Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penagihan pajak merupakan salah satu perhatian utama para pihak di pemerintahan,
baik di tingkat pusat maupun daerah. Sejalan dengan hal tersebut, berbagai perundangundangan dan produk hukum telah ditetapkan dan mengalami perbaikan atau
penyempurnaan untuk menciptakan sistempenagihan pajak yang mampu memenuhi
berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat ataupun
kesadaran diri dari masyarakat luas dalam pembayaran pajajk sehingga dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dapat berjalan lancar.
Secara garis besar, Penagihan pajak merrupakan serangkaian upaya atau tindakan
agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
mengatur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melakukan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.
Tujuan penagihan pajak di dalam instansi pemerintahan antara lain adalah
untuk menjaga kestabilan pendapat keuangan baik di daerah maupun pusat. Karena pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penagihan pajak sangatlah membutuhkan partisipasi masyarakat secara aktif.
Berikut ini akan dibahas secara singkat konsep utamapenagihan pajak berdasarkan
peraturan terbaru, yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.
Harus diakui bahwa kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak masih sangat
kurang sehingga diperlukan adanya system penagihan pajak yang baik. Disini system
penagihan pajak sebagai upaya yang ditempuh agar semua pihak dapat membantu
kelancaran pembayaran pajak. Karena apabila pembayaran pajak terhamba akan
mengganggu sumber pendapatan dan penggunaan dananegara. Salah satu penyebab tidak
lancarnya pembayaran pajak adalah karena ketidakjelasan dari sistem pem,bayaran pajak
itu sendiri yang digunakan selama ini dan tidak dapat memberikan gambaran yang
komprehensif mengenai inisiatif, aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat dan potensi
sumberdaya yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, kami merumuskan

masalah yang akan kami

paparkan dalam pembahasan yaitu:


1.

Apa pengertian penagihan pajak?

2.

Apa saja sifat utang pajak?

3.

Bagaimana tata cara penagihan pajak?

4.

Apa yang dimaksud dengan pencairan tunggakan pajak?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui dan
memahami :
1. Pengertian penagihan pajak
2. Sifat utang pajak
3. Tata cara penagihan pajak
4. Pencairan tunggakan pajak

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penagihan Pajak


Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19
tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai
berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undangundang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan mengatur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melakukan penyanderaan, menjual barang-barang
yang telah disita.

B. Penagihan Pajak Pasif


Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari setelah
jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan
menerbitkan surat teguran.

C. Penagihan Pajak Aktif


Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari Penagihan Pajak Pasif, dimana
dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat
tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

D. Landasan Hukum Penagihan Pajak

Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 UU KUP.


3

UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

E. Dasar Penagihan Pajak

STP,

SKPKB,

SKPKBT,

SK Pembetulan,

SK Keberatan,

Putusan Banding, serta

Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah.

F. Sifat Utang Pajak


Dalam penagihan pajak, objek yang ditagih berbeda dengan pelaksanaan perpajakan
pada umumnya. Objek yang ditagih bukan lagi Wajib Pajak, akan tetapi Penanggung
Pajak, dan pengertian utang pajak adalah utang pajak yang terdapat dalan surat ketetapan
pajak, antara lain Surat Ketetapan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Tagihan Pajak.
Adapun sifat-sifat utang pajak adalah :
1. Dapat dipaksakan
Seperti sifat pajak pada umumnya, utang pajak juga bersifat memaksa. Apabila
penanggung pajak belum juga melunasi pajak yang dibebankan pada waktu yang
telah ditentukan, penagihan dapat dilakukan dengan cara paksa melalui Surat Paksa
(SP), Surat Pemberitahuan Melaksanakan Penyitaan (SPMP), dan pelelangan harta
Penanggung Pajak berdasarkan UU PPSP No. 19 Tahun 1997 jo UU No. 19 Tahun
2000.

2. Dapat menunjuk orang lain untuk ikut membayarnya


Utang pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak dapat dialihkan, baik
sebagian ataupun seluruhnya kepada pihak lain yang berhubungan dengan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Ayat (1) dan Ayat (3) UU KUP No. 28
Tahun 2007., yaitu:
4

1) Badan oleh pengurus, termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai


wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan
dalam menjalankan perusahaan;
2) Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
3) Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan;
4) Badan dalam likuidasi oleh likuidator;
5) Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya,
pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
6) Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh
wali atau pengampunya;
7) Orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak
dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib Pajak dan pihak lain yang berhubungan dengan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud di atas lazim disebut Penanggung Pajak.

3. Dapat ditagih seketika


Pajak yang terutang dapat dilakukan penagihan secara seketika dan sekaligus.
Pengertian seketika adalah dengan tidak menunggu waktu jatuh tempo pembayaran
utang pajak yang telah ditentukan. Pengertian sekaligus adalah bahwa penagihan
dapat dilakukan terhadap semua jenis utang pajak.

4. Mempunyai hak mendahului terhadap utang yang lain atau lebih utama
pelunasannya daripada utang yang lain
Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang
milik Penanggung Pajak. Kedudukan Negara sebagai kreditur preferen mempunyai
hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di
muka umum. Pelunasan utang pajak diprioritaskan daripada utang Penanggung
Pajak kepada pihak-pihak lain. Hak mendahulu atas utang pajak meliputi pokok
pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak.

5. Dapat dilakukan pencegahan atau penyanderaan terhadap Penanggung Pajak


Salah satu upaya penagihan utang pajak adalah dengan pencegahan atau
penyanderaan terhadap penanggung pajak. Pencegahan adalah larangan yang
bersifat sementara (selama-lamanya 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama 6
(enam) bulan lagi) terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah
NKRI

berdasarkan

alasan

tertentu

sesuai

undang-undang

yang

berlaku.

Penyanderaan adalah pengekangan untuk sementara waktu kebebasan penanggung


pajak di tempat tertentu (tempat penyanderaan).
Untuk menghindari kesewenang-wenangan fiskus dalam pelaksanaan pencegahan
dan penyanderaan, diberikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, antara
lain:
1) Syarat kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak mempunyai utang pajak
sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00.
2) Syarat kualitatif, yaitu diragukannya itikad baik Penanggung Pajak dalam
melunasi utang pajaknya.

G. Tata Cara Penagihan Pajak


Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan secara persuasif maupun represif.
Penagihan pajak secara persuasif dapat dilakukan dengan cara memberi peringatan, lalu
memberi teguran disusul dengan aturan pencicilan pembayaran atau tidak dan yang
bersifat aktif yaitu dengan mengeluarkan surat paksa. Tindakan diawali dengan
keluarnya Surat Teguran. Namun, apabila Wajib Paajak tidak mengindahkan Surat
Teguran tersebut baru dilakukan tindakan-tindakan secara paksa.
1. Surat Teguran
Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan untuk menegur atau memperingatkan
Wajib Pajak agar segera melunasi hutang pajaknya. Surat Teguran diterbitkan
setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan pajak.
Surat Teguran tidak diterbitkan kepada penanggung pajak yang telah diperbolehkan
untk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. Apabila Surat Teguran tetap
tidak diindahkan oleh penanggung pajak maka keluarlah Surat Paksa yang sifatnya
lebih memaksa dibandingkan Surat Teguran.
2. Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Pejabat ( Kepala Kantor
Pelayanan Pajak/ Kepala KPPBB ) mempunyai kekuatan ekseteritorial dan
kedudukan hukum yang sama dengan grose akte, yaitu putusan pengadilan perdata
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa tidak dapat diterbitkan
tanpa didahului Surat Teguran, apabila Penanggung Pajak tetap tidak melunasi utang
pajaknya setelah 21 hari sejak saat diterbitkannya Surat Teguran maka Pejabat
segera menerbitkan Surat Paksa. Namun apabila Surat Teguran tidak pernah
diterbitkan kepada Wajib Pajak dan tiba-tiba Wajib Pajak menerima Surat Paksa
maka secara yuridis Surat Paksa tersebut dianggap tidak ada karena bertentangan
dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PPSP.
Surat paksa diterbitkan apabila
a. Penangggung Pajak tidak melunasi utang pajak setelah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan.
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak harus
dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak
menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa
Surat Paksa telah diterbitkan. Selanjutnya salinan Surat Paksa diserahkan kepada
Penanggung Pajak, sedangkan Surat paksa yang asli disimpan di kantor Pejabat.
Penanggung Pajak dapat menolak Surat Paksa atau dapat mengajukan gugatan
kepada badan Pengadilan Pajak apabila terdapat hal-hal yang bersifat formal sebagai
berikut :
a. Surat Paksa disampaikan oleh seorang petugas yang bukan Jurusita Pajak
yang telah disumpah,
b. Surat Paksa dikirim melalui kantor pos,
c. Surat Paksa tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menerbitkan
Surat Paksa.
Tindak lanjut dari dua hal tersebut adalah penyitaan.

3. Penyitaan
Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk menguasai
barang Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang pertama-tama dijadikan sasaran
penyitaan adalah barang bergerak meliputi uang tunai, mobil, perhiasan, deposito berjangka,
tabungan, saldo rekening koran, giro, obligasi, saham atau surat berharga lainnya. Kemudian
jika ternyata barang-barang tersebut tidak mencukupi maka penyitaan juga akan dilakukan
atas harta tetap atau harta tidak bergerak meliputi tanah, bangunan dan kapal.
Penyitaan terhadap barang Orang Pribadi juga meliputi barang milik istri/suami
beserta anak-anak yang masih menjadi tanggungan. Penyitaan terhadap barang Badan
dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan. Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai
barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi Utang Pajak dan
Biaya Penagihan Pajak.
Namun dalam pelaksaannya ada barang milik penanggung pajak yang dikecualikan
dari penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2000, yaitu :
a. Pakaian dan tempat tidur serta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung
Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan
masak yang berada di rumah,
c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara,
d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan
alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan,
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak leboh daro 20
juta rupiah,
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga
yang menjadi tanggungannya.

4. Pelelangan
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh Pejabat Lelang
dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup yang didahului
8

dengan pengumuman lelang. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 hari


setelah penyitaan. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan satu kali
sedangkan untuk barang tidak bergerak dilakukan sebanyak dua kali. Pelaksanaan
lelangnya dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pengumuman lelang. Pejabat dan
Jurusita Pajak beserta keluarganya tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang
dilelang.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak
yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Apabila hasil lelang sudah
mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan dan utang pajak, maka
pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh
pejabat kepada penanggung pajak paling lambat tiga hari setelah pelaksanaan lelang.
5. Hak Mendahulu Pajak ( hak preferen )
Hak Mendahulu memberikan kesempatan kepada Negara ( Direktorat Jenderal Pajak )
untuk mendapatkan pembagian terlebih dahulu dari kreditor lain atas hasil pelelangan barang
milik Penanggung Pajak. Setelah utang pajak dilunasi barulah diselesaikan pembayaran
kepada kreditor lainnya.
Hak Mendahulu Pajak diatur dalam Pasal 21 UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang
berbunyi sebagai berikut :
Ayat (1) : Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik
penanggung pajak
Ayat (2) : Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaskud pada ayat (1) meliputi
pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak.
Ayat (4) : Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 tahun sejak tanggal diterbitkan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah.
Ayat (5) : Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut :

a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka
waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak
pemberitahuan Surat Paksa ; atau
b. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran
pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas
akhir penundaan diberikan.
6. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika adalah penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran. Penagihan sekaligus adalah penagihan yang meliputi
seluruh utang pajak dari semua jenis pajak dan tahun pajak.
Penagihan Seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran terhadap seluruh Utang Pajak dan semua jenis pajak, masa pajak,
dan tahun pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika ini diterbitkan :
a. Sebelum jatuh tempo pembayaran
b. Tanpa didahului Surat Teguran
c. Dikirim sebelum jangka waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan.
d. Sebelum penerbitan Surat Paksa.
7. Pencegahan dan Penyanderaan
a. Pencegahan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak
tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang untuk selamalamanya 6 bulan.
b. Penyanderaan
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak
dengan menempatkannya di tempat tertentu. Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan
dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan.
Syarat-syarat terjadinya penyanderaan adalah :
10

1. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000,00


2. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak
3. Telah lewat jangka waktu 14 hari sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada
Penanggung Pajak, dan
4. Telah mendapat surat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang
diterbitkan oleh Pejabat ( Kepala KPP/KPPBB) setelah ememperoleh izin dari Menteri
Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur untuk penagihan pajak daerah.
Penanggung Pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila :
1. Utang Pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas
2. Jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan itu telah
terpenuhi
3. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap
4. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur.
8. Gugatan
Gugatan adalah suatu upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan
kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Gugatan
diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan , atau pengumuman lelang dilaksanakan. Jangka waktu 14 hari dihitung sejak
dilakukannya pemberitahuan Surat Paksa.
H. Pencairan Tunggakan Pajak
Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:
1. SuratTagihanPajak (STP);
2. SuratKetetapanPajakKurang Bayar (SKPKB);
3. SuratKetetapanPajakKurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
4. SuratPemberitahuanPajakTerhutang (SPPT);
5. SuratKetetapanPajak (SKP);
6. SuratKetetapanPajakTambahan (SKPT);

11

7. SuratKeputusanPembetulan, SuratKeputusanKeberatan, Putusan Banding, serta


PutusanPeninjauanKembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2012 untuk Wajib Pajak
orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
1. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai
harta warisan atau kekayaan;
2. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
3. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
4. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan
penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan; atau
5. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena
kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau
berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penelitian yang dapat dilakukan adalah penelitian setempat atau penelitian
administrasi. Penelitian setempat dilakukan dengan mendatangi alamat dan kondisi nyata
Wajib Pajak. Penelitian administrasi dilakukan berdasarkan data yang ada di kantor pajak
saja tanpa perlu melihat keberadaan alamat dan kondisi nyata Wajib Pajak. Yang
berwenang menghapuskan piutang pajak adalah Menteri Keuangan.

12

BAB III
PENUTUP
Penagihan pajak merupakan serangkaian upaya yang dilakukan agar penanggung
pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melakukan penyanderaan, serta
menjual barang-barang yang telah disita.
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu penagihan pajak pasif dan
penagihan pajak aktif. Penagihan pajak pasif merupakan penagihan pajak yang dilakukan
dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Sedangkan
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari Penagihan Pajak Pasif, dimana dalam
upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan
atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang.

13

DAFTAR PUSTAKA

Yudhanti, Ristina. 2010. Media Ajar Hukum Pajak. Universitas Negeri Semarang: Semarang
Zulfina, Susi.2011.Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak: Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai