Anda di halaman 1dari 9

Lembar Jawaban

Diskusi 2
Monica Prihayatin
049409034
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,melaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Jelaskan tata cara
pelaksanaan penagihan tersebut!
Jawaban :
Penagihan pajak didasarkan atas SPPT, SKP, dan SPT, SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan ataupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Selain itu Surat Tagihan Pajak
diterbitakan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:
a. Pajak penghasilan tidak atau kurang bayar
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah
hitung
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat faktur
pajak, atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu dan tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap.
e. Pengusaha Kena Pajak yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak
f. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan.
Dalam melaksanakan ketentuan penagihan pajak, juru sita pajak sebagai penagih pajak harus
melaksanakan serangkaian tindakan penagihan untuk kelancaran penagihan pajak terhadap
penanggung pajak. Menurut Pasal 4 PMK 189/2020, tata cara dalam tindakan penagihan pajak
adalah :

1. Menerbitkan Surat Teguran


Surat teguran merupakan awal dari tindakan pelaksanaan penagihan pajak ,yang akan diterbitkan
apabila dalam waktu 7 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak, dalam hal
penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya. Menurut (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, 2000) adalah Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur
atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Tujuan diterbitkannya
surat teguran adalah untuk memberi peringatan kepada penanggung pajak agar segera melunasi
utang pajak sehingga tidak perlu dilakukan penagihan secara paksa.
Prosedur penerbitan surat teguran dimulai dengan adanya :

 Penugasan penerbitan surat teguran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama kepada
Kepala Seksi Penagihan,
 Kepala Seksi Penagihan akan menugaskan Pelaksana/Jurusita Pajak untuk menerbitkan
Surat Teguran,
 Pelaksana/Jurusita Pajak akan menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran
kepada Kepala Seksi Penagihan.
 Kepala Seksi Penagihan akan meneliti Surat teguran dan kemudian memberikan paraf
untuk selanjutnya diserahkan kepada kepala kantor untuk ditandatangani.
 Surat teguran akan dikirimkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan
 dan selanjutnya dikirimkan kepada Pelaksana Atau Jurusita Pajak untuk segera
dikirimkan kepada penunggak pajak/wajib pajak dan membuat salinannya untuk
ditatausahakan pada gudang penagihan.

2. Menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus


Penerbitan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus oleh pejabat, dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut : a.) Diterbitkan sebelum jatuh tempo pembayaran, b.) Diterbitkan
tanpa didahului surat tegura,n c.) Diterbitkan sebelum jangka waktu 21(dua puluh satu) hari
sejak surat teguran diterbitkan atau diterbitkan sebelum penerbitan surat paksa. Selain itu
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru
sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penagihan pajak dilakukan atas seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan
tahun pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh pejabat dan Juru sita pajak
dapat melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus yang telah diterbitkan apabila :
a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.
b. Penanggung pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam
menghentikan atau mengecilkan kegiatan peusahaan atau pekerjaan yang dilakukan diindonesia.
c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan usaha atau melakukan pembubaran bentuk lainnya
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara
e. Terjadinya penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-
tanda kepailitan.
3.Memberitahukan Surat Paksa
Surat paksa menurut KUP merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan
setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya.
Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:
1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus.
3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu
pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oleh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan Surat
Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara.
Dalam pengertian lain Surat paksa merupakan perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Surat paksa diterbitkan apabila setelah lewat 21 hari terhitung sejak tanggal
surat teguran disampaikan, penanggung pajak belum melunasi utang pajak kepada KP PBB atau
kepala KPP Pratama yang diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh juru
sita pajak kepada penanggung pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan surat paksa
sebesar Rp. 50.000,00 dan utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah
surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak.

4. Mengusulkan Pencegahan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk
keluar wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Pencegahan hanya dapat
dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan
Pejabat dan atasan pejabat yang bersangkutan. Tindakan pencegahan tidak mengakibatkan
terhapusnya utang pajak. Sehingga tindakan penagihan pajak tidak terhenti dan tetap dapat
dilaksanakan.
Pencegahan merupakan salah satu upaya dari juru sita pajak agar membatasi gerak penanggung
pajak yang sekiranya mencurigakan dan memiliki mobilitas tinggi untuk berpindah tempat
khususnya pergi ke luar negeri Fontian (2015). Apalagi penanggung pajak merupakan warga
negara asing, yang belum memiliki perjanjian penghindaraan pajak dengan Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak dapat mengajukan pencegahan terhadap penanggung pajak yang
memiliki utang sekurang-kurangnya Rp100.000.000,00 dan tidak memiliki itikad baik dalam
melunasi utang pajaknya. Pencegahan juga bisa dilakukan kepada wajib pajak yang sedang
menjalani tindak pidana perpajakan karena melanggar hukum. Menteri Keuangan diberi
kewenangan untuk melakukan pencegahan sepanjang bersangkutan dengan penagihan piutang
negara.
Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya: a) identitas penanggung pajak,b) alasan
untuk melakukan pencegahan, c) dan jangka waktu pencegahan.Jangka waktu pencegahan harus
secara tegas ditentukan dalam keputusan pencegahan. Pengusulan pencegahan dapat dilakukan
setelah tanggal surat paksa diberitahukan tanpa didahului penerbitan surat perintah melaksanaan
penyitaan, pelaksanaan penyitaan, atau penjualan barang sitaan, dalam hal Objek Sita tidak dapat
ditemukan karena :

- Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan.


- Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat
untuk itu.
- Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk
lainnya.
- Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.

5. SPMP (Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan)


Surat Sita merupakan surat yang diterbitkan apabila setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak tanggal
surat paksa diterbitkan, penanggung pajak belum membayar dan melunasi kewajiban utang
pajak. Penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada
LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain, dengan pejabat melakukan permintaan pemblokiran
terlebih dahulu.
Tindakan Penyitaan dilakukan sebagai jaminan agar penanggung pajak melunasi utang pajak.
Sehingga penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi utang pajak sampai
dengan dilakukannya penyitaan. Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan
oleh sekurang-kurangnya 2 orang dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, dan
dapat dipercaya (kredibel).
Namun apabila objek sita berada di luar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dan
tidak berada dalam satu kota, maka prosedurnya adalah sebagai berikut:
- Apabila obyek sita berada di luar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, maka
Pejabat tersebut meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat/lokasi
obyek sita untuk menerbitkan SPMP terhadap obyek sita yang dimaksud. Selanjutnya Pejabat
yang diminta bantuan segera menerbitkan SPMP tersebut.
- Apabila obyek sita letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan Pejabat yang menerbitkan
Surat Paksa, tetapi masih dalam wilayah kerjanya, maka Pejabat dimaksud dapat meminta
bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat obyek sita berada untuk
menerbitkan SPMP.
Dalam melaksanakan penyitaan, Juru sita Pajak harus :
a. memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak
b. memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
c. memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

6. Melaksanakan Penyanderaan
Penyanderaan merupakan tindakan penyitaan atas badan orang yang berutang pajak. Dasar
hukum fiskus melakukan penyanderaan terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 189/PMK.03/2020. Penyanderaan dilakukan apabila pencegahan terhadap penanggung
pajak telah dilakukan dalam jangka waktu paling cepat 30 hari sebelum berakhirnya masa
pencegahan atau berakhirnya masa perpanjangan pencegahan.
Berdasarkan Pasal 58 Ayat (1) PMK Nomor 189/PMK.03/2020, tindakan penyanderaan dapat
dilakukan terhadap penanggung pajak dalam hal:

- Mempunyai utang pajak paling sedikit Rp 100 juta.


- Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya. Itikad baik penangung pajak
diragukan apabila, tidak melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran,
walaupun telah mendapatkan Surat Paksa.
Untuk menjalankan penyanderaan, fiskus harus mengajukan permohonan kepada Menteri
Keuangan (Menkeu) yang membuat beberapa hal sesuai dengan Pasal 59 Ayat (3) PMK Nomor
189/PMK.03/2020, antara lain: 1) Identitas penanggung pajak yang akan disandera.2) Jumlah
utang pajak yang belum dilunasi. 3) Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan. 4)
Uraian tentang adanya petunjuk bahwa penanggung pajak diragukan itikad baiknya dalam
pelunasan utang pajak. 5) Lamanya penyanderaan.
Tempat penyanderaan harus memenuhi beberapa syarat, yakni tertutup dan terasing dari
masyarakat, mempunyai fasilitas terbatas; dan mempunyai sistem pengamanan dan pengawasan
yang memadai. Jika tempat penyanderaan belum dibentuk, maka penanggung pajak dititipkan di
rumah tahanan negara dan terpisah dari tahanan lain. Lamanya penyanderaan diberikan paling
lama enam bulan terhitung sejak penanggung pajak ditempatkan atau dititipkan dalam tempat
penyanderaan.
Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan, dalam hal:

- Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan.


- Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk
lainnya.
- Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.

7. Melakukan Pengumuman Lelang atau menjual barang yang telah disita


Pelelangan dilakukan apabila dalam waktu 14 hari setelah dilakukan penyitaan, penanggung
pajak belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Dan jika penanggung pajak belum
membayar biaya atas penagihan paksa dan pelaksanaan penyitaan, maka biaya tersebut akan
digabungkan dengan biaya iklan pelelangan dalam surat kabar dan biaya pada saat pelelangan.
Pelelangan dilakukan melalui kantor lelang negara oleh pejabat yang melakukan penjualan
barang sitaan tersebut. Lelang atas aset Wajib Pajak dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang salah satunya ialah KPKNL Jakarta III.
Prosedur pengajuan lelang :
- proses pengajuan lelang dilakukan oleh KPP yang ditujukan kepada Kepala KPKNL dengan
melampirkan beberapa dokumen persyaratan seperti :
a. Salinan Surat Tagihan Pajak/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/ Surat Ketetapan Pajak
Kurang
b. Bayar Tambahan/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Keberatan/Putusan
c. Banding/Dokumen lain yang dipersamakan
d. Salinan Surat Teguran
e. Salinan Surat Paksa
f. Salinan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
g. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita
h. Perincian jumlah tagihan pajak yang terakhir dan biaya penagihan
I. Asli dan/atau salinan bukti kepemilikan/hak berdasarkan peraturan perundang-undangan
j. diperlukan adanya bukti kepemilikan/hak, atau apabila bukti kepemilikan/hak tidak dikuasai,
harus ada surat pernyataan dari penjual bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti
kepemilikan/hak dengan menyebutkan alasannya.
- Permohonan lelang yang diajukan KPP kepada Kepala KPKNL selanjutnya akan didisposisi
kepada Kepala Seksi Pelayanan Lelang
- Kepala Seksi Pelayanan Lelang akan mendisposisi Surat Permohan Lelang kepada Pejabat
Lelang yang ditunjuk.
- Pejabat lelang akan memeriksa dokumen yang terlampir dalam Surat Permohonan Lelang.
Apabila dokumen lengkap maka dalam jangka waktu maksimal 2 hari akan dibuat Konsep Surat
Penetapan Jadwal Lelang yang berisikan informasi, hari, jam, dan lokasi pelaksanaan lelang,
serta pejabat pengumaman lelang. dan surat ini akan diperiksa oleh Kepala Seksi Pelayanan
Lelang dan setelahnya disampaikan kepada Kepala Kantor untuk diteliti dan disetujui.
- Surat Penetapan Jadwal Lelang akan disampaikan ke pemohon lelang melalui mekanisme
pengambilan langsung ke KPKNL atau dikirim melalui pos.
- KPP membuat Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Lelang kepada Wajib Pajak sebagai
termohon eksekusi, apabila Surat Penetapan Jadwal Lelang telah diterima
- Setelah itu melakukan Pengumuman lelang oleh KPP melalui media tertentu. Apabila nilai
limit atas objek sita yang akan dilelang sampai dengan Rp. 20.000.000 maka pengumuman
dilakukan satu kali melalui tempelan atau selebaran yang mudah dibaca oleh umum dan/atau
melalui media elektronik. Dan jika nilai limit objek sita yang akan dilelang lebih dari Rp.
20.000.000 maka pengumuman lelang dilakukan satu kali melalui surat kabar harian.
Penentuan nilai limir sendiri diatur Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE/61/PJ/2015 dicantumkan bahwa penentuan nilai limit lelang sesuai dengan Undang-Undang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) dapat dilakukan dengan penilaian untuk
menentukan nilai pasar wajar atas barang yang akan dilelang, yaitu estimasi sejumlah uang yang
dapat diperoleh dari transaksi jual-beli, dan penilaian akan dilakukan oleh fungsional penilai
yang ditetapkan sebagai petugas penilai dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak.
Pengumuman lelang berisikan jadwal pelaksanaan lelang, nilai limit objek lelang, mekanisme
penyetoran uang jaminan lelang, serta jadwal untuk pengecekan objek yang akan dilelang
maksimal satu hari sebelum pelaksanaan lelang.

8.Menggunakan, Menjual, dan/atau Memindahbukukan Barang Sitaan


Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah 14
(empat belas) hari sejak penyitaan barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara
lelang yaitu Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang berupa: a) uang tunai;
b)kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu; c) obligasi; d) saham;
e)piutang; 6)penyertaan modal; dan f) surat berharga lainnya. maka Pejabat segera
menggunakan, menjual dan atau memindahbukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya
penagihan pajak dan utang pajak.
Penjualan, penggunaan, dan atau pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1), dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.Uang tunai disetor ke Kas Negara atau ke Kas Daerah
b.Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dipindahbukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas
permintaan Pejabat kepada bank yang bersangkutan
c. Obligasi, saham atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek, dijual oleh
Pejabat melalui bursa efek sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan yang tidak diperdagangkan
di bursa efek langsung dijual oleh Pejabat kepada pembeli.
d. Piutang yang hak menagihnya beralih kepada Pajabat berdasarkan berita acara persetujuan
pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli.
e. Penyertaan modal pada perusahaan lain yang penguasaannya beralih kepada Pejabat
berdasarkan akte persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli.
f. Hasil penjualan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d dan huruf e disetor
ke Kas Negara atau Kas Daerah.

Sumber referensi :
Rusjdi, M. ( 2005 ). PBB, BPHTB dan bea materai. Jakarta: Penerbit PT Indeks.
Moeljohadi, H. 2002. Dasar-dasar Penagihan Pajak dengan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak Pusat
dan Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 2009. Peraturan dan Kebijakan di Bidang Penagihan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000
TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK
DENGAN SURAT PAKSA
Yanti, Gusti Ayu Putu Putrika & Musmini, Lucy Sri. (2022).Prosedur Penagihan Pajak
Berdasarkan Surat Teguran dan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singaraja. Jurnal
Ilmiah Akuntansi dan Humanika, 12 (1), 73-81.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1998
TENTANG TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI
PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/1733/5/148330146_FILE5.pdf
http://eprints.pknstan.ac.id/1166/5/06.%20Bab%20II_Aprio%20Naufal
%20Hauzan_1302190621.pdf
https://repository.beacukai.go.id/peraturan/2011/11/3744343dcaa2-perpu-nomor-135-tahun-
2000.pdf
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/SNU/article/download/990/807

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2008/24~PMK.03~2008Per.htm#:~:text=melunasi%20utang
%20pajaknya.-,4.,Masa%20Pajak%2C%20dan%20Tahun%20Pajak.

Anda mungkin juga menyukai