Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERAPAN

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pajak (SP)


Dosen Pengampu : Ibu Zulfi Chairi SH., M.Hum

Disusun Oleh
Kelompok 1
No. Nama NIM
1 Radhika Vimala 210200084
2 Afif Hauzaan Abid 210200333
3 Desika Estapani Ginting 210200535
4 Tasya Atiqah Lubis 210200558
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2023
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Adapun judul dari
makalah ini adalah “Analisis Hukum Terhadap Penerapan Pajak Penghasilan
(PPh)”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Zulfi Chairi SH.,
M. Hum. Selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Pajak Semester Antara yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kami lebih mendalam mengenai Pajak Penghasilan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
tentang pajak terkhusus pajak penghasilan, tugas dan wewenang direktorat jenderal
pajak dalam penerapan pajak penghasilan, serta manfaat dari adanya pajak
penghasilan.
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap dapat menambah wawasan kami
sebagai penyusun makalah ini dan sumber ilmu dan wawasan bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan keterbatasan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat diperbaiki demi kesempurnaan isi makalah dan terima
kasih.

Medan, 20 Juli 2023


Penulis

Kelompok 1

2
Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................................................... 2
BAB I ....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................. 4
I.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
I.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 6
BAB II ...................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ................................................................................................... 7
II.1 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan ...................................................... 7
II.2 Syarat wajib pajak penghasilan (PPh) ...................................................... 9
II.3 Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak terhadap PPh
11
II.4 Upaya Mengurangi Beban Pajak Penghasilan ........................................ 13
BAB III................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan negara kita terhadap hutang luar negeri. Sektor pajak
dianggap pilihan yang tepat karena jumlahnya relatif stabil dan masyarakat dapat
berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan pembangunan. Di samping untuk
meningkatkan penerimaan negara, pajak juga bertujuan untuk menumbuhkan dan
membina kesadaran serta tanggungjawab Negara, karena pada dasarnya
pembayaran pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta warga
negara dalam membiayai keperluan pembangunan nasional. Untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat tentu adanya bentuk kerjasama yang baik
antara pemerintah dengan masyarakat dan menghasilkan sesuatu yang saling
menguntungkan antara kedua belah pihak. Bagi pemerintah dapat melaksanakan
kewajibannya sebagai fasilitator dalam melayani publik, dan bagi masyarakat
sendiri dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dari pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah. Bentuk penerimaan pajak yang dipungut oleh Kantor
Pelayanan Pajak terdiri beberapa jenis, salah satu diantaranya yaitu Pajak
Penghasilan (PPh) . Pajak Penghasilan (PPh) ini merupakan pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa
dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Yang
dimana, Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau yang
diperolehnya selama satu tahun pajak, atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir pada tahun pajak.

4
Yang dimana, pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang
kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan yang artinya
kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek
pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum,
penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.
Jenis penghasilan yang dikenakan Pemotongan PPh,salah satunya yaitu
penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap, baik penghasilan teratur maupun
tidak teratur. Selain penghasilan berupa upah atau gaji yang diterima secara teratur
oleh pegawai tetap dalam suatu perusahaan,bonus dapat menjadi salah satu
penghasilan tidak teratur yang diberikan oleh perusahaan sebagai bentuk apresiasi
kepada pegawai tetap dan menjadi motivasi pegawai tetap dalam menyelesaikan
pekerjaan selain mendapatkan tunjangan transportasi dan kesehatan. Bonus yang
didapatkan oleh pegawai tetap telah diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER - 16/PJ/2016 Pasal 1 ayat (16) yang menyatakan bahwa penghasilan
pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap
selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau
periode lainnya, antara lain berupa bonus jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau
imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang makalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah yang akan diangkat dalam proposal ini, diantaranya :
1. Apa saja konsep yang terkandung didalam PPh?
2. Apa syarat untuk menjadi wajib pajak PPh?
3. Apa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak terhadap
PPh?
4. Apa upaya mengurangi beban PPh?

5
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah mengenai pajak penghasilan diatas, maka dapat
disimpulkan tujuan penulisan makalah ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui apa saja konsep yang terkandung didalam PPh.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat untuk menjadi wajib pajak PPh.
3. Untuk mengetahui apakah kewajiban perpajakan harus dipenuhi oleh
wajib pajak.
4. Untuk mengetahui apa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
beban PPh.

6
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan


Subjek Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia mengatur pengenaan Pajak
Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam suatu Tahun Pajak sehingga Subjek Pajak akan dikenakan
Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan Indonesia selanjutnya disebut “Wajib Pajak”. Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Termasuk di dalam
pengertian Wajib Pajak adalah kewajiban pemungut pajak atau pemotong pajak
tertentu.1
Menurut UU Pajak Lengkap Tahun 2014 berdasarkan UU Nomor 36 tahun
2008 pasal 2 ayat (1), yang menjadi Subjek Pajak, adalah :
1. Orang pribadi,
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak,
3. Badan, dan
4. Bentuk usaha tetap

Objek Pajak Penghasilan


Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud
dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia2, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

1
Modul 1 Pajak Penghasilan (PPh) Umum Dr. H. Heru Tjaraka, Drs. Ak, BKP, M.Si

7
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Undang-
undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan
dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari mana pun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak tersebut.
Objek pajak penghasilan menurut buku Undang-undang Pajak Lengkap Tahun
2014 berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

8
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia. Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat
final3

II.2 Syarat wajib pajak penghasilan (PPh)


Menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-
32/PJ/2015, PPh yang dimaksud adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Yang dimana, untuk membayar pajak ini,
biasanya perusahaan akan memotong penghasilan karyawan secara langsung.
Perusahaan juga wajib memberikan bukti potong PPh kepada karyawannya setelah
pajak itu telah disetorkan kepada pemerintah. Peraturan ini juga tidak hanya mengikat
pegawai tetap, tetapi juga pegawai tidak tetap dan pekerja lain, yang menerima gaji
secara berkala atau disebut subjek pajak dan memenuhi jumlah minimum total
penghasilan yang dimiliki hingga masuk kedalam kategori Penghasilan Kena Pajak
(PKP). Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. Per-16/PJ/20164 syarat pekerja yang
termasuk ke dalam kategori subjek pajak adalah :

3
Jurnal Bisnis dan Akuntansi Unsurya Vol. 4, No. 2, Juni 2019,
4
Mitra Wacana Media. Undang-undang Pajak Lengkap. Jakarta: 2014.

9
1. Pegawai tetap,
2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai atau mereka yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa;
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama,
5. Mantan pegawai yang masih menerima penghasilan berkala,
6. Wajib pajak PPh kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
Yang dimana, selain termasuk dalam kategori subjek pajak, pekerja yang
penghasilannya wajib dikenai PPh, juga harus memenuhi jumlah minimum
penghasilan per tahun hingga termasuk kedalam kategori Penghasilan Kena Pajak
atau PKP. Jumlah penghasilan yang dianggap PKP adalah hasil selisih dari jumlah
penghasilan Anda per tahun setelah dikurangi jumlah penghasilan yang masuk ke
dalam syarat Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP. Yang dimana, Menurut
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/PMK. 010/2016, jumlah penghasilan
yang dianggap PTKP berbeda tergantung dari banyaknya tanggungan yang dimiliki
pekerja tersebut:
1. PTKP Wajib Pajak (WP) orang pribadi adalah Rp54.000.000
2. PTKP bagi WP yang sudah kawin mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000
3. PTKP untuk seorang istri yang penghasilannya secara pajak digabung dengan
penghasilan suami adalah Rp54.000.000
4. PTKP untuk tanggungan, dengan besaran untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda yang berada dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000 .

10
PTKP yang baru ini membuat semakin banyak tanggungan yang dimiliki
sebuah keluarga, semakin tinggi pula batas minimum kena pajak yang dibebankan.
Sehingga keluarga yang memiliki banyak tanggungan mendapatkan keringanan jika
dibandingkan dengan pekerja yang tak memiliki tanggungan sama sekali.

Jika penghasilan di bawah dari jumlah syarat PTKP seperti di atas, maka tidak
diwajibkan untuk membayar PPh . Sementara, jika penghasilan masih dapat
dikurangi dengan PTKP di atas sehingga masuk ke dalam kategori PKP, maka
penghasilan akan dikenai PPh.

II.3 Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak terhadap
PPh
Setiap warga negara yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dan memiliki
NPWP memiliki kewajiban dan tanggung jawab pajak. Kewajiban pajak dapat
meliputi berbagai hal termasuk untuk perorangan pribadi ataupun wajib pajak badan.

11
Pada umumnya kewajiban pajak yang ditujukan atas wajib pajak orang pribadi adalah
Pajak Penghasilan (PPh). Setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan maka sudah
seharusnya mengenal dan dikenakan PPh. Hal mengenai pengaturan Pajak
Penghasilan disebut juga PPh 21.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya.NPWP diberikan kepada Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaralan subjektif dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. NPWP tidak berubah meskipun Wajib Pajak pindah
tempat tinggal/tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat terdaftar.5
Mengacu pada peraturan yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak, PPh Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honor, tunjangan dan pembayaran
lainnya dengan nama dan bentuk apapun yang mana berhubungan dengan pekerjaan,
jasa, ataupun kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam
negeri. Maka dapat dikatakan bahwa seluruh masyarakat yang telah bekerja dan
memiliki suatu penghasilan maka diharuskan untuk melaporkan dan membayar pajak
dengan waktu dan cara yang tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai perpajakan yang berlaku.
Wajib pajak harus mengetahui berapa tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Mengacu pada Peraturan Dirjen Pajak, PKP
merupakan penghasilan yang diperoleh wajib pajak yang akan dijadikan dasar untuk
melakukan penghitungan PPh dalam setahun pajak. Sementara PTKP merupakan
penghasilan yang diperoleh wajib pajak namun tidak dikenai pajak penghasilan.

5
Direktorat Jenderal Pajak/ wajib pajak dan NPWP

12
Dengan ketentuan jumlah penghasilanyang didapatkan wajib pajak setara atau tidak
lebih dari Rp54.000.000 dalam satu tahun.
Perlu diketahui bahwa tarif pajak dengan dan tanpa NPWP memiliki ketentuan
yang berbeda. Tarif yang dikenakan bagi pihak yang tidak memiliki NPWP tentu lebih
tinggi dibandingkan yang sudah memiliki NPWP. Lalu jika penghasilan yang
diperoleh wajib pajak tinggi, maka jumlah pajak yang harus dibayarkan setiap
tahunnya juga turut menjadi tinggi. Hal ini disebut dengan istilah pajak penghasilan
progresif, dimana tarif yang dikenakan akan semakin besar sesuai dengan jumlah
penghasilan.

II.4 Upaya Mengurangi Beban Pajak Penghasilan


Salah satu upaya ialah memakai sistem yang ada di Pasal 25 (PPh Pasal 25)
adalah pajak yang dibayar secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan
beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu
tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. 6
Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya
setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang
terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17
ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP)
dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta pajak penghasilan
yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP)
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun

6
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-25, diakses tanggal
19 Juli 2023, pukul 21.37 WIB.

13
Tarif PPh Pasal 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal
25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan
satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap
masing-masing tempat usaha.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu
pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi
OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh
(12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
Sampai Rp 50.000.000 = 5%
Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling
lambat 15 Maret 2014.
Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari
libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan
pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan
No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri
Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
Pajak.

14
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei
2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP)
atau dokumen sejenisnya.

15
BAB III
KESIMPULAN

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Subjek Pajak
tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek
Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan Indonesia disebut sebagai Wajib Pajak. Dengan kata lain, Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif maupun
kewajiban objektif. Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir dalam bagian tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun pajak
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia adalah tahun takwim. Namun,
Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim,
sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Selain menjadi subjek pajak, pekerja yang penghasilannya wajib dikenai PPh
(Pajak Penghasilan) juga harus memenuhi jumlah minimum penghasilan per tahun
hingga termasuk dalam kategori Penghasilan Kena Pajak (PKP).Penghasilan Kena
Pajak (PKP) dihitung sebagai hasil selisih antara jumlah penghasilan pekerja per
tahun setelah dikurangi jumlah penghasilan yang masuk dalam Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP).Jumlah PTKP yang berlaku membuat semakin banyak
tanggungan yang dimiliki sebuah keluarga, semakin tinggi pula batas minimum
penghasilan yang dikenakan pajak (PKP) bagi pekerja.
Jika penghasilan pekerja berada di bawah batas PTKP, maka pekerja tidak
diwajibkan membayar PPh. Namun, jika penghasilan pekerja masih melebihi batas
PTKP, maka pekerja akan dikenai PPh atas selisih penghasilan yang masuk dalam
PKP.

16
Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada berbagai hal
yang menjadi kewajiban atau harus dilakukan oleh wajib pajak terhadap
pelaksanaan PPh. Beberapa hal diantaranya adalah:
1. Mendaftarkan Diri
2. Memberi Data
3. Bayar, Lapor, Pemungutan atau Pemotongan Pajak
4. Pemeriksaan
Upaya umum yang dapat dilakukan oleh individu atau bisnis untuk
meringankan beban PPh (Pajak Penghasilan):
Memanfaatkan Pengurangan Pajak: Setiap negara memiliki undang-undang
pajak yang berbeda yang menawarkan berbagai jenis pengurangan pajak, seperti
pengurangan berdasarkan pendapatan, pengurangan berdasarkan pengeluaran
tertentu, atau pengurangan berdasarkan investasi. Pelajari dan manfaatkan
pengurangan pajak yang berlaku untuk situasi, Menggali Potensi Pengurangan Pajak
Bisnis: Jika Anda memiliki bisnis, ada banyak potensi pengurangan pajak yang
tersedia untuk pemilik usaha. Pastikan Anda memahami undang-undang pajak
terkini yang berlaku untuk bisnis Anda, Mengetahui Batas Waktu Pelaporan dan
Pembayaran: Pastikan untuk selalu mengajukan laporan pajak tepat waktu dan
membayar pajak yang terutang sesuai jadwal untuk menghindari denda dan sanksi,
Berkonsultasi dengan Profesional Pajak: Jika situasi keuangan Anda kompleks,
berkonsultasilah dengan seorang profesional pajak atau akuntan yang
berpengalaman untuk membantu Anda merencanakan strategi pengurangan pajak
yang tepat dan sesuai dengan hukum pajak yang berlaku.

17
Daftar Pustaka

Muljono, D. (2010). Panduan Brevet Pajak: Pajak Penghasilan. Penerbit Andi.


Bohari, H. (2010). Pengantar hukum pajak.
Ratnawati, J., & Hernawati, R. I. (2016). Dasar-Dasar Perpajakan. Deepublish.
Rosdiana, H. (2018). Pengantar ilmu pajak: kebijakan dan implementasi di Indonesia.
Prasetyo, A. (2017). Konsep dan analisis rasio pajak. Elex Media Komputindo.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi Unsurya Vol. 4, No. 2, Juni 2019,
Mitra Wacana Media. Undang-undang Pajak Lengkap. Jakarta: 2014.
Direktorat Jenderal Pajak/ wajib pajak dan NPWP
Modul 1 Pajak Penghasilan (PPh) Umum Dr. H. Heru Tjaraka, Drs. Ak, BKP, M.Si
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-25,
diakses tanggal 19 Juli 2023, pukul 21.37 WIB.

18

Anda mungkin juga menyukai