telah ditetapkan dalam bentuk
penetapan dan ketetapan tersebut tidak dilunasi oleh wajib pajak sampai batas waktu
yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan maka terhadap wajib pajak akan
dilakukan teguran. Bila dalam waktu 21 hari masih juga tidak melunasi utang
pajaknya melalui Surat Paksa. Dan apabila setelah diterbitkannya Surat Paksa belum
juga di lunas utang pajaknya dalam waktu 2x24 jam, maka akan dilakukan penyitaan
terhadap harta benda milik wajib pajak. Dalam melakukan penyitaan, pihak fiskus
dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus mengeluarkan Surat
Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). SPMP ini merupakan dasar hukum
melakukan penyitaan.

Adapun yang dimaksud dari penyitaan oleh juru sita adalah untuk memperoleh
jaminan pelunasan utang pajak dari wajib pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat
dilakukan terhadap semua barang wajib pajak baik yang berada didalam daerah kerja
KPP maupun yang diluar daerah kerja KPP yang bersangkutan dan prinsip penyitaan
dilakukan terhadap sejumlah barang yang bergerak maupun tidak bergerak.
Pelaksanaan penyitaan dilakukan sampai dengan nilai barang yang di sita diperkirakan
cukup oleh Juru Sita Pajak untuk melunasi 4 utang pajak dan biaya penagihan pajak,
Pelaksanaan sita dilakukan oleh 2 (dua) orang saksi dan wajib pajak atau yang
mewakilinya, Apabila wajib pajak telah melunasi hutang pajak tetapi belum melunasi
biaya penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dapat
dilakukan. Setelah melakukan penyitaan, Juru Sita Pajak (JSP) membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS) dimana berita acara ini harus ditanda tangani oleh JSP,
saksi, dan wajib pajak. Namun masih banyak wajib pajak tidak mau menandatangani
Berita Acara Pelaksanaan Sita ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hutang pajak dan penagihannya?
2. Apa yang menyebabkan timbulnya utang pajak?
3. Apa itu surat ketetapan surat pajak?
4. Bagimana penagihan pajak dengan surat paksa, penyitaan, pencegahan dan
penyanderaan?
5. Apa yang menyebabkan hapusnya utang pajak?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan hutang pajak dan penagihannya?
2. Untuk mengetahui yang faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya utang pajak?
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan surat ketetapan surat pajak?
4. Untuk mengetahui bagaimana penagihan pajak dengan surat paksa, penyitaan,
pencegahan dan penyanderaan?
5. Untuk mengetahui penyebab hapusnya utang pajak?

D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, hasil penelitan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
yang lebih lanjut dapat melahirkan berbagai konsep keilmuan, yang memberikan
andil bagi perkembangan ilmu hukum di bidang perpajakan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan
pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal pelaksanaan pemungutan Pajak
Penghasilan atas jual beli tanah dan atau bangunan di Indonesia, begitupun bagi
pemerintah yang dalam hal ini petugas pajak, agar maksud dan tujuan Negara
dalam melaksanakan pemungutan pajak dapat tercapai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hutang pajak dan penagihannya
1. Pengertian hutang pajak
Utang pajak adalah suatu kewajiban pihak wajib pajak, bail itu yang
berbentuk sanksi administrasi, denda, ataipun bunga dan juga kenaikan yang
tertulis di dalam surat ketentuan pajak yang berdasarkan undang-undang
perpajakan di Indonesia
2. Penagihan Pajak
a) Pengertian Penagihan Pajak
Adalah kewenanagan yang di milki fiskus untuk menagih utang pajak yang
tidak di lunasi oleh penanggung pajak yang di lakukan dengan prosedur
tertentu berdasarkan undang-undang. Penagihan pajak berdasarkan Undang-
Undang nomor 19 Tahun 2000 merupakan serangkaian tindakan agar
Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, melaksanakan pemberitahuan surat paksa, dapat mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita sesuai dengan ketentuan perpajakan.

b) Dasar Hukum Penagihan Pajak


Dasar hukum pelaksanaan penagihan pajak diatur dalam Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa
sebagaimana 8 Ibid, hal. 8 9Undang-undang No.19 Tahun 2000 Tentang
Penagihan Pajak 12 telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2000 (selanjutnya disebut UU PPSP), Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-unang Nomor 16 Tahun 2009
(selanjutnya disebut UU KUP), Undangundang Nomoe 8 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1994(selanjutnya disebut UU PBB), dan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut PP-74/2011). Pasal 18 ayat (1) UU
KUP “Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah, merupakan dasar penagihan pajak”. Pasal 12 Undang-undang
Pajak Bumi dan Bangunan “Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat
Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak merupakan dasar penagihan pajak”.
Pasal 13 Uundang-undang Pajak Bumi dan Bangunan “Jumlah pajak yang
terhutang berdasarkan surat Tagihan Pajak yang tidak dibayar pada waktunya
dapat ditagih dengan Surat Paksa”. Dengan memperhatikan ketentuan diatas,
khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan, walaupun dalam Pasal 12 UU PBB
disebutkan bahwa Surat Pemberitahuan Pajak Teehutang (SPPT), Surat
Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar
penagihan pajak, sesuai pasal 13 UU PBB, 13 atas sppt dan/atau SKP tersebut
apabila akan ditindaklanjuti dengan tindakan penagihan berupa pemberitahuan
Surat Paksa, terlebih dahulu harus diterbitkan STP.
B. Timbulnya utang pajak
a. Utang pajak bisa terjadi karena dua faktor, yakni:
1. Kondisi Material
Untuk hal ini, utang bisa muncul karena adanya peraturan perundang-
undangan. Contoh kondisi material yang bisa memicu adanya utang adalah
pihak wajib pajak memperoleh hadiah undian, mendirikan suatu bangunan,
melakukan kegiatan ekspor dan impor, sampai dengan mempunyai tanah
ataupun bumi serta bangunan yang mampu menghasilkan pendapatan.

2. Kondisi Formil 
Pada kondisi ini, utang pajak bisa terjadi karena pihak petugas pajak sudah
mengeluarkan suatu ketetapan. Jumlah nominal utang tersebut menganut pada
kebijakan fiskal yang telah ditetapkan pada saat itu. Contoh dari kondisi formil
yang mampu memicu utang adalah kasus pelunasan pajak bumi dan bangunan
atau PBB, kantor pelayanan pajak akan menerbitkan surat ketetapan pajak
yang berisi nominal pajak terutang di setiap tahunnya.

b. Sifat utang pajak

Berdasarkan sifatnya, utang tersebut dibagi menjadi beberapa hal, yaitu:

1. Utang ini memiliki sifat paksaan, yang bisa dilakukan melalui surat paksa
sampai dengan pemberitahuan melakukan penyitaan.
2. Wajib pajak yang terutang bisa menunjuk orang lain untuk bisa melunasi
utangnya.
3. Bisa dilakukan tindakan penyanderaan dan juga pencegahan untuk keluar
dari zona wilayah Indonesia dalam kurun waktu enam bulan atau bisa
lebih lama lagi.

c. Dasar Hukum

Berdasarkan proses penagihan piutang terhadap kewajiban membayar pajak


seperti yang termuat dalam undang-undang, sudah diatur beberapa hal, yang
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk melakukan kegiatan penagihan piutang, termasuk di dalamnya
bunga, denda, kenaikan dan juga biaya penagihan pajak yang dinyatakan
kadaluarsa setelah melampaui waktu 5 tahun lamanya semenjak penerbitan
surat tagihan pajak, dll.
2. Kadaluarsa penagihan pajak seperti yang sudah tertuang dalam ayat 1
tertangguh jika dikeluarkan surat pajak dan dilakukan tindakan penyidikan
pidana di bidang perpajakan.

C. Surat ketetapan surat pajak


a. Pengertian surat ketetapan pajak?
Merujuk pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP), Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB), atau Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
b. Fungsi surat ketetapan pajak
1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap Wajib Pajak yang tidak
memenuhi kewajiban formal atau material
2. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak
3. Saranan untuk mengembalikan kelebihan pajak
4. Sarana untuk menginformasikan jumlah pajak yang terutang.
c. Jenis Surat Ketetapan Pajak
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat yang diterbitkan untuk menagih pajak dan pemberian sanksi
administrasi berupa bunga atau denda.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB dikeluarkan oleh DJP karena Wajib Pajak kurang atau tidak
membayar pajak terutang, telah menyampaikan SPT Masa dari batas waktu
yang sudah ditetapkan, adanya salah hitung terkait PPN dan PPnBM yang
dikenai tarif 0%, dan tidak diketahui besarnya pajak terutang.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKBLB dikeluarkan oleh DJP karena Wajib Pajak lebih membayar
pajak terutang dari yang seharusnya. Dalam SKPLB akan dicantumkan
berapa jumlah kelebihan pembayaran pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN dikeluarkan oleh DJP sebagai bukti bahwa jumlah pokok pajak
yang dibayarkan oleh Wajib Pajak sama dengan jumlah kredit pajak.
5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKBKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

D. Penagihan pajak dengan surat paksa, penyitaan, pencegahan dan penyanderaan


a. Penagihan pajak dengan surat paksa
penagihan pajak dengan surat paksa adalah tindakan yang dilakukan agar
penanggung pajak melunasi utang pajaknya beserta dengan biaya penagihan.
Berdasarkan Pasal 20 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),
penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila masih ada pajak terutang
dalam STP, SKPKB, SKPKBT, surat keputusan pembetulan, surat keputusan banding,
putusan banding atau peninjauan kembali yang belum dibayar sampai tanggal jatuh
tempo.
Secara umum, tanggal jatuh tempo diatur dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (3a)
UU KUP yaitu selama 1 bulan sejak tanggal surat diterbitkan. Namun, bagi wajib
pajak usaha kecil dan wajib pajak pada daerah tertentu, jangka waktu pelunasan
tersebut dapat diperpanjang paling lama 2 bulan.
Surat paksa dapat diterbitkan setelah surat teguran disampaikan. Apabila 21 hari
setelah surat teguran disampaikan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya,
maka surat paksa diterbitkan. Surat paksa tersebut harus dilunasi oleh penanggung
pajak dalam waktu 2 x 24 jam.

b. Penyitaan

Penyitaan adalah Tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak,
guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Ketentuan penyitaan
Dalam menjalankan tugasnya sebagai jurusita pajak, berikut ini
merupakan ketentuan dalam tindakan penyitaan:

1. Ketika penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak, disaksikan sekurang-


kurangnya oleh 2(dua) orang saksi yang telah dewasa, merupakan penduduk
Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan juga dapat dipercaya.
2. Jurusita Pajak harus memperlihatkan kartu tanda pengenal sebagai Jurusita
Pajak, memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, serta
memberitahukan maksud dan tujuan atas penyitaan yang dilakukan.
3. Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita setiap
melaksanakan tindak penyitaan dengan ditandatangani oleh Jurusita Pajak,
penanggung pajak, dan saksi-saksi.
4. Apabila penanggung pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan
Sita, maka Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam
Berita Acara Pelaksanaan Sita, serta berita acara tersebut tetap ditandatangani
oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi sebagai bukti.
5. Tindak penyitaan akan tetap dilakukan apabila penanggung pajak tidak hadir,
namun dengan adanya saksi yang berasal dari Pemerintah Daerah setempat,
atau sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa.
6. Apabila penanggung pajak tidak hadir dalam pelaksanaan penyitaan, maka
Berita Acara Pelaksanaan Sita akan ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan
saksi-saksi sebagai bukti.
7. Salinan atas Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempel pada barang
bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak
dan barang tidak bergerak yang disita tersebut berada, atau pada tempat-tempat
umum.
8. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita harus disampaikan kepada:

o Penanggung pajak
o Kepolisian atas barang bergerak yang dimana kepemilikannya terdaftar
o Badan Pertahanan Nasional, untuk tanah yang dimana kepemilikannya sudah
terdaftar
o Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat atas tanah yang
kepemilikannya belum terdaftar
o Direktorat Jenderal Perhubungan Laut atas kepemilikan kapal.

c. Pencegahan

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 1 sub 20 pengertian pencegahan


adalah sebagai berikut : Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap
Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan
alasan tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah
utang pajak minimal Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya
dalam melunasi utang pajak. Pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan
pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan pejabat yang bersangkutan.
Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya :

– Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan;


– Alasan untuk melakukan pencegahan; dan
– Jangka waktu pencegahan.
Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-
lamanya 6 (enam) bulan. Keputusan pencegahan disampaikan kepada Penanggung Pajak
yang dikenakan pencegahan, Menteri Kehakiman, Pejabat yang memohon pencegahan atasan
Pejabat yang bersangkutan, dan Kepala Daerah setempat. Pencegahan tidak mengakibatkan
hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

d. Penyanderaan

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 1 sub 21 yang dimaksud dengan
penyanderaan adalah:
” Pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di
tempat tertentu. “
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang
pajaknya setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
Syarat Kuantitatif dan Kualitatif pada penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Surat Perintah Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat :

– Identitas Penanggung Pajak;


– Alasan penyanderaan
– Izin penyanderaan;
– Lamanya penyanderaan; dan tempat peyanderaan

Penyanderaan tidak boleh dilakukan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau
sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti pemilihan umum. Izin penyanderaan
memuat sekurang-kurangnya :

– Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera;


– Jumlah utang pajak yang belum dilunasi;
– Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan;
– Uraian tentang adanya petujuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baik
dalam pelunasan utang pajak.

Jangka waktu penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Pajak
ditempatkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6
(enam) bulan. Jurusita Pajak harus menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung
kepada Penanggung Pajak dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan.
Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, Jurusita Pajak
melalui Pejabat atau atasan Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk
dapat menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
Penyanderaan dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung
Pajak yang bersangkutan. Penyanderaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh 2
(dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat
dipercaya, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. Dalam melaksanakan
penyanderaan Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian dan Kejaksaan .

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Utang pajak adalah suatu kewajiban pihak wajib pajak, baik itu yang
berbentuk sanksi administrasi, denda, ataupun bunga dan juga kenaikan yang tertulis di
dalam surat ketentuan pajak yang berdasarkan undang-undang perpajakan di Indonesia.
Penagihan pajak adalah kewenanagan yang di milki fiskus untuk menagih utang pajak
yang tidak di lunasi oleh penanggung pajak yang di lakukan dengan prosedur tertentu
berdasarkan undang-undang. Dasar hukum penagihan pajak diatur dalam Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa Pasal 12
Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan disebutkan bahwa Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Tagihan Pajak (STP)
merupakan dasar penagihan pajak. Kondisi material yang bisa memicu adalah pihak
wajib pajak memperoleh hadiah undian, mendirikan suatu bangunan, melakukan
kegiatan ekspor dan impor, sampai dengan mempunyai tanah ataupun bumi serta
bangunan yang mampu menghasilkan pendapatan.
B. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang hutang pajak dan penagihannya,
diharapkan kita dapat memahami lebih lanjut tentang hutang pajak dan penagihannya
dan dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/FirdhaAryati/penagihan-pajak-67873709
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/06/16/utang-pajak-adalah
https://www.pajakku.com/read/635f95cab577d80e805259f1/Glosarium-Pajak:-Surat-
Ketetapan-Pajak https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/surat-ketetapan-pajak-
skp-dan-contoh-soalnya/ https://pertapsi.or.id/apa-itu-penagihan-pajak-dengan-surat-
paksa#:~:text=BERDASARKAN%20penjabaran%20yang%20diberikan
%20dapat,pajaknya%20beserta%20dengan%20biaya%20penagihan.
https://www.pajakku.com/read/60d18dd058d6727b1651abe6/Serba-Serbi-Penyitaan-
dalam-Penagihan-Pajak
https://www.pajakonline.com/pencegahan-dan-penyanderaan-bagian-i/

Anda mungkin juga menyukai