Anda di halaman 1dari 23

PERPAJAKAN

Dosen Pengasuh :
Eko Tamina, S.H., M.Kn.
PENAGIHAN PAJAK
I
1. Pengertian Penagihan Pajak
a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. Dalam
bukunya “Azaz dan Pepajakan 2”: “
>penagihan adalah serangkaian tindakan dari Aparatur
Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan undang-undang khususnya mengenai
pembayaran pajak. “(soemitro,1991:76).
b. Menurut pasal 1 point 9 undang-undang Nomor 19 Tahun
2000
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
Melaksanakan penyitaan, Melaksanakan penyanderaan,
Menjual barang yang disita.
 Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa penagihan
memiliki 4 (empat) unsur yaitu:
 1. Serangkaian Tindakan
 >Maksudnya bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dan
diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan
Penyitaan dan Permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan
pada kantor lelang.
 2. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak
 >Maksudnya adalah juru sita pajak negara yang telah memenuhi
syarat telah mendapatkan pendidikan khusus, diangkat serta
disumpah terlebih dahulu.
 3. Wajib pajak yang tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban
perpajakan yaitu utang pajak yang terdapat dalam STP/SKP/SKPT.
 4. Menurut undang-undang perpajakan ialah undang-undang Nomor
16 tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakn dan
undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa.
2. Dasar Penagihan Pajak
 Menurut pasal 18 ayat 1 undang-undang nomor 16
Tahun 2000 tentang ketentuan umum dan Tata
Cara Pepajakan yang menyatakan bahwa:
 -Surat Tagihan Pajak,
 -Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
 -Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
 -Surat Keputusan Pembetulan,
 -Surat Keputusan Keberatan,
 -Putusan Banding,
 yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan
 Adapun penjelasan hal diatas yaitu:
 1. Surat Tagihan Pajak
 > adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan denda.
 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
 > adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besama sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
 3. Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan.
 4. Surat Keputusan Pembetulan
 > adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan
hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat
ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Pengurangan atau pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak
benan, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak.
5. Surat Keputusan Keberatan
> adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.
6. Putusan Banding
> adalah putusan badan peradilan pajak atas
banding terhadap surat Keputusan Keberatan
yang diajukan oleh Wajib Pajak
3. Bentuk Penagihan Pajak
Berdasarkan uraian penagihan yang dikemukakan oleh para
ahli, maka dalam bidang administrasi dikenal bentuk
penagihan pajak, yaitu:
a. Penagihan Pasif
> Adalah tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan
pajak dengan cara melakukan pengawasan atas kepatuhan
pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan
oleh wajib pajak.
b. Penagihan Aktif
> Adalah penagihan yang didasarkan pada surat tagihan
pajak/surat ketetapan pajak/surat ketetapan pajak tambahan
dimana undang-undang telah menentukan tanggal jatuh tempo
yaitu satu bulan setelah atau dan saat surat tagihan pajak/surat
ketetapan pajak/surat ketetapan pajak tambahan diterbitkan.
Bunga Penagihan
 Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang
ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan
sebagai berikut:
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus
dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau putusan Banding, pada saat
jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar
maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar itu,
dikenakan sanksi administrasi berupa bungan sebesar 2 %
(dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung
dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan
Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
 4. Surat Tagihan
 > Adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau
memperingatkan penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya, yang
diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah hari tanggal jatuh tempo pembayaran
utang pajak.
 5. Surat Paksa
 > Adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
 Penerbitan Surat Paksa
 a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan telah diterbitkan Surat
Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
 b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan pajak
seketika dan sekaligus, atau
 c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak
 Surat paksa mempunyai kekuatan hukum tetap karena mempunyai
kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
 Hal-hal apa saja yang harus dimuat dalam Surat Paksa
 1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung
Pajak;
 2. Dasar Penagihan;
 3. Besarnya utang pajak; dan
 4. Perintah untuk membayar.
 Penyampaian Surat Paksa
 1. Warisan telah dibagi.
 2. Untuk Wajib Pajak Badan, Surat Paksa disampaikan kepada :
 a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang penanggung pajak,
pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan,
ditempat tinggal mereka atau tempat lain yang memungkinkan;
 b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila pengurus tidak ditemui;
 c. Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan dalam
hal wajib pajak dinyatakan pailit
d. Likuidator atau orang atau badan yang dibebani
untuk melakukan pemberesan dalam hal wajib pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi;
e. Seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakn;
f. Melalui Pemerintah Daerah setempat minimal
Lurah/kepala Desa apabila huruf a s.d. b tidak dapat
dilaksanakan
3. Pemberitahuan Surat Paksa dilaksanakan dengan
cara menempelkan Surat Paksa pada papan
pengumuman kantor pejabat yang menerbitkannya
atau mengumumkan melalui media massa
4. Besarnya biaya penyampaian Surat Paksa yang
harus dibayar oleh penanggung Pajak adalah sebesar
Rp 50.000 (lima puluh ribu) untuk setiap Surat Paksa.
5. Tindakan yang dapat dilakukan oleh jurusita Pajak
apabila Penanggung Pajak menolak menerima Surat
Paksa, jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa
dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa
Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa,
dan dianggapnya telah diberitahukan
6. Syarat pengajuan gugatan atas pelaksanaan Surat
Paksa
a. Gugatan diajukan kepada Badan Peradilan Pajak
b. Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari sejak Surat Paksa
Diterbitkan Surat Paksa Pengganti
>apabila terjadi keadaan di luar kekuasaan
pejabat atau sebab lain misalnya kecurian,
kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi
yang menyebabkan asli surat paksa rusak,
tidak terbaca, atau sebab lain misalnya Surat
Paksa hilang atau tidak dapat diketemukan
lagi
Pejabat karena jabatannya dapat menerbitkan
Surat Paksa Pengganti yang mempunyai
kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum
yang sama dengan Surat Paksa
6. Penyitaan
 Adalah Tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai
barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan
untuk melunasi utang menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Objek sita
 > Barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan
jaminan utang pajak.
 Barang milik Penanggung Pajak yang berada di
tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan,
atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya
berada ditangan pihak lain, atau dijaminkan sebagai
pelunasan utang tertentu yang berupa:
 contoh yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu
berupa :
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai
dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening, giro
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,
obligasi saham atau surat berharga lainnya, piutang, dan
penyertaan modal pada perusahaan lain;
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, kapal,
dengan isi kotor tertentu. Dalam hal Wajib Pajak badan,
maka yang menjadi obyek sita adalah aset penanggung
pajak. Apabila nilai aset tidak mencukupi untuk melunasi
utang pajak, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap aset
penanggung pajak lainnya yaitu pengurus, kepala
perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan,
tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
Barang yang telah disita dititipkan
kepada :
1. Kepada Penanggung Pajak; atau
2. Di Kantor pejabat atau di tempat lain
(antara lain kantor Pegadaian atau Kator
Pos), berdasarkan pertimbangan Jurusita
Pajak; atau
3. Kepada aparat Pemerintah Daerah
setempat yang menjadi saksi dalam
pelaksanaan sita, dalam hal penyitaan tidak
dihadiri oleh Penanggung Pajak.
Bukan Objek Sita
 Barang bergerak milik Penanggung Pajak
yang berupa:
1. Pakaian dan tempat tidur beserta
perlengkapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi
tanggungannya;
2. Persediaan makanan dan minuman untuk
keperluan satu bulan beserta peralatan masak
yang berada di rumah;
3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang
bersifat dinas yang diperoleh dari negara;
4. Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan
atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat
yang dipergunakan untuk pendidikan,
kebudayaan dan keilmuan;
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih
digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya
tidak lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta
rupiah); dan
6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan
oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang
menjadi tanggunngannya.
Penanggung Pajak Tidak Hadir
 Penyitaan tetap dapat dilaksanakan
dengan syrat salah satu saksi harus berasl
dari pemerintah Daerah setempat,
sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris
Kelurahan atau Sekretaris Desa, dan
Berita Acara Pelaksanaan sita tersebut
ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan
saksi-saksi
Berita Acara Sita
Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat
ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak
bergerak yang disita, atau tempat barang bergerak
atau barang tidak bergerak yang disita berada, atau di
tempat-tempat umum.
Apabila Penanggung Pajak menolak untuk
menandatangani Berita Acara Pelaksanaan sita,
Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan
tersebut dalam Betita Acara Pelaksanaan sita, dan
Berita Acara Pelaksanaan tersebut ditandatangani
oleh jurusita Pajak dan saksi-saksi. Berita Acara
Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai
kekuatan mengikat.
Penyitaan Tambahan
 Apabila hasil penjualan barang yang
disita tidak cukup untuk melunasi biaya
penagihan dan utang. Dengan menerbitkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
yang baru, dan selanjutnya diikuti dengan
prosedur penyitaan.
Biaya
Besarnya biaya penagihan untuk setiap
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP) Rp 100.000 (seratus ribu rupiah).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai