Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA


KULIAH :
BAHASA INDONESIA
Dosen pengampu : Candra Kirana,,M.Pd.

DISUSUN OLEH :

NAMA : Lutfiah Yuliana


NIM : 210610064
Kelas : 11A Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb., Shalom, Om Swastyatu, Namo Buddhaya, Salam

Kebajikan untuk kita semua. Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan semesta

alam yang telah memberikan limpahan nikmat serta banyak kemudahan sehingga

saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Seperti makalah-makalah pada umumnya, makalah ini saya buat dengan tujuan

untuk membahas salah satu materi yang sesuai dengan jurusan saya yaitu,

akuntansi yang dimana materi yang saya bahas adalah mengenai Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa sekaligus makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi salah

satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh Ibu Candra

Kirana,,M.Pd. saya menyadari bahwasanya dalam penulisan makalah ini masih

ada banyak kekurangannya, maka dari itu, kiranya ada pembaca yang senantiasa

ingin mengutarakan apresiasi, kritik, maupun saran, akan saya jadikan acuan

untuk kedepannya agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pembaca yang sudah turut

berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini, juga untuk Dosen Pengampu kami

yang sudah membimbing dalam mata kuliah Bahasa Indonesia. Demikian yang

dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sekian,

terima kasih.

Yogyakarta, 15 juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I..................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. LATAR BELAKANG...........................................................................................4
1.2. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................5
1.3.  TUJUAN.................................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Pajak..........................................................................................................................6
2.2 surat tegur dan surat paksa......................................................................................6
2.3 Penerbitan dan pemberitahuan surat paksa...........................................................8
2.4 hambatan yang Timbul Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa................................................................................................................................9
2.5 langkah Dasar Penentuan Tagihan Pajak kepada Wajib Pajak dan
Penyampaian Surat Teguran.......................................................................................10
BAB III..............................................................................................................................14
PENUTUP.........................................................................................................................14
KESIMPULAN............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pajak merupakan salah satu sumber pendapat Negara yang berkontribusi

besar dalam menambah kas Negara. Hal ini menjadi alasan pajak dikatakn sebagai

salah satu sector terpenting dari suatu Negara. Pajak sendiri sebenarnya telah ada

sejak jaman dahulu, dimana dalam membiayai kepentingan bersama diperlukan

sumber-sumber pendapatan. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara

yang digunkan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan agar

mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam

anggaran penerimaan dan belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak

merupakan penerimaan dalam negri yang terbesar. Semakin lama penerimaan

pajak semakin penting perannya dalam menunjang penerimaan Negara. Pajak

merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (dapat

dipaksakan) serta tidak mendapat jasa timbal (kontrapeksi) secara lasung dapat

ditunjukkan da digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Reformasi perpajakan Indonesia sejatinya lebih mengrah pada upaya untuk

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya

membayar pajak. Ini sejalan dengan reformasi perpajakan tahun 1983 dimana

sistem pemungutan pajak mengalami perubahan yang cukup signifikan, yaitu

perubahan dari sistem officialassessment menjadi selfassessment. Dimana dalam

sistem ini wajib pajak bersifat lebih aktif mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak terutangnya, yang artinya sistem ini mmberi

kepercayaan penuh kepada wajib pajak.Namun pada nyatanya setiap peraturan

pasti mendatangkan keuntungan dan juga konsekuensi yang harus diperhitungkan,

karena dalam penerapan sistem selfassessment meningkatkan kepatuhan wajib

pajak secara sukarela bukanlah permasalahan yang sederhana. Nyatanya masih

banyak masyarakat yang sengaja maupun tidak sengaja melakukan kecuranga-

kecurangan dan dan melalaikan kewajibannya untuk membayar pajak. Sehingga

optimalisai penerimaan pajak masih terhalang oleh berbagai kendala. Adapun

kendala terbesar yang dihadapi adalah adanya tunggakan pajak yang sangat tinggi,

baik yang murni penghindaran pajak maupun ketidakmampuan melunasi utang

pajak. Untuk mengatasi kendala ini diperlukan tindakan tegas penagihan pajak

yang memiliki kekuatan hukum.

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang telah disusun oleh

pihak berwenang agar wajib pajak segera melunasi utang pajaknya besrta dengan

biaya penagiha. Tindakan penagihan ini dapat dilakukan dengan memberitahukan,

melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, menerbitkan surat teguran

beserta surat paksa. Jika tindakan tersebut tidak juga berhasil maka dapat

dilanjutkan dengan tindakaan penyitaan dan juga pelelangan. Adanya tindakan

penagihan pajak dikarenakan semakin besarnya tunggakan pajak yang berimbas

pada penerimaan pajak itu sendiri. Tindakan penagihan pajak adalah bentuk upaya

untuk mencairkan tunggakan pajak, namun dalam pelaksanaannya tindakan ini

harus tetap memperhatikan prinsip keseimbangan antara biaya penagihan dan

penerimaan pajak nantinya.


Dalam makalah ini akan membahas mengenai pajak, surat tegur paksa,

penerbitan dan pembritahuan,hambatan serta bagaimana langka dasar penentuan

tagihan pajak kepada wajib pajak dan penyampaian surat teguran

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan pajak?

2. Apa yang dimaksud dengan surat tegur dan surat paksa?

3. Bagaimana penerbitan dan pemberitahuan surat paksa ?

4. Apa saja hambatan yang Timbul Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa?

5. Bagaimana Langkah Dasar Penentuan Tagihan Pajak kepada Wajib Pajak

dan Penyampaian Surat Teguran

1.3.  TUJUAN

1. Agar mengetahui pengertian dari pajak

2. Agar mengerti yang dimaksud dengan surat tegur dan surat paksa

3. Untuk mengetahui bagaimana penerbitan dan pemberitahuan surat paksa ?

4. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang Timbul Dalam Pelaksanaan

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

5. Untuk mengetahui langkah Dasar Penentuan Tagihan Pajak kepada Wajib

Pajak dan Penyampaian Surat Teguran


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pajak

Pengertian pajak dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang

keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang mengatur tentang.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa pajak adalah

kontribusi yang diwajibkan oleh negara kepada orang pribadi atau badan yang

memiliki sifat memaksa, diatur dalam Undang Undang. Dimana kontribusi ini

tidak akan memberikan timbal balik langsung untuk perorangan melaikan

dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan umum serta kesejahteraan

masyarakat luas. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa sektor pajak tidak

hanya semata-mata untuk membiayai negara namun juga untuk membiayai

keperluan umum seperti halnya pelayanan kesehatan, penyelenggaraan

pendidikan, untuk mewujudkan kesejahteraan.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., Pajak adalah iuran rakyat pada

kas negara bedasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung ditujukan, digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.

Pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, "Pajak adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan


imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pengertian pajak menurut kamus hukum

adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk

sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan

pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya (Sudarsono, 2007: 336).

2.2 Surat Tegur Dan Surat Paksa

Surat tegur

Menurut Ayza (2017:190) Surat Teguran atau surat peringatan atau surat

lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat penagihan

(pajak/bea/cukai) untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk

melunasi utang pajaknya. Surat Teguran atau surat peringatan tidak diterbitkan

terhadap penanggung pajak yang utang pajaknya telah disetujui untuk

mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat

Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang

diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak

untuk melunasi utang pajaknya.

Surat Teguran menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 561/KMK.04/2000 Pasal 1 ayat (3) adalah surat yang diterbitkan oleh

Pejabat untuk menegur atau memperingatkan Penanggung Pajak untuk melunasi

utang pajaknya, yang diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran utang pajak. Untuk penerbitan Surat Teguran harus melakukan

pelaksanaan penagihan pajak pajak terlebih dahulu oleh petugas, Surat Teguran

tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk

mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Dalam penyampaian Surat Teguran

dapat dilakukan secara langsung diantarkan oleh petugas, melalui pos, atau

melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan melampirkan bukti

pengiriman surat.

Surat Paksa

Definisi Surat Paksa menurut Mardiasmo (2016:153) adalah "Surat

perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa

mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan

putusan pengendalian yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap". Menurut

Priantara (2016:123) "Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak

dan biaya penagihan pajak." Menurut Ayza (2017:191), Surat Paksa adalah surat

perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak, diterbitkan apabila

jumlah utang pajak atas surat ketetapan pajak yang tidak dilunasi oleh

penanggung pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal

disampaikan Surat Teguran atau pejabat telah menerbitkan dan telah disampaikan

kepada penanggung pajak, surat perintah penagihan seketika dan sekaligus tetapi

penanggung tidak melunasi utang pajak dimaksud atau penanggung pajak tidak

memenuhi ketentuan pembayaran pajak sebagaimana tercantum dalam keputusan

angsuran atau penundaan pembayaran pajak.


Surat Paksa menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 1 ayat

(12) adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Menurut pasal 20 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2007 apabila atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat

Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang

menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak

dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu pelunasan,

dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa.

2.3 Penerbitan Dan Pemberitahuan Surat Paksa

Penerbitan Surat Paksa

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa berdasarkan UU PPSP Pasal 8 ayat (1)

dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi tunggakan pajaknya pada saat

jatuh tempo setelah 21 hari menerima Surat Teguran atau surat sejenisnya, maka

dapat diterbitkan Surat Paksa dan diberi jangka waktu 2 x 24 jam agar

penanggung pajak melunasi tunggakannya, dimana Surat Paksa memiliki

kedudukan hukum pasti (eksekutorial) yang sama dengan putusan pengadilan.

Apabila wajib pajak belum melunasi sesuai jadwal penagihan, aparatur pajak

berhak melakukan upaya sampai pada tindakan penyitaan dan menjual barang sita

milik wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.


Pemberitahuan Surat Paksa

1. Surat Paksa diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan

penyerahan surat paksa kepada penanggung pajak.

2. Pemberitahuan surat paksa dilakukan dengan membacakan surat paksa dan

kedua belahpihak menandatangani pernyataan yang dituangkan dalam berita

acara memuat hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama jurusita

pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan surat paksa.

3. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha yang memungkinkan.

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal ataupun yang bekerja bersama

dengan penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan

tidak ditemui.

c. Ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan

belum atau sudah dibagi.

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a. Pengurus, kepala perwakilan, penanggung jawab kedudukan badan yang

bersangkutan, ditempat tinggal mereka yang memungkinkan.

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan badan yang bersangkutan apabila jurusita

pajak tidak dapat menemui salah seorang pada tempat tinggal bersangkutan.

Surat Paksa diberitahukan kepada wajib pajak orang atau badan terbeban yang

dinyatakan pailit untuk melakukan likuidator yang diberitahukan oleh hakim

komisaris. Apabila pemberitahuan Surat Paksa tidak dilaksanakan kepada orang


atau badan terbeban pajak. Surat Paksa dapat disampaikan melalui pemerintah

daerah setempat.

2.4 Hambatan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan

Surat Paksa

Pelaksanaan penagihan pajak selama ini dalam pelaksanaannya sudah mengikuti

peraturan yang berlaku, masih ditemukan beberapa kendala terkait pelaksanaan

tersebut. Kendala-kendala ini banyak ditemukan dari kesalahan yang dilakukan

Wajib Pajak yang bersangkutan serta pihak lain yang berhubungan dalam hal

pelaksanaan penagihan pajak, yang dapat digolongkan menjadi beberapa faktor

antara lain:

A. Faktor Penegak Hukum atau Aparatur

Dalam proses pelaksanaan penagihan pajak tentu sangat membutuhkan

aparatur dalam proses pelaksanaannya, akan tetapi menurut keterangan dari

Bapak Eko Suwito yang menduduki posisi sebagai petugas Kepala Seksi

Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut

menerangkan bahwa bagian penagihan kekurangan penegak hukum atau

aparatur terutama jurusita. Jika jumlah jurusita dibandingkan dengan jumlah

wajib pajak yang memiliki tanggungan, maka jumlahnya tidak sebanding.

Dari jumlah 18.500 tunggakan dari 5.600 Wajib Pajak hanya terdapat 2

jurusita, sehingga tidak semua ketetapan atau tagihan pajak dapat ditagih

dengan maksimal. Sehingga dari bagian penagihan Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Surabaya Rungkut melakukan pembagian prioritas untuk


pelaksanaan penegakan hukum dimulai dari wajib pajak yang memiki

tunggakan tertinggi melalui pembagian kluster jumlah tagihan.

B. Faktor Sarana atau Fasilitas

Sarana atau fasilitas mempunyai peranan dalam pelaksanaan penegakan

hukum, tanpa adanya sarana atau fasilitas penegak hukum tidak dapat untuk

menyerasikan peranan yang seharusnya dilakukan, salah satu hal yang

mejadikan terhambatnya proses pelaksanaan penagihan pajak yang

dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut adalah

terbatasnya anggaran yang ditetapkan pemerintah dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga menjadikan anggaran

untuk melaksanakan proses penyitaan terbatas. Padahal seluruh pelaksanaan

yang dilakukan ketika proses penagihan pajak itu dimaksudkan untuk

memperoleh pendapatan, sehingga menjadikan tidak semua tagihan

dilakukan proses penagihan tidak maksimal. Bahkan saat proses sita

terhadap aset tidak bergerak seperti tanah yang berhubungan dengan aparat

lain, terutama dengan badan pertanahan selaku pihak yang mengeluarkan

Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Petugas dari Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut harus membayar Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk dapat melakukan proses sita. Sementara

tidak ada biaya yang di anggarkan dalam anggaran jurusita ketika

melakukan proses tersebut, jurusita hanya memiliki anggaran ketika dalam

proses lelang.
C. Faktor Masyarakat atau Wajib Pajak

Tidak dapat ditemukannya Wajib Pajak merupakan masalah terbesar dalam

proses penagihan pajak yang mengakibatkan tidak tersampaikannya informasi

terkait tunggakan pajak, hal ini tentu berujung pada tidak terbayarkannya

tunggakan pajak. Kurang validnya beberapa alamat wajib pajak sehingga

ketika surat teguran dikirimkan lewat pos tidak sampai kepada wajib pajak,

juga ketika petugas menyampaikan surat paksa secara langsung tidak dapat

menemui wajib pajak pada alamat yang tercatat pada sistem DJP. Kurangnya

kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan pembayaran tunggakan pajaknya.

Wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak mampu membayar

tunggakan pajaknya. Wajib Pajak yang tidak ditemukan bukan hanya terjadi

dalam proses penagihan, namun juga bisa terjadi sejak proses pemeriksaan

Wajib Pajak, fenomena ini menunjukkan itikad tidak baik yang dimiliki oleh

Wajib Pajak untuk melunasi tunggakan pajak mereka. Bahkan ketika terdapat

wajib pajak yang memiliki itikad tidak baik untuk tidak membayarkan

tunggakan pajak akan berusaha menyembunyikan atau memindahtangankan

aset yang dimilikinya untuk menghindari penyitaan. Padahal aset merupakan

komponen paling vital dalam proses penagihan pajak, bagi Wajib Pajak yang

tidak mau melunamekanisme penjualan lelang Pembahasan merupakan bagian

terpenting dari keseluruhan isi artikel ilmiah. Tujuan pembahasan adalah:

Menjawab masalah penelitian, menafsirkan temuan-temuan, mengintegrasikan

temuan dari penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah ada dan

menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang sudah ada.


Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut antara lain

adalah. Melakukan update data alamat wajib pajak sehingga DJP memiliki data

alamat yang lebih valid. Untuk wajib pajak badan yang tidak dapat ditemui di

alamat yang terdaftar, maka petugas pajak dapat melihat data walih paisk alamat

pengurus wajib pajak badan pada data kependudukan yang dapat diakses oleh

petugas pajak. Melakukan penyuluhan dan persuasi kepada wajib pajak agar

kesadaran wajib pajak lebih meningkat dalam melakukan pembayaran tunggakan

pajaknya. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan Account

Representative wajib pajak di Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Sebelum

mengusulkan wajib pajak untuk diperiksa, agar dibuat analisis likuiditas wajib

pajak sehingga setelah selesai pemeriksaan wajib pajak dapat melunasi tunggakan

2.5 Langkah Dasar Penentuan Tagihan Pajak Kepada Wajib Pajak Dan

Penyampaian Surat Teguran

Pada proses pelaksanaan tindakan penagihan pajak dapat dimulai ketika terdapat

Surat Tagihan Pajak (STP) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),

atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau Surat

Keputusan Pembetulan atau Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau

Surat Putusan Peninjauan Kembali yang ditujukan kepada Wajib Pajak yang

memliki kewajiban untuk membayarkan tagihan pajak atau menyebabkan jumlah

pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak bertambah. Apabila Wajib Pajak telah

menerima Surat Tagihan Pajak (STP) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau
Surat Keputusan Pembetulan atau Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding

atau Surat Putusan Peninjauan Kembali, maka Wajib Pajak harus melunasi

tagihan tersebut maksimal dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal

penerbitkan Surat Tagihan yang ditujukan kepada Wajib Pajak tersebut.

Apabila Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah tagihan pajak yang masih harus

dibayar dalam hasil akhir pemeriksaan, akan tetapi Wajib Pajak tindak membayar

Tagihan Pajak yang dimiliki dan tidak mengajukan banding atas jumlah Tagihan

Pajak maka akan disampaikan kepada Wajib Pajak Surat Teguran setelah 7 (tujuh)

hari sejak jatuh tempo pelunasan tagihan pajak. Apabila Wajib Pajak tidak

menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam

pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan mengajukan banding atas Surat

Keputusan Keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

jangka waktu pelunasan pajak akan tertangguhkan sampai dengan 1 (satu) bulan

sejak tanggal penerbitan Putusan Banding dan Surat Teguran baru akan

disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding. Apabila

Wajib Pajak yang tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang

masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, akan tetapi

Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan

sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). maka akan disampaikan


kepada Wajib Pajak Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

pengajuan banding.

A. Pelaksanaan penyampaian surat paksa. Setelah disampaikan Surat Teguran,

maka Wajib Pajak harus melakukan pembayaran atas utang pajak untuk

menghilangkan tanggungan pajak. Apabila Penanggung pajak tidak

melunasi utang pajak dan Wajib Pajak tersebut telah diberikan Surat

Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain sejenisnya, maka setelah lewat

waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran

kepada Penganggung Pajak, akan diterbitkan Surat Paksa oleh Kepala

Kantor Pelayanan Pajak dan akan diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan

menyampaikan Surat Paksa serta menyerahkan salinan Surat Paksa kepada

Penanggung Pajak secara langsung. Penerbitan surat paksa tidak diatur

secara jelas kapan paling lambat untuk penerbitannya, akan tetapi jika

dilihat dalam ketentuan Pasal 21 ayat (4) dan (5) huruf a Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara

Perpajakan, dapat diartikan bahwa Surat Paksa harus sudah diterbitkan

paling lambat 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak

(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan,

Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan

Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah

diberikan kepada. Wajib Pajak.


Dalam pelaksanaan pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak,

Jurusita Pajak membacakan isi Surat Paksa dan menuliskan dalam berita

acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. Apabila

Penanggung Pajak atau pihak-pihak terkait yang berhubungan yang dapat

diberikan Surat Paksa menolak untuk menerima Surat Paksa, maka Jurusita

dapat meninggalkan Surat Paksa yang akan diserahkan kepada Penanggung

Pajak dan mencatat dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau

menerima atau menolak Surat Paksa yang diberikan oleh Jurusita, maka

Surat Paksa dianggap telah diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Apabila Penanggung Pajak berlokasi diluar wilayah kerja dan berbeda kota

dengan Kantor Pelayanan Pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak

meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat

pelaksanaan Surat Paksa serta menempelkan salinan Surat Paksa pada papan

pengumuman di kantor Pejabat yang menerbitkannya

B. Pelaksanaan Sita dan Lelang Setelah disampaikan Surat Paksa kepada

Penangung Pajak, namun dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh

empat) jam sejak disampaikannya Surat Paksa, Penanggung Pajak tidak

melunasi utang pajaknya maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat

mengeluarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) sebagai

Pejabat yang telah mengeluarkan Surat Paksa. Akan tetapi Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan dapat dikeluarkan oleh Pejabat lain apabila objek

sita berada di luar wilayah kerja pejabat yang menerbitkan Surat Paksa,
pejabat yang mengeluarkan Surat Paksa meminta bantuan kepada Pejabat

yang wilayah kerjanya meliputi lokasi objek sita berada untuk menerbitkan

SPMP terhadap objek sita yang akan dilakukan proses penyitaan. Apabila

objek yang akan disita masih berada dalam satu kota akan tetapi diluar

wilayah kerja Pejabat yang mengeluarkan Surat Paksa, tidak perlu untuk

meminta bantuan pebajat wilayah dari lokasi objek sita berada. Pejabat yang

menerbitakan Surat Paksa dapat langsung menerbitkan SPMP dan

memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan sita terhadap

objeknya. Jenis barang yang dapat disita menurut Pasal 14 Undang-undang

Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,

sebagai berikut :

1) Barang Bergerak Kendaraan, perhiasan, uang tunai dan deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, obligasi, saham, atau

surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada

perusahaan lain;

2) Barang Tidak Bergerak Tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor

tertentu:

3) Barang Lain yang Memungkinkan adanya Perluasan Objek Sita

berupa Hak Lainnya

Pelaksanaan penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak sekurang-kurangnya

disaksikan oleh 2 (dua) orang yang telah dewasa, merupakan penduduk Indonesia,

dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.


Surat Pencabutan Sita dapat diterbitkan oleh Pejabat dan dapat

dilaksanakan apabila :

1) Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang

pajak;

2) Adanya putusan hakim dari peradilan umum;

3) Adanya putusan badan peradilan pajak

4) Ditetapkan lain dengan keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia karena adanya sebab-sebab diuar kekuasaan pejabat.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan suatu kontribusi

yang diwajibkan oleh negara kepada orang pribadi atau badan yang memiliki sifat

memaksa yang diatur dalam undang-undang yang dimana kontribusi ini tidak

akan memberikan timbal balik untuk perorangan melainkan dipergunakan untuk

kepentingan-kepentingan umum serta kesejahteraan masyarakat luas. Dari hal

tersebut kita dapat melihat bahwa sektor pajak tidak hanya semata-mata untuk

membiayai negara, namun juga untuk membiayai keperluan umum seperti halnya

pelayanan kesehatan, penyelengaraan pendidikan untuk mewujudkan

kesejahteraan. Untuk menerbitkan surat teguran harus melakukan pelaksanaan

penagihan pajak-pajak terlebih dahulu oleh petugas. Surat teguran tidak

diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur

atau menunda pembayaran pajak. Dalam penyampainnya surat teguran dapat

dilakukan secara langsung diantarkan oleh petugas, melalui pos, atau melalui

perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan melampirkan bukti pengiriman

surat. Surat paksa adalah tindakan yang dilakukan agar penanggung pajak

melunasi utang pajaknya beserta dengan biaya penagihan, surat paksa memiliki

Kedududkan hukum pasti (eksekutorial) yang sama dengan putusan pengadilan,

apabila wajib pajak belum melunasi sesuai jadwal penagihan, apratur pajak berhak
melakukan upaya sampai pada tindakan penyitaan dan menjual barang sita milik

wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa

seperti faktor penegak hukum dan apratur, faktor sarana atau fasilitas, dan faktor

masyarakat atau wajib pajak. Masyarakat wajib melaksanakan pajak, surat paksa

dikatakan efektivitas apabila semakin besar surat paksa yang dilunasi oleh wajib

pajak terhadap tunggakan. Maka dari itu penagihan pajak dengan surat paksa

bertujuan untuk menertibkan masyarakat dalam membayar pajak dan ketentuan

nya tersebut telah diatur oleh negara.


DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly.2018. Hukum pajak Edisi 7. Jakarta : Salemba empat

Nainggolan, S. G. V. (2021). Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Tegur dan


Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Medan Timur. Jurnal Akuntansi Bisnis Eka Prasetya (Eka Prasetya Journal of
Accounting Studies), 7(1), 25-34.

Malau, R. Y. (2021). Efektivitas Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat


Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Binjai.

Yanti, G. A. P. P. (2021). PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK BERDASARKAN


SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA DI KANTOR PELAYANAN
PAJAK PRATAMA SINGARAJA (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan
Ganesha).

Habibie, A. (2021). ANALISIS EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK


DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP
PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA BANJARMASIN TENGAH 2017-2019 (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Kalimantan MAB).

Anda mungkin juga menyukai