Menurut Pasal 8 ayat (1) UU No. 19 tahun 2000 dinyatakan bahwa surat paksa diterbitkan
apabila :
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat
lain yang sejenis.
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak dalam hal terjadi keadaan diluar
kekuasaan pejabat, surat paksa dalam hal terjadi keadaan diluar kekuasaan pejabat, surat
paksa pengganti dapat diterbitkan oleh pejabat karena jabatan dan mempunyai kekuatan
Eksekutorial serta mempunya kedudukan hukum yang sama dengan surat paksa yang asli.
Penagihan pajak dilakukan oleh Pejabat dan Jurusita Pajak. Langkah yang dapat dilakukan
adalah :
1. Surat Teguran
2. Surat Paksa
3. Surat Sita
Penyitaan adalaah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak
guna dijadkan jaminan untuk menulani uatang paja menurut peraturan pernang-
undangan. barang yang disita bisa berupa: Barang bergerak: mobil, perhiasan, uang tunai
dan deposito berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
denganitu, obligasi, saham. Barang tidak bergerak: tanah, bangunan, kapal.
4. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminatatau calon pembeli.
Akibat hukum dari penagihan pajak dengan surat paksa
Kendala yang sering terjadi pada saat penagihan pajak dengan surat paksa adalah :
1. Terdapat tunggakan yang berbeda,
2. Wajib Pajak menolak surat paksa,
3. Wajib pajak tidak mau menandatangani berita acara sita,
4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib Pajak,
5. Usaha wajib pajak pailit, tidak ada objek sitaan, dan tidak ada pembeli/penawar barang yang dilelang dari hasil sitaan pajak.