Disusun Oleh:
1. Sinta Meliana
2. Alya Husna
3. Rohimawati
4. Yoseph
5. Ragil Catur Nugraha
6. Arman Saputra
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
Pajak dan Surat Ketetapan Pajak utang pajak masih belum dilunasi, maka fiskus akan
melakukan penagihan pajak aktif. Dalam tindakan penagihan aktif fiskus diberikan
kewenangan untuk menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus memberikan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Penelitian
Marduati menyatakan bahwa efektivitas penagihan aktif meliputi surat teguran dan surat
paksa berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Ini berarti adanya
hubungan searah. Hal ini dikarenakan surat teguran dan surat paksa yang diterbitkan akan
mengalami peningkatan, maka pencairan tunggakan pajak mengalami
peningkatan. Sebaliknya, jika surat teguran dan paksa diterbitkan menurun, maka pencairan
tunggakan pajak juga akan menurun. Dalam praktek di lapangan, kegiatan penagihan bukan
pekerjaan yang mudah karena banyak kendala-kendala yang ditemui oleh Juru 5 Sita
Pajak, salah satunya wajib pajak dengan alasan tidak tahu atau tidak menerima surat tagihan
pajak hingga diterbitkannya surat teguran maupun surat paksa dari pihak KPP, mereka tidak
ada tanggapan untuk segera melunasi. Hal ini membuat pihak Juru Sita Pajak diperuntukkan
untuk berperan aktif agar dapat mengoptimalkan penerimaan pajak.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui hal-hal yang terkait dengan SKP.
2. Mengetahui perbedaan SKP dan STP.
3. Mengetahui kapan waktu pembuatan SKP.
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan didalam surat teguran. (SKPKB diterbitkan secara jabatan)
c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%
d. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (tentang
kewajiban pembukuan) dan Pasal 29 (tentang kewajiban dalam pemeriksaan)
tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
(SKPKB diterbitkan secara jabatan).
vii
4. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB
a. Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
b. Setelah lewat jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak,
berakhirnya masa pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak
setelah jangka waktu 10 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Penerbitan SKPLB
a. Untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak
yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
b. Untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah
pajak atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, maka yang dimaksud dengan jumlah Pajak Yang terutang
adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
c. Untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar lebih
besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak
yang tidak seharusnya terutang.
viii
3. Sanksi Administrasi SKPLB
1. Fungsi SKPN
ix
SKPN berfungsi sebagai alat untuk pemberitahuan kepada para wajib pajak
bahwa jumlah yang dibayarkan sama besarnya dengan jumlah pajak yang
terutang.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
1. FUNGSI SKPKBT
2. PENERBITAN SKPKBT
a. Apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya.
c. SKPKBT ataupun data baru yang diketahui kemudian oleh DJP.
x
2.3 Jenis-Jenis Ketetapan Pajak dan Fungsinya.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
Berikut merupakan fungsi STP:
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut STP Wajib Pajak.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
c. Sarana untuk menagih pajak.
Surat Ketetapan Pajak ini akan dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal
pemeriksaan pajak wajib pajak atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa
Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
1. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Ketetapan dan Surat Tagihan Pajak
xii
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau
kurang dibayar berdasarkan: a. Hasil Pemeriksaan terhadap: 1. Surat Pemberitahuan; 2.
kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
Undang-Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran; 3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap
Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau
tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau 4.
keterangan lain yang berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
Undang-Undang KUP diantaranya berupa: a) hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak; b)
bukti pemotongan Pajak Penghasilan; atau c) bukti transaksi atau data perpajakan yang
dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak. b. Hasil
Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan berdasarkan hasil: a.
Pemeriksaan dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan tidak berdasarkan
hasil Pemeriksaan; atau b. Pemeriksaan Ulang dalam hal surat ketetapan pajak
sebelumnya diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
4. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap
Surat Pemberitahuan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama
dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
atau tidak ada pembayaran pajak.
5. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dalam hal
berdasarkan: a. hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan
pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang; atau b. hasil Pemeriksaan terhadap: Surat Pemberitahuan
terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang
xiii
KUP; atau permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Surat Ketetapan Pajak (SKP) merupakan surat keterangan yang meliputi surat ketetapan
kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil,
serta surat ketetapan pajak lebih bayar.
2. Macam-Macam SKP:
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
e. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
3. Secara ringkas, perbedaan SKP dan STP ialah surat yang diterbitkan atas hasil
pemeriksaan untuk penetapan wajib pajak yang memiliki lebih bayar, kurang bayar,
atau nihil, sebagai akibat dari ketidakbenaran dalam pengisian SPT. Sedangkan, STP
ialah surat yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan atas tagihan pajak atau sanksi
administrasi.
3.2 Saran
1. Pelaksanaan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Penagihan Pajak sebaiknya lebih
ditingkatkan lagi. Karena semakin baik tindakan yang dilakukan semakin besar
pencairan tunggakan pajak dan akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak.
2. Sebaiknya dalam melakukan tindakan penagihan pajak, khususnya penagihan aktif
alangkah baiknya melakukan kerjasama dengan baik kepada pihak ketiga seperti
xiv
kepolisian, bank, dan pihak lain yang terkait.
3. Meningkatkan intensitas penyuluhan mengenai perpajakan kepada Wajib Pajak,
sehingga Wajib Pajak dapat lebih sadar dan mengerti akan kewajiban perpajakannya
dan memenuhi kewajibannya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Tjahjono dan M. Fakhri. 2005. Perpajakan Edisi 3. Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
xv